Share

EMPAT

Penulis: Titik Imaji
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

BRAKKK!!!

Suara gebrakan meja berhasil mengagetkan seluruh siswa yang saat ini sedang serius belajar untuk ulangan harian nanti. Orang yang paling dikagetkan di sini adalah Bian dan Arya, mereka berdua langsung menatap tajam sang pelaku. Bisa dipastikan Tama adalah pelakunya!

"Lo bisa nggak, sih, tenang dikit? Belajar sono! Berisik mulu!" omel Arya pada Tama.

"Lo pada harus tahu berita terbaru!" kata Tama dengan semangat 45.

"Ye, bakat admin lambe turah lo kagak ada matinya. Kenapa lagi sekarang?"

"Ayo dong, tebak dulu apaan?"

Arya terlihat berpikir sebentar dan akhirnya mencoba menebak. "Batagor Kang Asep lagi diskon?"

Tama menggelengkan kepala yang artinya jawaban Arya salah. "Salah, ayo tebak lagi!"

"Suami Bi Eni kagak pulang lagi?" tebak Arya sekali lagi.

"Ah, si kambing! Mau lo apaan, sih? Suka ngasal nebaknya!" ucap Tama geram.

Bian yang mendengar kedua sahabatnya berdebat, hanya diam sambil memandangi buku biologinya tanpa penasaran berita apa yang akan dikatakan oleh Tama. Karena Bian yakin, beritanya pasti tidak begitu penting.

"Eh Bi, ntar aja kali belajarnya! Serius amat! Lu nebak juga dong!" suruh Tama pada Bian.

"Ogah!" kata Bian ogah-ogahan.

"Ayo dong, Tam, kasih tahu aja cepetan! Gue yang kepo nih jadinya!" kata Arya dengan gemas.

Tama menghela napas kemudian menatap Arya lekat-lekat. "Jadi, si Gerald anak IPA-3, jadi ketua tim project angkatan kita buat tahun ini. Kabarnya, sih, dia langsung ditunjuk sama Aldi, mantan ketos kita dulu. Dan …."

"Dan apaan? Cepetan!" kata Arya tidak sabar.

"Dan dia ngajak Misell buat jadi wakilnya!" jawab Tama dengan semangat.

Saat mendengar nama Misell, Bian langsung menghentikan aktivitasnya membaca buku Biologi dan langsung menengok ke arah Tama.

"Ya elah, giliran gue nyebut nama Misell, langsung deh nengok! Dari tadi ke mana aja? Gue dikacangin!" kata Tama.

"Lah, kenapa Misell yang jadi wakilnya? Kenapa nggak Aldi aja? 'Kan dia mantan ketosnya? Ya emang, sih, Misell dulu anak OSIS, tapi dia juga jarang ikut-ikut acara kaya gitu. Kerjaannya selalu di balik layar. Ya nggak, Bi?"

Bian yang mendengar kabar itu hanya diam. Biasanya, apa pun yang terjadi pada Misell, pasti gadis itu akan bercerita kepadanya. Namun, kenapa kali ini dia tidak cerita? Sehingga Bian terlihat seperti orang bodoh di depan dua sahabatnya ini. "Gue nggak tahu. Misell nggak bilang apa-apa sama gue," kata Bian pada kedua sahabatnya.

"Bi, lo yakin Gerald nggak ada maksud lain, ngajakin Misell buat jadi wakil? Lo inget 'kan, dulu dia hampir ngedeketin Misell. Tapi, gara-gara Misell keburu pacaran sama anak SMA Harapan, akhirnya nggak jadi," kata Tama memanas-manasi Bian.

Bian yang mendengar ucapan Tama, hanya diam.

Tama yang melihat respons Bian lantas langsung menyemburkan tawanya. “Lo, sih, suka sama cewek nggak langsung gas! Harus berapa cowok lagi, yang harus jadi pacar Misell, biar lo, tuh, sadar dan nyesel gara-gara cuma diem tanpa bertindak sesuatu!"

"Gue udah bilang 'kan sama kalian, kalau gue sama Misell, nggak ada apa-apa. Kita cuma sahabatan dari kecil. Udah," elak Bian.

"Alah ngaku aja deh, Bi! Malu-malu pus gitu,” timpal Arya menggoda Bian.

Lelaki itu langsung berhenti tertawa saat Bu Erni, guru biologinya sudah memasuki kelas mereka. Tama dan Arya langsung panik dan merayu Bian yang terlihat santai-santai saja.

"Mampus gue, mampus! Gue belum belajar sama sekali!"

"Sama, Bro, gue juga belum belajar apa pun! Bi, contekin kita, ya? Please."

"Dih males, makanya belajar!" tolak Bian.

"Gue biologi selalu belajar kok, bab Reproduksi Manusia doang tapi," jawab Tama dengan bangga.

Bian melihat dua sahabatnya yang sedang memelas itu, hanya tersenyum smirk. Dia terlihat sangat santai, karena Biologi adalah pelajaran yang paling ia kuasai dibandingkan dengan pelajaran yang lain. Tak heran dia selalu mendapatkan nilai sempurna dari setiap ulangan dan menjadikannya murid terbaik bidang Biologi di SMA Pelita.

*****

Bel istirahat SMA Pelita telah berbunyi beberapa saat lalu, tetapi Tama dan Arya justru menghadang teman-teman sekelasnya yang akan ke kantin demi melaksanakan misi gilanya.

"Woy! Siapa yang bolpoinnya habis? Siniin sekarang juga!" teriak Tama membuat beberapa siswa di kelasnya berjalan ke arahnya

"Nih! Cepet tobat ye, Tam," kata Ucup—salah satu anak IPA-2.

Bian yang sudah tidak sabaran melihat kelakuan dua sahabatnya itu, akhirnya memutuskan untuk pergi ke kantin terlebih dahulu, karena bisa dipastikan ia harus menunggu lima menit lagi sampai rutinitas dua manusia itu benar-benar beres. "Tam, Ya! Gue cabut duluan, ya! Nungguin lo pada bisa bikin gue mati kelaparan."

"Oke Bi, siap! Nanti kita susul. Jangan ngecengin adik kelas, ye!" teriak Tama.

Saat tiba di kantin, dia langsung memesan mie ayam serta teh poci dan memilih tempat duduk yang kosong. Tak lama setelah dia duduk dan membuka handphone-nya, tiba-tiba ada seorang murid perempuan yang belum pernah ia lihat sebelumnya sedang menghampirinya. Gadis tersebut tersenyum ke arahnya. Bisa dilihat dari warna badge nya yang berbeda, pasti anak ini adalah adik kelasnya.

"Halo, Kak Bian, ya?" tanya gadis itu.

"Iya, bener," jawab Bian.

"Halo Kak, aku Tiara anak OSIS. Boleh duduk?"

"Oke boleh, ada apa?" tanya Bian setelah Tiara duduk di depannya

"Jadi gini, Kak, aku dari Sie Seni dan Olahraga sebagai penanggung jawab ekstrakurikuler Futsal di SMA Pelita ini. Jadi buat program kepengurusan kali ini, aku akan wawancara kakak sebagai ketua tim futsal tahun lalu. Selain kakak, nanti juga ada ketua tim futsal tahun ini untuk di wawancarai. Ya, walaupun nanti waktunya nggak akan barengan karena fleksibel," jelas Tiara panjang lebar.

"Oh, jadi gitu? Oke boleh, gue bersedia " kata Bian seraya menganggukan kepalanya.

"Oke, Kak, makasih banyak, boleh minta nomor WhatsApp-nya? Biar mudah buat saling koordinasi waktu wawancaranya," tanya Tiara sambil menyodorkan handphone-nya kepada Bian.

Bian mengambil benda pipih berwarna rose gold itu dan mengetikkan nomor WhatsApp-nya di sana.

"Makasih, ya, Kak. Kalau gitu aku permisi dulu. Maaf ganggu waktu istirahatnya," pamit Tiara swmbari menampilkan senyum manisnya.

Bian hanya membalas dengan senyum tipisnya. Namun tetap saja, senyum seorang Bian akan membuat siapa saja meleleh karena senyumnya yang manis bagai gulali itu.

*****

Di sisi lain, tepatnya di kelas IPA-1 dan di waktu bersamaan pula, dua siswi ini baru akan beranjak dari bangkunya karena Pak Edy—guru matematika yang tadi mengajar— memberi tugas yang harus diselesaikan sebelum istirahat. Akibatnya kelas mereka menjadi telat istirahat.

"Sell, kantin yuk! Pak Edy nggak kira-kira kalau ngasih tugas!" ajak Salsa yang masih emosi karena Pak Edy.

"Yuk! Let's go! Gue udah laper banget," jawab Misell seraya bangkit dari bangkunya dengan semangat 45.

Saat dikoridor menuju kantin, tiba-tiba Salsa menengok ke arah Misell. "Eh Sell, beneran lo dijadiin wakil sama Gerald buat tim project angkatan kita?" tanya Salsa tiba-tiba.

Misell menghentikan langkahnya kemudian memutar tubuhnya ke arah Salsa. "Iya, tahu dari mana lo?"

Mendadak Misell membelalakkan matanya pada Salsa. "Aah, i know! Jangan-jangan lo juga diajak sama Gerald buat masuk ke tim?"

Salsa hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya dengan semangat. Melihat respon dari Salsa, membuat Misell menjerit dan langsung memeluknya.

"Asyik! Akhirnya kita bisa satu tim juga di acara sekolah!" kata Misell dengan semangat

"Seneng, sih, seneng Sell, gue bisa kecekik, nih. Jadi ke kantin nggak?" ucap Salsa yang masih ada dipelukan Misell.

Misell terkekeh sambil melepas pelukannya. Kemudian, mereka berdua melanjutkan langkahnya ke kantin, karena tidak sabar ingin segera memesan batagor Bang Asep dan mi ayam Mbak Wati yang sudah terbayang-bayang sejak pelajaran Matematika tadi.

*****

Mi ayam yang dipesan Bian, sudah tersisa setengah porsi. Namun, dua temannya itu, belum juga menampakkan batang hidungnya. Entah berapa banyak bolpoin kosong yang mereka dapatkan, hingga mereka lebih memilih menghitungnya daripada harus pergi ke kantin untuk makan.

Saat Bian sedang melanjutkan makannya, tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya dan duduk di depannya. Di tangannya sudah ada mi ayam Mbak Wati dan disusul oleh seseorang yang membawa batagor Kang Asep di tangannya. Siapa lagi jika bukan Misell dan Salsa.

Bian hanya menghela napas kasar, karena ia pikir itu adalah Tama dan Arya yang sudah siap Bian maki habis-habisan.

"Sendirian aja, Bi? Tama sama Arya ke mana? Masih ngumpulin bolpoin kosong?" tanya Misell, saat tahu tidak ada dua orang yang biasanya selalu merecokinya.

"Hmm," jawab Bian malas-malasan.

"Manusia aneh! Kenapa, sih, mereka tuh bodoh banget!" ucap Misell gemas.

"Apaan lu, Sell, enak aja ngatain kita bego! Belum tahu aja lo gimana rencana kita nantinya.” Tiba-tiba yang sejak tadi dibicarakan muncul.

Tama dan Arya datang dengan membawa batagor dan cireng Kang Asep dengan senyum sumringah. Sepertinya mereka mengumpulkan banyak bolpoin kosong hari ini. Mereka berlima hanya diam sambil menikmati makanannya sebelum bel masuk segera berbunyi. Saat makanan mereka sudah habis, tiba-tiba Tama mengungkit kembali berita tadi pagi. "Eh Sell, emang bener ya, kalau lo dijadiin wakil sama Gerald buat project angkatan kita?" tanya Tama pada Misell.

"Iya, kenapa? Emang kalian nggak diajak?" tanya Misell.

"Mana mau si Gerald ngajak kita, Sell! Kita mah nggak ada kreatif-kreatifnya sama sekali," jawab Arya.

"Bian aja tadi sampai panas Sell, pas tahu kalau lo yang dijadiin wakil sama Gerald. Kan Gerald dulu pernah suka sama lo," sahut Tama mulai mengompor-ngompori.

"Hahaha, ngaco, deh! Mana ada Gerald suka sama gue. Gue, tuh, baru kenal kemarin. Lagian, ngapain juga Bian panas? ‘Kan Bian juga bukan siapa-siapa gue.”

"Nah, tuh, dengerin Tam, Ya! Gue sama Misell tuh cuma sahabat. Jadi nggak akan jadian, dan nggak akan ada kata cemburu di antara kita," elak Bian pada perkataan Tama dan Arya.

"Bener, tuh, kan kalian juga tahu, kalau gue tiap hari kerjaannya ribut mulu sama Bian! Gimana bisa jadian kalau kaya gitu?" kata Misell membela diri.

"Hahaha, gini ya Bi, Sell. Kata orang, mereka yang selalu bertengkar tapi tidak mengakhiri hubungannya, berarti mereka saling mencintai," kata Salsa akhirnya menimpali.

Melihat perkataan Salsa tadi membuat Bian dan Salsa sama-sama tersenyum tipis. Bahkan sangat tipis hingga tak ada yang melihatnya selain mereka berdua. Kedua nya sama-sama saling mencoba melirik untuk menatap satu sama lain.

"Alah, malu-malu meong mulu dari tadi. Gemes gue lama-lama sama kalian," ucap Arya heboh sendiri.

"Iya, jadian aja kali!" timpal Tama dengan penuh semangat.

Bian dan Misell hanya sama-sama diam. Tidak lagi membantah perkataan teman-temannya dengan sepatah kata pun. Suasana canggung tersebut, akhirnya terbuyarkan oleh bel masuk kelas, menandakan bahwa jam istirahat telah selesai. Mereka berlima, memasuki ruang kelas masing-masing yang sebenarnya kelasnya bersebelahan.

*****

tbc~

Bab terkait

  • Bicara   LIMA

    Bian saat ini sedang bersusah payah untuk fokus dengan materi. Kalimat teman-temannya di kantin tadi, sukses membuatnya memikirkan masalah itu, sampai-sampai tidak fokus ke pelajaran. Ingin rasanya ia cepat-cepat keluar dari kelasnya, untuk menemui Misell dan pulang ke rumah. Sisa waktu pelajaran, hanya Bian gunakan untuk memandangi detik jam tangan yang ada di pergelangan tangannya.KRINGGG!!!Suara yang dinanti-nantikan, akhirnya berbunyi. Dengan secepat kilat, dia langsung membereskan buku dan alat tulisnya ke dalam tas dan segera pergi ke luar kelas. Tama dan Arya hanya melongo kebingungan melihat tingkah Bian. Mereka berdua heran karena tidak biasanya Bian bersikap seperti ini.Bian berlari menuju ruang di samping kelasnya yang bertuliskan 12 IPA-1 di pintu bagian atasnya. Setelah ia melihat kedalam, orang yang dicarinya masih berbicara dengan Bu Indah, guru Kimia SMA Pelita yang terkenal killer itu. "Ck, dasar! Masih aja suka cari muka sa

  • Bicara   ENAM

    Malam sudah semakin larut, tetapi lelaki ini tak kunjung memejamkan matanya. Berulang kali ia membolak-balikkan tubuhnya di tempat tidur dengan maksud mengubah posisi tidurnya agar cepat terlelap. Namun, tetap saja semua terasa sia-sia.Hingga detik ini, ia tak kunjung memejamkan matanya. Pandangannya lurus menatap langit-langit kamar, seakan bermaksud meluapkan seluruh perasaan yang mengganjal di hatinya sejak tadi. Sebenarnya, apa yang ada di pikirannya saat ini?Entahlah, terlalu banyak sampai ia tidak tahu bagaimana harus menyelesaikannya.*****Keseharian Bian tidak pernah berubah sejak dulu, setiap pagi dia harus menjemput Misell untuk berangkat ke sekolah bersama. Bukan masalah besar bagi Bian jika harus menjemput Misell. Karena, rumahnya hanya berbeda blok di perumahan yang sama. Walaupun masalah kemarin masih mengganggu pikirannya, dia tetap harus bersikap seolah semuanya baik-baik saja. Bian berpikir, mungkin Misell m

  • Bicara   TUJUH

    "Kenapa lo? baru ditinggal bentar udah kangen?" tanya Misell tanpa dosa saat baru tiba di kelasnya. Gadis itu seolah melupakan apa yang dialaminya."Dih, ogah! Pake acara kabur-kaburan lagi. Dari tadi gue diomongin sama banyak orang tau, dikiranya gue lagi berantem sama lo," jawab Salsa dengan sedikit emosi.Misell hanya tertawa membuat Salsa semakin menatapnya penuh kesal. "Lagian lo kenapa, sih? udah ketemu Bian?" tanya Salsa."Iya, udah."Perkataan itu menutup obrolannya kali ini, karena Pak Bimo, guru Fisikanya sudah memasuki ruang kelas. "Lo masih utang cerita sama gue!" bisik Salsa.Misell yang mendengar perkataan itu, hanya memutar bola matanya malas. Misell berbeda dengan cewek lain yang sangat suka bercerita pada sahabatnya jika ada masalah percintaan. Dia cenderung memendam dan mencari penyelesaian masalahnya sendiri."Selamat siang semua, tolong semua buku yang ada di meja, dimasukkan ke dalam tas. Kita akan ulangan hari

  • Bicara   DELAPAN

    Bian memarkirkan sepeda motornya, di samping sepeda motor yang ia kenal. Siapa lagi pemiliknya, jika bukan Tama dan Arya. Setelah memarkirkan motornya, dia lalu bergegas masuk ke tempat bertuliskan Warung Bi Eni itu, yang sudah sangat ramai pengunjung."Woy, nyet! Ke mana aja lo? Pasti jalan-jalan dulu sama Tiara," tebak Arya.Bukannya menjawab pertanyaan Arya, Bian justru mengambil bala-bala yang saat ini ada di depannya."Eh, ditanyain tuh dijawab!" kata Tama pada Bian dengan gemas.Bian tetap tidak berkata apa pun dan memasang wajah kusutnya."Tuh, muka juga kenapa lagi?" Tama semakin gemas dengan Bian, yang sedari tadi hanya diam dan tidak merespon ucapannya."Gara-gara lo ditolak Tiara? Salah siapa langsung ditembak. Baru juga jalan sekali. Nggak sabaran banget sih lo," sahut Arya dengan asal.Mendengar perkataan Arya barusan, membuat Bian akhirnya membuka suara. "Apa-apaan sih, lo! Ya kagak, lah! Ngapain gue ne

  • Bicara   SEMBILAN

    Setelah hening beberapa saat, Bian memutuskan untuk pamit pulang karena malam yang sudah semakin larut. "Sell, aku pamit pulang dulu ya, besok aku jemput ke sekolah.""Oke Bi, ayo! Aku anter kamu sampai depan!" kata Misell pada Bian.Bian menoleh ke arah Misell, karena dia tidak percaya dengan ucapan Misell. "Sell, aku nggak salah denger?" tanya Bian heran.Misell menarik sudut bibirnya ke atas. “Kamu nggak suka aku anter ke depan? Ya udah deh nggak jadi.""Eh, iya, iya, suka. Yuk!" ajak Bian dengan senyum di bibirnya.Misell membalas senyum Bian, dengan senyumannya yang tak kalah manis."Jangan senyum.""Kenapa, Bi?" tanya Misell pada Bian, berharap dia akan mendengar gombalan Bian."Takut tikus di rumah kamu pada kabur, hahaha," ejek Bian."Ih, Bian! Ngeselin! Mau ribut apa mau pulang?" tanya Misell dengan kesal."Ya pulang, lah!" jawab Bian pada Misell."Ya udah," kata Misell sembari jalan keluar m

  • Bicara   SEPULUH

    Motor Bian akhirnya tiba di depan rumah Tiara. Mereka berdua, telah berada di atas motor selama hampir sejam, karena jarak yang lumayan jauh, ditambah macetnya jalanan soreitu. Tiara segera turun dari boncengan dan melepas helmnya. "Makasih banyak ya, Kak. Maaf ngerepotin," ucap Tiara sembari tersenyum pada Bian."Iya, sama-sama, Ra. Nggak ngerepotin sama sekali kok," kata Bian dengan membalas senyum Tiara.Tiara terdiam dan bergumam dalam hati. Astaga, kenapa manis sekali senyumnya?"Kalau gitu, aku masuk dulu ya, Kak. Pulangnya hati-hati," kata Tiara sambil menyodorkan helm yang dipakainya tadi kepada Bian. Lelaki itu lantas mengambil helm tersebut sembari tersenyum Pada Tiara.Tiara segera berbalik dan memasuki rumahnya. Saat Bian hendak memakai helmnya kembali, tiba-tiba ponsel di saku hoodie-nya bergetar. Menandakan jika ada panggilan masuk untuknya. Saat Bian melihat nama di layar ponselnya, dia mengembuskan napasnya sekilas

  • Bicara   SEBELAS

    Bunyi jam weker terus-menerus berbunyi memenuhi kamar bercat baby pink itu. Namun, seseorang yang ada di sana masih tertidur pulas di atas kasur dan memeluk boneka piglet kesayangannya. Siapa lagi jika bukan Misellia. Jam sudah menunjukkan pukul 6 lewat 15 menit. Namun, Misell masih tertidur dengan pulas tanpa mempedulikan suara jam weker yang sangat berisik itu."MISELL, BANGUN!" Wulan yang baru saja memasuki kamar Misell langsung meneriaki anaknya. Suara Wulan akhirnya mampu membuat Misell membuka matanya."Mama tuh apa-apaan, sih?" ucap Misell yang masih membuka setengah matanya."Kamu emangnya nggak sekolah? Udah jam enam lebih nih, bukannya kamu hari ini ada kelas olahraga?" tanya Wulan.Misell yang mendengar ucapan Mamanya tersebut, langsung membelalakan matanya dan melompat dari kasur. Misell berlari menuju kamar mandi, setelah sadar jika waktunya hanya tinggal sekitar tiga puluh menit lagi. Semua ini gara-gara Pak Herman! Kalo aja ngg

  • Bicara   DUA BELAS

    Ruang bercat putih dengan sprei warna biru ini terasa sangat sepi. Hanya ada satu orang yang sedang terbaring lemah di sana. Dia, Misell. Perempuan yang baru saja akan pingsan karena kebodohannya yang tidak sarapan saat kelas olahraga.Perempuan itu, tidak tertidur sekarang. Rasanya, mata Misell sulit terpejam setelah mendapatkan perlakuan istimewa dari Gerald. Saat ini, ia hanya memandangi langit-langit UKS sembari memikirkan sesuatu yang sedari tadi mengusiknya.Apa aku sudah jatuh hati pada Gerald? Mengapa secepat itu aku melupakan rasaku pada Bian?Lamunan Misell terhenti karena ada sesosok lelaki yang datang menghampirinya dengan membawa sekantong kresek yang berisi dua buah roti cokelat. Misell bisa menebak isinya, karena bisa terlihat dari kantong kresek yang berwarna bening.Lelaki itu duduk di kursi samping ranjang dan tersenyum sekilas kepada Misell. "Gimana, Sell? Udah mendingan?" tanya Gerald sambil menyodorkan roti cokelat yang sudah

Bab terbaru

  • Bicara   EMPAT PULUH

    "Lo kenapa, sih, Sell? Semenjak bangun tidur tadi lo ngelamun terus." Erika menatap Misell yang sedang duduk di depannya.Saat ini mereka berada di ruang makan asrama untuk sarapan. Sepuluh menit lagi, kelas Misell akan dimulai. Namun, hingga saat ini ia masih saja terdiam dengan tatapan kosong.Misell menggeleng dan tak lupa ia menampilkan senyum palsunya."Mimpi buruk?" tebak Erika tepat sasaran.Misell mendongak menatap Erika, lalu bertanya, "Hmm... mungkin. Pertanda baik atau buruk, ya?"Erika tersenyum penuh makna. "Pasti baik, kok. Berdoa aja."Misell mengangguk dan kembali menyendok makanannya walau sebenarnya

  • Bicara   TIGA PULUH SEMBILAN

    Tiga hari telah berlalu, Bian menjadi pribadi yang kehilangan semangat untuk kesekian kali. Ia membiarkan penelitiannya teronggok di pojok meja belajar, tanpa ia sentuh sedikit pun semenjak mendapatkan kabar jika Misell datang ke kampusnya dan berujung salah paham.Tatapan Bian mengarah pada sebuah foto yang terpajang di atas tempat tidurnya—foto Bian dan Misell—yang diambil sekitar lima tahun lalu saat mereka sedangstudy tourke Bali.Bian terdiam sejenak, sembari terus menatap foto itu.Gue harus ke Berlin!Setelah beberapa hari Bian bergelut dengan pikirannya, akhirnya ia memutuskan untuk meninggalkan kuliahnya sejenak untuk pergi menyusul Misell.Keputusan paling gila yang pernah ia am

  • Bicara   TIGA PULUH DELAPAN

    Seorang lelaki tengah berkutat dengan laptop dan beberapa lembarpaper-nya. Kantung matanya sudah semakin tebal dan menghitam karena beberapa hari ini Bian harus fokus mengerjakan penelitian. Bahkan, ia lupa meletakkanhandphone-nya di mana.Pada semester ini, ia sudah tak lagi di kampus seharian penuh karena siang hari Bian sudah pulang. Namun, adanya beban berupa penelitian, membuatnya begitu sibuk hingga menganggap penelitian adalah hidup dan matinya.Bian tiba-tiba teringat beberapa tahun yang lalu, saat Misell mengatakan ia akan pulang di tahun ketiga. Bian baru sadar, jika ini adalah tahun di mana Misell akan berjanji pulang. Tapi kapan tepatnya?Bian menjadi orang yang terlalu serius dengan kehidupan perkuliahan, hingga melupakan semua hal—terma

  • Bicara   TIGA PULUH TUJUH

    Bian, aku akan cerita tentang hari ini. Aku akan pulang. Sopir yang mengantarkanku ke bandara sedang memutar lagu yang aku tak tahu apa judulnya bahkan artinya. Lagunya berbahasa Jerman. Sudah tiga tahun di sini tapi aku belum mahir bahasa Jerman. Ah, mungkin aku terlalu mencintai Indonesia.Jalan menuju bandara sangat lancar. Semesta seakan memberi aku izin untuk menemuimu di waktu yang tepat. Semoga kali ini kita tak lagi menyalahkan waktu yang salah, ya?Aku akan bertemu denganmu. Aku akan mencari semua jawaban atas pertanyaanku selama ini. Jika jawabannya tak sesuai keinginanku sekalipun akan aku terima, karena aku hanya ingin bertemu denganmu.Seminggu semoga cukup ya untuk kita bertemu? Ya walaupun, aku tidak yakin akan cukup karena kantong rasa rin

  • Bicara   TIGA PULUH ENAM

    Seorang gadis baru saja menutup buku hariannya. Rutinitas yang ia lakukan sehari-hari itu, sudah menjadi hal wajib untuk dilakukan selama di Berlin.Berulang kali Misell berharap jika tiba-tiba lelaki itu datang dan menghapus mimpi buruknya selama hampir dua tahun ini. Namun nyatanya, semua tetap sama. Hadirnya selalu semu.Kini tangannya beralih memegang sebuah spidol dan meraih kalender yang ia letakkan di sudut meja belajarnya. Misell mengarahkan spidol tersebut untuk membentuk tanda silang pada tanggal di hari itu.Ia tersenyum.Empat bulan lagi,batinnya.Gadis itu tersentak saathandphone-nya tiba-tiba berbunyi. Lagi-lagi ia tersenyum, karena telepon dari Salsa. Mungkin sahabatnya itu ada kabar s

  • Bicara   TIGA PULUH LIMA

    Jam telah menunjukkan pukul dua dini hari. Lelaki ini baru menyelesaikan laporan praktikumnya yang tertunda, karena ia menemani Karin berkeliling naikmigo.Namun, Bian juga tidak akan protes karena ia juga menikmatinya. Sudah lama ia tidak mendapat hiburan dan hanya fokus dengan kehidupan kampus.Benda pipih yang ia letakkan di sampingnya baru saja bergetar. Tangannya bergerak mengambil dan melihat siapa pengirimnya. Ternyata,chatdari Karin. Gadis itu masih belum tidur, karena ia mungkin juga baru menyelesaikan laporannya.KarinBian, lo udah selesai 'kan? Gue khawatir nih, soalnya lo nggak punya pengalaman buat SKS. Takut lo kewalahan😋Bian berdecak pelan, lalu memba

  • Bicara   TIGA PULUH EMPAT

    Bagi Bian, Karin adalah gadis yang selalu merecokinya selama satu tahun belakangan. Gadis itu menggantikan peran mamanya, yaitu menjadi pengingat untuk makan yang selalu Bian lewatkan karena terlalu fokus dengan tugasnya.Ada satu fakta lagi yang membuat gadis ini berbeda dari teman-teman satu jurusannya yang lain. Ia telah mematahkan persepsi jika sistem kebut semalam di FK tidak berlaku.Gadis itu, adalah gadis paling santai yang Bian kenal selama menjadi mahasiswa. Karin selalu mengerjakan tugas-tugasnya H-beberapa jam sebelumdeadline. Namun, siapa yang menyangka jika indeks kumulatifnya semester lalu adalah 3.8—sangat baik untuk kategori mahasiswa kedokteran."Jadi gimana, udah nyerah ngerjain laporan praktikum? Mau ikut ajaran gue?" tanya Karin saat Bian sedan

  • Bicara   TIGA PULUH TIGA

    Hai Bian,Aku nggak akan menanyakan kabarmu, karena aku bisa melihat sendiri kalau kamu masih baik-baik saja.Nggak nyangka ya, kita bentar lagi lulus, hehe. Tapi ... ada satu hal yang belum aku beri tahukan padamu. Sebelumnya maaf karena kabar ini mungkin bisa membuatmu sedih.Pasti kamu habis ini akan bilang,"Apa, sih, Misell? Kepedean kamu! Nggak bakalan lah aku sedih."Ya 'kan? Ngaku kamu!Bi, saat aku memilih putus dengan Gerald, entah kenapa aku nggak begitu sedih walaupun rasa sedih itu pasti masih ada. Kamu tahu kenapa? Karena aku yakin kamu akan ada untukku. Tapi, ternyata nggak kaya gitu Bi. Mungkin kesalahanku

  • Bicara   TIGA PULUH DUA

    Tama dan Arya sedang merebahkan tubuh ke kasur, yang pemilik kamarnya entah masih berada di mana. Setelah pulang dari warung Bi Eni, mereka langsung menuju ke rumah Bian untuk melaksanakan tugasnya sebagai tukang pos, alias mengantarkan surat dari Misell untuk Bian.Keinginan mereka untuk membuka amplop putih itu semakin menggebu-gebu, karena sifat keponya yang sulit hilang. Namun, hingga detik ini amplop itu masih tergeletak di meja belajar Bian tanpa mereka buka sedikit pun. Jadi, mereka tidak tahu, apakah di dalamnya berisi surat cinta atau bahkan ... surat perpisahan?"Di tempat bimbel Bian, jangan-jangan ada bidadarinya." Tama berbicara asal dengan pandangannya masih menghadap ke langit-langit kamar Bian.Arya berdecak dan melemparkan bantal tepat di wajah Tama. "Seorang Bian, ngg

DMCA.com Protection Status