Bimantara dan pasukannya sudah berhasil menuruni gunung Nun. Mereka sudah melewati gerbang pertama untuk pendakian yang dijaga ketat oleh para prajurit kerajaan. Saat berada di tanah lapang, yang di kiri dan kanannya hutan belantara, Bimantara mengajak pasukannya untuk istirahat di sana. Para prajuritnya yang tersisa kembali sibuk membuat tenda peristirahatan.Saat para prajurit itu sibuk menyiapkan makanan untuk mereka, Bimantara duduk di atas batu sambil memegang tongkatnya dengan heran. Pendekar Gunung Nun dan Pendekar Burung Merpati mendekatinya lalu duduk di hadapannya. Mereka heran melihat Tuan Panglimanya tampak memikirkan sesuatu.“Apakah Tuan baik-baik saja?” tanya Pendekar Gunung Nun penasaran.Bimantara mendongak ke mereka.“Saat aku tidak sadarkan diri sewaktu di atas sana, aku memasuki sebuah gua,” jawab Bimantara. “Di sana aku melihat Baluku yang terikat dengan lemah. Lalu kulihat keempat panglimanya dari bangsa dedemit datang menghadapnya. Baluku tengah menunggu seorang
“Bukankah sebaiknya Yang Mulia Raja membiarkan para penduduk untuk mempelajari dunia persilatan? Itu akan baik untuk menjaga diri mereka sendiri,” ucap Bimantara. “Jika Bubungkala benar-benar kembali menyerang umat manusia, aku yakin tentara kerajaan tak akan cukup melawan tentara bangsa dedemit yang kita tidak tahu jumlahnya sebanyak apa?”Pendekar Gunung Nun terdiam. Sebenarnya dia sudah pernah mengusulkan itu pada Raja Abinawa, namun usulannya ditentang habis-habisan oleh Raja itu dan para Pejabat Istana.“Aku setuju denganmu, Tuan Panglimaku,” ucap Pendekar Burung Merpati.“Aku sudah mengusulkan itu, namun Yang Mulia menentang habis-habiskan akan usulku,” tambah Pendekar Gunung Nun.Bimantara berdiri dengan tongkatnya.“Nanti, setelah pengembaraan kita ke seluruh penjuru negeri ini telah selesai, aku akan mengusulkannya pada Yang Mulia Raja,” ucap Bimantara.Pendekar Gunung Nun dan Pendekar Burung Merpati tampak terkejut mendengarnya.“Benar kah?” tanya Pendekar Gunung Nun tampak
Putri Kidung Putih tampak duduk melamun di kediamannya. Dia tampak rindu dengan Bimantara. Sesaat kemudian, Putra Mahkota datang menemuinya. Dia datang sendirian tanpa ditemani para pelayannya.“Kapan dia akan kembali ke istana?” tanya Putra Mahkota dengan heran.“Aku tidak tahu, Kakaku,” jawab Putri Kidung Putih. “Sepertinya pengembaraannya akan cukup lama. Kau sendiri tahu seberapa luas wilayah kerajaan kita. Mungkin akan menghabiskan waktu berbulan-bulan lamanya.Putra Mahkota tampak terdiam mendengar itu. Putri Kidung Putih tampak heran melihatnya.“Kenapa kau menanyakannya?” tanya Putri Kidung Putih dengan heran.“Dia telah berjanji untuk mengajariku semua ilmu yang dikuasainya,” ucap Putra Mahkota.“Kau tunggu saja. Suamiku pasti akan menepati janjinya,” pinta Putri Kidung Putih.Putra Mahkota mengangguk. Sesaat kemudian dia menatap adiknya dengan lekat.“Kau sudah tahu kalau ayah tengah mengirimkan prajuritnya untuk mengirimkan suratnya pada kerajaan di Nusantara?” tanya Putra
Wakil Panglima Indra beserta Gavin dan Gala memasuki gerbang istana. Tak ada satupun prajurit yang curiga pada mereka. Mereka masuk dengan mudah. Para prajurit penjaga gerbang yang tidak tahu menahu bahwa mereka bertiga telah menjadi mata-mata Pangeran Padama, menganggap Wakil Panglima sengaja membawa Gavin dan Gala keluar istana untuk memantapkan pemilihan mereka sebagai prajurit terbaik.Saat mereka melangkah menuju kediaman Wakil Panglima itu, mereka melihat Pangeran Kedua tengah berjalan diikuti para pelayannya. Entak kemana yang akan mereka tuju. Melihat itu, Wakil panglima menoleh pada Gavin dan Gala.“Kalian kembali ke kediaman kalian,” pinta Wakil Panglima.Gavin dan Gala mengangguk. Mereka pun bergegas pergi meninggal Wakil Panglima Indra di sana. Sementara itu Wakil Panglima Indra bergegas mengejar Pangeran Kedua. Dia ingin menemuinya. Ada sesuatu yang ingin dibicarakan padanya. Dia tahu selama ini Pangeran Kedua tidak suka dengan kehadiran Bimantara di istana itu. Apalagi k
Pendekar Bunga Teratai dan Pendekar Pasir Putih heran melihat kedatangan Gavin dan Gala yang menghilang seharian.“Dari mana saja kalian berdua?” tanya Pendekar Pasir Putih dengan curiga.“Kami diajak pergi keluar istana oleh wakil Panglima Indra,” jawab Gavin.“Benar,” tambah Gala.Pendekar Bunga Teratai dan Pendekar Pasir Putih saling menatap tak percaya.“Kenapa Wakil Panglima Indra mengajak kalian pergi keluar istana?” tanya Pendekar Bunga Teratai curiga.“Kami tidak tahu alasannya,” jawab Gavin.Tak berapa lama kemudian, Wakil Panglima Indra datang. Dia heran melihat Gavin dan Gala seperti sedang diintrogasi oleh dua pendekar terbaik itu.“Ada apa?” tanya Wakil Panglima Indra heran pada dua pendekar terbaik itu.“Kau pergi keluar istana membawa Gavin dan Gala?” tanya Pendekar Pasir Putih.“Ya, memang kenapa?”“Bukankah Tuan Panglima melarang kita untuk membawa mereka keluar istana sebelum mereka benar-benar resmi bergabung menjadi prajurit terbaik istana?” protes Pendekar Pasir P
“Di mana tempat itu berada?” tanya Pendekar Burung Merpati dengan penasarannya pada Bimantara. Jika memang benar apa yang dilihat Bimantara dalam penerawangannya, sungguh itu menjadi sebuah pukulan baginya. Dialah yang bertugas mengawasi daratan Manggala dari langit. Sang Raja pasti akan sangat marah padanya jika pendekar itu luput akan hal itu.“Salah satu perguruan itu ada di dekat sini,” jawab Bimantara.Pendekar Burung Merpati terkejut mendengarnya.“Kalau begitu, coba kamu cek ke sana dengan kekuatanmu,” pinta Pendekar Gunung Nun. “Bagaimana jika perguruan itu dibentuk oleh para pengkhianat di kerajaan ini, yang sewaktu-waktu mereka dapat menyerang kita. Atau bagaimana jika mereka ternyata pengikut Bubungkala? Saat Bubungkala keluar dari kurungannya, merekalah yang akan menjadi tentaranya?”Mendengar itu Pendekar Burung Merpati tampak khawatir.“Baiklah, aku akan mencoba mengeceknya,” jawab Pendekar Burung Merpati.“Pergilah,” pinta Bimantara.“Siap, Tuan Panglima!” Pendekar Buru
Pangeran Padama tampak bingung. Dia mengumpulkan para Tetua di dalam gua itu. Dia ingin berdiskusi dengan mereka atas masalah yang kini sedang terjadi. Bagaimana pun dia sudah merahasiakan perguruan-perguruan yang sudah dibentuknya selama ini. Dia pun telah menggunakan mantra agar tidak ada siapapun di negeri itu yang dapat melihat bangunan dan para murid-murid yang belajar di perguruan itu. Rupanya Bimantara mampu melihatnya dan mampu menyingkap tirai mantra itu hingga kini diketahui para pendekar terbaik istana.“Aku tidak ingin mereka menghancurkan perguruan kita sebelum Bubungkala berhasil kita keluarkan dari dalam kurungannya,” ucap Pangeran Padama. “Aku ingin mendengar pendapat kalian semua. Apa yang sebaiknya aku lakukan sekarang ini?”Para Tetua itu tampak bingung. Karena baru saja mereka telah berhasil menjadikan Wakil Panglima Indra sebagai mata-mata, kini malah masalah besar menghalangi misi mereka selanjutnya.Satu Tetua berdiri. Dia menatap Pangeran Padama dengan penuh ho
“Jangan mengada-ngada!” teriak Bimantara sekali lagi.Seketika para murid berdatangan mengelilingi mereka lalu berlutut di hadpaan Bimantara.“Kalau tidak percaya, tanyakan saja pada semuanya, Guru Besarku,” ucap Kepala Perguruan itu.Bimantara pun melihat ke sekitar. Dia melihat murid-murid di perguruan itu tampak berlutut di hadapannya.“Aku tidak kenal kalian semuanya!” teriak Bimantara.“Ampun, Maha Guru. Kami adalah murid-muridmu. Kami kira Maha Guru masih mengenal kami saat Maha Guru terpaksa harus hilang ingatan karena menyelamatkan kami,” ucap salah satu murid di perguruan itu.Mendengar itu, Bimantara semakin terbelalak. Seketika Pendekar Burung Merpati langsung mencabut pedangnya dan mengarahkannya pada Bimantara.“Rupanya kau selama ini adalah pengkhianat di kerajaan ini!” teriak Pendekar Burung Merpati dengan geramnya.“Aku tidak kenal siapa mereka dan aku yakin ini mengada-ada!” tegas Bimantara.“Pantas saja Yang Mulia Raja memintaku untuk mengawasimu dan melihat siapa di