“Apa yang sudah kamu lakukan?” tanya Kepala Perguruan dengan geram kepada Pendekar Pedang Emas sekali lagi.Pendekar Pedang Emas terdiam sambil menahan sakit di dalam dadanya. Dia teringat saat Kepala Perguruan sedang mencari Bimantara ke mata air abadi, dia menemui Gajendra di tempat persembunyiannya. Dia mengingatkan kakak kandungnya itu untuk menghentikan ajian pembangkit kematian dan kembali ke jalan yang benar. Namun saat itu Gajendra tetap menolak permintaannya. Ternyata ada satu alasan yang membuat Gajendra geram dan melakukan semuanya. Dia ingin menuntut balas atas apa yang dilakukan sesepuh kerajaan nusantara pada kakeknya dahulu. Itu terjadi sebelum kerajaan nusantara terpecah menjadi tiga kerajaan. Kakeknya adalah keluarga kerajaan yang menjadi putra mahkota pada saat itu. Namun disingkirkan begitu saja oleh saudaranya. Gajendra menilai bahwa penesur tahta kerajaan yang sekarang itu tidak sah, justru keturunan dari kakeknya lah yang harus menjadi raja di kerajaan nusantara.
Bimantara duduk di teras padepokan sambil memandangi kakek kepala perguruan Elang Hitam bersama para muridnya yang masih berpesta minum-minuman keras di dekat api unggun. Pangeran Sakai dan yang lainnya tampak tertidur di belakangnya. Tak lama kemudian Pangeran Dawuh terbangun lalu heran melihat Bimantara tampak melamun sendirian.Pangeran Dawuh bangkit lalu duduk di sebelahnya.“Kau tidak bisa tidur?” tanya Pangeran Dawuh padanya.Bimantara terkejut lalu menoleh padanya. “Aku harus berjaga, bagaimana jika mereka semua jahat kepada kita,” ucap Bimantara sambil menoleh ke arah para pendekar yang tengah mabuk-mabukan itu.Pangeran Dawuh melihat raut wajah Bimantara yang sedih. Dia yakin bukan karena itu Bimantara tidak bisa tidur. Pasti ada sesuatu.“Bagaimana dengan ayahku di istana?” tanya Bimantara kemudian.“Ayahmu sudah aman di dalam kurungan penjara,” jawab Pangeran Dawuh.“Terima kasih telah membantu menyelematkannya,” ucap Bimantara. “Nanti jika urusan ini telah selesai, aku ing
Pendekar Rambut Emas datang ke tempat Tabib Perguruan memeriksa keadaan Pendekar Pedang Emas yang tengah dirawat oleh tabib. Dia menatap wajah Pendekar Pedang Emas dengan kecewa.“Aku harap luka dalamnya bisa segera disembuhkan karena dia telah melakukan pengakuan atas kesalahannya pada Kepala Perguruan,” ucap Tabib Perguruan padanya.Pendekar Rambut Emas terdiam. Tabib Perguruan pergi dari sana. Pendekar Rambut Emas kembali menatap wajah Pendekar Pedang Emas dengan raut kecewanya.“Aku tak percaya kau telah membohongi Bimantara dan teman-temannya! Kau pikir ini main-main? Ini urusan keselamatan Nusantara!” ucapnya.Pendekar Pedang Emas masih dalam keadaan tidak sadarkan diri.“Untung saja Kepala Perguruan memaafkanmu, jika tidak kau akan mati malam ini mendapatkan kutukan dari para leluhur!” ucapnya lagi.Pendekar Rambut Emas pun pergi dari sana menahan kecewanya.***Pendekar bertopeng datang kepada Gajendra yang sedang duduk bersila di dalam gua. Gajendra membuka matanya.“Kepala P
Naga Hitam dan Naga penghuni lautan itu saling menyemburkan api. Keduanya bertarung di atas langit. Bimantara dan yang lainnya tampak tercengang melihatnya di bawah sana. Sementara kakek kepala perguruan Elang Putih bersama para muridnya tampak terbelalak melihatnya.“Hanya Candaka Uddhiharta yang bisa mengendalikan naga dari laut itu,” ucap kakek kepala perguruan Elang Putih pada murid-muridnya.“Utusan terpilih?” tanya muridnya.“Iya, utusan tepilih. Para leluhur akan mengirimkan utusan terpilih setiap seratus tahun sekali. Pemuda yang datang bersama sekawanannya dari perguruan matahari itu bukan orang sembarangan! Dia adalah Canda Uddhiharta yang dinanti-nantikan selama ini! Beruntungnya aku bisa melihatnya hari ini!” ucap kakek itu dengan takjub sambil memandangi Bimantara yang tengah sibuk mengawasi pertarungan naga di atas langit sana.“Ayo, Tuan Nagaaa!” teriak Bimantara.Naga Hitam menyerang Naga Emas itu hingga mendorong tubuhnya ke bawah dan menghantam tanah. Bimantara dan y
Gajendra berdiri dengan geram di dalam gua tempat persembunyiannya. Kelelawar berterbangan ketakutan. Para muridnya pun berdiri menghadapnya dengan takut.“Mereka menantangku untuk keluar dari persembunyian!” teriak Gajendra. “Naga hitamku sudah dikalahkan oleh mereka! Itu artinya kita tak bisa lagi diam! Kita harus keluar dari persembunyian dan kerahkan semua para pendekar untuk melawan mereka!”“Tapi, Tuan Guru, bukan kah misi kita hendak memusnahkan seluruh penduduk dulu dengan para mayat hidup, baru setelah itu kita keluar dari persembunyian?” tanya salah satu muridnya dengan bingung.Gajendra geram mendengarnya. “Kita harus musnahkan dulu pemuda pemilik ajian penakluk binatang dan tiga putra mahkota itu! Jika didiamkan, mereka akan mengacaukan semua rencana kita!”“Ba... baik, Tuan Guru!” ucapnya ketakutan.“Mari kita keluar dari sini! Kita cari mereka sekarang juga!” perintah Gajendra.“Siap!”Gua itu pun bergetar. Gajendra dan pasukannya pun bergegas keluar dari dalam gua itu u
Ratusan murid Gajendra yang sudah mengenakan topeng tampak berbaris rapih di hadapan gua di lembah hitam itu. Gajendra berdiri di hadapannya sambil memeriksa semuanya. Kuda-kuda sudah siap membawa mereka pergi dari sana.“Apakah hanya kita yang akan pergi menyerang pasukan dari perguruan matahari itu, Tuan Guru?” tanya salah satu dari muridnya.“Tidak hanya kita! Sebentar lagi pasukan lain akan bergabung bersama kita! Kita tunggu saja!” jawab Gajendra lalu tertawa.Tak lama kemudian semuanya mendengar suara ribut dari kejauhan sana. Semua tercengang saat melihat macan hitam berdatangan lalu bergabung bersama mereka. Ratusan murid itu tampak gemetar ketakutan melihat sekawanan harimau hitam itu. Gajendra tertawa melihat kedatangan mereka.Dan beberapa saat kemudian lagi, mereka semua mendengar suara langkah kaki dari dalam hutan menuju ke arah mereka. Semua murid Gajendra tampak bingung.“Siapa lagi yang akan datang?” tanya salah satu murid pada temannya.“Aku tidak tahu,” jawabnya.Ti
Panglima Sada dan pasukannya keluar dari hutan lalu kini mereka melewati padang rumput yang luas. Panglima Sada langsung menghentikan kudanya saat melihat di ujung sana dia melihat pasukan berkuda berjalan menuju ke arah mereka. Para prajuritnya pun ikut menghentikan kuda masing-masing dengan heran.“Siapa mereka, Panglima?” tanya prajuritnya. Karena mereka tidak bisa melihat dengan jelas karena jaraknya sangat jauh.“Kita tunggu dulu,” jawab Panglima Sada. Dia pun menoleh kepada para prajuritnya di belakang. “Semuanya! Atur formasi dan bersiap untuk menyerang!”“Siap!”Para prajurit itupun langsung memajukan kudanya lalu berbaris horizontal mengapit Panglima Sada yang berada di tengah-tengah. Mereka semua menatap ke arah kejauhan sana.Ternyata pasukan berkuda itu adalah Gajendra dan pasukannya. Gajendra berhenti saat melihat barisan pasukan Panglima Sada di kejauhan sana. Semua pasukannya yang terdiri dari para pendekar bertopeng, mayat-mayat hidup dan binatang-binatang buas ikut be
Harimau-harimau hitam bertumbangan di atas tanah. Sekawanan harimau yang barus datang itu telah memenangkan pertarungan. Kini mereka menyerang mayat-mayat hidup yang hampir tiba di dekat pasukan Panglima Sada.Gajendra geram melihatnya. Dia pun membacakan mantra hingga harimau-harimau itu berlarian kembali ke dalam hutan.Panglima Sada dan pasukannya heran melihat harimau-harimau yang menyelamatkan mereka itu pergi meninggalkan mereka. Mayat-mayat hidup sudah kian mendekat pada mereka.“Seraaaang!” teriak Panglima Sada.Pasukannya langsung mengarahkan anak panah ke arah mayat-mayat hidup itu. Namun dengan tangkasnya mereka mampu menangkap ratusan anak panah yang melesat cepat ke arah mereka. Namun biar begitu, pasukan Panglima Sada tidak gentar, mereka terus saja melesatkan anak panah ke arah mayat-mayat hidup itu.Gajendra tertawa melihat kehebatan mayat-mayat hidupnya yang berhasil menghindar dengan sempurna dari serangan Panglima Sada dan pasukannya.“Kalian tak akan bisa melawan m