Share

TIGA

Author: Titik Imaji
last update Last Updated: 2021-03-25 16:35:22

Seorang pria yang memakai jersey berwarna navy dan bawahan jogger pants, sedang berdiri di depan pintu rumah bercat putih dengan menenteng kresek yang berisi dua porsi bubur ayam. Siapa lagi kalau bukan Biantara, orang yang baru saja direpotkan si pemilik rumah ini.

TING! TONG!

Bel rumah telah dipencet oleh Bian berulang kali, tetapi masih tidak ada jawaban. Tidak menyerah, Bian mengulang hal yang sama. Sebenarnya dia bisa saja langsung masuk, karena tahu rumah ini tidak akan terkunci di hari minggu. Namun, ia tetap menghargai si pemilik rumah dan tidak bertindak semaunya secara tidak sopan. Akhirnya dia menyerah dan merogoh sakunya untuk mengambil benda pipih di sana. Lelaki itu lantas mencari kontak Misell dan menekan tombol calling.

"Halo? Kenapa? Mau minta maaf?" balas Misell di seberang sana. Dilihat dari intonasi bicaranya dia masih marah pada Bian.

"Eh, kalau mau marah nanti aja, sekarang mending kamu buruan turun terus bukain pintu, capek tahu dari tadi pencet bel nggak ada yang bukain."

"Hah, demi apa? Iya bentar, aku lupa tadi Mama pamit ke Klub Buku, terus Papa nganter Mama. Jadi aku kira udah ada yang bukain di bawah. WAITT!!" kata Misell sembari bangkit dari tempat tidurnya dan berlari menuruni tangga untuk membukakan Bian pintu.

"Bodo amat!" ucap Bian di waktu bersamaan dengan terbukanya pintu.

Tatapan Misell beralih pada kantong kresek yang Bian pegang. Setelah tatapannya semakin mendekat, dan sadar itu adalah bubur ayam kesukaannya, ia pun langsung berteriak. "BIANNN!! Ini bubur ayam, ‘kan? Buat aku? Baik banget, sih, kamu!" kata Misell dengan wajah yang berbinar.

"Seneng, sih, seneng Sell, tapi jangan teriak gitu juga dong. Mending, sekarang suruh aku masuk dulu. Pegel, nih.”

Misell lantas terkekeh mendengar keluhan Bian yang sudah lama berdiri di depan pintu. "Silakan masuk, Biantara-ku," kata Misell mempersilahkan Bian masuk dan melenggang ke dalam rumah terlebih dahulu.

Misell berlari menuju dapur untuk mengambil minuman. Seperti biasa dalam sekejap bubur ayam itu sudah pindah posisi ke perut mereka berdua.

"Ah, kenyang!" ucap Misell sembari mengelus perutnya. “Padahal aku tadi udah makan nasi goreng, tapi gara-gara sayang lihat bubur ayam dianggurin, mending makan lagi.”

"Gimana mau diet, kalau masih sepagi ini kamu udah makan dua kali. Nih lihat, pipi kamu udah mau meletus," kata Bian sambil mencubit pipi Misell.

"Ish, ngeselin! Eh, Bi, maraton film, yuk! Aku bingung banget hari Minggu gini nggak tahu mau ngapain," ajak Misell pada Bian.

"Tumben kamu bingung mau ngapain, biasanya juga udah niatin diri buat tidur seharian," ejek Bian.

"Dipikir-pikir capek juga tidur seharian padahal nggak ngapa-ngapain. Mau nggak?" ajak Misell sekali lagi.

"Sorry banget nih Sell, aku habis ini juga harus balik. Nanti jam sepuluh, aku udah ada janji," jawab Bian dengan nada yang menyesal.

"Janji sama siapa? Pacar kamu baru, ya? Ngaku kamu!" tanya Misell pada Bian dengan tatapan tajamnya yang ia harap bisa membuat Bian mengaku.

"Bukan pacar Sell ... serius, deh," elak Bian.

"Terus apaan? Masih gebetan? Bentar lagi juga pasti jadian."

"Nih anak, bukannya dengerin dulu udah main potong aja. Kalaupun aku punya pacar, pasti juga cerita ke kamu, lah. Aku nanti mau nganter Rian ke toko buku, sekalian mau cari komik.” Bian terkekeh sekilas. “Mau nitip?"

Rian adalah adik Bian. Bian adalah tipikal cowok sabar dan penyayang. Apapun kesulitan yang dialami Rian, Bian akan selalu membantu. Mulai dari membantu mengerjakan PR hingga mengantar jemput Rian ke sekolah. Tak jarang juga, Misell harus berangkat ke sekolah sendiri gara-gara Bian harus mengantar Rian ke sekolah, saat Papanya ada dinas di luar kota. Misell pun memahami keadaan itu. Dia sadar bahwa keluarga adalah nomor satu.

Namun, berbeda lagi jika Bian sedang dekat dengan cewek lain, Misell akan selalu ingin tahu dan semakin manja ke Bian. Rasanya ia tidak rela bila ada perempuan lain yang dekat dengan Bian, selain dirinya dan Tante Mila.

"Aku nggak mau nitip, tapi maunya ikut," kata Misell dengan ekspresi andalannya, berharap Bian akan menuruti kemauannya.

Bian berpikir sejenak kemudian menjawab ucapan Misell. "Oke boleh, tapi berangkat sendiri ya? Langsung ketemu di sana, gimana?"

"Nggak jadi deh, aku mau maraton film aja," ucap Misell pada akhirnya. Gadis itu sebenarnya sudah menduga, jika harus berangkat ke sana sendirian. Namun setelah dipikir-pikir, sayang juga jika harus merogoh uang saku mingguannya demi memesan ojek online pulang pergi.

"Ya udah, aku pamit pulang dulu ya Sell. Bye!"

"Bye! Hati-hati Bian. Nggak usah aku anter ke depan, ya. Udah gede, kan?” Misell terlihat malas-malasan duduk di sofa sembari memasang senyum jailnya.

"Biasanya juga aku pulang-pulang sendiri. Dah!"

Saat Bian pergi, tanpa disadari Misell mengulas senyum karena perlakuan Bian kepadanya. Gadis itu berharap Bian tidak akan pernah menghilang, karena menghilangnya Bian akan mampu membuatnya kehilangan semangat yang selama ini ia dapatkan dari Bian.

*****

Jam sudah menunjukkan pukul satu siang. Niat awal Misell maraton film, ia ubah dengan maraton drama Korea, karena ia telah teracuni Salsa yang setiap harinya bercerita soal drama yang ia tonton. Misell sudah menghabiskan empat episode, terhitung sejak Bian meninggalkan rumahnya pagi tadi. Drama Korea yang diperankan oleh Lee Min-ho tersebut, seakan menjadi magnet bagi Misell, untuk tetap di tempatnya menikmati alur cerita dari setiap episodenya.

Misell merutuki dirinya sendiri, mengapa baru sekarang dia sadar jika menonton drama Korea adalah hal yang paling seru saat ingin me time seperti dirinya sekarang ini. Ia yakin, besok saat di sekolah, ia akan diejek habis-habisan oleh Salsa karena selama ini telah meremehkan drama Korea.

"Misell, Mama pulang!" teriak Wulan—Mama Misell saat baru saja pulang dari Klub Buku.

Mama Misell sangat suka membaca buku dan hal-hal berbau sastra. Pada awalnya Wulan menemukan info itu dari instagram. Kemudian, tanpa pikir panjang ia langsung menghubungi contact person yang ada dan memantapkan hatinya untuk bergabung di Klub Buku tersebut. Kegiatannya selalu diadakan setiap hari Minggu. Bagi Misell dan papanya, hal tersebut tidak menjadi masalah dan mereka mendukung hobi Wulan itu.

"Ma, Misell laper," keluh misell kepada mamanya padahal dia sudah makan dua kali hari ini.

"Nih, Papa belikan ayam bakar. Yuk, makan! Drama Koreanya lanjut nanti lagi," kata Papanya yang baru saja masuk ke rumah setelah memasukkan mobilnya ke dalam garasi.

Mereka bertiga, menuju ruang makan untuk menikmati makan siangnya. Selain ia bisa melakukan me time, yang Misell sukai dari hari Minggu adalah adanya kebersamaan dengan keluarga yang berharga dan tidak dapat tergantikan oleh apa pun.

*****

Setelah makan siang tadi, Misell kembali ke kamarnya. Ia berniat untuk melanjutkan kembali aktivitasnya menonton drama Korea, yang menjadi favoritnya sejak pagi tadi. Namun kali ini, ia memilih untuk menontonnya lewat handphone-nya, supaya lebih nyaman dan bisa tiduran di kasur kesayangannya.

Saat di pertengahan cerita, tiba-tiba saja ada pop up notifikasi instagram yang muncul. Notifikasi itu membuat Misell menutup drama Koreanya dan beralih ke aplikasi instagram. Misell bingung karena ia merasa tidak update post atau snapgram selama dua hari ini. Setelah ia membuka DM, ia mengernyit saat mendapatkan DM dari orang yang tidak ia kenal, tetapi namanya terasa familiar.

gerald.alvaro

Hallo Misell, ini gue Gerald anak IPA-3. Mau minta pendapatnya soal project angkatan kita, boleh? atau jika bersedia mau nggak kalau lo, gue jadiin wakilnya?

Setelah membukanya, Misell tahu jika pesan itu dari Gerald Alvaro--anak IPA-3 yang dulu menjadi pemain futsal andalan di SMA-nya. Misell mengetahuinya, karena dulu Bian yang menjadi kapten tim futsal. Tak jarang ia mendengar, bahwa Gerald adalah anggota tim yang paling bisa diandalkan.

Sejenak Misell terdiam melihat pesan tersebut, sejak kapan seorang pemain futsal peduli dengan project angkatan kelas dua belas? Selama ini yang memegang project tersebut adalah dari anak-anak yang pernah menjadi OSIS. Dengan ragu, Misell akhirnya membalas DM tersebut.

misellialya

Halo Gerald, iya boleh. Ada rencana apa memangnya?

gerald.alvaro

Masih gambaran kasarnya aja sih sell. Jadi, ini gue baru nyari-nyari orang yang bisa gue percaya buat dijadiin penanggung jawab project angkatan ini. Kalo udah ketemu orang-orangnya bakal aku kabarin lagi buat dibahas lebih detailnya lagi

misellialya

Oh gitu ya? Oke deh gue siap. Thank you ya ger atas kepercayaannya hehe

gerald.alvaro

Ur welcome Sell. Karena gue percaya sama lo walaupun kita belum kenal deket, gue harap setelah ini kita bisa akrab supaya acaranya juga sukses :)

Kalimat balasan Gerald, menjadi penutup DM-nya sore itu. Misell senang bisa tergabung kembali di acara sekolah, karena adanya partisipasinya dalam acara sekolah membuatnya tidak susah-susah mencari cara supaya dirinya tidak jenuh dan bosan. Ya.. walaupun, sebenarnya tetap ada Bian yang selalu menemaninya, tapi bukan berarti Bian akan terus bersedia di sampingnya. Hidup Bian tidak melulu soal Misell, adakalanya ia melakukan kehidupannya yang lain seperti saat ini.

*****

Jam menunjukkan pukul sembilan malam, Misell baru saja menyelesaikan PR Kimia yang harus dikumpulkan besok. Walaupun dia terlihat ogah-ogahan beraktivitas seharian ini, tapi ia tidak akan melewatkan PRnya itu. Bukan apa-apa, ia tidak mau citra baiknya sebagai murid Kimia terbaik di SMA Pelita, hilang begitu saja. Usaha yang ia lakukan selama ini untuk merayu Bu Indah, guru Kimia yang terkenal killer juga akan sia-sia, jika dia tidak mengerjakan PR.

Sebelum tidur, Misell pun meraih handphone-nya yang ada di nakas dan mencari nama seseorang untuk ia telepon. Nada sambung berbunyi beberapa saat, menandakan jika telepon telah terhubung.

"Hallo Sell? Kenapa?" ucap Bian di seberang sana.

Misell sudah sangat hafal dengan suara itu. "Nggak apa-apa, Hehe. Sibuk nggak, Bi?"

"Nggak kok, mau curhat?" tanya Bian seolah paham betul kebiasaan Misell.

"Bukan Bi, lagi nggak ada yang pengen aku curhatin."

"Terus kenapa?" tanya Bian dengan suaranya yang kian melirih.

"Kangen. Hehe.”

"Dih, tumben-tumbenan. Baru berapa jam nggak ketemu udah ngomong kangen. Iya, Iya, tahu Sell, besok mau minta dijemput kan?"

Misell yang mendengarnya, tersenyum lebar karena Bian paham apa yang dia maksud. "Yap! Tepat sasaran. Bener banget! Jangan lupa ya, Bi."

"Iya, nggak bakalan lupa," kata Bian pada Misell

"Sip, thank you Biantara," ujar Misell bersemangat.

"Oke. By the way, Sell, Aku juga kangen kamu," ucap Bian di seberang sana dengan suara lirih, tetapi Misell tetap bisa mendengarnya dengan jelas.

Misell pun tersenyum dengan ucapan sederhana dari mulut Bian itu. Susah payah, ia tetap berusaha mengucapkan kalimat terakhir sebelum menutup teleponnya.

"Night Bi, semoga mimpi indah." Misell memilih mengucapkan selamat malam, untuk segera mengakhiri percakapannya kali ini.

"Night, jangan mimpi jadi gurita lagi ya Sell," ucap Bian pada Misell.

Misell pun segera menutup teleponnya, karena ia tidak tahan lagi dengan ucapan Bian. Entah sejak kapan perasaan ini muncul, ketika Bian mengucapkan kalimat omong kosong seperti itu. Misell memejamkan matanya dan tertidur dalam keadaan bibir yang tetap tersenyum, dengan tangan yang masih menggenggam ponselnya.

*****

Di sisi lain, dalam temaram lampu tidur di kamar bercat biru, seseorang sedang menatap langit-langit kamarnya seraya berkata, "Aku sayang kamu, Misellia Alya Faticha."

*****

tbc~

Related chapters

  • Bicara   EMPAT

    BRAKKK!!!Suara gebrakan meja berhasil mengagetkan seluruh siswa yang saat ini sedang serius belajar untuk ulangan harian nanti. Orang yang paling dikagetkan di sini adalah Bian dan Arya, mereka berdua langsung menatap tajam sang pelaku. Bisa dipastikan Tama adalah pelakunya!"Lo bisa nggak, sih, tenang dikit? Belajar sono! Berisik mulu!" omel Arya pada Tama."Lo pada harus tahu berita terbaru!" kata Tama dengan semangat 45."Ye, bakat admin lambe turah lo kagak ada matinya. Kenapa lagi sekarang?""Ayo dong, tebak dulu apaan?"Arya terlihat berpikir sebentar dan akhirnya mencoba menebak. "Batagor Kang Asep lagi diskon?"Tama menggelengkan kepala yang artinya jawaban Arya salah. "Salah, ayo tebak lagi!""Suami Bi Eni kagak pulang lagi?" tebak Arya sekali lagi."Ah, si kambing! Mau lo apaan, sih? Suka ngasal nebaknya!" ucap Tama geram.Bian yang mendengar kedua sahabatnya berdebat, hanya d

    Last Updated : 2021-03-25
  • Bicara   LIMA

    Bian saat ini sedang bersusah payah untuk fokus dengan materi. Kalimat teman-temannya di kantin tadi, sukses membuatnya memikirkan masalah itu, sampai-sampai tidak fokus ke pelajaran. Ingin rasanya ia cepat-cepat keluar dari kelasnya, untuk menemui Misell dan pulang ke rumah. Sisa waktu pelajaran, hanya Bian gunakan untuk memandangi detik jam tangan yang ada di pergelangan tangannya.KRINGGG!!!Suara yang dinanti-nantikan, akhirnya berbunyi. Dengan secepat kilat, dia langsung membereskan buku dan alat tulisnya ke dalam tas dan segera pergi ke luar kelas. Tama dan Arya hanya melongo kebingungan melihat tingkah Bian. Mereka berdua heran karena tidak biasanya Bian bersikap seperti ini.Bian berlari menuju ruang di samping kelasnya yang bertuliskan 12 IPA-1 di pintu bagian atasnya. Setelah ia melihat kedalam, orang yang dicarinya masih berbicara dengan Bu Indah, guru Kimia SMA Pelita yang terkenal killer itu. "Ck, dasar! Masih aja suka cari muka sa

    Last Updated : 2021-03-25
  • Bicara   ENAM

    Malam sudah semakin larut, tetapi lelaki ini tak kunjung memejamkan matanya. Berulang kali ia membolak-balikkan tubuhnya di tempat tidur dengan maksud mengubah posisi tidurnya agar cepat terlelap. Namun, tetap saja semua terasa sia-sia.Hingga detik ini, ia tak kunjung memejamkan matanya. Pandangannya lurus menatap langit-langit kamar, seakan bermaksud meluapkan seluruh perasaan yang mengganjal di hatinya sejak tadi. Sebenarnya, apa yang ada di pikirannya saat ini?Entahlah, terlalu banyak sampai ia tidak tahu bagaimana harus menyelesaikannya.*****Keseharian Bian tidak pernah berubah sejak dulu, setiap pagi dia harus menjemput Misell untuk berangkat ke sekolah bersama. Bukan masalah besar bagi Bian jika harus menjemput Misell. Karena, rumahnya hanya berbeda blok di perumahan yang sama. Walaupun masalah kemarin masih mengganggu pikirannya, dia tetap harus bersikap seolah semuanya baik-baik saja. Bian berpikir, mungkin Misell m

    Last Updated : 2021-03-25
  • Bicara   TUJUH

    "Kenapa lo? baru ditinggal bentar udah kangen?" tanya Misell tanpa dosa saat baru tiba di kelasnya. Gadis itu seolah melupakan apa yang dialaminya."Dih, ogah! Pake acara kabur-kaburan lagi. Dari tadi gue diomongin sama banyak orang tau, dikiranya gue lagi berantem sama lo," jawab Salsa dengan sedikit emosi.Misell hanya tertawa membuat Salsa semakin menatapnya penuh kesal. "Lagian lo kenapa, sih? udah ketemu Bian?" tanya Salsa."Iya, udah."Perkataan itu menutup obrolannya kali ini, karena Pak Bimo, guru Fisikanya sudah memasuki ruang kelas. "Lo masih utang cerita sama gue!" bisik Salsa.Misell yang mendengar perkataan itu, hanya memutar bola matanya malas. Misell berbeda dengan cewek lain yang sangat suka bercerita pada sahabatnya jika ada masalah percintaan. Dia cenderung memendam dan mencari penyelesaian masalahnya sendiri."Selamat siang semua, tolong semua buku yang ada di meja, dimasukkan ke dalam tas. Kita akan ulangan hari

    Last Updated : 2021-03-25
  • Bicara   DELAPAN

    Bian memarkirkan sepeda motornya, di samping sepeda motor yang ia kenal. Siapa lagi pemiliknya, jika bukan Tama dan Arya. Setelah memarkirkan motornya, dia lalu bergegas masuk ke tempat bertuliskan Warung Bi Eni itu, yang sudah sangat ramai pengunjung."Woy, nyet! Ke mana aja lo? Pasti jalan-jalan dulu sama Tiara," tebak Arya.Bukannya menjawab pertanyaan Arya, Bian justru mengambil bala-bala yang saat ini ada di depannya."Eh, ditanyain tuh dijawab!" kata Tama pada Bian dengan gemas.Bian tetap tidak berkata apa pun dan memasang wajah kusutnya."Tuh, muka juga kenapa lagi?" Tama semakin gemas dengan Bian, yang sedari tadi hanya diam dan tidak merespon ucapannya."Gara-gara lo ditolak Tiara? Salah siapa langsung ditembak. Baru juga jalan sekali. Nggak sabaran banget sih lo," sahut Arya dengan asal.Mendengar perkataan Arya barusan, membuat Bian akhirnya membuka suara. "Apa-apaan sih, lo! Ya kagak, lah! Ngapain gue ne

    Last Updated : 2021-03-25
  • Bicara   SEMBILAN

    Setelah hening beberapa saat, Bian memutuskan untuk pamit pulang karena malam yang sudah semakin larut. "Sell, aku pamit pulang dulu ya, besok aku jemput ke sekolah.""Oke Bi, ayo! Aku anter kamu sampai depan!" kata Misell pada Bian.Bian menoleh ke arah Misell, karena dia tidak percaya dengan ucapan Misell. "Sell, aku nggak salah denger?" tanya Bian heran.Misell menarik sudut bibirnya ke atas. “Kamu nggak suka aku anter ke depan? Ya udah deh nggak jadi.""Eh, iya, iya, suka. Yuk!" ajak Bian dengan senyum di bibirnya.Misell membalas senyum Bian, dengan senyumannya yang tak kalah manis."Jangan senyum.""Kenapa, Bi?" tanya Misell pada Bian, berharap dia akan mendengar gombalan Bian."Takut tikus di rumah kamu pada kabur, hahaha," ejek Bian."Ih, Bian! Ngeselin! Mau ribut apa mau pulang?" tanya Misell dengan kesal."Ya pulang, lah!" jawab Bian pada Misell."Ya udah," kata Misell sembari jalan keluar m

    Last Updated : 2021-03-25
  • Bicara   SEPULUH

    Motor Bian akhirnya tiba di depan rumah Tiara. Mereka berdua, telah berada di atas motor selama hampir sejam, karena jarak yang lumayan jauh, ditambah macetnya jalanan soreitu. Tiara segera turun dari boncengan dan melepas helmnya. "Makasih banyak ya, Kak. Maaf ngerepotin," ucap Tiara sembari tersenyum pada Bian."Iya, sama-sama, Ra. Nggak ngerepotin sama sekali kok," kata Bian dengan membalas senyum Tiara.Tiara terdiam dan bergumam dalam hati. Astaga, kenapa manis sekali senyumnya?"Kalau gitu, aku masuk dulu ya, Kak. Pulangnya hati-hati," kata Tiara sambil menyodorkan helm yang dipakainya tadi kepada Bian. Lelaki itu lantas mengambil helm tersebut sembari tersenyum Pada Tiara.Tiara segera berbalik dan memasuki rumahnya. Saat Bian hendak memakai helmnya kembali, tiba-tiba ponsel di saku hoodie-nya bergetar. Menandakan jika ada panggilan masuk untuknya. Saat Bian melihat nama di layar ponselnya, dia mengembuskan napasnya sekilas

    Last Updated : 2021-03-25
  • Bicara   SEBELAS

    Bunyi jam weker terus-menerus berbunyi memenuhi kamar bercat baby pink itu. Namun, seseorang yang ada di sana masih tertidur pulas di atas kasur dan memeluk boneka piglet kesayangannya. Siapa lagi jika bukan Misellia. Jam sudah menunjukkan pukul 6 lewat 15 menit. Namun, Misell masih tertidur dengan pulas tanpa mempedulikan suara jam weker yang sangat berisik itu."MISELL, BANGUN!" Wulan yang baru saja memasuki kamar Misell langsung meneriaki anaknya. Suara Wulan akhirnya mampu membuat Misell membuka matanya."Mama tuh apa-apaan, sih?" ucap Misell yang masih membuka setengah matanya."Kamu emangnya nggak sekolah? Udah jam enam lebih nih, bukannya kamu hari ini ada kelas olahraga?" tanya Wulan.Misell yang mendengar ucapan Mamanya tersebut, langsung membelalakan matanya dan melompat dari kasur. Misell berlari menuju kamar mandi, setelah sadar jika waktunya hanya tinggal sekitar tiga puluh menit lagi. Semua ini gara-gara Pak Herman! Kalo aja ngg

    Last Updated : 2021-03-25

Latest chapter

  • Bicara   EMPAT PULUH

    "Lo kenapa, sih, Sell? Semenjak bangun tidur tadi lo ngelamun terus." Erika menatap Misell yang sedang duduk di depannya.Saat ini mereka berada di ruang makan asrama untuk sarapan. Sepuluh menit lagi, kelas Misell akan dimulai. Namun, hingga saat ini ia masih saja terdiam dengan tatapan kosong.Misell menggeleng dan tak lupa ia menampilkan senyum palsunya."Mimpi buruk?" tebak Erika tepat sasaran.Misell mendongak menatap Erika, lalu bertanya, "Hmm... mungkin. Pertanda baik atau buruk, ya?"Erika tersenyum penuh makna. "Pasti baik, kok. Berdoa aja."Misell mengangguk dan kembali menyendok makanannya walau sebenarnya

  • Bicara   TIGA PULUH SEMBILAN

    Tiga hari telah berlalu, Bian menjadi pribadi yang kehilangan semangat untuk kesekian kali. Ia membiarkan penelitiannya teronggok di pojok meja belajar, tanpa ia sentuh sedikit pun semenjak mendapatkan kabar jika Misell datang ke kampusnya dan berujung salah paham.Tatapan Bian mengarah pada sebuah foto yang terpajang di atas tempat tidurnya—foto Bian dan Misell—yang diambil sekitar lima tahun lalu saat mereka sedangstudy tourke Bali.Bian terdiam sejenak, sembari terus menatap foto itu.Gue harus ke Berlin!Setelah beberapa hari Bian bergelut dengan pikirannya, akhirnya ia memutuskan untuk meninggalkan kuliahnya sejenak untuk pergi menyusul Misell.Keputusan paling gila yang pernah ia am

  • Bicara   TIGA PULUH DELAPAN

    Seorang lelaki tengah berkutat dengan laptop dan beberapa lembarpaper-nya. Kantung matanya sudah semakin tebal dan menghitam karena beberapa hari ini Bian harus fokus mengerjakan penelitian. Bahkan, ia lupa meletakkanhandphone-nya di mana.Pada semester ini, ia sudah tak lagi di kampus seharian penuh karena siang hari Bian sudah pulang. Namun, adanya beban berupa penelitian, membuatnya begitu sibuk hingga menganggap penelitian adalah hidup dan matinya.Bian tiba-tiba teringat beberapa tahun yang lalu, saat Misell mengatakan ia akan pulang di tahun ketiga. Bian baru sadar, jika ini adalah tahun di mana Misell akan berjanji pulang. Tapi kapan tepatnya?Bian menjadi orang yang terlalu serius dengan kehidupan perkuliahan, hingga melupakan semua hal—terma

  • Bicara   TIGA PULUH TUJUH

    Bian, aku akan cerita tentang hari ini. Aku akan pulang. Sopir yang mengantarkanku ke bandara sedang memutar lagu yang aku tak tahu apa judulnya bahkan artinya. Lagunya berbahasa Jerman. Sudah tiga tahun di sini tapi aku belum mahir bahasa Jerman. Ah, mungkin aku terlalu mencintai Indonesia.Jalan menuju bandara sangat lancar. Semesta seakan memberi aku izin untuk menemuimu di waktu yang tepat. Semoga kali ini kita tak lagi menyalahkan waktu yang salah, ya?Aku akan bertemu denganmu. Aku akan mencari semua jawaban atas pertanyaanku selama ini. Jika jawabannya tak sesuai keinginanku sekalipun akan aku terima, karena aku hanya ingin bertemu denganmu.Seminggu semoga cukup ya untuk kita bertemu? Ya walaupun, aku tidak yakin akan cukup karena kantong rasa rin

  • Bicara   TIGA PULUH ENAM

    Seorang gadis baru saja menutup buku hariannya. Rutinitas yang ia lakukan sehari-hari itu, sudah menjadi hal wajib untuk dilakukan selama di Berlin.Berulang kali Misell berharap jika tiba-tiba lelaki itu datang dan menghapus mimpi buruknya selama hampir dua tahun ini. Namun nyatanya, semua tetap sama. Hadirnya selalu semu.Kini tangannya beralih memegang sebuah spidol dan meraih kalender yang ia letakkan di sudut meja belajarnya. Misell mengarahkan spidol tersebut untuk membentuk tanda silang pada tanggal di hari itu.Ia tersenyum.Empat bulan lagi,batinnya.Gadis itu tersentak saathandphone-nya tiba-tiba berbunyi. Lagi-lagi ia tersenyum, karena telepon dari Salsa. Mungkin sahabatnya itu ada kabar s

  • Bicara   TIGA PULUH LIMA

    Jam telah menunjukkan pukul dua dini hari. Lelaki ini baru menyelesaikan laporan praktikumnya yang tertunda, karena ia menemani Karin berkeliling naikmigo.Namun, Bian juga tidak akan protes karena ia juga menikmatinya. Sudah lama ia tidak mendapat hiburan dan hanya fokus dengan kehidupan kampus.Benda pipih yang ia letakkan di sampingnya baru saja bergetar. Tangannya bergerak mengambil dan melihat siapa pengirimnya. Ternyata,chatdari Karin. Gadis itu masih belum tidur, karena ia mungkin juga baru menyelesaikan laporannya.KarinBian, lo udah selesai 'kan? Gue khawatir nih, soalnya lo nggak punya pengalaman buat SKS. Takut lo kewalahan😋Bian berdecak pelan, lalu memba

  • Bicara   TIGA PULUH EMPAT

    Bagi Bian, Karin adalah gadis yang selalu merecokinya selama satu tahun belakangan. Gadis itu menggantikan peran mamanya, yaitu menjadi pengingat untuk makan yang selalu Bian lewatkan karena terlalu fokus dengan tugasnya.Ada satu fakta lagi yang membuat gadis ini berbeda dari teman-teman satu jurusannya yang lain. Ia telah mematahkan persepsi jika sistem kebut semalam di FK tidak berlaku.Gadis itu, adalah gadis paling santai yang Bian kenal selama menjadi mahasiswa. Karin selalu mengerjakan tugas-tugasnya H-beberapa jam sebelumdeadline. Namun, siapa yang menyangka jika indeks kumulatifnya semester lalu adalah 3.8—sangat baik untuk kategori mahasiswa kedokteran."Jadi gimana, udah nyerah ngerjain laporan praktikum? Mau ikut ajaran gue?" tanya Karin saat Bian sedan

  • Bicara   TIGA PULUH TIGA

    Hai Bian,Aku nggak akan menanyakan kabarmu, karena aku bisa melihat sendiri kalau kamu masih baik-baik saja.Nggak nyangka ya, kita bentar lagi lulus, hehe. Tapi ... ada satu hal yang belum aku beri tahukan padamu. Sebelumnya maaf karena kabar ini mungkin bisa membuatmu sedih.Pasti kamu habis ini akan bilang,"Apa, sih, Misell? Kepedean kamu! Nggak bakalan lah aku sedih."Ya 'kan? Ngaku kamu!Bi, saat aku memilih putus dengan Gerald, entah kenapa aku nggak begitu sedih walaupun rasa sedih itu pasti masih ada. Kamu tahu kenapa? Karena aku yakin kamu akan ada untukku. Tapi, ternyata nggak kaya gitu Bi. Mungkin kesalahanku

  • Bicara   TIGA PULUH DUA

    Tama dan Arya sedang merebahkan tubuh ke kasur, yang pemilik kamarnya entah masih berada di mana. Setelah pulang dari warung Bi Eni, mereka langsung menuju ke rumah Bian untuk melaksanakan tugasnya sebagai tukang pos, alias mengantarkan surat dari Misell untuk Bian.Keinginan mereka untuk membuka amplop putih itu semakin menggebu-gebu, karena sifat keponya yang sulit hilang. Namun, hingga detik ini amplop itu masih tergeletak di meja belajar Bian tanpa mereka buka sedikit pun. Jadi, mereka tidak tahu, apakah di dalamnya berisi surat cinta atau bahkan ... surat perpisahan?"Di tempat bimbel Bian, jangan-jangan ada bidadarinya." Tama berbicara asal dengan pandangannya masih menghadap ke langit-langit kamar Bian.Arya berdecak dan melemparkan bantal tepat di wajah Tama. "Seorang Bian, ngg

DMCA.com Protection Status