Home / Romansa / Bidadari Spesial / Bab 2 (Ceo Vs Santriwati)

Share

Bab 2 (Ceo Vs Santriwati)

Waktu terus berjalan, satu minggu sudah Hilya berada di rumahnya, dan lima hari lagi adalah hari pernikahannya.

Tampak kesibukan di tengah-tengah rumah keluarga Hilya, rumah termewah yang ada di Desa Kemuning, sebuah desa yang tidak jauh dari pesisir pantai tempat Hilya dilahirkan.

Semilirnya angin sore hari di Desa Kemuning menjadikan saksi kegundahan hati Hilya. Gadis cantik itu masih diselimuti sejuta kesedihan dan kekecewaan, karena harus melepaskan impiannya untuk melanjutkan pendidikan S2 di negara tetangga.

"Hilya! Ada telepon!" seru Hajjah Halimah dengan membawa telepon genggam milik Hilya yang tergeletak di meja ruang keluarga.

Hilya yang saat itu berdiri di samping jendela kamarnya seketika keluar menuju suara yang memanggilnya.

Hilya segera meraih telepon dari tangan umminya dan mengangkat telepon tersebut.

"Assalamualaikum ustadz!"

Berlahan kaki Hilya melangkah menuju kamarnya saat menerima telepon tersebut.

Mata Hajjah Halimah tampak menaruh curiga pada sikap putrinya yang tidak berkenan menerima telepon tersebut di hadapannya.

Kaki Hajjah Halimah mulai melangkah menuju kamar putrinya, telinganya mulai mengembang berusaha mendengar percakapan putrinya dengan seorang laki-laki yang baru saja meneleponnya.

"Ummi! Kenapa berdiri di situ?" tanya Hilya yang tidak sengaja melihat umminya berdiri di balik pintu.

"Hmm..." Hajjah Haliman meringis. "Siapa yang menelepon kamu?" tanyanya kemudian sembari berjalan mendekati Hilya.

"Ustadz Ilyas," jawab Hilya singkat.

"Untuk apa menelepon kamu?"

"Menanyakan persiapan keberangkatan Hilya ke Sudan."

"Terus?"

"Ya Hilya bilang, kalau Hilya akan menikah dan harus melepaskan kesempatan beasiswa itu." Hilya mengatakannya dengan suara pelan sembari menunjukkan wajah penuh kesedihan.

"Oooh, ummi kira kalian bicara apa," sahut ummi Hilya dengan tersenyum lega.

"Memang ummi berfikir apa?"

"Ummi takut kamu mencintai laki-laki lain dan berfikir untuk lari dari pernikahan yang telah abah dan ummi siapkan."

"Masya Allah ummi, kenapa ummi berfikir Hilya serendah itu, sekecewa apapun hati Hilya, Hilya tidak mungkin mempermalukan abah dan ummi."

"Iya ummi percaya," sahut Hajja Halimah dengan meraih jari jemari putrinya dan mengajaknya duduk di ranjang. "Ummi bahagia kamu tidak ada hubungan apapun dengan Ustadz Ilyas."

"Maksud ummi?"

Kedua alis Hilya seketika menyatu.

"Ustadz Ilyas itu dosen Hilya di pesantren ummi, dia sudah punya istri, dan punya lima orang anak, usianya juga seumuran abah, jadi mana mungkin Hilya punya hubungan dengan ustadz Ilyas."

Hilya sedikit meninggikan suara saat menjelaskan siapa sebenarnya ustadz Ilyas pada umminya.

"Oooh, maaf ya! Ummi sudah salah sangka!" sahut umminya kemudian. "Maafkan ummi ya Nak!" lanjutnya.

"Mmm..." Hilya mengangguk dengan wajah masih ditekuk.

"Nak, jujur ummi sangat bahagia, ternyata tidak ada laki-laki di hati kamu," kata Hajjah Halimah dengan merangkul putrinya.

"Ada ummi?"

"Siapa?"

"Abah," jawab Hilya dengan senyum menggoda umminya.

"Kamu ini." Hajjah Halimah seketika menepuk lengan Hilya. "Sudah, sekarang kamu mandi, dandan yang cantik! Karena calon suami kamu akan datang sore ini," kata Hajjah Halimah kemudian.

Seketika Hilya terdiam. Senyum yang baru saja tergerai diwajahnya tiba-tiba memudar. Sepertinya dia kembali dirundung kesedihan.

"Hilya, percayalah sama abah dan ummi, abah dan ummi tidak mungkin salah memilihkan jodoh untuk kamu. Laki-laki yang bernama Setya itu sangat tampan. Yang ummi dengar dia adalah pengusaha besar. Keren kan calon suami kamu itu," kata Hajjah Halimah dengan merangkul tubuh putrinya lagi. "Sudah sana mandi! Ummi yakin setelah bertemu dengan calon suami kamu nanti, kamu pasti akan jatuh cinta padanya," ucap Hajjah Halimah sembari beranjak pergi keluar dari kamar Hilya.

Hilya menghelan nafas panjang setelah wanita berusia empat puluh dua tahun itu keluar dari kamarnya.

Ada rasa penasaran dalam hati Hilya terhadap calon suaminya tersebut. Segera dia membersihkan diri di kamar mandi, dan setelah itu dia duduk di meja belajarnya memulai  mengotak atik laptopnya. Hilya berfikir jika laki-laki yang umminya sebutkan itu adalah seorang pengusaha besar, pasti nama dan gambarnya akan mudah dia temukan di media sosial.

Dan akhirnya setelah beberapa menit berkonsentrasi di depan laptop, Hilya menemukan sebuah jawaban.

"Agung Satya Adiwijaya pemilik Agung Wijaya group, salah satu pengusaha muda sukses, diusianya yang ke 28 tahun dia telah..." Hilya membaca sebuah artikel yang dia lansir dari majalah bisnis di aplikasi g****e yang ada di laptopnya. Hilya berfikir apa mungkin laki-laki tersebut yang akan menjadi calon suaminya.

"Setya? Apa laki-laki ini yang dimaksud ummi? Sepertinya tidak mungkin, laki-laki ini eksekutif muda dan tinggal di ibu kota, mana mungkin dia melamar gadis yang berasal dari pedesaan yang sangat jauh dari kota besar."

Hilya mulai bertanya dan menjawab sendiri rasa penasaran yang ada di hatinya.

"Hilya!"

Tiba-tiba terdengar suara Hajjah Halimah memecah lamunan Hilya.

"Iya ummi." Seketika Hilya menutup laptopnya saat wanita tersebut masuk ke dalam kamar Hilya.

"Ayo cepat calon suamimu sudah datang!" kata wanita itu.

"Mmm..." Hilya mengangguk sembari tersenyum.

Hilya pun segera merapikan jilbab yang dia kenakan, jilbab syar'i warna toska yang tampak senada dengan gamis yang dia kenakan.

"Cantik sekali putri ummi!" puji Hajjah Halimah dengan memandangi wajah cantik putrinya di depan cermin.

Hilya gadis berkulit putih bersih dengan tinggi seratus lima puluh sembilan centimeter ini menang tampak cantik mengenakan pakaian dengan warna apapun.

Bersambung

Waktu terus berjalan, satu minggu sudah Hilya berada di rumahnya, dan lima hari lagi adalah hari pernikahannya.

Tampak kesibukan di tengah-tengah rumah keluarga Hilya, rumah termewah yang ada di Desa Kemuning, sebuah desa yang tidak jauh dari pesisir pantai tempat Hilya dilahirkan.

Semilirnya angin sore hari di Desa Kemuning menjadikan saksi kegundahan hati Hilya. Gadis cantik itu masih diselimuti sejuta kesedihan dan kekecewaan, karena harus melepaskan impiannya untuk melanjutkan pendidikan S2 di negara tetangga.

"Hilya! Ada telepon!" seru Hajjah Halimah dengan membawa telepon genggam milik Hilya yang tergeletak di meja ruang keluarga.

Hilya yang saat itu berdiri di samping jendela kamarnya seketika keluar menuju suara yang memanggilnya.

Hilya segera meraih telepon dari tangan umminya dan mengangkat telepon tersebut.

"Assalamualaikum ustadz!"

Berlahan kaki Hilya melangkah menuju kamarnya saat menerima telepon tersebut.

Mata Hajjah Halimah tampak menaruh curiga pada sikap putrinya yang tidak berkenan menerima telepon tersebut di hadapannya.

Kaki Hajjah Halimah mulai melangkah menuju kamar putrinya, telinganya mulai mengembang berusaha mendengar percakapan putrinya dengan seorang laki-laki yang baru saja meneleponnya.

"Ummi! Kenapa berdiri di situ?" tanya Hilya yang tidak sengaja melihat umminya berdiri di balik pintu.

"Hmm..." Hajjah Haliman meringis. "Siapa yang menelepon kamu?" tanyanya kemudian sembari berjalan mendekati Hilya.

"Ustadz Ilyas," jawab Hilya singkat.

"Untuk apa menelepon kamu?"

"Menanyakan persiapan keberangkatan Hilya ke Sudan."

"Terus?"

"Ya Hilya bilang, kalau Hilya akan menikah dan harus melepaskan kesempatan beasiswa itu." Hilya mengatakannya dengan suara pelan sembari menunjukkan wajah penuh kesedihan.

"Oooh, ummi kira kalian bicara apa," sahut ummi Hilya dengan tersenyum lega.

"Memang ummi berfikir apa?"

"Ummi takut kamu mencintai laki-laki lain dan berfikir untuk lari dari pernikahan yang telah abah dan ummi siapkan."

"Masya Allah ummi, kenapa ummi berfikir Hilya serendah itu, sekecewa apapun hati Hilya, Hilya tidak mungkin mempermalukan abah dan ummi."

"Iya ummi percaya," sahut Hajja Halimah dengan meraih jari jemari putrinya dan mengajaknya duduk di ranjang. "Ummi bahagia kamu tidak ada hubungan apapun dengan Ustadz Ilyas."

"Maksud ummi?"

Kedua alis Hilya seketika menyatu.

"Ustadz Ilyas itu dosen Hilya di pesantren ummi, dia sudah punya istri, dan punya lima orang anak, usianya juga seumuran abah, jadi mana mungkin Hilya punya hubungan dengan ustadz Ilyas."

Hilya sedikit meninggikan suara saat menjelaskan siapa sebenarnya ustadz Ilyas pada umminya.

"Oooh, maaf ya! Ummi sudah salah sangka!" sahut umminya kemudian. "Maafkan ummi ya Nak!" lanjutnya.

"Mmm..." Hilya mengangguk dengan wajah masih ditekuk.

"Nak, jujur ummi sangat bahagia, ternyata tidak ada laki-laki di hati kamu," kata Hajjah Halimah dengan merangkul putrinya.

"Ada ummi?"

"Siapa?"

"Abah," jawab Hilya dengan senyum menggoda umminya.

"Kamu ini." Hajjah Halimah seketika menepuk lengan Hilya. "Sudah, sekarang kamu mandi, dandan yang cantik! Karena calon suami kamu akan datang sore ini," kata Hajjah Halimah kemudian.

Seketika Hilya terdiam. Senyum yang baru saja tergerai diwajahnya tiba-tiba memudar. Sepertinya dia kembali dirundung kesedihan.

"Hilya, percayalah sama abah dan ummi, abah dan ummi tidak mungkin salah memilihkan jodoh untuk kamu. Laki-laki yang bernama Setya itu sangat tampan. Yang ummi dengar dia adalah pengusaha besar. Keren kan calon suami kamu itu," kata Hajjah Halimah dengan merangkul tubuh putrinya lagi. "Sudah sana mandi! Ummi yakin setelah bertemu dengan calon suami kamu nanti, kamu pasti akan jatuh cinta padanya," ucap Hajjah Halimah sembari beranjak pergi keluar dari kamar Hilya.

Hilya menghelan nafas panjang setelah wanita berusia empat puluh dua tahun itu keluar dari kamarnya.

Ada rasa penasaran dalam hati Hilya terhadap calon suaminya tersebut. Segera dia membersihkan diri di kamar mandi, dan setelah itu dia duduk di meja belajarnya memulai  mengotak atik laptopnya. Hilya berfikir jika laki-laki yang umminya sebutkan itu adalah seorang pengusaha besar, pasti nama dan gambarnya akan mudah dia temukan di media sosial.

Dan akhirnya setelah beberapa menit berkonsentrasi di depan laptop, Hilya menemukan sebuah jawaban.

"Agung Satya Adiwijaya pemilik Agung Wijaya group, salah satu pengusaha muda sukses, diusianya yang ke 28 tahun dia telah..." Hilya membaca sebuah artikel yang dia lansir dari majalah bisnis di aplikasi g****e yang ada di laptopnya. Hilya berfikir apa mungkin laki-laki tersebut yang akan menjadi calon suaminya.

"Setya? Apa laki-laki ini yang dimaksud ummi? Sepertinya tidak mungkin, laki-laki ini eksekutif muda dan tinggal di ibu kota, mana mungkin dia melamar gadis yang berasal dari pedesaan yang sangat jauh dari kota besar."

Hilya mulai bertanya dan menjawab sendiri rasa penasaran yang ada di hatinya.

"Hilya!"

Tiba-tiba terdengar suara Hajjah Halimah memecah lamunan Hilya.

"Iya ummi." Seketika Hilya menutup laptopnya saat wanita tersebut masuk ke dalam kamar Hilya.

"Ayo cepat calon suamimu sudah datang!" kata wanita itu.

"Mmm..." Hilya mengangguk sembari tersenyum.

Hilya pun segera merapikan jilbab yang dia kenakan, jilbab syar'i warna toska yang tampak senada dengan gamis yang dia kenakan.

"Cantik sekali putri ummi!" puji Hajjah Halimah dengan memandangi wajah cantik putrinya di depan cermin.

Hilya gadis berkulit putih bersih dengan tinggi seratus lima puluh sembilan centimeter ini menang tampak cantik mengenakan pakaian dengan warna apapun.

Bersambung

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Vyrza Vyrza
ak suka critany
goodnovel comment avatar
Vyrza Vyrza
knp ad pengulangan crita dibawah kt bersmbung
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status