Pagi ini di ruang kerja Satya.
"Aku dengar kemarin kamu mengunjungi Hilya?" tanya seorang pria yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan itu.
"Iya," jawab Satya dengan tetap berkonsentrasi pada file yang ada di hadapannya. "Aku katakan pada gadis itu kalau aku akan jarang menemuinya, karena proyekku di luar kota belum selesai," tambah Satya.
"Bagaimana? Apa kamu merasakan sesuatu setelah bertemu dengannya?"
"Tidak, tidak ada yang berbeda dari diriku," sahut Satya seraya menutup map file yang sudah dia pelajari. "O, ya. Ayo kita pergi sekarang!" Ajak pria itu kemudian pada sahabatnya.
Akhirnya mereka berdua pun pergi bersama dalam satu mobil. Tidak ada yang mereka bicarakan saat di dalam mobil, hingga kemudian sampailah mereka di sebuah tanah kosong yang ada di persimpangan jalan utama sebuah perumahan elite.
"Aku sudah temukan lokasi yang bagus untuk pembangunan Beutik Clarissa. Bagaimana menurutmu?" tanya pria itu pada sahabatnya saat memarkir
Waktu sudah menunjukkan pukul delapan belas tiga puluh menit, Satya mulai turun dari gedung lantai tujuh kantornya.Dia berjalan menuju area parkir setelah sampai di lobby kantor.Dibukanya pintu mobil mewah warna sonic silver.Masih terlihat kegelisahan di wajah Satya. Pria itu tampak cemas ketika menyetir mobilnya, sesekali dia membuang nafas keras. Hingga kemudian dia membalikkan arah mobilnya, setelah sampai di persimpangan jalan.Ternyata pria ini memutar arah mobilnya menuju apartemen miliknya yang ditempati Hilya.Tiga puluh menit kemudian mobil pria ini pun telah sampai di sana. Dengan langkah ragu pria ini berjalan menuju apartemen."Kreek!!"Dia membuka pintu apartemen dengan pelan.Suasana apartemen itu tampak sepi. Mata Satya mulai menyelidik ketika wanita yang biasa menyambutnya dengan salam di tempat itu tidak dia jumpai.Pikirannya mulai cemas, pikirannya mulai menerka-nerka tentang hal buruk yang terjadi
Pagi itu Satya tampak termenung di depan jendela ruang kerjanya. Seperti biasa dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celananya, pria tampan itu terlihat berdiri menatap hamparan langit dan awan putih yang terlihat indah di balik jendela kaca."Kenapa kamu?" tanya Dirga yang tiba-tiba masuk ke dalam ruang kerjanya.Seketika Satya menoleh ke arah pria itu."Syukur kamu datang, aku memang ingin bicara denganmu," kata Satya."Apa ini soal pembangunan beutik Clarissa?""Tidak," jawab Satya dengan melangkah ke kursinya untuk duduk."Lalu?""Duduklah dulu!"Satya mempersilahkan temannya tersebut untuk duduk."Ada masalah apa?" tanya Dirga penasaran."Mmm... Aku sudah putuskan, untuk tidak menemui Hilya sampai tuntutan perceraianku dilayangkan. Saat ini pernikahanku sudah memasuki dua bulan. Tinggal dua atau tiga bulan lagi tuntutan ceraiku akan dilayangkan. Jadi, selama dua atau tiga bulan ini aku tidak akan menem
Malam semakin larut. Suasana di tempat hiburan malam itu semakin ramai. apalagi ketika pukul dua puluh tiga malam, diskotik mulai dibuka di tempat hiburan itu, suara dentuman musik yang dimainkan oleh DJ cukup membuat pecah seisi ruangan.Suara musik saling bertabrakan. Ada yang menyanyi di room-room karaoke, dan ada juga yang berjoged di diskotik tempat hiburan malam ini."Satya, jangan terlalu banyak minum! Ingat kamu tidak biasa minum banyak!" bisik Dirga saat sahabatnya itu berulang-ulang meneguk gelas yang berisi minuman keras.Sepertinya Satya tidak mendengarkan nasehat Dirga. Pria itu benar-benar lepas kendali hingga dia mengalami mabuk berat malam ini.Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Dirga segera berpamitan pada Mr. Jhonson untuk undur diri.Dipapahnya seorang pria yang berjalan sempoyongan itu keluar dari area klub malam menuju tempat parkir mobil."Aku bahagia, aku bahagia!" teriak Satya saat berada di
Subuh pun menjelang. Hilya mulai membersihkan diri di kamar mandi karena dia hendak melaksanakan ibadah sholat subuh.Setelah hampir tiga puluh menit di kamar mandi Hilya mulai keluar."Kreek!!" Hilya membuka pintu kamar mandi dengan pelan.Berlahan dia melangkah keluar."Ya Tuhan! sakit sekali kepalaku," gumam Satya yang baru saja terjaga dari tidurnya.Pria itu terlihat memijit-mijit kepalanya dengan tangan kanannya."Hilya?"Satya tercengang ketika menoleh ke arah Hilya yang baru keluar dari kamar mandi.Ditatapnya dengan seksama wajah wanita yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan rambut basah tergerai.Satya mulai berfikir dan mengingat-ingat apa yang sudah dilakukannya kepada Hilya beberapa jam yang lalu."Apa yang aku lakukan padamu?" tanya pria yang belum mengenakan sehelai pakaian itu dengan menatap tajam mata Hilya.Hilya bergeming tidak menjawab pertanyaan suaminya.Seketika Satya me
Satya terlihat cemas dan gelisah saat mendengar ungkapan Dirga yang akan melakukan visum kepada Hilya."Dirga?"Terdengar suara lirih Satya memanggil pria yang hendak meninggalkan ruangannya itu."Ya. Apa?""Mmm... Aku... Aku, aku sudah melakukan sebuah kesalahan.""Maksudmu?""Aku tidak sengaja melakukannya. Aku dalam pengaruh alkohol malam itu. Aku tidak sengaja melakukan semuanya pada Hilya," jelas Satya dengan suara gemetar."Maksudmu, kamu sudah?....""Ya, aku sudah menggauli gadis itu," ucap Satya dengan suara lirih.Pria itu tampak lemas setelah menjelaskan semuanya pada Dirga."Hmmmh!!"Dirga membuang nafasnya keras. Pria yang semula hendak keluar dari ruang kerja sahabatnya itu, kini mengurungkan niatnya."Lalu bagaimana?" tanya Dirga kemudian."Mmm... Aku sudah pikirkan semuanya. Aku harus segera mengakhiri pernikahan konyol ini. Aku sudah tidak memperdulikan resikonya. Aku tetap aka
Hilya berjalan menyusuri jalanan ibu kota setelah keluar dari apartemen milik Satya.Air matanya terus mengalir."Ummi, Abah!" ucapnya lirih sembari menyeka air matanya yang tidak berhenti mengalir.Wanita itu terus berjalan, hampir setengah hari dia berjalan, hingga akhirnya dia berhenti di sebuah halte.Hilya duduk dan beristirahat di kursi halte yang membujur panjang. Hatinya masih diselimuti kesedihan. Dia duduk membungkuk dengan menutup kedua matanya. Terlihat wanita itu masih terisak tangis. Dan setelah beberapa menit kemudian baru dia mulai menegakkan kepalanya."Bagaimana aku bisa pulang, aku tidak memiliki uang sepeserpun," kata wanita itu dalam hati. "Ya Allah, beri aku jalan!" ucapnya lirih dengan meremas-remas jari jemarinya.Hilya mulai merasakan sesuatu yang menempel di salah-satu jarinya."Ya Allah... Cincin ini. Iya, aku bisa menjual cincin ini," ucap Hilya dengan memperhatikan cincin pernikahan yang melingkar di jari
Beberapa menit kemudian mobil dokter Melvina sudah terparkir di halaman klinik itu."Assalamualaikum dokter, selamat pagi!" sapa beberapa perawat di klinik pada dokter cantik yang mengenakan hijab itu."Waalaikum salam," sahutnya dengan tersenyum ramah.Setelah itu dokter Melvina terlihat menuju ruang kerjanya."Suster Maya!" dokter Melvina memanggil salah seorang perawat yang menangani Hilya. "Bagaimana keadaan gadis itu?""Sudah lebih baik dokter. Ini berkas-berkas laporan kesehatan pasien!" kata perawat itu dengan menyerahkan map kepada dokter Melvina."Okey, terimakasih!"Setelah itu dokter Melvina mulai mempelajari berkas yang diserahkan oleh salah seorang perawat di kliniknya. Dan kemudian dia mulai beranjak dari tempat duduknya menghampiri kamar rawat Hilya."Assalamualaikum!" ucap dokter Melvina saat masuk ke kamar Hilya."Waalaikum salam," jawab Hilya dengan tersenyum."Saya periksa dulu ya!" kata dokter
Terasa tangan lembut seorang wanita menyentuh pundak Hilya."Dokter!" gumam Hilya saat menoleh ke arah wanita tersebut. "Ini handphone dokter!" kata Hilya kemudian dengan menjulurkan handphone kepada dokter Melvina."Ada apa?" tanya dokter Melvina dengan kembali duduk di kursi yang ada disebelah kanan bad Hilya."Tidak ada apa-apa," jawab Hilya lirih dengan mengalihkan pandangannya dari dokter Melvina. Menatap ke depan dengan tatapan mata kosong."Jika kamu butuh teman untuk bercerita, kamu bisa ceritakan semuanya padaku!" kata dokter Melvina lembut.Hilya menoleh ke arah dokter Melvina seraya tersenyum. Kepalanya mengangguk-angguk."Istirahatlah! Aku keluar dulu!" kata dokter Melvina seraya beranjak pergi."Dokter!" seru Hilya kemudian. "Jika aku bercerita kepada dokter, apakah dokter akan percaya padaku?"Hilya menatap dokter Melvina dengan mata berkaca-kaca."Mmm..."Dokter Melvina menoleh sembari tersenyum den