Tengok juga novel Legenda Pendekar Buruk Rupa.
Bimantara tampak awas dan kembali berkonsentrasi. Dia mencari-cari keberadaan Pendekar Tersembunyi. Seketika cahaya petir itu datang lalu menyambar tubuh Bimantara dengan kuat. Bimantara yang belum tahu keberadaan pendekar itu tampak terpelanting jauh. Tubuhnya terhempas ke atas tanah di luar panggung.Putri Kidung Putih yang melihatnya tampak panik.“Bimantara...”Sementara itu, Bimantara mencoba bangkit di saat tubuhnya terasa lemah. Saat kilatan cahaya itu kembali hendak menyerangnya, Bimantara langsung mengangkat tongkat hitamnya hingga tongkat itu mampu menangkal kilatan cahaya itu.Semua penonton tampak lega melihatnya. Kini Bimantara sudah bisa bangkit sempurna. Seketika bayangannya melihat sosok Pendekar Tersembunyi yang berada cukup jauh dari arah dapannya. Pendekar itu tengah berubah wujud menjadi kilatan cahaya.Saat sudah mengetehaui keberadaan Pendekar itu, Bimantara langsung berteriak. Seketika dia melompat ke atas. Kaki cahaya naganya berkilat-kilat. Tak lama kemudian d
Seketika mata Bimantara menyala. Putri Kidung Putih yang berada di dekatnya tampak terkejut.“Bimantara?” teriak Sang Putri.Setelah itu Bimantara duduk. Wajahnya seperti tidak sadar akan semuanya. Seketika luka di punggungnya menyemput lalu tak lama kemudian bekas tusukan pedang itu tampak sembuh seketika. Para Tabib tercengan melihatnya.“Lukanya sembuh sendiri!” teriak Tabib.Ya, beruntung tusukan pedang itu tidak mengenai jantungnya. Bimantara masih bisa mengeluarkan tenaga dalamnya. Energi cahaya dirinya yang dulu menyatu dengan energi cahaya bangsa peri dari dahayu telah membuat tenaga dalamnya sempurna hingga bisa menyembuhkan sekejap luka-luka di tubuhnya.Bimantara berdiri lalu terbang melesat secepat kilat. Putri Kidung Putih tampak terkejut.“Bimantara!!!”Dia bingung Bimantara hendak kemana. Sementara itu Sang Raja yang melihatnya juga heran. Para penonton yang masih berada di sana juga penasaran kenapa Bimantara bisa hidup lagi.Sementara itu, Pendekar Tersembunyi berlari
Bimantara dan Putri Kidung Putih tengah berlutut di hadapan Sang Raja dan Ratu di kediamannya. Sang Raja berdiri lalu berjalan mendekat menuju Bimantara. Langkahnya terhenti tepat di hadapannya. Bimantara masih tetap menunduk, tidak mau menatap wajah Sang Raja.“Aku tidak tahu siapa sesungguhnya dirimu,” ucap Sang Raja pada Bimantara. “Tapi aku percaya kau manusia baik dan berbudi. Aku percaya kau pantas untuk anak perempuanku.”Bimantara terdiam mendengar itu. Sementara Putri Kidung Putih tampak lega dan senang mendengarnya.“Aku dan Istriku merestui hubungan kalian,” ucap Sang Raja. “Dan sesuai janjiku, aku akan mengangkatmu menjadi Panglima Tertinggi di kerajaanku, menggantikan Panglima Indra yang sudah mencoba untuk berkhianat padaku!”Bimantara masih terdiam mendengar itu. Sang Putri tampak bahagia mendengarnya. Impiannya telah tercapai untuk memiliki Bimantara.“Sekali lagi aku tanyakan,” ucap Sang Raja, “Sebelum aku mengadakan upacara pengangkatan Panglima dan menikahkan kalian
Tetes-tetes air dari langit-langit penjara bawah tanah itu terdengar jelas di telinga Panglima Indra. Dia sedang berada di penjara bawah tanah yang begitu gelap. Dia tidak bisa melihat apapun di sekitarnya.“Apa aku hanya sendirian di tempat ini?” teriak Panglima Indra. Sewaktu Para Pendekar terbaik mengangkapnya tadi, dia mendapatkan totokan dari mereka hingga tidak sadarkan diri.“Ada aku di dekatmu,” jawab Pendekar Bunga Teratai yang suaranya terdengar jelas di telinganya.“Apakah Pendekar Tersembunyi juga diikat dan di kurung di sini?” tanya Panglima Indra penasaran dengan lemah.“Aku juga berada satu ruangan dengan kalian!” teriak Pendekar Tersembunyi.Panglima Indra menatap ke arah suara Pendekar Tersembunyi yang didengarnya dengan geram.“Apa benar kau telah berkhianat pada Yang Mulia Raja?!” teriak Panglima Indra.Pendekar Tersembunyi tertawa.“Kau tidak berhak lagi bertanya begitu padaku!” jawab Pendekar Tersembunyi. “Kau sudah bukan lagi Panglima kami! Kau sudah digantikan d
Bimantara pun terkejut saat mendengar sebuah lonceng ditabuhkan berkali-kali di luar kediamannya. Dia menoleh pada prajurit penjaganya.“Lonceng pertanda apa yang dibunyikan itu?” tanya Bimantara penasaran.“Ampun, Tuanku. Itu pertanda ada yang hendak dihukum gantung. Itu lonceng panggilan untuk bersama-sama menyaksikan hukuman gantung itu,” jawab Prajurit Penjaganya.Bimantara pun bergegas keluar mengajak prajurit penjaganya menuju tempat eksekusi hukuman gantung itu. Dia terkejut saat tiba di lapangan luas di wilayah istana. Dia melihat Pendekar Tersembunyi sedang berada di tempat eksekusi. Tali yang hendak menggantungnya sudah telilit di lehernya. Penduduk istana tampak sudah berkerumun melihatnya.Raja Tala berdiri di dekatnya sambil berdiri.“Inilah hukumannya bagi siapapun yang berkhianat padaku!” tegas Sang Raja.Sang Raja pun menoleh pada para pejabat istana. Pejabat istana itu langsung menarik tali di tangannya. Kini Pendekar Tersembunyi tampak menggerak-gerakkan tubuhnya tak
Pangeran Padama sedang memperhatikan Gavin dan Gala yang sedang diajari ilmu bela diri oleh para Tetua. Merekalah harapan Pangeran Padama untuk bisa menyusup ke istana dan diam-diam merebut tongkat hitam milik Bimantara. Para Tetua itu telah mengajarkan ilmu pada mereka dari sebuah kitab yang bisa menundukkan benda-benda pusaka untuk beralih Tuan. Dengan menggunakan ilmu dari kitab itu, Gavin dan Gala suatu hari nanti akan mampu mendapatkan benda pusaka milik siapapun dan benda pusaka itu akan tunduk pada mereka. Sesaat kemudian, seorang pendekar datang membawa sebuah surat. Dia memberikannya pada Pangeran Padama. Pangeran itu tersenyum ketika melihat surat pengumuman dari Panglima Tertinggi di kerajaan yang sedang mencari calon prajurit baru dan membutuhkan 1000 prajurit tambahan untuk dilatih dan diangkat menjadi Prajurit setia istana. Pangeran Padama pun menatap Gavin dan Gala. “Inilah kesempatannya. Mereka berdua harus menjadi mata-mataku di istana. Mereka berdua harus menjadi p
“Bagaimana dengan pencarian 1000 prajurit terbarunya?” tanya Sang Raja kepada Bimantara yang sedang menunduk menghadapnya.“Saat ini 1000 prajurit terbaru sudah dipilih. Mereka sedang dikelompokkan untuk tugas masing-masing, Yang Mulia,” jawab Bimantara.Sang Raja tampak senang mendengarnya. Dia sangat berharap banyak padanya. Saat melihatnya bertarung melawan para pendekar terbaik miliknya, dia percaya bahwa Bimantara orang yang tepat untuk memimpin seluruh pasukan yang dia punya.“Bagus!” puji Sang Raja. “Pilih yang terbaik dari mereka agar bisa menemani Wakil Panglima, Pendekar Gunung Nun, Pendekar Pasir Putih, Pendekar Bunga Teratai dan Pendekar Burung Merpati. Kau harus menambah pasukan utamamu agar gerbang kepemimpinanmu semakin kuat dan tidak diragukan lagi.”“Baik, Yang Mulia,” jawab Bimantara.“Setelah itu, kau harus membawa prajurit terbaikmu untuk berkeliling ke negeri ini agar kau tahu seberapa luas wilayah kerajaanku dan bagaimana kehidupan para penduduk kerajaan ini. Mer
“Sekarang kalian silakan kembali ke para prajurit utamaku! Mulai hari ini kalian akan dilatih ilmu bela diri yang mumpuni,” pinta Bimantara pada Gavin dan Gala. “Jika kalian tak ingin menjadi prajurit biasa yang ditugaskan menjaga istana ini, kalian harus lulus dari ujian yang diberikan prajurit utamaku.”“Baik, Tuan Panglima.”Gavin dan Gala pun pergi meninggalkan Bimantara di sana. Seketika Bimantara teringat akan kuda putihnya.“Kata mereka aku memiliki kuda putih? Jika benar, kemana kuda putihku itu?” tanya Bimantara dalam hatinya.Seketika terdengar suara kuda putih dari kejauhan. Bimantara terbelalak menatap kuda putih yang sangat indah itu, lebih indah dari kuda-kuda yang ada di istana. Para prajurit yang berada di sekitar lapangan itu tampak heran. Mereka tidak berani mencegah larinya kuda itu ketika menyadari kuda itu menghampiri Bimantara.Kuda itu berhenti tepat di hadapan Bimantara. Bimantara mendekat ke kuda itu lalu mengelus kepalanya.“Apakah kau kuda milikku yang dimak
Bimantara berjalan dengan tongkat hitamnya di pedesaan pinggir laut itu. Dia sudah tidak lagi menggunakan kaki cahaya naganya. Dia melihat di pulau seberang sudah tidak ada lagi bangunan tinggi yang memiliki menara yang menjulang. Bagunan Perguruan Matarhari telah lenyap di sana. Perkampungannya tampak sunyi. Beberapa rumah tampak sudah hancur berkeping-keping. Hanya ada beberapa rumah yang tampak baik-baik saja.Bimantara tidak tahu siapa yang masih hidup di negeri itu. Setelah dia memeriksa tiga kerajaan Nusantara yang hancur berkeping-keping, dia mengendalikan naganya untuk kembali ke kampung halamanannya.Bimantara berdiri di sisi tebing itu. Dia teringat saat menemui Dahayu di sana dahulu."Tahun depan aku akan menjadi murid di sana!" ucap Bimantara tiba-tiba. Memecah lamunan tiga remaja di hadapannya itu. Seolah ingin menunjukkan pada Dahayu bahwa tanpa kaki satu, dia masih layak mengejar impiannya. Tiga remaja itu menoleh ke arah Bimantara bersamaan. Saat menyadari yang bicara
Setelah itu keadaan menjadi hening. Putra Mahkota Iblis dan keempat saudaranya benar-benar sudah mati. Bahari tersenyum.“Sekarang aku bisa mati dengan tenang,” ucap Bahari.Bahari pun memejamkan matanya. Kini Bimantara, Tanaka, Pendekar Dua Alam dan Pendekar Sungai Panjang kembali merasakan dingin.Sementara Bimantara langsung berlari menuju Raja Dawuh yang tidak lagi bernyawa itu. Dia memeriksa tubuhnya. Denyut nadinya sudah berhenti. Bimantara menangis sambil memeluk mayatnya.“Maafkan aku yang tidak bisa menjagamu!” isak Bimantara.Tanaka, Pendekar Dua Alam dan Pendekar Sungai Panjang berjalan mendekat ke arahnya.“Kita sudah berhasil Bimantara,” ucap Tanaka.Bimantara pun menutup mata Raja Dawuh lalu berdiri di hadapan ketiga Panglimanya yang tersisa itu.“Tapi kita tidak berhasil mencegah mereka menghancurkan setiap kerajaan di atas muka bumi ini,” ucap Bimantara menyayangkannya. “Dan aku tidak berhasil menjaga Bahari dan Raja Dawuh.”“Aku yakin mereka akan tenang di nirwana kar
“Aku bisa melakukannya tanpa harus membangkitkan Dahayu kembali,” ucap Bimantara.Pendekar Dua Alam mengernyit mendengarnya.“Cahaya di tubuh Dahayu sangat berguna untukmu, Bimantara. Jika cahaya kalian menyatu maka tidak ada satupun yang bisa melawan kalian, termasuk para Iblis itu,” protes Pendekar Dua Alam.“Dahayu telah mengalirkan cahayanya kepadaku,” ujar Bimantara.“Tapi cahayanya telah menyusut di tubuhmu,” protes Pendekar Dua Alam.Raja Dawuh pun bangkit.“Jika kau menolaknya karena sudah mengkhianatinya, aku rasa Dahayu akan mengerti, Bimantara. Kita tidak memiliki cara lain untuk membunuh mereka!” tambah Raja Dawuh.“Jangan paksa aku!” teriak Bimantara.Bimantara pun mengeluarkan tenaga dalamnya, dia pun langsung mengalirkannya pada Pendekar Dua Alam, Raja Dawuh, Bahari, Pendekar Sungai Panjang dan Tanaka.“Jangan lakukan itu, jika tidak tenagamu akan habis!” protes Tanaka yang menerima aliran tenaga dalam dari Bimantara.Bimantara tidak menggubris perkataan Tanaka. Tenaga
“Jangan menangis,” pinta Ki Walang.“Aku tidak berhasil menjadi Chandaka Uddhiharata, Tuan Guru,” isak Bimantara. “Dunia sudah dihancurkan anak-anak iblis itu. Tiga kerajaan Nusantara telah habis terbakar, juga istana-istana di kerajaan lain. Sebentar lagi semua manusia akan mati. Mungkin aku juga akan mati. Padahal aku sudah membawa kelima Panglima terbaik di dunia ini.”“Apakah seperti ini akhirnya seorang murid yang sangat aku banggakan itu?” ucap Ki Walang sedikit marah. “Dahulu aku kagum padanya karena keterbatasannya dia memiliki cita-cita begitu agung untuk menjadi seorang pendekar yang berguna bagi sesama. Pahadal dia hanya memiliki kaki satu, tapi dia ingin memiliki jurus tendangan seribu.”Bimantara terdiam mendengar itu.“Hal yang tidak mungkin. Siapapun yang mendengarnya pasti akan tertawa karena ketidakpercayaannya. Tapi aku percaya akan itu. Akhirnya aku ajarkan semua ilmuku padamu. Dan kini, kau mengeluh disaat nyawa masih berada di dalam ragamu?!” teriak Ki Walang.“Ap
Bimantara kembali menyerang Putra Mahkota Iblis yang tampak geram. Dia menggunakan segala jurus yang dia punya untuk melawannya. Sekuat tega Bimantara lakukan sendirian untuk melawannya. Berbagai serangan yang dilakukan Bimantara berhasil dilawannya dengan baik. Bimantara tampak kewalahan dan hampir saja kehilangan tenaga.“Kita harus membantunya,” pinta Raja Dawuh yang tampak khawatir pada Bimantara.“Aku tahu kau seorang raja,” sahut Tanaka. “Tapi yang paling penting dari sebuah tim adalah mengikuti arahan Pimpinannya. Sekarang kau bukan seorang raja lagi. Kau harus mengikuti permintaan Bimantara yang meminta kita menjaga Pendekar Dua Alam sampai dia selesai melakukan ritualnya. Nyawa kita sekarang untuk Pendekar Dua Alam.”“Tapi dia bisa mati melawan Putra Mahkota Iblis itu sendirian,” ucap Raja Dawuh semakin khawatir.“Percaya saja,” pinta Tanaka menenangkannya.Sementara Pendekar Sungai Panjang masih berusaha menggunakan tenaga dalamnya untuk mengembalikan tulang-tulang yang pata
Bimantara terbang ke atas langit. Tubuhnya mengeluarkan cahaya. Sesaat kemudian dia meluncur ke bawah lalu menggunakan jurus tendangan seribunya untuk menghalau roh-roh hitam yang menyerang mereka. Satu persatu dari roh-roh hitam itu terpelanting jauh dan terbakar.Bahari dan Pendekar Sungai Panjang terngaga melihatnya. Bimantara pun kembali mendarat di dekat mereka dengan sorot mata yang masih menyala. Putra Mahkota Iblis di dalam benteng itu tampak geram. Dia berteriak lalu mengeluarkan cahaya di tubuhnya. Gemanya hampir saja memecahkan dinding pembatas tak terlihat.“Sekarang saatnya kau harus memecahkan dinding pembatas tak terlihat itu,” pinta Bahari.Bimantara mengangguk.“Semuanya segera bersiap!” pinta Bimantara pada kedua Panglima yang menemaninya itu.Bahari dan Pendekar Sungai Panjang mengangguk. Mereka pun sudah bersiap dengan jurus masing-masing.Bimantara menoleh pada Tanaka dan Raja Dawuh yang masih menjaga Pendekar Dua Alam yang sedang membangkitkan para pendekar sakti
Putra Mahkota Iblis itu berhenti berlari menuju benteng yang terbuka itu. Iblis itu menatap kepada empat saudaranya yang ikut berhenti.“Berpencarlah kalian semuanya,” pinta Putra Mahkota Iblis. “Hancurkan semua kerajaan di muka bumi ini! Biar aku saja yang menghadapi musuh kita di depan benteng sana!”“Tapi mereka telah membunuh adik bungsu kita,” protes salah satu dari mereka. “Kita harus bersama-sama membunuh mereka sebelum kita keluar dari negeri ini dan menghancurkan semua kerajaan di atas muka bumi ini!”“Diriku sendiri sudah cukup untuk membunuh semuanya! Ikuti perintahku jika kalian masih menganggapku sebagai pengganti Raja!” teriak Putra Mahkota Iblis itu pada adik-adiknya.“Baiklah,” jawab salah satu dari mereka.Empat anak-anak Iblis yang perkasa itu pun langsung melompati benteng yang luas nan tinggi itu. Mereka berpencar ke empat penjuru untuk menghancurkan kerajaan-kerajaan di berbagai wilayah.Sementara Bimantara di luar benteng itu tampak terkejut melihat para Iblis it
“Biar aku saja yang menghadapinya,” ucap Tanaka pada Bimantara.Bimantara mengangguk. Tanaka pun langsung melompat dari punggung naga lalu terbang melawan Pendekar Tombak Angin. Tanaka mengeluarkan golok hitamnya, sementara Pendekar Tombak Angin mengeluarkan pedangnya. Mereka berdua bertarung di atas langit.Bimantara menoleh pada Bahari, Pendekar Sungai Panjang, Pendekar Dua Alam dan Raja Dawuh.“Kalian serang prajurit mereka!” perintah Bimantara.Keempat Panglimanya itu mengangguk. Mereka langsung mengendalikan naga masing-masing lalu naga-naga yang ditunggangi mereka itu menghembuskan api dari mulut mereka untuk membakar ribuan prajurit yang berusaha memecahkan benteng tinggi itu. Sebagian prajuritnya mati terbakar karenanya. Para prajurit yang lain berusaha menyerang mereka dengan senjata masing-masing.Dengan sigap Raja Dawuh menggunakan kekuatannya untuk melelehkan pedang dan senjata lainnya yang digunakan para prajurit itu. Seketika senjata mereka meleleh.Sementara Bimantara l
Ribuan burung besar yang membawa Pendekar Tombak Angin dan pasukan roh-nya telah tiba di daratan negeri salju itu. Angin dingin berhembus menusuk tulang. Pendekar Tombak angin yang berada paling depan di punggung burung besar itu tampak menggigil. Ribuan tentaranya pun tampak kedinginan. Burung-burung besar itu pun tampak sudah lemah memasuki negeri salju itu, mereka tidak kuat akan dinginnya negeri itu.Pendekar Tombak Angin melihat patung es raksasa yang sedang memegang tongkat di hadapan benteng tinggi yang memutih. Ribuan prajurit di dekatnya pun mematung, mereka bagai patung es yang dipahat oleh seorang seniman yang masyhur.“Apakah dia Bubungkala?” tanya Pendekar Tombak Angin pada tiga makhluk hitam yang kedinginan di dekatnya. Tiga makhluk hitam itu terbang mengikutinya.“Benar, Tuanku,” jawab Makhluk hitam itu. “Dia yang paling bungsu dari ke enam saudara Iblismu.”Pendekar Tombak Angin tampak tidak kuat lagi karena dinginnya tempat itu.“Sekarang keluarkan batu dari neraka it