Makhluk itu melolong seperti kesakitan. Bimantara hendak mendekat, namun bebatuan di langit-langit gua itu tampak runtuh. Dia kembali ke rongga gua agar tidak terkena bebatuan itu. Saat dia kembali mengintip ke arah Makhluk besar dan menyeramkan itu, dia melihat ada empat makhluk kecil yang menyeramkan tiba-tiba datang lalu berlutut di hadapannya.“Ada apa Yang Mulia memanggil kami semua,” ucap salah satu dari makhluk kecil itu. Bimantara terkejut saat menyadari makhluk kecil yang bicara itu berbadan seperti domba dan berkepala manusia. Sementara makhluk yang kedua adalah seorang perempuan cantik bergaun sutra dan bermahkota perak yang berkilau. Dia sepertinya golongan dari bangsa Peri Gunung. Makhluk yang ketiga adalah makhluk yang berbadan ular berwarna hitam dan berkepala manusia laki-laki. Makhluk yang keempat adalah makhluk berbadan kera dan berkepala manusia. Satu matanya tampak luka.“Siapa mereka semua?” tanya Bimantara dalam hatinya.Makhluk raksasa yang terikat di tiang besi
Pangeran Padama menatap gunung Nun dari atas bukit. Dia heran melihat sedikit asap yang keluar dari puncak gunung itu. Salah satu Tetua berdiri di dekatnya dengan heran.“Sepertinya Bubungkala tengah terbangun dari tidurnya,” ucap Pangeran Padama. “Dia sudah lama tidak mendapatkan makanan dari sejaji yang dahulu kerap dibawakan masyarakat Warih. Kalau dibiarkan terlalu lama, saya khawatir bencana akan terjadi kembali ke negeri ini.”“Sebentar lagi impianmu akan terwujud, Yang Mulia. Sepertinya Wakil Panglima Indra senang dengan Gavin dan Gala. Sepertinya dia akan lolos menjadi Prajurit utama untuk bergabung dengan mereka,” ucap Tetua padanya.Pangeran Padama tampak berpikir.“Apakah Gavin dan Gala benar-benar telah selesai mendapatkan semua ilmu dari kalian sebelum dia melamar menjadi prajurit di sana?” tanya Pangeran Padama.“Gavin dan Gala sudah selesai mendapatkan ilmu dari kita, Yang Mulia. Aku rasa jika dihadapkan dengan Panglima Indra, ilmu yang mereka dapatkan akan sepadan deng
Bimantara dan pasukannya sudah berhasil menuruni gunung Nun. Mereka sudah melewati gerbang pertama untuk pendakian yang dijaga ketat oleh para prajurit kerajaan. Saat berada di tanah lapang, yang di kiri dan kanannya hutan belantara, Bimantara mengajak pasukannya untuk istirahat di sana. Para prajuritnya yang tersisa kembali sibuk membuat tenda peristirahatan.Saat para prajurit itu sibuk menyiapkan makanan untuk mereka, Bimantara duduk di atas batu sambil memegang tongkatnya dengan heran. Pendekar Gunung Nun dan Pendekar Burung Merpati mendekatinya lalu duduk di hadapannya. Mereka heran melihat Tuan Panglimanya tampak memikirkan sesuatu.“Apakah Tuan baik-baik saja?” tanya Pendekar Gunung Nun penasaran.Bimantara mendongak ke mereka.“Saat aku tidak sadarkan diri sewaktu di atas sana, aku memasuki sebuah gua,” jawab Bimantara. “Di sana aku melihat Baluku yang terikat dengan lemah. Lalu kulihat keempat panglimanya dari bangsa dedemit datang menghadapnya. Baluku tengah menunggu seorang
“Bukankah sebaiknya Yang Mulia Raja membiarkan para penduduk untuk mempelajari dunia persilatan? Itu akan baik untuk menjaga diri mereka sendiri,” ucap Bimantara. “Jika Bubungkala benar-benar kembali menyerang umat manusia, aku yakin tentara kerajaan tak akan cukup melawan tentara bangsa dedemit yang kita tidak tahu jumlahnya sebanyak apa?”Pendekar Gunung Nun terdiam. Sebenarnya dia sudah pernah mengusulkan itu pada Raja Abinawa, namun usulannya ditentang habis-habisan oleh Raja itu dan para Pejabat Istana.“Aku setuju denganmu, Tuan Panglimaku,” ucap Pendekar Burung Merpati.“Aku sudah mengusulkan itu, namun Yang Mulia menentang habis-habiskan akan usulku,” tambah Pendekar Gunung Nun.Bimantara berdiri dengan tongkatnya.“Nanti, setelah pengembaraan kita ke seluruh penjuru negeri ini telah selesai, aku akan mengusulkannya pada Yang Mulia Raja,” ucap Bimantara.Pendekar Gunung Nun dan Pendekar Burung Merpati tampak terkejut mendengarnya.“Benar kah?” tanya Pendekar Gunung Nun tampak
Putri Kidung Putih tampak duduk melamun di kediamannya. Dia tampak rindu dengan Bimantara. Sesaat kemudian, Putra Mahkota datang menemuinya. Dia datang sendirian tanpa ditemani para pelayannya.“Kapan dia akan kembali ke istana?” tanya Putra Mahkota dengan heran.“Aku tidak tahu, Kakaku,” jawab Putri Kidung Putih. “Sepertinya pengembaraannya akan cukup lama. Kau sendiri tahu seberapa luas wilayah kerajaan kita. Mungkin akan menghabiskan waktu berbulan-bulan lamanya.Putra Mahkota tampak terdiam mendengar itu. Putri Kidung Putih tampak heran melihatnya.“Kenapa kau menanyakannya?” tanya Putri Kidung Putih dengan heran.“Dia telah berjanji untuk mengajariku semua ilmu yang dikuasainya,” ucap Putra Mahkota.“Kau tunggu saja. Suamiku pasti akan menepati janjinya,” pinta Putri Kidung Putih.Putra Mahkota mengangguk. Sesaat kemudian dia menatap adiknya dengan lekat.“Kau sudah tahu kalau ayah tengah mengirimkan prajuritnya untuk mengirimkan suratnya pada kerajaan di Nusantara?” tanya Putra
Wakil Panglima Indra beserta Gavin dan Gala memasuki gerbang istana. Tak ada satupun prajurit yang curiga pada mereka. Mereka masuk dengan mudah. Para prajurit penjaga gerbang yang tidak tahu menahu bahwa mereka bertiga telah menjadi mata-mata Pangeran Padama, menganggap Wakil Panglima sengaja membawa Gavin dan Gala keluar istana untuk memantapkan pemilihan mereka sebagai prajurit terbaik.Saat mereka melangkah menuju kediaman Wakil Panglima itu, mereka melihat Pangeran Kedua tengah berjalan diikuti para pelayannya. Entak kemana yang akan mereka tuju. Melihat itu, Wakil panglima menoleh pada Gavin dan Gala.“Kalian kembali ke kediaman kalian,” pinta Wakil Panglima.Gavin dan Gala mengangguk. Mereka pun bergegas pergi meninggal Wakil Panglima Indra di sana. Sementara itu Wakil Panglima Indra bergegas mengejar Pangeran Kedua. Dia ingin menemuinya. Ada sesuatu yang ingin dibicarakan padanya. Dia tahu selama ini Pangeran Kedua tidak suka dengan kehadiran Bimantara di istana itu. Apalagi k
Pendekar Bunga Teratai dan Pendekar Pasir Putih heran melihat kedatangan Gavin dan Gala yang menghilang seharian.“Dari mana saja kalian berdua?” tanya Pendekar Pasir Putih dengan curiga.“Kami diajak pergi keluar istana oleh wakil Panglima Indra,” jawab Gavin.“Benar,” tambah Gala.Pendekar Bunga Teratai dan Pendekar Pasir Putih saling menatap tak percaya.“Kenapa Wakil Panglima Indra mengajak kalian pergi keluar istana?” tanya Pendekar Bunga Teratai curiga.“Kami tidak tahu alasannya,” jawab Gavin.Tak berapa lama kemudian, Wakil Panglima Indra datang. Dia heran melihat Gavin dan Gala seperti sedang diintrogasi oleh dua pendekar terbaik itu.“Ada apa?” tanya Wakil Panglima Indra heran pada dua pendekar terbaik itu.“Kau pergi keluar istana membawa Gavin dan Gala?” tanya Pendekar Pasir Putih.“Ya, memang kenapa?”“Bukankah Tuan Panglima melarang kita untuk membawa mereka keluar istana sebelum mereka benar-benar resmi bergabung menjadi prajurit terbaik istana?” protes Pendekar Pasir P
“Di mana tempat itu berada?” tanya Pendekar Burung Merpati dengan penasarannya pada Bimantara. Jika memang benar apa yang dilihat Bimantara dalam penerawangannya, sungguh itu menjadi sebuah pukulan baginya. Dialah yang bertugas mengawasi daratan Manggala dari langit. Sang Raja pasti akan sangat marah padanya jika pendekar itu luput akan hal itu.“Salah satu perguruan itu ada di dekat sini,” jawab Bimantara.Pendekar Burung Merpati terkejut mendengarnya.“Kalau begitu, coba kamu cek ke sana dengan kekuatanmu,” pinta Pendekar Gunung Nun. “Bagaimana jika perguruan itu dibentuk oleh para pengkhianat di kerajaan ini, yang sewaktu-waktu mereka dapat menyerang kita. Atau bagaimana jika mereka ternyata pengikut Bubungkala? Saat Bubungkala keluar dari kurungannya, merekalah yang akan menjadi tentaranya?”Mendengar itu Pendekar Burung Merpati tampak khawatir.“Baiklah, aku akan mencoba mengeceknya,” jawab Pendekar Burung Merpati.“Pergilah,” pinta Bimantara.“Siap, Tuan Panglima!” Pendekar Buru