Beberapa minggu telah berlalu. Razka dan Aurel bukan lagi anak baru yang perlu banyak perhatian. Kini mereka sudah bisa berbaur dengan teman-teman yang lebih dulu tinggal di Goa Kobra.
Saat ini mereka sedang makan malam bersama. Seperti biasa, setiap satu minggu sekali akan ada makan malam bersama, yang tujuannya untuk mempererat rasa persaudaraan di antara mereka, penghuni lama dan baru.
Bug!
Aurel menendang kaki Razka yang duduk di depannya. Di meja itu hanya ada ia, Razka, dan Mikey. Seharusnya ada King juga di sana, akan tetapi laki-laki itu telah kembali ke kamar karena tiba-tiba merasa tidak enak badan.
Mendapat tendangan di kakinya, Razka menoleh ke arah Aurel dengan tatapan tajam.
“Apa?” tanyanya kemudian.
Akan tetapi, Aurel hanya tersenyum mencurigakan. Sungguh, sejauh ini Razka begitu tidak paham dengan sosok makhluk yang namanya p
Tahun 1998Terlihat seorang pembawa acara tengah menarik mic yang tergantung di depannya. Ia mulai membuka lipatan kertas kecil dari dalam saku jas. Lusuh. Namun, masih bisa terbaca."Di sudut merah, dengan tinggi 171 senti meter dan berat 66 kilo gram, lima kali menang dalam enam pertandingan. Tuan rumah kita ... Rico Bane 'The Black Horse'!! Telah siap menjamu tamunya malam hari ini ...."Suara Nick si pemandu acara menggema di seluruh ruangan."Di sudut biru ... seorang pendatang baru yang langsung meraih posisi puncak! 'Jangan berkedip atau kau akan menyesal ...' adalah kalimat yang selalu ia ucapkan sebelum bertanding. Dengan tinggi 169 senti meter dan berat 67 kilo gram, belum pernah mengalami kekalahan ... Marco Geraldino 'The Magician' .... Inilah big match kita bulan ini! Kejuaraan bergengsi, untuk memperebutkan sabuk emas Walikota!"Penonton bersorak-sorai setelah Nick selesai bicara.Pertarungan di kelas Junior Middleweight itu me
Dengan rasa marah yang telah menyelimuti hatinya, Liza terus melangkah kembali menuju ke gelanggang tinju.Di dalam gendongan Liza, ada Razka yang memeluk erat mommy-nya."Mommy ... kita mau ke mana? Di mana daddy?" tanya Razka yang terdengar mulai mengantuk."Daddy telah tidur panjang, Sayang. Saat ini, mommy harus memastikan sesuatu. Jika dugaan mommy benar, mommy akan membuat mereka mendekam di penjara, atas semua yang terjadi dengan Daddy!" jelas Liza yang tidak terlalu dipahami oleh Razka."Eemm ...," sahut Razka.Langkah Liza terhenti tepat di depan pintu gelanggang.Ia mendengar suara gelak tawa pecah dari dalam ruang di depannya saat ini.Liza bersiap mengulurkan tangannya."Mommy ... Razka mau pipis," lirih Razka dengan mata penuh permohonan."Razka ... tunggu sebentar lagi, ya? Setelah itu mommy akan membawamu ke toilet.""Tidak bisa, Mom ... ayo ...," rengek Razka sambil terus bergerak
"Hei, pergi kalian!" tukas Jordan saat melihat beberapa anak yang lebih besar, sedang memukuli seorang anak laki-laki.Saat melihat Jordan dan Ben, anak-anak berandal itu berhenti dan melarikan diri.Ben mendekati anak laki-laki itu dan membantunya berdiri.Dari tempatnya saat ini, Ben bisa melihat sebuah apel dan roti yang tadi dikatakan pedagang tua tadi. Sayangnya, buah dan roti itu telah jatuh di atas tanah. Tidak mungkin lagi untuk dimakan.Bukannya menjawab pertanyaan Ben, anak kecil itu malah mundur dan melindungi wajahnya.Air mukanya semakin ketakutan saat melihat Jordan datang sehabis mengejar anak-anak nakal tadi.Dengan gerakan yang sangat cepat, si anak kecil mengambil buah apel yang masih bisa diselamatkan dan lari secepat mungkin."Oh ... yang benar saja. Aku baru saja berhenti berlari!" tukas Jordan jengkel.Ben tersenyum dan bersiap untuk kembali berlari."Kamu ambil mobil, aku akan mengejarnya di
Tidak semua kematian merupakan akhir menyedihkan. Sebagian di antaranya adalah awal yang lebih baik ....***Jordan menyalami pelayat terakhir yang datang ke rumahnya.Setelah siang tadi komandannya dan beberapa pasukan Elang datang, sore ini ia harus menerima beberapa rekan ayahnya yang masih berurusan dengan dunia tinju.Jordan pernah berniat untuk masuk ke dunia yang sama dengan idolanya dulu, namun almarhum Armand menolak niatan itu mentah-mentah.Armand bilang, ia tidak ingin kejadian mengenaskan yang terjadi dengan Marco, kembali terulang.Walaupun ia cukup yakin kalau ia bisa membawa anaknya menjadi juara, tapi ia tidak bisa menjaganya setiap saat.Buktinya, ia harus kehilangan Marco di depan matanya sendiri. Di dalam pengawasannya."Apakah kita masih menerima tamu yang datang melayat?" tanya Kanaya, istri Jordan yang tengah mengandung enam bulan.Jordan diam saja sambil terus menatap foto
"TIDAK!!" pekik Razka.Dengan peluh membasahi kening, ia terbangun dari tidur.Teriakannya barusan, bahkan berhasil membangunkan beberapa tuna wisma yang sedang tidur di bawah jembatan Astua; jembatan terpanjang di Kota Metro yang menghubungkan kota itu dengan Kota Milion.Biasanya, para tuna wisma akan menyalakan perapian di dalam drum besi dan menghangatkan diri di dekatnya.Sayangnya, malam ini Razka harus ikut bergabung dengan mereka. Semata-mata karena ia harus kabur dari pengejaran polisi-polisi yang ingin memenjarakannya."Hei, anak muda ... jangan berisik. Kami mencoba untuk tidur!" tukas salah satu tuna wisma yang paling dekat dengan Razka.Razka hanya menunduk dan menarik tas ranselnya mendekat.Benda-benda yang ada di dalamnya, adalah harta terakhir yang ia miliki.Seharusnya, ia adalah anak yang bahagia. Dulu Razka memiliki kehidupan yang menyenangkan. Orang tua yang menyayanginya serta teman-teman yang baik.
Hari-hari Razka ia lalui dengan hidup di jalanan seperti biasanya.Yang berbeda, saat ini Razka mengambil lokasi yang lumayan jauh dari pusat Kota Metro. Ia tidak ingin tertangkap oleh polisi-polisi yang kemarin mengejarnya dan berhasil meringkus James.Bugh!Tanpa sengaja Razka menabrak seorang ibu-ibu yang terlihat jalan dengan tergesa.Barang-barang ibu itu jatuh dan terhambur di atas aspal.Dengan tatapan marah, ibu tadi sudah siap untuk memaki Razka."Hei! Kamu mau mengambil tas saya, ya?!" tukas ibu tadi langsung kepada Razka.Razka yang mendapat tuduhan seperti itu, merasa sangat kaget. Padahal ia hanya tidak sengaja menabraknya.Sialnya, karena lokasi yang lumayan ramai, beberapa pasang mata mulai memperhatikan keributan antara ibu-ibu tadi dengan Razka."Maaf, Bu, saya tidak sengaja. Saya juga tidak berniat untuk mengambil barang-barang ibu ...," sahut Razka sambil memeluk ransel lusuhnya.Ransel it
"Jangan! Jangan lewat sana!" tukas Aurel yang kini memimpin Razka untuk berlari ke arah yang lainnya."Ta-tapi, ini jalan buntu!" tukas Razka yang masih ingat betul dengan gang-gang di lokasi itu."Diam saja. Aku akan menyelamatkan kita. Kalau kita masuk ke gang Kelana, kita hanya akan menyerahkan diri pada anak buah Anton yang lain. Mereka tidak hanya bertiga!" jelas Aurel yang staminanya masih sangat tinggi.Bahkan Razka sudah merasa agak lelah dan haus.Akan tetapi, ia harus tetap berlari atau mereka akan menjadi santap siang Anton dan anak buahnya yang tidak sedikit.Setelah dirasa cukup jauh dan terhindar dari gerombolan Anton, Aurel menghentikan langkahnya.Razka yang sudah merasa sangat lelah, langsung menjatuhkan dirinya di atas lantai semen.Pandangannya agak berkunang. Ia ingin menanyakan banyak hal, namun kondisinya tidak memungkinkan saat ini. Jadi, ia hanya berbaring saja di sana sambil mengatur napas."Apa kau bai
Brak! Polisi kedua tadi malah menggebrak meja tanpa peringatan. Membuat Razka dan Aurel yang berdiri agak berjauhan, tersentak kaget. "Berani-beraninya membohongi polisi. Kalian mau jadi apa nantinya, hah?!" bentaknya. "Membohongi bagaimana, Pak? Kami ke sini hanya untuk mengembalikan tas itu. Kami bahkan tidak melihat-lihat isinya!" tukas Aurel yang kesal karena kebaikan hati mereka malah dibalas dengan cara yang salah. "Kami mendapat informasi kalau kalian yang mengambil tas ini! Masih mau mengelak juga? Banyak saksi yang melihat aksi kalian!" ketus polisi kedua yang sepertinya sedang mengalami hari yang buruk. Razka sendiri tidak bisa berkata-kata. Polisi itu benar. Orang-orang hanya melaporkan apa yang mereka lihat. Aurel mengambil tas si ibu dan Razka mengejarnya. Bagi orang yang tidak tau duduk persoalan yang sedang terjadi, pasti mengira kalau Razka tengah bekerja sama dengan Aurel. Razka mulai tidak suka dengan ga