Share

252. Raja Hutan

Penulis: Hakayi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Harimau-harimau itu tampak mengeram di hadapan Bimantara. Sekawanan srigala di belakang harimau tampak melolong di terik siang itu. Pedang Perak Cahaya merah masih terangkat di genggaman tangan Bimantara.

“Maaf, jika saya datang tanpa permisi memasuki hutan ini,” ucap Bimantara sambil menatap harimau paling besar di hadapannya. “Saya dan teman saya memasuki hutan ini bukan untuk mengacau, tapi kami hendak mencari obat untuk tuan guruku yang tengah sekarat. Izinkan kami mencari bunga raksasa merah, kami tak akan merusak hutan ini dan tak akan mengganggu kalian semuanya,” pinta Bimantara.

Harimau itu bersuara memekakkan telinga. Bimantara sedikit gemetar melihatnya. Sementara Seruni di atas pohon tampak was-was dan khawatir melihatnya.

“Bunga itu keberadaannya hanya di sini, tidak ada di hutan lainnya, izinkahlah kami mencarinya,” pinta Bimantara sekali lagi.

Harimau itu kembali bersuara. Dia seperti tidak merestui permintaan Bimantara. Tak lama kemudian Harimau itu langsung menyerang
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Youe
cepat banget,
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   253. Keris Sakti

    “Siapa kalian dan kenapa kalian berada di wilayahku ini?” tanya lelaki itu.“Kami ke sini untuk mencari bunga raksasa merah untuk obat tuang guru teman saya ini yang sedang sekarat,” jawab Seruni.Lelaki itu mengernyit.“Bunga raksasa merah adalah bunga langka! Bunga itu tidak diperbolehkan untuk diambil dan dibawa dari sini!” tegas lelaki itu.“Tapi hanya bunga itu yang bisa menyembuhkan tuan guruku,” ucap Bimantara sambil menurunkan pedang perak cahaya merahnya. “Kami tak akan merusaknya, kami hanya meminta sedikit saja dari bagian bunga itu.”“Meski sedikit itu akan merusak bunga itu!” tegas pendekar itu.Tak lama kemudian pendekar itu bersiul. Tak lama kemudian muncul pendekar lainnya berdatangan melompati pohon demi pohon hingga mendarat di belakang pendekar itu.Bimantara dan Seruni tampak terkejut melihatnya.“Pergi dari sini atau terpaksa kami akan membunuh kalian berdua!” ancam pendekar itu.“Aku tahu bunga raksasa merah itu adalah bunga langka. Tapi bukan kah tetumbuhan yang

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   254. Tamu Kerajaan

    Bimantara dan Seruni tiba di hadapan rumah panggung yang terbuat dari kayu dan beratap jerami. Rumah itu tepat di pinggir lereng lembah yang di bawah sana terdapat air terjun yang mereka lihat sewaktu di atas pohon tadi. Pendekar itu meminta mereka naik ke atas rumah itu dan meminta pengikutnya untuk menyiapkan jamuan untuk mereka. Bimantara dan Seruni pun menaiki tangga rumah kayu itu.Saat mereka tiba di dalam rumah itu, mereka duduk saling menghadap. Kini wajah pendekar itu tampak ramah dan tidak tegang penuh amarah seperti sebelumnya.“Benarkah kalian dari Nusantara?” tanya pendekar itu memastikan.“Saya yang datang dari Nusantara,” jawab Bimantara. “Sementara teman saya ini berasal dari sini.”Pendekar itu angguk-angguk.“Apakah pihak kerajaan melarang untuk mengambil apapun di dalam hutan ini?” tanya Bimantara penasaran.“Yang Mulia Ratu memintaku untuk menjaga hutan ini dan melarang siapapun untuk mengambil apapun di dalam hutan ini,” jawab Pendekar itu. “Namun karena Elang itu

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   255. Tangkap!

    “Tidak kah ini akan membuat hubungan kerajaan Nusantara Tengah dan Kerajaan Suwarnadwipa akan memburuk? Mungkin dua kerajaan Nusantara lain akan ikut campur jika sikap yang mulia ratu seperti ini?” ucap Panglima Adhira tampak kecewa kepada Sang Ratu.Ratu Mantili semakin geram mendengarnya.“Tangkap mereka semua dan masukkan ke penjara!” teriak Sang Ratu penuh amarah.Panglima Adhira pun menatap para prajuritnya yang tengah terkepung di hadapan singgasana ratu Mantili itu. Dia memberikan kode agar melakukan perlawanan. Tidak ada kata pasrah bagi seorang prajurit. Jika memang terdesak, cara satu-satunya adalah melawan. Meskipun kalah, itulah yang seharusnya dilakukan seorang prajurit.Saat Panglima dari kerajaan Suwarnadwipa dan prajuritnya itu hendak menangkap Panglima Adhira dan para prajuritnya, Panglima Adhira langsung melawan mereka bersama prajuritnya. Di hadapan singgasana ratu Mantili itu kini telah terjadi pertarungan. Para pejabat istana berdiri lalu menghidar dari pertarunga

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   256. Nasihat Welas

    Dahayu sedang berdiri menunggu Welas di atas batu karang pinggir pantai. Welas datang dengan heran.“Kenapa kau memanggilku ke sini, Dahayu?” tanya Welas.Dahayu menoleh padanya lalu mendekatinya.“Ada yang ingin aku bicarakan padamu,” jawab Dahayu.“Soal Sanum? Bukan kah semua sudah selesai dan semua sudah tahu kalau Sanum mendapatkan kutukan dari leluhur karena berbuat jahat padamu?” tanya Welas penasaran.“Iya, tapi bukan soal itu yang ingin aku bahas padamu, tapi soal rahasia itu,” jawab Dahayu.“Rahasia soal peri itu?” tanya Welas menebak.Dahayu mengangguk. Welas tersenyum.“Kau tenang saja. Aku akan tetap merahasiakannya. Aku jamin tak satupun yang akan tahu soal itu,” ucap Welas.Dahayu lega mendengarnya.“Aku khawatir itu akan digunakan orang untuk menyakitiku. Bagaimana pun juga aku tidak mau kembali ke alam peri lagi. Aku ingin menetap di dunia ini, Welas. Inilah hidupku.”“Kau jangan khawatirkan itu. Aku berada di pihakmu,” ucap Welas.“Terima kasih,” ucap Dahayu. Kini sen

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   257. Petunjuk Jalan

    Bimantara dan Seruni tengah mengitari hutan gimbo. Mereka mencari keberadaan bunga raksasa merah di dalam hutan itu. Langkah Seruni terhenti. Dia menoleh pada Bimantara yang sedang mengedarkan padangannya pada sekitar hutan dengan berdiri tegak bersama tongkatnya. “Kita sudah mencarinya di mana-mana, kenapa kita tidak menemukannya?” tanya Seruni dengan pesimis. “Kita cari di tempat lain saja,” pinta Bimantara. Seruni mengangguk. Mereka pun kembali berjalan menelusuri hutan itu. Tak lama kemudian elang putih terbang di atas mereka. Bimantara yang melihatnya tampak heran. Dia berhenti melangkah dan menatap ke atas sana. “Lihat elang itu datang lagi,” ucap Bimantara pada Seruni. Seruni mendongak. Dia pun heran melihat elang putih itu berputar-putar di atas kepala mereka. “Hei! Ada yang ingin kau beri tahu kepada kami kah?” tanya Seruni tiba-tiba. Tak lama kemudian elang itu menjatuhkan bagian bunga raksasa merah ke hadapan Bimantara. Bimantara meraih benda itu lalu menatapnya. Dia

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   258. Kita Harus Pergi dari Sini

    Bimantara mengambang di hadapan pimpinan Pendekar penjaga hutan dengan mengangkat pedang cahaya peraknya. Seruni sedang dipegangi pasukannya. Tubuhnya dikunci hingga gadis itu tidak dapat meloloskan diri.“Lepaskan gadis itu,” ancam Bimantara.“Aku tidak akan melepaskannya sebelum aku berhasil menangkapmu dan membawamu ke istana!” tegas pendekar itu sambil mengangkat kerisnya.“Kenapa kau menyebut aku sebagai musuh utama yang mulia ratumu?” tanya Bimantara heran.“Pihak istana sudah mengirimkan surat padaku melalui merpati. Merpati itu membawa lukisan yang mirip dengan wajahmu,” jawab pimpinan pendekar itu dengan geram. “Yang mulia ratu menyebutmu dengan Candaka Uddhiharta. Kau musuh utama kerajaan Suwarnadwipa!”“Aku tidak melakukan kejahatan apa-apa! Aku bukan Candaka Uddhiharta seperti yang diramalkan para peramal istana! Yang mulia ratumu telah salah sasaran!” tegas Bimantara.“Aku tidak peduli! Musuh kerajaan juga musuhku juga!” teriak pimpinan pendekar itu lalu mengarahkan keris

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   259. Bimantara VS Pendekar Buruk Rupa 1

    Bimantara terus saja membawa Seruni terbang dari satu pucuk pohon ke pucuk pohon lainnya. Setangkai besar bunga raksasa merah itu masih di tangannya. Kaki cahaya naganya menyala sangat terang. Elang putih mengawasinya dari atas langit. Sepertinya elang putih itu berada di pihak Bimantara.Sementara pimpinan pendekar dan pasukannya masih berlarian di dalam hutan mengejar Bimantara dengan cepat. Mata mereka begitu awas menatap ke atas mengikuti pergerakan Bimantara di atas sana.Saat Bimantara hendak melompat ke pucuk pohon lainnya, tiba-tiba tombak mengarah padanya lalu mengenai setangkai bunga raksasa merahnya. Hingga bunga itu terjatuh ke bawah. Bimantara dan Seruni terkejut melihatnya.“Bunganya terjatuh Bimantara!” teriak Seruni panik.Bimantara pun langsung meletakkan Seruni di atas pohon itu lalu dengan cepat turun ke bawah dengan jurus meringankan tubuhnya mengejar setangkai bunga yang masih terjatuh ke bawah. Namun tangannya tidak dapat meraih setangkai bunga raksasa merah itu,

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   260. Bimantara VS Pendekar Buruk Rupa 2

    Bimantara segera meraih pedang perak cahaya merahnya, saat dia berhasil meraih pedang itu, Pendekar Buruk Rupa langsung menggunakan ajiannya untuk melelehkan pedang itu. Tak lama kemudian angin puting beliun berdatangangan mengangkat tubuh para pendekar penjaga hutan dan ketiga pendekar pengikut pendekar Buruk Rupa Itu. Mereka dibawa angin puting beliung memutar ke atas langit. Teriakan mereka terdengar jauh. “Tolong! Tolong!” teriak Tama, Salwa dan Darsa tak berdaya. Pendekar Buruk Rupa terkejut melihatnya. Dia terus saja membacakan ajiannya agar pedang perak cahaya merah di tangan Bimantara itu meleleh. Sementara Bimantara menahan pedangnya dengan sekuat tenaga agar tidak terlepas dari tangannya. Panglima Adhira dan para prajuritnya tampak menatap Bimantara dan Pendekar Buruk Rupa yang tengah beradu kekuatan itu. Tubuh Pendekar Buruk Rupa tampak semakin lemah. Kekuatannya mulai menitip. Ajian itu ternyata tidak mempan untuk melelehkan pedang di tangan Bimantara. “Pedang apa itu?

Bab terbaru

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   582. ENDING : Pertemuan di Nusantara

    Bimantara berjalan dengan tongkat hitamnya di pedesaan pinggir laut itu. Dia sudah tidak lagi menggunakan kaki cahaya naganya. Dia melihat di pulau seberang sudah tidak ada lagi bangunan tinggi yang memiliki menara yang menjulang. Bagunan Perguruan Matarhari telah lenyap di sana. Perkampungannya tampak sunyi. Beberapa rumah tampak sudah hancur berkeping-keping. Hanya ada beberapa rumah yang tampak baik-baik saja.Bimantara tidak tahu siapa yang masih hidup di negeri itu. Setelah dia memeriksa tiga kerajaan Nusantara yang hancur berkeping-keping, dia mengendalikan naganya untuk kembali ke kampung halamanannya.Bimantara berdiri di sisi tebing itu. Dia teringat saat menemui Dahayu di sana dahulu."Tahun depan aku akan menjadi murid di sana!" ucap Bimantara tiba-tiba. Memecah lamunan tiga remaja di hadapannya itu. Seolah ingin menunjukkan pada Dahayu bahwa tanpa kaki satu, dia masih layak mengejar impiannya. Tiga remaja itu menoleh ke arah Bimantara bersamaan. Saat menyadari yang bicara

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   581. Perang Besar Terakhir 8

    Setelah itu keadaan menjadi hening. Putra Mahkota Iblis dan keempat saudaranya benar-benar sudah mati. Bahari tersenyum.“Sekarang aku bisa mati dengan tenang,” ucap Bahari.Bahari pun memejamkan matanya. Kini Bimantara, Tanaka, Pendekar Dua Alam dan Pendekar Sungai Panjang kembali merasakan dingin.Sementara Bimantara langsung berlari menuju Raja Dawuh yang tidak lagi bernyawa itu. Dia memeriksa tubuhnya. Denyut nadinya sudah berhenti. Bimantara menangis sambil memeluk mayatnya.“Maafkan aku yang tidak bisa menjagamu!” isak Bimantara.Tanaka, Pendekar Dua Alam dan Pendekar Sungai Panjang berjalan mendekat ke arahnya.“Kita sudah berhasil Bimantara,” ucap Tanaka.Bimantara pun menutup mata Raja Dawuh lalu berdiri di hadapan ketiga Panglimanya yang tersisa itu.“Tapi kita tidak berhasil mencegah mereka menghancurkan setiap kerajaan di atas muka bumi ini,” ucap Bimantara menyayangkannya. “Dan aku tidak berhasil menjaga Bahari dan Raja Dawuh.”“Aku yakin mereka akan tenang di nirwana kar

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   580. Perang Besar Terakhir 7

    “Aku bisa melakukannya tanpa harus membangkitkan Dahayu kembali,” ucap Bimantara.Pendekar Dua Alam mengernyit mendengarnya.“Cahaya di tubuh Dahayu sangat berguna untukmu, Bimantara. Jika cahaya kalian menyatu maka tidak ada satupun yang bisa melawan kalian, termasuk para Iblis itu,” protes Pendekar Dua Alam.“Dahayu telah mengalirkan cahayanya kepadaku,” ujar Bimantara.“Tapi cahayanya telah menyusut di tubuhmu,” protes Pendekar Dua Alam.Raja Dawuh pun bangkit.“Jika kau menolaknya karena sudah mengkhianatinya, aku rasa Dahayu akan mengerti, Bimantara. Kita tidak memiliki cara lain untuk membunuh mereka!” tambah Raja Dawuh.“Jangan paksa aku!” teriak Bimantara.Bimantara pun mengeluarkan tenaga dalamnya, dia pun langsung mengalirkannya pada Pendekar Dua Alam, Raja Dawuh, Bahari, Pendekar Sungai Panjang dan Tanaka.“Jangan lakukan itu, jika tidak tenagamu akan habis!” protes Tanaka yang menerima aliran tenaga dalam dari Bimantara.Bimantara tidak menggubris perkataan Tanaka. Tenaga

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   579. Perang Besar Terakhir 6

    “Jangan menangis,” pinta Ki Walang.“Aku tidak berhasil menjadi Chandaka Uddhiharata, Tuan Guru,” isak Bimantara. “Dunia sudah dihancurkan anak-anak iblis itu. Tiga kerajaan Nusantara telah habis terbakar, juga istana-istana di kerajaan lain. Sebentar lagi semua manusia akan mati. Mungkin aku juga akan mati. Padahal aku sudah membawa kelima Panglima terbaik di dunia ini.”“Apakah seperti ini akhirnya seorang murid yang sangat aku banggakan itu?” ucap Ki Walang sedikit marah. “Dahulu aku kagum padanya karena keterbatasannya dia memiliki cita-cita begitu agung untuk menjadi seorang pendekar yang berguna bagi sesama. Pahadal dia hanya memiliki kaki satu, tapi dia ingin memiliki jurus tendangan seribu.”Bimantara terdiam mendengar itu.“Hal yang tidak mungkin. Siapapun yang mendengarnya pasti akan tertawa karena ketidakpercayaannya. Tapi aku percaya akan itu. Akhirnya aku ajarkan semua ilmuku padamu. Dan kini, kau mengeluh disaat nyawa masih berada di dalam ragamu?!” teriak Ki Walang.“Ap

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   578. Perang Besar Terakhir 5

    Bimantara kembali menyerang Putra Mahkota Iblis yang tampak geram. Dia menggunakan segala jurus yang dia punya untuk melawannya. Sekuat tega Bimantara lakukan sendirian untuk melawannya. Berbagai serangan yang dilakukan Bimantara berhasil dilawannya dengan baik. Bimantara tampak kewalahan dan hampir saja kehilangan tenaga.“Kita harus membantunya,” pinta Raja Dawuh yang tampak khawatir pada Bimantara.“Aku tahu kau seorang raja,” sahut Tanaka. “Tapi yang paling penting dari sebuah tim adalah mengikuti arahan Pimpinannya. Sekarang kau bukan seorang raja lagi. Kau harus mengikuti permintaan Bimantara yang meminta kita menjaga Pendekar Dua Alam sampai dia selesai melakukan ritualnya. Nyawa kita sekarang untuk Pendekar Dua Alam.”“Tapi dia bisa mati melawan Putra Mahkota Iblis itu sendirian,” ucap Raja Dawuh semakin khawatir.“Percaya saja,” pinta Tanaka menenangkannya.Sementara Pendekar Sungai Panjang masih berusaha menggunakan tenaga dalamnya untuk mengembalikan tulang-tulang yang pata

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   577. Perang Besar Terakhir 4

    Bimantara terbang ke atas langit. Tubuhnya mengeluarkan cahaya. Sesaat kemudian dia meluncur ke bawah lalu menggunakan jurus tendangan seribunya untuk menghalau roh-roh hitam yang menyerang mereka. Satu persatu dari roh-roh hitam itu terpelanting jauh dan terbakar.Bahari dan Pendekar Sungai Panjang terngaga melihatnya. Bimantara pun kembali mendarat di dekat mereka dengan sorot mata yang masih menyala. Putra Mahkota Iblis di dalam benteng itu tampak geram. Dia berteriak lalu mengeluarkan cahaya di tubuhnya. Gemanya hampir saja memecahkan dinding pembatas tak terlihat.“Sekarang saatnya kau harus memecahkan dinding pembatas tak terlihat itu,” pinta Bahari.Bimantara mengangguk.“Semuanya segera bersiap!” pinta Bimantara pada kedua Panglima yang menemaninya itu.Bahari dan Pendekar Sungai Panjang mengangguk. Mereka pun sudah bersiap dengan jurus masing-masing.Bimantara menoleh pada Tanaka dan Raja Dawuh yang masih menjaga Pendekar Dua Alam yang sedang membangkitkan para pendekar sakti

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   576. Perang Besar Terakhir 3

    Putra Mahkota Iblis itu berhenti berlari menuju benteng yang terbuka itu. Iblis itu menatap kepada empat saudaranya yang ikut berhenti.“Berpencarlah kalian semuanya,” pinta Putra Mahkota Iblis. “Hancurkan semua kerajaan di muka bumi ini! Biar aku saja yang menghadapi musuh kita di depan benteng sana!”“Tapi mereka telah membunuh adik bungsu kita,” protes salah satu dari mereka. “Kita harus bersama-sama membunuh mereka sebelum kita keluar dari negeri ini dan menghancurkan semua kerajaan di atas muka bumi ini!”“Diriku sendiri sudah cukup untuk membunuh semuanya! Ikuti perintahku jika kalian masih menganggapku sebagai pengganti Raja!” teriak Putra Mahkota Iblis itu pada adik-adiknya.“Baiklah,” jawab salah satu dari mereka.Empat anak-anak Iblis yang perkasa itu pun langsung melompati benteng yang luas nan tinggi itu. Mereka berpencar ke empat penjuru untuk menghancurkan kerajaan-kerajaan di berbagai wilayah.Sementara Bimantara di luar benteng itu tampak terkejut melihat para Iblis it

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   575. Perang Besar Terakhir 2

    “Biar aku saja yang menghadapinya,” ucap Tanaka pada Bimantara.Bimantara mengangguk. Tanaka pun langsung melompat dari punggung naga lalu terbang melawan Pendekar Tombak Angin. Tanaka mengeluarkan golok hitamnya, sementara Pendekar Tombak Angin mengeluarkan pedangnya. Mereka berdua bertarung di atas langit.Bimantara menoleh pada Bahari, Pendekar Sungai Panjang, Pendekar Dua Alam dan Raja Dawuh.“Kalian serang prajurit mereka!” perintah Bimantara.Keempat Panglimanya itu mengangguk. Mereka langsung mengendalikan naga masing-masing lalu naga-naga yang ditunggangi mereka itu menghembuskan api dari mulut mereka untuk membakar ribuan prajurit yang berusaha memecahkan benteng tinggi itu. Sebagian prajuritnya mati terbakar karenanya. Para prajurit yang lain berusaha menyerang mereka dengan senjata masing-masing.Dengan sigap Raja Dawuh menggunakan kekuatannya untuk melelehkan pedang dan senjata lainnya yang digunakan para prajurit itu. Seketika senjata mereka meleleh.Sementara Bimantara l

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   574. Perang Besar Terakhir 1

    Ribuan burung besar yang membawa Pendekar Tombak Angin dan pasukan roh-nya telah tiba di daratan negeri salju itu. Angin dingin berhembus menusuk tulang. Pendekar Tombak angin yang berada paling depan di punggung burung besar itu tampak menggigil. Ribuan tentaranya pun tampak kedinginan. Burung-burung besar itu pun tampak sudah lemah memasuki negeri salju itu, mereka tidak kuat akan dinginnya negeri itu.Pendekar Tombak Angin melihat patung es raksasa yang sedang memegang tongkat di hadapan benteng tinggi yang memutih. Ribuan prajurit di dekatnya pun mematung, mereka bagai patung es yang dipahat oleh seorang seniman yang masyhur.“Apakah dia Bubungkala?” tanya Pendekar Tombak Angin pada tiga makhluk hitam yang kedinginan di dekatnya. Tiga makhluk hitam itu terbang mengikutinya.“Benar, Tuanku,” jawab Makhluk hitam itu. “Dia yang paling bungsu dari ke enam saudara Iblismu.”Pendekar Tombak Angin tampak tidak kuat lagi karena dinginnya tempat itu.“Sekarang keluarkan batu dari neraka it

DMCA.com Protection Status