Pov Rania
Awal Kisah Pertemuan Reno dan Rania
Aku Rania, menikah dengan Reno bukan karena terpaksa ataupun dijodohkan. Kami bertemu saat duduk di bangku SMP.
Kami hanya berteman biasa. Tapi rumah kami berdekatan. Sehingga Reno sering mengajakku pulang bersama dengan dibonceng sepedanya. Aku selalu menolak tawaran itu, karena aku malu jika harus berboncengan dengan bukan mahramku.
Maksud Reno sih baik, dia kasihan jika aku harus berjalan kaki yang lumayan jauhnya, sekitar dua kilometer.
Namun, aku tetap pada pendirianku. Lebih baik pulang sendiri berjalan kaki.
Sepulang sekolah dia selalu menemaniku berjalan kaki. Hingga sampai saat kami lulus SMP tidak ada hubungan spesial di antara kami. Tetap hanya teman biasa.
Reno sering main ke rumahku, sejak kami satu sekolah di SMP, ada saja alasannya, tanya tugas sekolah atau sekedar pinjam catatan. Dalihnya tadi telat mencatat karena guru terlalu cepat menjelaskan. Tentunya kedua orang tua kami sudah saling mengenal, karena jarak rumahku dan Reno tidak terlalu jauh, hanya tersekat dua rumah.
Saat SMA kami memilih sekolah yang berbeda. Reno lebih memilih masuk sekolah teknik, untuk mengejar cita-citanya menjadi arsitek. Sedangkan aku memilih SMA Negeri.
Karena cita-citaku tidak terlalu muluk. Aku tidak ingin merepotkan kedua orang tuaku. Kasihan jika mereka harus banting tulang mencari nafkah untuk membiayaiku sekolah.
Dari lahir saja aku sudah menyusahkan mereka. Malahan aku ingin punya kerja sambilan supaya bisa membantu kedua orang tuaku.
Akhirnya aku berjualan kue yang dibawa setiap berangkat sekolah. Malamnya setelah belajar, aku persiapkan semua bahan-bahan, jadi besok pagi tinggal eksekusinya saja.
Aku membuat kue lumpia, risoles dan pastel. Kue - kue itu bisa dipersiapkan malam hari, besok sebelum subuh aku sudah bangun. Menggoreng kue-kueku, sambil menanak nasi. Untuk memasak, aku belum diizinkan oleh ibu, karena beliau tidak ingin aku kelelahan.
Setelah semua selesai, aku mandi, shalat subuh, dan mempersiapkan semuanya sebelum berangkat ke sekolah.
Alhamdulillah dari hasil berjualan, aku bisa sedikit menabung.
Setelah mendapatkan sekitar tiga juta, uang itu aku berikan kepada kedua orang tuaku.
Mereka terharu. Ibu menolak, katanya aku disuruh menyimpan saja uang itu, untuk kebutuhanku nanti kuliah.
Aku bukan anak yang sangat pandai, tapi aku juga tidak terlalu bodoh. Jadi lumayan sejak SD, SMP dan SMA aku selalu mendapatkan beasiswa.
Dengan begitu tidak terlalu memberatkan kedua orang tuaku.
Uang saku yang diberikan ibu, lebih sering aku simpan. Karena aku juga bukan anak yang boros.
Ketika kelas tiga SMA aku bingung, apakah aku harus meneruskan sekolahku? Sedangkan biaya kuliah pasti tidaklah murah, dan ujian UMPTN untuk masuk kuliah negeri juga tidak mudah.
Aku berharap lebih bisa masuk universitas negeri karena kuliah di sana lebih ringan biayanya.
Ternyata ada tes PMDK, jadi kita bisa masuk ke universitas negeri dengan hasil rapor.
Akhirnya guruku mendaftarkan aku ke salah satu universitas negeri di kotaku.
Selain itu, jika kita lulus, kita juga akan mendapatkan beasiswa sampai lulus kuliah.
Alhamdulillah, aku diterima kuliah di universitas negeri, jurusan akuntansi. Biaya masuk kuliah gratis, biaya semester juga gratis, biaya ujian juga gratis.
Alhamdulillah, terima kasih ya Allah, betapa besar kasih sayangmu.
Aku hanya perlu memikirkan biaya buku dan praktik. Insyaallah bisa dengan berjualan kue.
Reno ternyata juga diterima di universitas negeri, dia berhasil masuk jurusan arsitektur, tapi lewat jalur UMPTN, bukan PMDK.
Akhirnya kami bertemu lagi di kampus. Walaupun kami beda jurusan, Reno sering main ke gedung kuliahku.
Aku lihat dia sepertinya belum punya pacar. Kenapa, ya?
Apa dia tipe pemilih ya? Rasanya itu bukan urusanku. Lebih baik aku fokus kuliah, supaya bisa membanggakan kedua orang tuaku.
Reno masih sering menawariku pulang bersama, sekarang dia sudah membawa mobil Awalnya aku menolak, karena tak mau berduaan dengannya di dalam mobil.
Akhirnya Reno memutuskan, dia akan menjemput adiknya dulu, baru menjemputku, sehingga kami bisa pulang bersama.
Sekolah Reni—adik Reno—dekat dengan kampus kami, jadi aku tidak perlu menunggu lama. Apalagi Reno sudah berpesan, "Jangan pulang dulu ya, tunggu aku.”
Awalnya Reni ramah padaku. Dia mau mengobrol dan cerita tentang kisah kisahnya di sekolah, bahkan menanyakan tentang pelajaran yang tidak dia mengerti. Reni masih kelas 1 SMA.
Tapi lama-kelamaan Reni lebih pendiam ketika di dalam mobil, saat Reno menjemputnya.
"Hai Reni, apa kabar?" sapaku.
Dia tidak menjawab, hanya menunduk, sibuk dengan gawainya.
"Masuk, Rania. Keburu hujan, nih," kata Reno.
"Iya, Ren," jawabku.
Karena Reni diam saja dan sibuk dengan gawainya, aku pun diam, tidak berani lagi berkata sepatah kata pun. Mungkin sesekali melirik ke wajah Reni, untuk mengamati ekspresinya.
Tiba-tiba aku melihat air mata jatuh membasahi pipinya. Cepat dia mengusapnya, sepertinya agar tak nampak olehku ataupun Reno.
Aku segera memalingkan muka, takut ketahuan kalau sedang mengamati Reni.
Apa yang terjadi pada Reni ya?
Semakin hari, perilaku Reni semakin membuatku kurang nyaman. Akhirnya aku memutuskan untuk menolak tawaran dari Reno untuk pulang bersamanya.
---------------------------------
Tak terasa, akhirnya aku bisa menyelesaikan kuliahku, dengan nilai yang memuaskan.
Kudengar juga Reno lulus bersamaan denganku. Aku turut senang mendengar informasi itu.
Sore hari sepulang dari kuliah, kulihat ada Reno duduk di teras rumah ditemani ibuku.
"Tuh, Nak Reno. Rania sudah pulang, ya sudah ibu masuk dulu, ya," kata ibu.
"Baik, Bu," kata mas Reno.
Setelah ibu masuk, aku pun menanyakan ada keperluan apa Reno datang kesini. Dia bilang nanti malam mau mengajakku jalan-jalan keluar, sebagai perayaan kecil atas kelulusan kami.
Awalnya aku menolak, tapi dia bilang, kalau dia mengajak sahabatnya juga. Aku mengangguk mengiyakan.
-----------++++-----------
Malam hari Reno dan sahabatnya menjemputku. Lalu kami menuju sebuah rumah yang tidak jauh dari tempat tinggal kami.
"Tunggu sebentar, ya," kata sahabatnya.
Tak lama, keluar seorang wanita muda, cantik, sepertinya usianya sama dengan kami juga. Lalu dia masuk dan duduk di kursi belakang dengan aku.
"Reno, kenalkan dia Disti, calon istriku," kata Bima yang merupakan sahabat Reno.
"Hai Disti, apa kabar?" sapa Reno.
"Alhamdulillah baik, Kak," jawab Disti.
"Disti, kenalkan juga, dia Rania, tetangganya Reno," sambung Bima.
"Salam kenal, Rania," tanganku terulur bersalaman dengan Disti.
"Salam kenal juga, Kak," kata Disti.
"Wah, alhamdulillah ya, semoga dimudahkan menuju pernikahan," doaku untuk Disti.
"Aamiin, terima kasih Kak Rania," kata Disti lagi.
Reno membawa kami ke restoran yang terkenal mahal dan eksklusif di kota kami.
Ternyata Bima tidak duduk satu meja dengan kami, dia duduk di meja sebelah kami, dengan Disti.
"Kenapa mejanya dipisah?" tanyaku pada Reno
"Mereka mau membicarakan pernikahan dengan orang tua mereka, masa kita mau ikutan sih. Malu dong," kata Reno.
"Oke deh," jawabku datar dan agak kecewa. Lalu aku duduk di kursi yang sudah disiapkan oleh Reno.
Bab 5Pov RaniaReno Melamar Rania"Rania, sebenarnya sejak awal aku bertemu, aku sudah suka sama kamu," kata Reno.Aku diam, menunduk mendengarkan kata-katanya. Karena sampai saat ini, aku belum ada keinginan untuk berpacaran apalagi menikah. Karena tujuan utamaku adalah membahagiakan kedua orang tua. Aku bingung harus jawab apa kalau tiba-tiba Reno menyampaikan hal yang paling kutakutkan itu.Belum sempat Reno melanjutkan kata-katanya, pelayan datang memberikan buku menu dan bertanya kepada kami, makanan dan minuman apa yang akan dipesan."Permisi, Kak. Silakan dipilih, makanan dan minumannya, " kata sang pelayan."Menu spesialnya hari ini apa?" tanya Reno."Spesial menu hari ini, fried rice terderloin steak with mozarella sauce kak," ujarnya."Rania mau?" tanya Reno padaku.
Seseorang Melamar RaniaPagi ini, kulihat ibu sibuk, berbagai macam bahan makanan tertata di dapur. Ayam, sayuran, telur, tahu, tempe, banyak sekali. Seperti akan kedatangan tamu saja.“Kok diem aja, Sayang, buruan mandi lalu bantu ibu,” perintah ibu padaku.“Baik, Bu,” jawabku dan segera berlalu ke kamar mandi lalu menunaikan salat subuh.Setelah melaksanakan kewajibanku, aku menemui ibu. “Hari ini akan ada tamu istimewa, bantu ibu ya, Sayang,” ucap ibu dengan lembut dan penuh kasih sayang.“Siap, Ibuku sayang,” balasku dengan sopan.Pagi ini kesibukanku diisi dengan membantu ibu memasak. Jadi aku putuskan untuk tidak berjualan kue hari ini. Kue setengah matang yang sudah kusiapkan, bisa kusuguhkan untuk tamu ibu saja. Siapa tahu mereka suka dan tertarik untuk memesan di kemudian hari.Tak
Bab 7Reno patah hatiShock, aku tak percaya, hatiku hancur. Semalam aku memang mengerjai Rania, dengan berpura-pura melamarnya. Karena sesungguhnya aku masih sangat mencintainya. Cinta yang kupendam sejak SMP, akan aku sampaikan jika Rania sudah lulus kuliah.Awalnya aku ingin melihat raut wajahnya saat aku melamarnya. Apakah dia akan marah atau tersipu malu? Ternyata nampak bahwa Rania tersipu malu. Jadi ada harapan bahwa sesungguhnya dia juga suka padaku. Mungkin hanya malu untuk mengungkapkan perasaannya. Memang dulu waktu SMP dia menolakku, pasti karena kami masih terlalu kecil.Rencananya hari ini akan kusampaikan pada ayah dan ibu bahwa aku menyukai Rania dan meminta mereka untuk meminangnya.Namun, semuanya terlambat. Ternyata Pakde Salim — kakak ayahku, terlebih dahulu telah meminang Rania untuk Alif, putranya.Ibu menyampaikan padaku, untuk
Bab 8Hari pernikahan Rania dan Mas AlifHari yang ditunggu akhirnya datang juga. Keluargaku dan keluarga Pakde Halim bersiap-siap untuk persiapan acara pertunangan di rumah Rania. Sebulan setelah hari kedatangan keluarga besarku ke rumah Rania, orang tuanya datang ke rumah kami, menyampaikan bahwa Rania menerima lamaran Mas Alif.Hari ini kulihat Mas Alif nampak bahagia, Pakde dan Budhe Halim nampak sibuk mempersiapkan semuanya. Setelah semua siap, kami segera berangkat ke rumah Rania, jalan kaki saja karena dekat, hanya berjarak tiga rumah.Semua nampak bahagia, tapi tidak denganku. Aku sudah berusaha menghapus rasa cintaku pada Rania. Namun tak semudah itu kenyataannya. Sepertinya aku tak ingin menghadiri acara pertunangan mereka, karena akan membuat luka semakin dalam di hatiku.Aku berusaha tetap tersenyum dan turut berbahagia, walau hatiku tidak. Karena aku tak ingin Mas Alif mengetahui
Bab 9Aku rindu RaniaGawaiku berdering, kulihat nama Rania disana. Ada apa Rania menghubungiku di malam hari? Bukankah seharusnya Rania dan Mas Alif sedang berbulan madu ke Bali? Aku coba mengabaikan sambungan telepon dari Rania, mungkin dia salah tekan nomer. Aku belum siap mendengar suaranya.Akhirnya dering gawaiku berhenti. Sudah kupastikan Rania salah sambung, dia pasti tidak menghubungi aku lagi. Aku melanjutkan tidurku, lelah setelah seharian menyelesaikan pekerjaan kantor, harus meeting dengan pimpinan pusat dan presentasi dengan salah satu klien. Aku segera memejamkan mataku, namun sebelumnya aku setel gawaiku mode diam, karena aku tak ingin diganggu malam ini, esok hari masih banyak berkas yang harus kuselesaikan juga.Tak terasa suara alarmku berbunyi, waktu menunjukkan pukul tiga dini hari. Segera kuraih gawaiku, kumatikan alarm tanpa melihat notifikasi yang masuk di layar benda pipih itu. Sudah menja
Bab 10Rahasia RaniaAku bisa merasakan cinta yang luar biasa bila bersamamu. Namun kini kau telah pergi menjauh, tak dapat kurasakan lagi cintamu. Mengapa aku tak bisa menghapus cinta ini? Mengapa hadirmu selalu menjadi bayang-bayangku?Rania, aku mencintaimu. Aku menyesal karena gagal mendapatkan cintamu. Seandainya kau tahu bahwa sampai detik ini rasa itu tetap ada dan tetap sama seperti awal kita bertemu.Bayang-bayang Rania terus menari di dalam pikuranku. Segera kupacu mobilku agar bisa sampai lebih cepat ke kantor, karena aku ingin segera menghubungiku Rania. Kenapa harus menunggu sampai kantor? Bukankah sekarang aku sedang sendiri? Aku bisa segera menghubunginya.Kutepikan mobil ke tempat yang aman lalu kuraih gawaiku dan menghubungi nomer Rania. Nada panggil tersambung, berkali-kali berbunyi, tapi tak ada sahutan dari seberang sana. Kenapa lama sekali Rania menerima teleponku, membuat
Bab 11Terungkapnya rahasia RaniaKami berjalan memasuki lift, setelah pintu terbuka. Kulihat Rania menekan tombol angka tiga. Aku masih bertanya-tanya, sakit apa Mas Alif hingga Rania memaksaku untuk datang kesini. Apa Mas Alif terbaring di rumah sakit ini?Pintu lift terbuka, Rania keluar terlebih dahulu, aku mengikutinya di belakang. Dekat dugaanku benar, karena sampai detik ini tak kulihat sosok Mas Alif. Kami duduk di sofa ruang tunggu, disana terdapat beberapa pintu, setiap pintu bertuliskan nama dokter dan gelarnya serta nama ruangannya.Kubaca salah satunya poli anak dr. Harjoedi Hadiningrat. Ada juga poli obgyn dr. Dewi Kumala Sari. Sekitar lima menit kami menunggu, kemudian seorang suster menghampiri kami.“Silahkan masuk Bu Rania, dokter Dewi sudah menunggu anda,” ucapnya.“Terima kasih mbak,” jawab Rania.Rania semak
Bab 12Awal kembalinya kebahagiaan RenoAlarmku berbunyi, menandakan pukul tiga pagi. Aku memulai rutinitasku, bergegas ke kamar mandi, membersihkan diri kemudian menunaikan sholat dan melanjutkan dengan lantunan bacaan Al-Qur'an. Tak lama kemudian adzan subuh berkumandang, segera kudirikan sholat subuh dan meminta petunjuk yang terbaik untuk jalan hidupku.Baru kuingat aku belum sempat melihat kiriman dari Mas Alif, kubuka aplikasi hijau, dan memeriksa nama Mas Alif, ada kiriman tangkapan layar berupa bukti transfer ke rekeningku, sebesar dua puluh juta rupiah. Alhamdulillah, terima kasih ya Allah, batinku.Akhirnya aku sampai juga di bandara Ngurah Rai, sebentar lagi aku cek in dan segera terbang ke kota tercinta menemui ayah, ibu dan si bawel Reni.“Reno, Reno, tunggu,” kudengar seseorang memanggil namaku dari kejauhan, ketika aku hendak memasuki pintu cek in bandara. Mungkin ak
Bab 22Siapa di ruang ICU?Gawai Reno berdering ketika sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit. Nama Rania tertera di layar. Reno segera menerima panggilan teleponnya dan hendak menyampaikan pada Rania bahwa dia belum bertemu dengan suaminya—Mas Alif.Rania berniat menyampaikan Bela sungkawa atas kepergian dokter Dewi, Rania juga menanyakan apakah Reno sudah bertemu dengan Mas Arif dan dia juga meminta maaf belum sempat untuk berangkat ke Bali karena Rania baru membaca informasi bahwa dokter Dewi telah meninggal setelah salat subuh tadi.Reno mengatakan bahwa dia belum bertemu dengan Mas Alif.Rania bertanya apakah sebaiknya dia berangkat ke Bali. Kemudian Reno menjelaskan jika ada waktu sebaiknya Rania berangkat ke Bali. Akhirnya dia memutuskan untuk segera memesan tiket dan menyusul berangkat ke Bali.Setelah sampai di rumah sakit, Reno segera mend
Bab 21Jasad siapa?Suster membuka perlahan pintu kamar jenazah. Dia menuntun Reno dan Pak Polisi mengikutinya.“Silahkan diperiksa Pak Reno, apakah anda mengenalinya?” kata suster rumah sakit pada Reno.“Baik, Bu,” jawab Reno dengan perasaan yang was-was.Bismillah, aku harus siap apapun yang terjadi batin Reno.Perlahan suster membuka kain yang menutup jenasah tersebut. Hanya dalam hitungan detik, Reno langsunh terkulai lemas. Sekujur tubuhnya seperti mati rasa. Dia ambruk, terduduk di lantai kamar jenasah. Suster segera menutup kembali kain putih yang tadi dibukanya.‘Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un,” Reno mengucapkannya dengan gemetar.Pak Polisi berusaha membimbing Reno untuk berdiri. Akhirnya Reno bisa bangkit lagi, kemudian suster mengarahkan Reno dan Pak Polisi untuk ber
Bab 20Reno menyelidiki kasus sampai ke rumah sakitReno menuju resepsionis dan menjelaskan semua kejadiannya, setelah sampai di Rumah Sakit.Pihak Rumah Sakit meminta identitas Reno dan mengambil fotonya kemudian dikirim pada polisi yang bertugas menyelidiki tentang kecelakaan ini.Pihak rumah sakit menjelaskan bahwa korban sopir taxi selamat namun sedang dirawat di ruang ICU karena kondisinya yang parah. Dua korban penumpang, yang satu tidak dapat diselamatkan dalam perjalanan menuju rumah sakit, sedangkan satu korban penumpang di ruang ICU juga.Reno berhasil mendapatkan informasi dimana korban ditempatkan.“Anda hendak melihat korban yang di ICU atau yang meninggal? Tanya Pak Polisi pada Reno.“Sebaiknya korban meninggal duluan, Pak,” ujar Reno.Seorang suster dan Pak polisi membawa Reno ke sebua
Bab 19Satu per satu fakta terungkapReno segera meninggalkan rumah setelah ojek yang dipesan datang menghampiri dan segera menuju losmen terdekat, karena dia tak mau boros jika harus menginap di hotel. Sungguh kekecewaan yang muncul di hatinya. Reno tak menyangka ini semua bisa terjadi.Satu-satunya orang yang telah memberinya kepercayaan penuh untuk menjalin hubungan pernikahan, tetapi mengapa malah menyakiti hatinya.Kecewa sudah pasti. Sekarang dia bingung harus bagaimana membuat keputusan. Apakah memberi kesempatan untuk Dokter Dewi memberikan penjelasan dan memaafkan semuanya asal mereka berjanji tidak akan melanjutkan hubungan terlarang mereka, atau berhenti disini saja?Rasanya tak sanggup Reno harus menjalani semuanya. Rania, tiba-tiba dia teringat akan Rania. Apa yang harus dijelaskan padanya? Atau sebaiknya diam saja dan berpura-pura tidak mengetahui peristiwa tragis yang barusan te
Bab 18Akhirnya bertemu dengan Dokter Dewi dan Mas AlifReno melajukan kendaraannya ke arah bandara. Setelah sampai di parkiran mobil, dia segera menuju ke maskapai penerbangan yang digunakan istrinya dan Mas Alif.“Selamat siang, Pak, ada yang bisa kami bantu?” tanya pegawai maskapai penerbangan tersebut.“Selamat siang, ada beberapa yang ingin saya tanyakan masalah penerbangan pagi ini,” jawab Reno.“Mari, Pak silahkan duduk dulu,” ujar pegawai itu.“Baik, Pak, perkenalkan nama saya Weni, silahkan dijelaskan lagi,” ujarnya.“Jadi begini, tadi pagi istri saya dan kakak saya pergi dengan tujuan ke Bali menggunakan maskapai penerbangan ini. Namun sampai siang ini, mereka tidak bisa saya hubungi. Nomer ponselnya masih belum aktif,” jelas Reno pada Bu weni.&ldq
Bab 17Rania kebingungan mencari Mas AlifAkhirnya dia berpikiran untuk menghubungi Rania, ketika mencari nama Rania di kontak teleponnya, ternyata ada panggilan masuk pada ponselnya dari Rania maka Reno langsung menggeser tombol hijau yang bergoyang-goyang.[Assalamu’alaikum, Reno, maaf sebelumnya apa saya bisa meminta tolong?]Belum sempat Reno berbicara, rania sudah menyapanya terlebih dahulu.[Wa’alaikumsalam iya, Rania apa yang bisa kubantu?]Reno terdiam sejenak, tidak langsung menceritakan bahwa Dokter Dewi dan Mas Alif tidak bisa dihubungi.[Kamu sekarang berada dimana?][Aku masih di kantor, baru selesai sholat][Maaf sebelumnya, apa Dokter Dewi sudah sampai Bali?]Aku tersentak mendengar pertanyaannya, belum satu pertanyaan aku jawab, dia sudah bertanya lagi.&n
Bab 16 Pov author Lebih baik kucoba mencoba menghubungi Mas Alif, mungkin dia sudah mengaktifkan ponselnya, pikir Reno. “Nomor yang anda tuju sedang berada di luar jangkauan,” jawaban yang sama dengan panggilan pada Dokter Dewi. Reno mencoba lagi memanggil nomer Mas Alif, ternyata masih saja jawaban yang sama yang diterima olehnya. Reno terduduk lemas di kursi kantin, apa yang terjadi pada istrinya dan Mas Alif? Ya Allah semoga mereka berdua baik-baik saja, Reno benar-benar gelisah memikirkan ini semua. Namun bisikan setan mengganggu pikirannya. Apakah mungkin Mas Alif dan Dokter Dewi memiliki hubungan spesial? Pikiran Reno menari-nari, apakah kini mereka sedang berduaan? Sehingga ponsel mereka dibiarkan mati. Mereka berpura-pura bertemu di bandara, padahal sesungguhnya sudah membuat janji untuk pergi bersama dan bebas melakukan apa saja di sana t
Bab 15 Musibah keluarga Reno Pov author Pernikahan Reno dan Dokter Dewi berjalan dengan lancar, sekitar jam dua sore para tamu sudah mulai pulang dari perhelatan yang sederhana ini tapi tetap sakral. Keluarga besar Reno kembali ke kamar hotel setelah selesai acara di ballroom hotel, kebetulan tempat acara pernikahan dan menginap berdekatan. Karena acara yang mendadak, Reno dan Dokter Dewi untuk sementara masih harus menjalani pernikahan jarak jauh, kalau kata anak jaman now LDR—long distance relationship. Besok Dokter Dewi ijin cuti satu minggu, karena akan menemani Reno ke Malang dan untuk mengadakan tasyakuran sederhana pernikahan mereka yang mengundang tetangga dan rekan kerja Reno. Alhamdulillah Pak Bos Reno ikut ke Bali, jadi dengan mudah Reno mendapatkan ijin untuk mengambil cuti dan keperluan lainnya, bahkan Pak Bos memberi kesempatan pada Reno untuk bulan madu satu minggu di B
Bab 14Pernikahan Dokter Dewi“Mohon maaf sekali kepada keluarga Reno. Maksud Dewi adalah dia menolak jika acara pertunangan diadakan esok hari. Sebaiknya acara pernikahan segera saja dilangsungkan, tidak perlu acara tunangan. Dewi trauma jika sudah bertunangan dan acara pernikahan ditunda, takut akan terjadi lagi hal yang tidak diinginkan. Jadi begitu maksud Dewi. Maaf atas kesalah pahaman ini. Bagaimana Nak Reno sekeluarga apa berkenan jika acara akad nikah disegerakan saja?” panjang lebar dijelaskan pamannya Dokter Dewi.Dokter Dewi hanya menunduk dan tersipu malu. Dalam hatiku mengucap syukur alhamdulillah, jadi juga acara melamarnya.“Alhamdulillah kalau begitu Pak, ciba kita tanyakan saja kepada Reno. Bagaimana, Nak?” tanya ayah padaku.Aku hanya mengganguk saja. Karena kasihan juga, Dokter Dewi sudah kehilangan ayah dan ibunya serta calon suami. Pasti dia sangat