Bab 5
Pov Rania
Reno Melamar Rania
"Rania, sebenarnya sejak awal aku bertemu, aku sudah suka sama kamu," kata Reno.
Aku diam, menunduk mendengarkan kata-katanya. Karena sampai saat ini, aku belum ada keinginan untuk berpacaran apalagi menikah. Karena tujuan utamaku adalah membahagiakan kedua orang tua. Aku bingung harus jawab apa kalau tiba-tiba Reno menyampaikan hal yang paling kutakutkan itu.
Belum sempat Reno melanjutkan kata-katanya, pelayan datang memberikan buku menu dan bertanya kepada kami, makanan dan minuman apa yang akan dipesan.
"Permisi, Kak. Silakan dipilih, makanan dan minumannya, " kata sang pelayan.
"Menu spesialnya hari ini apa?" tanya Reno.
"Spesial menu hari ini, fried rice terderloin steak with mozarella sauce kak," ujarnya.
"Rania mau?" tanya Reno padaku.
"Aku ikut kamu saja pesanannya. ‘Kan kamu yang lebih tahu tentang restoran ini Reno," jawabku. Karena aku juga kurang tahu menu apa yang enak di sini. Keluargaku belum pernah makan di restoran semewah ini. Paling kalau ada acara keluarga kami ke restoran yang terjangkau kalangan menengah.
"Fried rice terdeloin steak with mozarella sauce dua dan fruit salad dua," kata Reno pada pelayan itu.
"Kamu mau minum apa Rania?" Reno bertanya lagi padaku.
"Aku ikut kamu juga deh," kataku.
"Oke mas, untuk minumnya vanilla latte dua ya, terima kasih," sambung Reno.
"Baik, Kak. Mohon ditunggu, kami akan segera mempersiapkan pesanannya," jawab pelayan sambil berlalu meninggalkan meja kami.
Aku cuma bisa melongo, kaget juga, banyak banget pesanannya. Mana cukup perutku menghabiskan semua pesanannya. Aduh, bisa malu aku sama Reno kalau makanan yang dipesannya tidak kuhabiskan. Nanti dia kecewa.
"Rania, selamat ya atas kelulusanmu. Kamu mau melanjutkan S2 atau langsung kerja?" tanya Reno.
"Kalau untuk melanjutkan ke S2, mungkin belum Reno, kan kamu tahu sendiri keadaan keluargaku," jawabku sambil menunduk.
"Insyaallah mau langsung kerja Reno," imbuhku.
"Apa sudah melamar kerja? Di mana?" tanya Reno lagi.
"Alhamdulillah sudah melamar kerja Reno, insyaallah minggu depan diberi kabar untuk panggilan wawancara kalau lamaran kerja diterima, ataupun ditolak," jelasku pada Reno.
"Alhamdulillah, semoga diterima, Rania," doa Reno untukku.
"Aamiin, terima kasih, Reno," sambil kutadahkan tangan dan kuaminkan doanya.
Aku berharap beberapa lamaran kerja yang kukirimkan, ada salah satu yang berminat menerimaku sebagai karyawan di perusahaan mereka. Karena aku juga berkeinginan melanjutkan kuliah ke jenjang S2.
Aku benar - benar ingjn membanggakan ayah dan ibuku. Telah berat beban mereka merawat dan membesarku dan kedua kakakku. Apalagi kedua kakakku masih belum bisa membantu ayah dan ibuku dalam hal keuangan.
"Rania," Reno memanggil namaku, sehingga membuyarkan lamunanku.
Aku kaget karena tadi sedang kurang fokus.
"Iya Reno, ada apa?" jawabku, tapi kenapa jantungku berdegup lebih kencang ketika menjawab panggilan Reno.
"Ada yang ingin kusampaikan, Rania.” Tiba-tiba Reno berdiri, lalu bersimpuh di hadapanku dengan satu lutut di lantai.
Jantungku semakin berdegup kencang. Oh Tuhan, jangan sekarang, aku belum siap. Aku harus bagaimana?
Reno memasukkan tangan ke kantong jasnya, dan mengeluarkan suatu kotak merah berbentuk bunga yang lucu dan imut.
"Will you marry me?" ucap Reno sambil menyodorkan kotak merah itu dan membukanya, yang ternyata isinya kalung, gelang dan cincin emas yang bertahtakan permata.
Dalam hatiku menangis.
Aku bingung harus jawab apa. Aku tertegun melihat ini semua. Seperti ada rasa tak percaya, apakah ini mimpi?
Aku tak pernah menyimpan perasaan apapun pada Reno. Karena aku sudah berjanji pada diriku sendiri, ingin membahagiakan kedua orang tuaku dulu.
Aku harus jawab apa?
Apa aku tolak saja? Atau aku minta waktu untuk berpikir?
Namun, jika minta waktu, hanya membuatnya semakin menunggu dan memberi harapan palsu. Pemberi harapan palsu. PHP kalau kata anak jaman now.
Reno berdiri dari tempatnya. Lalu Dia terkekeh.
"Bagus, ‘kan aktingku? Kata Reno sambil tersenyum.
"Apa maksudmu Reno?" Aku semakin bingung dibuatnya.
"Haha, maafkan aku. Itu tadi aku sedang belajar, supaya nanti lancar kalau melamar calon istriku.”
"Hahahaha," aku tertawa miris.
Kena deh aku dikerjai sama Reno. Jahil banget anak ini.
Jarang ketemu, sekali ketemu, dikerjainya habis-habisan aku. Pasti mukaku merah padam sekarang.
Kemudian datang pelayan membawakan minuman kami. Memberikan waktu untukku untuk menghindar dari tatapan Reno yang tampak puas sekali sudah mengerjai aku.
"Permisi, vanila latte," kata mas pelayan.
"Iya mas, makasih," jawabku.
"Ayo diminum, ini minuman favoritku di sini," kata Reno.
"Nanti saja Reno, sekalian saja sambil menunggu makanan datang," jawabku, sambil pura-pura sibuk memainkan gawai.
"Oke deh, aku minum ya," imbuh Reno.
"Iya," jawabku datar.
Jengkel banget melihat kelakuan Reno. Awas ya, jika ada kesempatan pasti akan aku balas, batinku.
Oke sekarang kamu bisa tertawa bahagia, merasa sukses bisa mengerjai aku. Tiada maaf bagimu di lain hari. Hahahaha, aku tertawa lagi dalam hati.
Setelah Reno menyeruput minumannya, datang pelayan mengantarkan makanan kami. Kelihatannya enak sekali, kebetulan perutku sudah keroncongan.
"Silakan, Kak. Selamat menikmati hidangan terbaik dari restoran kami," ucap pelayan setelah meletakkan piring di hadapanku dan Reno.
“Ayo dimakan, Ran. Nanti keburu dingin,” kata Reno.
“Oke,” jawabku.
“Kamu sering makan di tempat ini, Ren? Kalau cuma nasi goreng, nasi goreng abang-abang di pinggir jalan banyak yang enak loh. Harganya juga murah meriah. Kita kalau jadi orang tidak boleh boros, harus pandai-pandai mengatur keuangan. Kita tidak akan pernah tahu kebutuhan mendadak di masa yang akan datang,” tuturku panjang lebar.
“Iya, iya, bawel banget sih. Belum jadi istri saja sudah cerewet banget. Bagaimana ya kalau sudah jadi istri, bisa setiap hari aku mendengar omelan tuan putri,” kata Reno sambil tertawa mengejek.
“Siapa juga yang mau menikah sama kamu, jangan berharap deh. Itu tadi aja aku sudah mau menolak, cuma tidak tega rasanya. Hahahaha,” jawabku sambil tertawa lebar.
“Masa sih kamu menolak aku? Tadi kulihat sepertinya wajah kamu bahagia. Makanya cepat aku selesaikan saja dramaku. Supaya tidak berkepanjangan menyakiti hatimu,” jawabnya.
“Hm, sok tahu deh kamu, Reno,” balasku jengkel.
“Gimana makanannya? Enak kan? Oh ya, kamu belum coba saladnya, enak banget loh. Kalau aku lebih suka salad sebagai hidangan penutup, karena rasa buah-buahan yang segar bisa menghilangkan lengket di mulut setelah makan berat,” katanya sambil menyuapkan salad ke dalam mulutnya.
“Kamu aneh banget sih, salad kan hidangan pembuka. Kok dijadikan dessert sih? Kocak banget kamu, lucu,” aku hanya bisa tertawa melihat kelakuan anehnya.
Setelah selesai makan, Reno memanggil pelayan untuk meminta tagihan. Setelah membayar Reno mengajakku pulang sambil membawakan beberapa bungkus makanan.
“Apa ini Reno? Banyak sekali,” tanyaku.
“Untuk keluarga di rumah Ran. Dimakan ya, jangan dibuang, sayang loh!” tuturnya.
“Makasih banyak Reno, semoga rezekimu semakin berlimpah,” doaku untuk Reno.
“Aamiin,” balas Reno.
“Yuk kita pulang,” ajak Reno.
“Kita tunggu Bima dan Disti dulu ya,” kataku.
“Mereka sudah menunggu dari tadi cantik,” goda Reno padaku.
“Genit kamu,” balasku jengkel.
Seseorang Melamar RaniaPagi ini, kulihat ibu sibuk, berbagai macam bahan makanan tertata di dapur. Ayam, sayuran, telur, tahu, tempe, banyak sekali. Seperti akan kedatangan tamu saja.“Kok diem aja, Sayang, buruan mandi lalu bantu ibu,” perintah ibu padaku.“Baik, Bu,” jawabku dan segera berlalu ke kamar mandi lalu menunaikan salat subuh.Setelah melaksanakan kewajibanku, aku menemui ibu. “Hari ini akan ada tamu istimewa, bantu ibu ya, Sayang,” ucap ibu dengan lembut dan penuh kasih sayang.“Siap, Ibuku sayang,” balasku dengan sopan.Pagi ini kesibukanku diisi dengan membantu ibu memasak. Jadi aku putuskan untuk tidak berjualan kue hari ini. Kue setengah matang yang sudah kusiapkan, bisa kusuguhkan untuk tamu ibu saja. Siapa tahu mereka suka dan tertarik untuk memesan di kemudian hari.Tak
Bab 7Reno patah hatiShock, aku tak percaya, hatiku hancur. Semalam aku memang mengerjai Rania, dengan berpura-pura melamarnya. Karena sesungguhnya aku masih sangat mencintainya. Cinta yang kupendam sejak SMP, akan aku sampaikan jika Rania sudah lulus kuliah.Awalnya aku ingin melihat raut wajahnya saat aku melamarnya. Apakah dia akan marah atau tersipu malu? Ternyata nampak bahwa Rania tersipu malu. Jadi ada harapan bahwa sesungguhnya dia juga suka padaku. Mungkin hanya malu untuk mengungkapkan perasaannya. Memang dulu waktu SMP dia menolakku, pasti karena kami masih terlalu kecil.Rencananya hari ini akan kusampaikan pada ayah dan ibu bahwa aku menyukai Rania dan meminta mereka untuk meminangnya.Namun, semuanya terlambat. Ternyata Pakde Salim — kakak ayahku, terlebih dahulu telah meminang Rania untuk Alif, putranya.Ibu menyampaikan padaku, untuk
Bab 8Hari pernikahan Rania dan Mas AlifHari yang ditunggu akhirnya datang juga. Keluargaku dan keluarga Pakde Halim bersiap-siap untuk persiapan acara pertunangan di rumah Rania. Sebulan setelah hari kedatangan keluarga besarku ke rumah Rania, orang tuanya datang ke rumah kami, menyampaikan bahwa Rania menerima lamaran Mas Alif.Hari ini kulihat Mas Alif nampak bahagia, Pakde dan Budhe Halim nampak sibuk mempersiapkan semuanya. Setelah semua siap, kami segera berangkat ke rumah Rania, jalan kaki saja karena dekat, hanya berjarak tiga rumah.Semua nampak bahagia, tapi tidak denganku. Aku sudah berusaha menghapus rasa cintaku pada Rania. Namun tak semudah itu kenyataannya. Sepertinya aku tak ingin menghadiri acara pertunangan mereka, karena akan membuat luka semakin dalam di hatiku.Aku berusaha tetap tersenyum dan turut berbahagia, walau hatiku tidak. Karena aku tak ingin Mas Alif mengetahui
Bab 9Aku rindu RaniaGawaiku berdering, kulihat nama Rania disana. Ada apa Rania menghubungiku di malam hari? Bukankah seharusnya Rania dan Mas Alif sedang berbulan madu ke Bali? Aku coba mengabaikan sambungan telepon dari Rania, mungkin dia salah tekan nomer. Aku belum siap mendengar suaranya.Akhirnya dering gawaiku berhenti. Sudah kupastikan Rania salah sambung, dia pasti tidak menghubungi aku lagi. Aku melanjutkan tidurku, lelah setelah seharian menyelesaikan pekerjaan kantor, harus meeting dengan pimpinan pusat dan presentasi dengan salah satu klien. Aku segera memejamkan mataku, namun sebelumnya aku setel gawaiku mode diam, karena aku tak ingin diganggu malam ini, esok hari masih banyak berkas yang harus kuselesaikan juga.Tak terasa suara alarmku berbunyi, waktu menunjukkan pukul tiga dini hari. Segera kuraih gawaiku, kumatikan alarm tanpa melihat notifikasi yang masuk di layar benda pipih itu. Sudah menja
Bab 10Rahasia RaniaAku bisa merasakan cinta yang luar biasa bila bersamamu. Namun kini kau telah pergi menjauh, tak dapat kurasakan lagi cintamu. Mengapa aku tak bisa menghapus cinta ini? Mengapa hadirmu selalu menjadi bayang-bayangku?Rania, aku mencintaimu. Aku menyesal karena gagal mendapatkan cintamu. Seandainya kau tahu bahwa sampai detik ini rasa itu tetap ada dan tetap sama seperti awal kita bertemu.Bayang-bayang Rania terus menari di dalam pikuranku. Segera kupacu mobilku agar bisa sampai lebih cepat ke kantor, karena aku ingin segera menghubungiku Rania. Kenapa harus menunggu sampai kantor? Bukankah sekarang aku sedang sendiri? Aku bisa segera menghubunginya.Kutepikan mobil ke tempat yang aman lalu kuraih gawaiku dan menghubungi nomer Rania. Nada panggil tersambung, berkali-kali berbunyi, tapi tak ada sahutan dari seberang sana. Kenapa lama sekali Rania menerima teleponku, membuat
Bab 11Terungkapnya rahasia RaniaKami berjalan memasuki lift, setelah pintu terbuka. Kulihat Rania menekan tombol angka tiga. Aku masih bertanya-tanya, sakit apa Mas Alif hingga Rania memaksaku untuk datang kesini. Apa Mas Alif terbaring di rumah sakit ini?Pintu lift terbuka, Rania keluar terlebih dahulu, aku mengikutinya di belakang. Dekat dugaanku benar, karena sampai detik ini tak kulihat sosok Mas Alif. Kami duduk di sofa ruang tunggu, disana terdapat beberapa pintu, setiap pintu bertuliskan nama dokter dan gelarnya serta nama ruangannya.Kubaca salah satunya poli anak dr. Harjoedi Hadiningrat. Ada juga poli obgyn dr. Dewi Kumala Sari. Sekitar lima menit kami menunggu, kemudian seorang suster menghampiri kami.“Silahkan masuk Bu Rania, dokter Dewi sudah menunggu anda,” ucapnya.“Terima kasih mbak,” jawab Rania.Rania semak
Bab 12Awal kembalinya kebahagiaan RenoAlarmku berbunyi, menandakan pukul tiga pagi. Aku memulai rutinitasku, bergegas ke kamar mandi, membersihkan diri kemudian menunaikan sholat dan melanjutkan dengan lantunan bacaan Al-Qur'an. Tak lama kemudian adzan subuh berkumandang, segera kudirikan sholat subuh dan meminta petunjuk yang terbaik untuk jalan hidupku.Baru kuingat aku belum sempat melihat kiriman dari Mas Alif, kubuka aplikasi hijau, dan memeriksa nama Mas Alif, ada kiriman tangkapan layar berupa bukti transfer ke rekeningku, sebesar dua puluh juta rupiah. Alhamdulillah, terima kasih ya Allah, batinku.Akhirnya aku sampai juga di bandara Ngurah Rai, sebentar lagi aku cek in dan segera terbang ke kota tercinta menemui ayah, ibu dan si bawel Reni.“Reno, Reno, tunggu,” kudengar seseorang memanggil namaku dari kejauhan, ketika aku hendak memasuki pintu cek in bandara. Mungkin ak
Baca 13 Hari bahagia Reno dan Dokter Dewi Ayah dan ibu sedang sibuk mempersiapkan semua keperluan untuk ke Bali, namun tak kulihat keberadaan Reni. Apa mungkin dia masih kecewa jika aku menikah? Reni takut kehilangan aku? “Bu, Reni kemana?” “Tadi ijin sebentar ke kampus karena ada yang mau diselesaikan sama teman-temanya, katanya nanti langsung menemui kita di bandara,” ujar ibu. “Alhamdulillah, kukira ada masalah yang menyebabkan Reni tak ikut ke Bali.” “Enggak, Sayang. Tadi Reni sudah nitip kopernya sama ibu, itu di depan kamarnya koper dan tasnya yang berisi pakaian dan keperluan lainnya sudah siap.” “Inggih, Bu.” “Nanti jangan lupa ya barang-barangnya Reni,” pesan ibu padaku. “Baik, Ibuku sayang.” Hari ini aku tidak berangkat ke k
Bab 22Siapa di ruang ICU?Gawai Reno berdering ketika sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit. Nama Rania tertera di layar. Reno segera menerima panggilan teleponnya dan hendak menyampaikan pada Rania bahwa dia belum bertemu dengan suaminya—Mas Alif.Rania berniat menyampaikan Bela sungkawa atas kepergian dokter Dewi, Rania juga menanyakan apakah Reno sudah bertemu dengan Mas Arif dan dia juga meminta maaf belum sempat untuk berangkat ke Bali karena Rania baru membaca informasi bahwa dokter Dewi telah meninggal setelah salat subuh tadi.Reno mengatakan bahwa dia belum bertemu dengan Mas Alif.Rania bertanya apakah sebaiknya dia berangkat ke Bali. Kemudian Reno menjelaskan jika ada waktu sebaiknya Rania berangkat ke Bali. Akhirnya dia memutuskan untuk segera memesan tiket dan menyusul berangkat ke Bali.Setelah sampai di rumah sakit, Reno segera mend
Bab 21Jasad siapa?Suster membuka perlahan pintu kamar jenazah. Dia menuntun Reno dan Pak Polisi mengikutinya.“Silahkan diperiksa Pak Reno, apakah anda mengenalinya?” kata suster rumah sakit pada Reno.“Baik, Bu,” jawab Reno dengan perasaan yang was-was.Bismillah, aku harus siap apapun yang terjadi batin Reno.Perlahan suster membuka kain yang menutup jenasah tersebut. Hanya dalam hitungan detik, Reno langsunh terkulai lemas. Sekujur tubuhnya seperti mati rasa. Dia ambruk, terduduk di lantai kamar jenasah. Suster segera menutup kembali kain putih yang tadi dibukanya.‘Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un,” Reno mengucapkannya dengan gemetar.Pak Polisi berusaha membimbing Reno untuk berdiri. Akhirnya Reno bisa bangkit lagi, kemudian suster mengarahkan Reno dan Pak Polisi untuk ber
Bab 20Reno menyelidiki kasus sampai ke rumah sakitReno menuju resepsionis dan menjelaskan semua kejadiannya, setelah sampai di Rumah Sakit.Pihak Rumah Sakit meminta identitas Reno dan mengambil fotonya kemudian dikirim pada polisi yang bertugas menyelidiki tentang kecelakaan ini.Pihak rumah sakit menjelaskan bahwa korban sopir taxi selamat namun sedang dirawat di ruang ICU karena kondisinya yang parah. Dua korban penumpang, yang satu tidak dapat diselamatkan dalam perjalanan menuju rumah sakit, sedangkan satu korban penumpang di ruang ICU juga.Reno berhasil mendapatkan informasi dimana korban ditempatkan.“Anda hendak melihat korban yang di ICU atau yang meninggal? Tanya Pak Polisi pada Reno.“Sebaiknya korban meninggal duluan, Pak,” ujar Reno.Seorang suster dan Pak polisi membawa Reno ke sebua
Bab 19Satu per satu fakta terungkapReno segera meninggalkan rumah setelah ojek yang dipesan datang menghampiri dan segera menuju losmen terdekat, karena dia tak mau boros jika harus menginap di hotel. Sungguh kekecewaan yang muncul di hatinya. Reno tak menyangka ini semua bisa terjadi.Satu-satunya orang yang telah memberinya kepercayaan penuh untuk menjalin hubungan pernikahan, tetapi mengapa malah menyakiti hatinya.Kecewa sudah pasti. Sekarang dia bingung harus bagaimana membuat keputusan. Apakah memberi kesempatan untuk Dokter Dewi memberikan penjelasan dan memaafkan semuanya asal mereka berjanji tidak akan melanjutkan hubungan terlarang mereka, atau berhenti disini saja?Rasanya tak sanggup Reno harus menjalani semuanya. Rania, tiba-tiba dia teringat akan Rania. Apa yang harus dijelaskan padanya? Atau sebaiknya diam saja dan berpura-pura tidak mengetahui peristiwa tragis yang barusan te
Bab 18Akhirnya bertemu dengan Dokter Dewi dan Mas AlifReno melajukan kendaraannya ke arah bandara. Setelah sampai di parkiran mobil, dia segera menuju ke maskapai penerbangan yang digunakan istrinya dan Mas Alif.“Selamat siang, Pak, ada yang bisa kami bantu?” tanya pegawai maskapai penerbangan tersebut.“Selamat siang, ada beberapa yang ingin saya tanyakan masalah penerbangan pagi ini,” jawab Reno.“Mari, Pak silahkan duduk dulu,” ujar pegawai itu.“Baik, Pak, perkenalkan nama saya Weni, silahkan dijelaskan lagi,” ujarnya.“Jadi begini, tadi pagi istri saya dan kakak saya pergi dengan tujuan ke Bali menggunakan maskapai penerbangan ini. Namun sampai siang ini, mereka tidak bisa saya hubungi. Nomer ponselnya masih belum aktif,” jelas Reno pada Bu weni.&ldq
Bab 17Rania kebingungan mencari Mas AlifAkhirnya dia berpikiran untuk menghubungi Rania, ketika mencari nama Rania di kontak teleponnya, ternyata ada panggilan masuk pada ponselnya dari Rania maka Reno langsung menggeser tombol hijau yang bergoyang-goyang.[Assalamu’alaikum, Reno, maaf sebelumnya apa saya bisa meminta tolong?]Belum sempat Reno berbicara, rania sudah menyapanya terlebih dahulu.[Wa’alaikumsalam iya, Rania apa yang bisa kubantu?]Reno terdiam sejenak, tidak langsung menceritakan bahwa Dokter Dewi dan Mas Alif tidak bisa dihubungi.[Kamu sekarang berada dimana?][Aku masih di kantor, baru selesai sholat][Maaf sebelumnya, apa Dokter Dewi sudah sampai Bali?]Aku tersentak mendengar pertanyaannya, belum satu pertanyaan aku jawab, dia sudah bertanya lagi.&n
Bab 16 Pov author Lebih baik kucoba mencoba menghubungi Mas Alif, mungkin dia sudah mengaktifkan ponselnya, pikir Reno. “Nomor yang anda tuju sedang berada di luar jangkauan,” jawaban yang sama dengan panggilan pada Dokter Dewi. Reno mencoba lagi memanggil nomer Mas Alif, ternyata masih saja jawaban yang sama yang diterima olehnya. Reno terduduk lemas di kursi kantin, apa yang terjadi pada istrinya dan Mas Alif? Ya Allah semoga mereka berdua baik-baik saja, Reno benar-benar gelisah memikirkan ini semua. Namun bisikan setan mengganggu pikirannya. Apakah mungkin Mas Alif dan Dokter Dewi memiliki hubungan spesial? Pikiran Reno menari-nari, apakah kini mereka sedang berduaan? Sehingga ponsel mereka dibiarkan mati. Mereka berpura-pura bertemu di bandara, padahal sesungguhnya sudah membuat janji untuk pergi bersama dan bebas melakukan apa saja di sana t
Bab 15 Musibah keluarga Reno Pov author Pernikahan Reno dan Dokter Dewi berjalan dengan lancar, sekitar jam dua sore para tamu sudah mulai pulang dari perhelatan yang sederhana ini tapi tetap sakral. Keluarga besar Reno kembali ke kamar hotel setelah selesai acara di ballroom hotel, kebetulan tempat acara pernikahan dan menginap berdekatan. Karena acara yang mendadak, Reno dan Dokter Dewi untuk sementara masih harus menjalani pernikahan jarak jauh, kalau kata anak jaman now LDR—long distance relationship. Besok Dokter Dewi ijin cuti satu minggu, karena akan menemani Reno ke Malang dan untuk mengadakan tasyakuran sederhana pernikahan mereka yang mengundang tetangga dan rekan kerja Reno. Alhamdulillah Pak Bos Reno ikut ke Bali, jadi dengan mudah Reno mendapatkan ijin untuk mengambil cuti dan keperluan lainnya, bahkan Pak Bos memberi kesempatan pada Reno untuk bulan madu satu minggu di B
Bab 14Pernikahan Dokter Dewi“Mohon maaf sekali kepada keluarga Reno. Maksud Dewi adalah dia menolak jika acara pertunangan diadakan esok hari. Sebaiknya acara pernikahan segera saja dilangsungkan, tidak perlu acara tunangan. Dewi trauma jika sudah bertunangan dan acara pernikahan ditunda, takut akan terjadi lagi hal yang tidak diinginkan. Jadi begitu maksud Dewi. Maaf atas kesalah pahaman ini. Bagaimana Nak Reno sekeluarga apa berkenan jika acara akad nikah disegerakan saja?” panjang lebar dijelaskan pamannya Dokter Dewi.Dokter Dewi hanya menunduk dan tersipu malu. Dalam hatiku mengucap syukur alhamdulillah, jadi juga acara melamarnya.“Alhamdulillah kalau begitu Pak, ciba kita tanyakan saja kepada Reno. Bagaimana, Nak?” tanya ayah padaku.Aku hanya mengganguk saja. Karena kasihan juga, Dokter Dewi sudah kehilangan ayah dan ibunya serta calon suami. Pasti dia sangat