Beranda / Pendekar / Bimantara Pendekar Kaki Satu / 402. SEASON 3 : Negeri Tanpa Pendekar

Share

402. SEASON 3 : Negeri Tanpa Pendekar

Penulis: Hakayi
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-13 04:30:03

Bimantara terheran-heran melihat dirinya terdampar ke negeri asing itu. Dia mendekati dua pemuda yang berwajah sama itu. Mereka berumur 17 tahun, memiliki rambut ikal yang sama. Kulit mereka hitam. Pakaian yang mereka kenakan juga berwarna hitam.

“Kalian tahu, sejauh apa jarak negeri ini dengan Nusantara?” tanya Bimantara.

Dua pemuda kembar itu mundur selangkah bersamaan. Mereka tampak takut melihat Bimantara yang tampak tak terawat. Rambutnya panjang menggimbal. Pakaian yang dikenakannya compang camping. Wajahnya menghitam karena terbakar matahari. Tubuhnya tampak bau dan tercium ke hidung pemuda itu.

“Ka... kami tidak tahu!” ucap salah satu dari pemuda itu.

“Ta... tapi kami pernah mendengar nama Nusantara itu,” jawab pemuda di sebelahnya.

Bimantara tampak berpikir. Dia menoleh ke arah lautan. Sudah bertahun-tahun dia terombang ambing di lautan. Pelayarannya pasti sangat jauh. Dia yakin negeri itu sangat jauh dari Nusantara. Saat Bimantara menoleh ke pemuda kembar itu, Bimantara terk
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Youe
wwwkkk sombong banget kamu Bimantara ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   403. Perjalanan Baru

    Gavin dan Gala membawa Bimantara menuju jalanan tengah hutan. Bimantara heran.“Apa negeri ini dipenuhi hutan yang luas?” tanya Bimantara.“Tidak, negeri ini dipenuhi perkampungan,” jawab Gavin.“Kenapa kita melewati jalan yang sepertinya tak pernah dilewati oleh siapapun?” tanya Bimantara heran.“Kami harus menjauhkanmu dari orang-orang kampung,” jawab Gala.Bimantara melompat lalu berputar di atas udara dan mendarat di hadapan mereka dengan kaki satunya.“Kenapa aku harus disembunyikan?” tanya Bimantara heran.Gavin dan Gala saling melihat dengan bingung.“Tampangmu,” jawab Gavin.Bimantara kembali melihat tubuhnya yang compang camping. Dia mengerti, pasti orang-orang kampung akan menyangka si kembar itu membawa orang gila ke rumahnya. Bimantara akhirnya diam, lalu berjalan duluan di hadapan mereka.“Hey!” panggil Gavin.Bimantara berhenti melangkah dengan tongkatnya lalu menoleh pada Gavin.“Kenapa?”“Harusnya kami yang di depan. Kau kan tidak tahu di mana rumah kita,” jawab Gavin.

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-14
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   404. Puteri Kidung Putih

    “Hey! Kenapa kau mengikutiku?” tanya Bimantara pada kuda itu.Kuda itupun bersuara lagi sambil mengangkat kedua kakinya.“Sepertinya dia tak ingin kau tinggalkan, Tuan,” ucap Gavin.“Kenapa tidak aku ajak saja! Toh dia kuda yang gagah dan penurut!” pinta Gala.Kuda itu semakin bersuara. Seolah tampak senang dibela oleh si kembar itu. Bimantara tampak berpikir, tiba-tiba dia kasihan melihat wajah kuda itu yang seolah memohon untuk dibawa Bimantara. Lagipula, kuda itu penting untuknya untuk berkeliling ke negeri itu.“Baiklah! Kau boleh ikut denganku!” ucap Bimantara pada akhirnya.Kuda itu tampak senang lalu mendekat ke Bimantara sambil menjilati bahunya. Bimantara geram.“Jangan kau sentuh aku!” tegas Bimantara.Kuda itu berhenti menjilati bahunya. Gavin dan Gala saling berbisik lagi.“Kenapa tidak kuda itu saja yang membawa ikan-ikan ini?” tanya Gala.“Benar,” jawab Gavin.Gavin pun mendekat ke Bimantara.“Kau akan membawanya bersamamu?” tanya Gavin penasaran pada Bimantara.“Iya,” j

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-14
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   405. Tanda Kepala Naga

    Bimantara mencari-cari keberadaan Kuda Putih itu. Gavin dan Gala ikut panik karena ada dua karung ikan di punggung kuda itu, mereka pasti akan dimarahi neneknya jika pulang tak membawa ikan-ikan itu, dan jika tidak menemukan kuda itu, sudah pasti Gavin dan Gala akan mengajak Bimantara kembali ke lautan untuk menangkap ikan.“Kemana dia?” tanya Bimantara heran.“Apa dia kesal karena kita meminta bantuannya untuk membawa ikan-ikan itu?” tanya Gavin heran.“Itulah tugas kuda, membantu kita,” ucap Bimantara.“Apa kuda itu pergi mengikuti Tuan Puteri?” tanya Gala tak percaya.Bimantara mengernyit heran.“Kenapa dia harus mengikuti Tuan Puteri itu?”“Konon katanya Tuan Puteri pencinta hewan dan binatang, hingga hewan dan binatang memiliki intuisi yang tajam dan mencintai Tuan Puteri,” jawab Gala.Bimantara terdiam mendengarnya. Tak lama kemudian tedengar suara hentakan kuda yang banyak. Gavin dan Gala ketakutan.“Kita harus bersembunyi lagi!” pinta Gavin.Gala dan Gavin pun langsung bersemb

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-14
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   406. Siapa Pemuda Itu?

    “Bagaimana dia membantu kalian hingga bisa mendapatkan ikan sebanyak ini?” tanya Nenek itu pada Gavin dan Gala. Mereka tengah berada di beranda rumah saat Bimantara sudah pergi ke sungai membawa pakaian yang dipinjamkan oleh Gavin. Dua cucunya yang kembar itu saling menatap dengan bingung. Mereka ingin menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, namun mereka khawatir Nenek kesayangannya itu tak akan mempercayainya.“Kenapa kalian diam?!” tanya Neneknya heran. Ya, Nenek itu bernama Amita. Dia lahir di negeri Andana Warih saat negeri itu dipenuhi para pendekar yang gemar melakukan pertumpahan darah.“Jawab!” teriak Amita pada dua cucu kembarnya.Dua pemuda tampan itu tampak takut dan gemetar.“Pemuda itu membantu kami dengan menggunakan tongkatnya, Nek” jawab Gavin.Amita terkejut mendengarnya. Angin petang menyapu wajahnya. Pepohonan di sekitar rumah tampak bergoyang mengeluarkan suara misterius.“Dengan tongkat itu?”“Iya, Nek.” Kali ini Gala yang bicara.Amita terdiam cukup lama. Gavin

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-26
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   407. Aku Bukan Siapa-Siapa

    Bimantara duduk di atas batu. Dia baru saja selesai mandi dan mengganti pakaiannya yang dipinjamkan oleh Gavin. Matanya tampak sayu memandangi aliran sungai yang mengalir tidak begitu deras. Tongkat hitamnya Ia sandarkan pada batu. Ujung tongkatnya tenggelam di aliran sungai. Wajahnya yang sudah bersih terlihat jelas dari permukaan sungai. Kuda putih yang ditemukannya di pinggir pantai tampak berdiri dengan keempat kakinya di pinggir sungai. Bimantara menoleh padanya.“Siapa kau sebenarnya? Kenapa kau menemuiku dan ingin ikut denganku? Apakah kau datang dari Nusantara? Apakah kau jelmaan dari para dewa yang sengaja ingin menemaniku?” tanya Bimantara pada kuda putih itu.Kuda putih itu hanya diam, tidak bersuara seperti biasanya.“Jika benar kau datang dari jelmaan para dewa atau dikirim dewa untukku, tugasku sebagai Chandaka Uddhiharta sudah selesai. Aku telah menyelamatkan Nusantara dari Penguasa Kegelapan. Kini aku ingin menjadi diriku sendiri. Aku akan melepaskan semua ilmu yang ak

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-26
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   408. Janardana

    Amita datang dari dalam hutan. Dia heran melihat pemuda itu tidak ada bersama kedua cucu kembarnya. Gavin dan Gala berdiri dengan bingung saat mendapati Neneknya sudah kembali ke sana.“Mana pemuda itu?” tanya Amita.“Dia sudah tidak ada lagi di sungai saat kami mencarinya ke sana, Nek,” jawab Gavin.Amita menatap wajah Gavin dengan lekat. Dia tahu kalau cucunya itu sedang berbohong.“Kalian pasti membiarkannya pergi dari sini kan?” tebak Amita yang membuat Gavin dan Gala semakin gugup.“Benar, Nek.” Kali ini Gala yang menyahut.“Hanya Chandaka Uddhiharta yang memiliki tongkat hitam itu dan hanya dia yang dapat mengendalikan tongkat hitam itu. Dia adalah utusan Maha Dewa untuk menyelamatkan negeri kita dari keangkara murkaan penguasa. Dia akan mengembalikan generasi penerus tahta yang sebenarnya dari negeri ini!” ucap Amita dengan penuh rasa percaya.Gavin dan Gala terkejut mendengarnya.“Benar kah itu, Nek?” tanya Gala tak percaya.“Jangan banyak tanya! Cepat cari dia sampai ketemu l

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-26
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   409. Cahaya di Perkambungan

    Bimantara melangkah menembus hutan belantara sambil memandangi burung hitam yang terbang rendah di atasnya. Dia takjub dengan keindahan burung itu. Selama tinggal di Nusantara, dia tak pernah melihat burung seindah itu. Warna hitamnya jika terkena terpaan sinar matahari akan memantulkan warna kebiruan dan kehijauan yang lembut.“Kau pasti diurus dengan baik oleh Tuanmu,” ucap Bimantara pada burung hitam itu.Burung hitam itu tak bersuara, Ia terus saja terbang rendah memberi petunjuk arah padanya. Seketika burung hitam itu mendarat di atas dahan pohon di dekatnya. Bimantara berhenti berjalan dengan heran. Wajah burung itu tampak panik.“Tuanmu memanggilmu?” tanya Bimantara.Burung itu akhirnya mengeluarkan suara yang merdu. Lelaki pincang itu mengerti. Tuannya pasti tengah memanggilnya dari jauh.“Apa perkambungan masih jauh?” tanya Bimantara. “Jika masih jauh, pulanglah pada Tuanmu.”Burung hitam itu kini diam. Wajahnya masih tampak bingung. Bimantara semakin heran.“Apa kau lelah?”

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-27
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   410. Gadis Penunggang Kuda

    Kakek itu tampak selesai mencukur habis kumis dan jenggot Bimantara. Rambutnya yang panjang pun sudah dirapihkan oleh Sang Kakek.“Ternyata kau sangat tampan,” puji Sang Kakek.“Terima kasih,” ucap Bimantara.Bimantara mengeluarkan koin emas dalam kantong celananya. Koin yang dia bawa dari Nusantara. Bimantara tidak tahu koin-koin emas yang dia bawa dari Nusantara apakah berguna di negeri asing itu.“Apa ini?” tanya Kakek itu heran.“Untuk Kakek,” jawab Bimantara.Kakek itu meraih koin itu dengan lekat. Lambang naga di permukaan koin itu membuat dahinya mengernyit.“Kau mendapatkan ini dari Nusantara?” tanya Kakek itu tak percaya.Bimantara mengangguk. Seketika wajah Kakek itu berubah menjadi marah.“Kau perampok?” ujar Kakek itu menuduhnya. Bagaimana pun dia heran bagaimana Bimantara bisa mendapatkan koin emas dari Nusantara itu jika bukan merampok. Lagi pula Kakek itu tidak tahu kalau Bimantara memang berasal dari Nusantara, bukan penduduk setempat.“Tidak! Aku memang datang dari sa

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-27

Bab terbaru

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   582. ENDING : Pertemuan di Nusantara

    Bimantara berjalan dengan tongkat hitamnya di pedesaan pinggir laut itu. Dia sudah tidak lagi menggunakan kaki cahaya naganya. Dia melihat di pulau seberang sudah tidak ada lagi bangunan tinggi yang memiliki menara yang menjulang. Bagunan Perguruan Matarhari telah lenyap di sana. Perkampungannya tampak sunyi. Beberapa rumah tampak sudah hancur berkeping-keping. Hanya ada beberapa rumah yang tampak baik-baik saja.Bimantara tidak tahu siapa yang masih hidup di negeri itu. Setelah dia memeriksa tiga kerajaan Nusantara yang hancur berkeping-keping, dia mengendalikan naganya untuk kembali ke kampung halamanannya.Bimantara berdiri di sisi tebing itu. Dia teringat saat menemui Dahayu di sana dahulu."Tahun depan aku akan menjadi murid di sana!" ucap Bimantara tiba-tiba. Memecah lamunan tiga remaja di hadapannya itu. Seolah ingin menunjukkan pada Dahayu bahwa tanpa kaki satu, dia masih layak mengejar impiannya. Tiga remaja itu menoleh ke arah Bimantara bersamaan. Saat menyadari yang bicara

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   581. Perang Besar Terakhir 8

    Setelah itu keadaan menjadi hening. Putra Mahkota Iblis dan keempat saudaranya benar-benar sudah mati. Bahari tersenyum.“Sekarang aku bisa mati dengan tenang,” ucap Bahari.Bahari pun memejamkan matanya. Kini Bimantara, Tanaka, Pendekar Dua Alam dan Pendekar Sungai Panjang kembali merasakan dingin.Sementara Bimantara langsung berlari menuju Raja Dawuh yang tidak lagi bernyawa itu. Dia memeriksa tubuhnya. Denyut nadinya sudah berhenti. Bimantara menangis sambil memeluk mayatnya.“Maafkan aku yang tidak bisa menjagamu!” isak Bimantara.Tanaka, Pendekar Dua Alam dan Pendekar Sungai Panjang berjalan mendekat ke arahnya.“Kita sudah berhasil Bimantara,” ucap Tanaka.Bimantara pun menutup mata Raja Dawuh lalu berdiri di hadapan ketiga Panglimanya yang tersisa itu.“Tapi kita tidak berhasil mencegah mereka menghancurkan setiap kerajaan di atas muka bumi ini,” ucap Bimantara menyayangkannya. “Dan aku tidak berhasil menjaga Bahari dan Raja Dawuh.”“Aku yakin mereka akan tenang di nirwana kar

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   580. Perang Besar Terakhir 7

    “Aku bisa melakukannya tanpa harus membangkitkan Dahayu kembali,” ucap Bimantara.Pendekar Dua Alam mengernyit mendengarnya.“Cahaya di tubuh Dahayu sangat berguna untukmu, Bimantara. Jika cahaya kalian menyatu maka tidak ada satupun yang bisa melawan kalian, termasuk para Iblis itu,” protes Pendekar Dua Alam.“Dahayu telah mengalirkan cahayanya kepadaku,” ujar Bimantara.“Tapi cahayanya telah menyusut di tubuhmu,” protes Pendekar Dua Alam.Raja Dawuh pun bangkit.“Jika kau menolaknya karena sudah mengkhianatinya, aku rasa Dahayu akan mengerti, Bimantara. Kita tidak memiliki cara lain untuk membunuh mereka!” tambah Raja Dawuh.“Jangan paksa aku!” teriak Bimantara.Bimantara pun mengeluarkan tenaga dalamnya, dia pun langsung mengalirkannya pada Pendekar Dua Alam, Raja Dawuh, Bahari, Pendekar Sungai Panjang dan Tanaka.“Jangan lakukan itu, jika tidak tenagamu akan habis!” protes Tanaka yang menerima aliran tenaga dalam dari Bimantara.Bimantara tidak menggubris perkataan Tanaka. Tenaga

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   579. Perang Besar Terakhir 6

    “Jangan menangis,” pinta Ki Walang.“Aku tidak berhasil menjadi Chandaka Uddhiharata, Tuan Guru,” isak Bimantara. “Dunia sudah dihancurkan anak-anak iblis itu. Tiga kerajaan Nusantara telah habis terbakar, juga istana-istana di kerajaan lain. Sebentar lagi semua manusia akan mati. Mungkin aku juga akan mati. Padahal aku sudah membawa kelima Panglima terbaik di dunia ini.”“Apakah seperti ini akhirnya seorang murid yang sangat aku banggakan itu?” ucap Ki Walang sedikit marah. “Dahulu aku kagum padanya karena keterbatasannya dia memiliki cita-cita begitu agung untuk menjadi seorang pendekar yang berguna bagi sesama. Pahadal dia hanya memiliki kaki satu, tapi dia ingin memiliki jurus tendangan seribu.”Bimantara terdiam mendengar itu.“Hal yang tidak mungkin. Siapapun yang mendengarnya pasti akan tertawa karena ketidakpercayaannya. Tapi aku percaya akan itu. Akhirnya aku ajarkan semua ilmuku padamu. Dan kini, kau mengeluh disaat nyawa masih berada di dalam ragamu?!” teriak Ki Walang.“Ap

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   578. Perang Besar Terakhir 5

    Bimantara kembali menyerang Putra Mahkota Iblis yang tampak geram. Dia menggunakan segala jurus yang dia punya untuk melawannya. Sekuat tega Bimantara lakukan sendirian untuk melawannya. Berbagai serangan yang dilakukan Bimantara berhasil dilawannya dengan baik. Bimantara tampak kewalahan dan hampir saja kehilangan tenaga.“Kita harus membantunya,” pinta Raja Dawuh yang tampak khawatir pada Bimantara.“Aku tahu kau seorang raja,” sahut Tanaka. “Tapi yang paling penting dari sebuah tim adalah mengikuti arahan Pimpinannya. Sekarang kau bukan seorang raja lagi. Kau harus mengikuti permintaan Bimantara yang meminta kita menjaga Pendekar Dua Alam sampai dia selesai melakukan ritualnya. Nyawa kita sekarang untuk Pendekar Dua Alam.”“Tapi dia bisa mati melawan Putra Mahkota Iblis itu sendirian,” ucap Raja Dawuh semakin khawatir.“Percaya saja,” pinta Tanaka menenangkannya.Sementara Pendekar Sungai Panjang masih berusaha menggunakan tenaga dalamnya untuk mengembalikan tulang-tulang yang pata

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   577. Perang Besar Terakhir 4

    Bimantara terbang ke atas langit. Tubuhnya mengeluarkan cahaya. Sesaat kemudian dia meluncur ke bawah lalu menggunakan jurus tendangan seribunya untuk menghalau roh-roh hitam yang menyerang mereka. Satu persatu dari roh-roh hitam itu terpelanting jauh dan terbakar.Bahari dan Pendekar Sungai Panjang terngaga melihatnya. Bimantara pun kembali mendarat di dekat mereka dengan sorot mata yang masih menyala. Putra Mahkota Iblis di dalam benteng itu tampak geram. Dia berteriak lalu mengeluarkan cahaya di tubuhnya. Gemanya hampir saja memecahkan dinding pembatas tak terlihat.“Sekarang saatnya kau harus memecahkan dinding pembatas tak terlihat itu,” pinta Bahari.Bimantara mengangguk.“Semuanya segera bersiap!” pinta Bimantara pada kedua Panglima yang menemaninya itu.Bahari dan Pendekar Sungai Panjang mengangguk. Mereka pun sudah bersiap dengan jurus masing-masing.Bimantara menoleh pada Tanaka dan Raja Dawuh yang masih menjaga Pendekar Dua Alam yang sedang membangkitkan para pendekar sakti

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   576. Perang Besar Terakhir 3

    Putra Mahkota Iblis itu berhenti berlari menuju benteng yang terbuka itu. Iblis itu menatap kepada empat saudaranya yang ikut berhenti.“Berpencarlah kalian semuanya,” pinta Putra Mahkota Iblis. “Hancurkan semua kerajaan di muka bumi ini! Biar aku saja yang menghadapi musuh kita di depan benteng sana!”“Tapi mereka telah membunuh adik bungsu kita,” protes salah satu dari mereka. “Kita harus bersama-sama membunuh mereka sebelum kita keluar dari negeri ini dan menghancurkan semua kerajaan di atas muka bumi ini!”“Diriku sendiri sudah cukup untuk membunuh semuanya! Ikuti perintahku jika kalian masih menganggapku sebagai pengganti Raja!” teriak Putra Mahkota Iblis itu pada adik-adiknya.“Baiklah,” jawab salah satu dari mereka.Empat anak-anak Iblis yang perkasa itu pun langsung melompati benteng yang luas nan tinggi itu. Mereka berpencar ke empat penjuru untuk menghancurkan kerajaan-kerajaan di berbagai wilayah.Sementara Bimantara di luar benteng itu tampak terkejut melihat para Iblis it

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   575. Perang Besar Terakhir 2

    “Biar aku saja yang menghadapinya,” ucap Tanaka pada Bimantara.Bimantara mengangguk. Tanaka pun langsung melompat dari punggung naga lalu terbang melawan Pendekar Tombak Angin. Tanaka mengeluarkan golok hitamnya, sementara Pendekar Tombak Angin mengeluarkan pedangnya. Mereka berdua bertarung di atas langit.Bimantara menoleh pada Bahari, Pendekar Sungai Panjang, Pendekar Dua Alam dan Raja Dawuh.“Kalian serang prajurit mereka!” perintah Bimantara.Keempat Panglimanya itu mengangguk. Mereka langsung mengendalikan naga masing-masing lalu naga-naga yang ditunggangi mereka itu menghembuskan api dari mulut mereka untuk membakar ribuan prajurit yang berusaha memecahkan benteng tinggi itu. Sebagian prajuritnya mati terbakar karenanya. Para prajurit yang lain berusaha menyerang mereka dengan senjata masing-masing.Dengan sigap Raja Dawuh menggunakan kekuatannya untuk melelehkan pedang dan senjata lainnya yang digunakan para prajurit itu. Seketika senjata mereka meleleh.Sementara Bimantara l

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   574. Perang Besar Terakhir 1

    Ribuan burung besar yang membawa Pendekar Tombak Angin dan pasukan roh-nya telah tiba di daratan negeri salju itu. Angin dingin berhembus menusuk tulang. Pendekar Tombak angin yang berada paling depan di punggung burung besar itu tampak menggigil. Ribuan tentaranya pun tampak kedinginan. Burung-burung besar itu pun tampak sudah lemah memasuki negeri salju itu, mereka tidak kuat akan dinginnya negeri itu.Pendekar Tombak Angin melihat patung es raksasa yang sedang memegang tongkat di hadapan benteng tinggi yang memutih. Ribuan prajurit di dekatnya pun mematung, mereka bagai patung es yang dipahat oleh seorang seniman yang masyhur.“Apakah dia Bubungkala?” tanya Pendekar Tombak Angin pada tiga makhluk hitam yang kedinginan di dekatnya. Tiga makhluk hitam itu terbang mengikutinya.“Benar, Tuanku,” jawab Makhluk hitam itu. “Dia yang paling bungsu dari ke enam saudara Iblismu.”Pendekar Tombak Angin tampak tidak kuat lagi karena dinginnya tempat itu.“Sekarang keluarkan batu dari neraka it

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status