Hari-hari Razka ia lalui dengan hidup di jalanan seperti biasanya.
Yang berbeda, saat ini Razka mengambil lokasi yang lumayan jauh dari pusat Kota Metro. Ia tidak ingin tertangkap oleh polisi-polisi yang kemarin mengejarnya dan berhasil meringkus James.
Bugh!
Tanpa sengaja Razka menabrak seorang ibu-ibu yang terlihat jalan dengan tergesa.
Barang-barang ibu itu jatuh dan terhambur di atas aspal.
Dengan tatapan marah, ibu tadi sudah siap untuk memaki Razka.
"Hei! Kamu mau mengambil tas saya, ya?!" tukas ibu tadi langsung kepada Razka.
Razka yang mendapat tuduhan seperti itu, merasa sangat kaget. Padahal ia hanya tidak sengaja menabraknya.
Sialnya, karena lokasi yang lumayan ramai, beberapa pasang mata mulai memperhatikan keributan antara ibu-ibu tadi dengan Razka.
"Maaf, Bu, saya tidak sengaja. Saya juga tidak berniat untuk mengambil barang-barang ibu ...," sahut Razka sambil memeluk ransel lusuhnya.
Ransel itu sudah sangat usang. Bahkan salah satu talinya telah putus. Razka tidak bisa menggunakannya dengan baik. Ia harus memeluk benda itu kemana pun ia pergi.
"Halah! Saya tahu kamu pasti mau mengambil tas saya. Sejak tadi kamu memperhatikan gerak-gerik saya, kan? Kamu tahu saya baru saja keluar dari bank. Iya, kan?" tuduh ibu itu semaunya.
Kini beberapa orang yang memperhatikan kejadian itu sejak tadi, mulai ikut menuduh gerak gerik Razka.
"Sumpah, saya tidak bermaksud untuk mencuri apa-apa. Saya memang orang miskin, tapi saya tidak pernah mencuri untuk menjadikan diri saya kaya raya!" tukas Razka yang mulai merasa terpojok.
"Memangnya ada maling yang mengaku? Kalau memang ada, pasti penjara sudah penuh ...," timpal salah satu laki-laki yang berdiri tidak jauh dari Razka.
Razka berpaling kepada sosok itu dan melemparkan pandangan tidak percaya.
Pada saat orang-orang mulai mencerca Razka, seseorang menabrak ibu-ibu tadi hingga wanita itu jatuh terduduk.
"Eh, Maaf, Bu ... saya lagi buru-buru!" kata orang itu kemudian langsung kembali berlari menjauh dari kekacauan yang terjadi.
"Aduh! Ada apa sih? Kenapa semua orang tiba-tiba suka menabrak sembarangan?!" omel ibu itu.
Namun beberapa detik kemudian, ia kembali menjerit dan mulai menunjuk-nunjuk Razka yang masih berdiri di tempatnya.
"Itu tadi komplotanmu, kan? Tolong! Tolong! Tas saya dicuri! Anak ini ... temannya telah mencuri tas saya!" Ibu itu menjerit panik.
Dari tempatnya saat ini, Razka bisa melihat orang yang tadi menabrak ibu-ibu di depannya.
Sosok itu terlihat menjauh tanpa ada yang menghentikan.
Sebelum banyak orang yang berkumpul dan mulai ikut menuduhnya, Razka berlari meninggalkan tempat itu.
Ia bahkan tidak memberikan dirinya sendiri kesempatan, untuk melihat ke belakang atau mencari tahu apa yang terjadi.
Secepat yang ia bisa, Razka terus mengayunkan kakinya.
"Sialan! Aku harus menemukan orang itu dan membuktikan kalau aku tidak ada hubungan dengannya! Enak saja! Dia yang mengambil, aku yang dituduh oleh orang-orang!" ketus Razka tanpa mengalihkan pandangan, dari sosok yang ia kenali sebagai orang yang menabrak ibu-ibu tadi.
Saat sosok itu berbelok ke arah sebuah gang, Razka juga berbelok di gang yang paling dekat dengannya.
Beberapa hari tinggal di daerah itu membuat Razka tahu sedikit banyak tentang gang-gang yang saling berhubungan di sana.
Setelah aksi pengejaran yang cukup melelahkan, akhirnya Razka bisa mencegat orang yang mengambil tas ibu-ibu tadi.
Razka mengingat dengan jelas pakaian dan topi yang dikenakan targetnya.
Dari lokasi ia berada saat ini, Razka bisa melihat kalau targetnya sedang berjalan cepat menuju tempatnya menunggu.
Insting Razka cukup akurat. Sosok yang Razka tunggu, hanya berjarak dua puluh meter dari tempatnya sekarang.
Razka sudah tahu apa yang akan ia lakukan berikutnya.
Brugh!
Sosok berjaket merah dan topi ungu yang ia tunggu, jatuh tersungkur mencium aspal, karena tersandung kaki Razka yang sengaja ia pasang di sana.
Pencuri itu memaki, sambil berusaha untuk mengambil tas curiannya yang terlempar agak jauh.
Namun Razka telah lebih dulu mengambil tas itu.
"Brengsek! Siapa kamu? Berani-beraninya mengganggu pekerjaanku!" umpat suara berjenis alto yang sempat membuat Razka terpana.
"Ka-kamu ... remaja sepertiku?" tanya Razka kaget.
Sebenarnya bukan pertanyaan itu yang ingin ditanyakan Razka, namun dia tidak ingin dianggap merendahkan perempuan.
"Ck!" Gadis itu berdecak kesal. "Kamu juga masih remaja, kenapa memangnya? Ada masalah?!" ketusnya kasar.
Gadis itu telah berdiri sambil membersihkan jaketnya yang berdebu.
"Berikan tas itu!" tagihnya kemudian.
Razka menyembunyikan tas yang dijatuhkan gadis tersebut di belakang punggungnya.
"Tidak! Gara-gara tas ini, mereka menuduhku sebagai komplotanmu! Aku akan mengembalikan kepada pemiliknya!" sahut Razka dengan nada bicara yang sangat serius.
Gadis itu tersenyum mengejek sambil melipat kedua tangannya di depan.
"Kalau kamu mengembalikan tas ini kepada pemiliknya, mereka tetap akan menuduhmu sebagai pencuri. Lebih baik kamu memberikannya padaku, dan aku akan memberikan 10% isinya untukmu, bagaimana?" tawar gadis itu.
Dari apa yang terlihat, gadis itu sangat berharap kalau Razka mau bekerja sama dengannya.
Akan tetapi, bagaimanapun kerasnya hidup yang telah dilalui Razka, ia tetap berpendirian teguh. Razka tidak mau mencuri sesuatu dengan tujuan untuk memperkaya dirinya sendiri.
Ia hanya mencuri saat benar-benar terpaksa. Saat ia benar-benar kelaparan dan harus makan atau minum.
"Maaf, tapi tawaranmu tidak menarik bagiku," sahut Razka yang kemudian berbalik dan meninggalkan gadis pencuri itu sendirian.
Saat itulah, tiga orang laki-laki bertubuh tinggi besar muncul di hadapan Razka. Rupanya ketiga orang itu telah menunggu gadis itu di sana.
Plok plok plok!
Salah seorang laki-laki yang berdiri paling depan, bertepuk tangan dan menggelengkan kepalanya.
"Bagus ... pagi-pagi sudah disuguhi drama penyelamatan dari anak sok jago," kata laki-laki itu mengejek.
"Anton ...," lirih gadis itu dalam ketakutan. Ia mundur dari tempatnya semula.
Razka yang berdiri di antara laki-laki besar bernama Anton dan gadis pencuri tadi, hanya bisa meningkatkan kewaspadaan. Tas yang ia selamatkan, masih aman dalam dekapannya.
"Aurel ... mana setoranmu minggu ini?" tanya Anton yang tidak memperdulikan Razka. Tatapannya lurus ke arah gadis bernama Aurel.
Aurel diam. Ia tidak berani bilang kalau tas yang ia curi telah berpindah tangan.
Menyadari kalau mungkin si Aurel ini dalam masalah, Razka mundur ke arah Aurel.
Otaknya berputar.
Dari pengamatannya sejauh ini, si Aurel adalah orang suruhan Anton yang tidak berani sama sekali pada tiga sekawan di depan mereka.
Jika Razka bisa mengajak Aurel untuk kabur, kemungkinan besar ia akan selamat dari tiga sekawan yang body-nya tiga kali ukuran tubuh Razka.
Hanya jika Aurel mau kabur dengannya. Jika Aurel menolak, ia akan langsung jadi ayam penyet dalam waktu beberapa menit saja.
"Rel, apa yang kamu tunggu? Berikan tas itu padaku!" tukas Anton yang mulai merasa kalau anak buahnya tidak mengindahkan perintahnya.
Mendengar perintah itu, Razka langsung berbalik dan berlari ke arah Aurel.
Tepat di depan gadis itu, ia mengulurkan tangan dan menangkap tangan Aurel yang tengah mematung.
Razka memaksa Aurel untuk ikut berlari dengannya.
"Hei, apa yang kamu lakukan?!" tukas Aurel yang tidak terima dengan aksi Razka.
"Ikut saja! Kalau kamu berhenti sekarang, mereka hanya akan memukulimu. Mereka sudah cukup melihat, untuk mengira kalau kita sedang bekerja sama!" jelas Razka.
Mendengar hal itu, Aurel pasrah. Apa yang Razka katakan benar. Ia tidak ingin menjadi objek kekesalan Anton dan dua anak buahnya. Lagipula, kabur dari mereka sudah lama terlintas dipikiran Aurel. Ia hanya tidak punya momen yang tepat.
[]
"Jangan! Jangan lewat sana!" tukas Aurel yang kini memimpin Razka untuk berlari ke arah yang lainnya."Ta-tapi, ini jalan buntu!" tukas Razka yang masih ingat betul dengan gang-gang di lokasi itu."Diam saja. Aku akan menyelamatkan kita. Kalau kita masuk ke gang Kelana, kita hanya akan menyerahkan diri pada anak buah Anton yang lain. Mereka tidak hanya bertiga!" jelas Aurel yang staminanya masih sangat tinggi.Bahkan Razka sudah merasa agak lelah dan haus.Akan tetapi, ia harus tetap berlari atau mereka akan menjadi santap siang Anton dan anak buahnya yang tidak sedikit.Setelah dirasa cukup jauh dan terhindar dari gerombolan Anton, Aurel menghentikan langkahnya.Razka yang sudah merasa sangat lelah, langsung menjatuhkan dirinya di atas lantai semen.Pandangannya agak berkunang. Ia ingin menanyakan banyak hal, namun kondisinya tidak memungkinkan saat ini. Jadi, ia hanya berbaring saja di sana sambil mengatur napas."Apa kau bai
Brak! Polisi kedua tadi malah menggebrak meja tanpa peringatan. Membuat Razka dan Aurel yang berdiri agak berjauhan, tersentak kaget. "Berani-beraninya membohongi polisi. Kalian mau jadi apa nantinya, hah?!" bentaknya. "Membohongi bagaimana, Pak? Kami ke sini hanya untuk mengembalikan tas itu. Kami bahkan tidak melihat-lihat isinya!" tukas Aurel yang kesal karena kebaikan hati mereka malah dibalas dengan cara yang salah. "Kami mendapat informasi kalau kalian yang mengambil tas ini! Masih mau mengelak juga? Banyak saksi yang melihat aksi kalian!" ketus polisi kedua yang sepertinya sedang mengalami hari yang buruk. Razka sendiri tidak bisa berkata-kata. Polisi itu benar. Orang-orang hanya melaporkan apa yang mereka lihat. Aurel mengambil tas si ibu dan Razka mengejarnya. Bagi orang yang tidak tau duduk persoalan yang sedang terjadi, pasti mengira kalau Razka tengah bekerja sama dengan Aurel. Razka mulai tidak suka dengan ga
Kini Razka dan Aurel sudah tidak berada di dalam sel lagi. Polisi-polisi itu telah mengeluarkan keduanya, sesaat setelah Ramses Arkana tiba."Jadi, menurut pengakuan mereka, mereka adalah calon murid di fighter club milik Anda. Apa benar begitu? Karena jika tidak, orang dari dinas sosial akan menjemput mereka besok pagi ...," jelas salah satu polisi bernama Jimy.Pandangan Ramses beralih pada Razka. Ia tersenyum penuh arti."Ya, mereka calon pendatang baru di club saya. Oya, apa saya boleh bicara bertiga saja dengan mereka?" tanya Ramses berharap.Ramses hanya ingin memastikan sesuatu sebelum membawa Razka dan Aurel pergi bebersamanya."Tentu saja," sahut si polisi. Kedua polisi yang ada di ruangan itu, keluar untuk membiarkan ketiganya bicara.Setelah pintu tertutup, Ramses mengalihkan pandangannya kepada Razka."Rasanya aku mengenalmu, kamu anak yang malam itu mengiraku sebagai gelandangan, kan?" tanya Ramses memastikan diriny
"Astagaa!" pekik Razka saat melihat apa yang ada di hadapannya saat ini.Mereka disambut oleh tiga kepala hewan yang tergantung di dinding. Ada kepala rusa, harimau dan beruang grizzly."Ada apa?" tanya Ramses yang ikut terkejut dengan keterkejutan Razka."Ah, tidak, Tuan. Saya hanya kaget dengan ketiga makhluk itu ...," sahut Razka."Apa kamu tidak pernah melihat hewan-hewan itu, atau bagaimana?" tanya Aurel dengan suara rendah.Razka hanya melirik Aurel sekilas dan kembali melangkahkan kakinya ke arah Ramses."Duduklah kalian berdua. Jadi ...."Untuk beberapa saat lamanya, Ramses membicarakan apa yang bisa Razka dan Aurel kerjakan.Setelah keduanya menyanggupi tawaran Ramses, mereka membubuhkan cap jari di atas kertas perjanjian bermaterai.Untuk Razka sendiri, mulai besok ia akan mendapat pendidikan dasar dari seorang guru yang telah disediakan Ramses. Maklum, Razka tidak pernah tau yang namanya sekolah.
Bugh! Razka tersentak kaget saat merasakan sebuah dorongan di belakang kursinya. Ia berpaling dan melihat Aurel yang sedang serius menggoreskan pena. Razka tahu kalau anak itulah yang menendang kursinya barusan. "Apa?" tanya Razka sedikit berbisik. Sebenarnya ia tidak perlu berbisik. Madam Antonia yang merupakan guru mereka, sedang keluar untuk menemui Tuan Ramses. Yang ada hanya Peter. Ketua kelas yang usianya beberapa tahun di bawah mereka. "Aku bosan!" tukas Aurel yang entah menggambar apa di atas kertasnya. Anak itu pasti merasa kalau sekolah tidaklah penting. "Lalu kamu mau apa? Kamu tahu sendiri, kalau kita tidak mengikuti aturan, Tuan Ramses akan mengembalikan kita ke penjara atau dinas sosial ...," terangnya kemudian. "Eheem! Apa yang kalian diskusikan? Tidak ada yang perlu dicontek dari tugas menulis ini," kata Peter yang terlihat masih asik dengan rubik kayu di tangannya. "Kami tidak menyontek. Hanya sedang bica
Makan malam yang luar biasa. Hanya itu yang memenuhi pikiran Razka malam ini. Ia tidak hentinya mengucapkan syukur pada sang pencipta atas sajian yang ada di depannya kini. Walaupun begitu, ada sedikit rasa sedih yang menyelinap di dalam hatinya. Razka yang sedang menikmati semua sajian tersebut, malah mengingat sosok James yang telah merawatnya selama ini. Laki-laki itu kerap berjanji padanya untuk membawa Razka makan enak di sebuah restoran. Razka tahu kalau ia tidak perlu berharap besar kepada walinya tersebut. “Raz!” panggil Mikey seraya menyenggol bahu rekannya. Rupanya, sejak tadi Mikey telah memanggil-manggil Razka. Akan tetapi, anak itu tidak mendengarnya. Ia ternggelam ke dalam pikirannya sendiri. “Iya? Maaf, aku sedang memikirkan seseorang …,” terang Razka yang kemudian mengambil gelas air dan meneguk isinya. “Seorang wanita?” tebak Mikey yang sudah lupa ingin mengatakan apa tadi. “Hush! Kamu ini bicara apa? Satu-satuny
Beberapa minggu telah berlalu. Razka dan Aurel bukan lagi anak baru yang perlu banyak perhatian. Kini mereka sudah bisa berbaur dengan teman-teman yang lebih dulu tinggal di Goa Kobra.Saat ini mereka sedang makan malam bersama. Seperti biasa, setiap satu minggu sekali akan ada makan malam bersama, yang tujuannya untuk mempererat rasa persaudaraan di antara mereka, penghuni lama dan baru.Bug!Aurel menendang kaki Razka yang duduk di depannya. Di meja itu hanya ada ia, Razka, dan Mikey. Seharusnya ada King juga di sana, akan tetapi laki-laki itu telah kembali ke kamar karena tiba-tiba merasa tidak enak badan.Mendapat tendangan di kakinya, Razka menoleh ke arah Aurel dengan tatapan tajam.“Apa?” tanyanya kemudian.Akan tetapi, Aurel hanya tersenyum mencurigakan. Sungguh, sejauh ini Razka begitu tidak paham dengan sosok makhluk yang namanya p
Tahun 1998Terlihat seorang pembawa acara tengah menarik mic yang tergantung di depannya. Ia mulai membuka lipatan kertas kecil dari dalam saku jas. Lusuh. Namun, masih bisa terbaca."Di sudut merah, dengan tinggi 171 senti meter dan berat 66 kilo gram, lima kali menang dalam enam pertandingan. Tuan rumah kita ... Rico Bane 'The Black Horse'!! Telah siap menjamu tamunya malam hari ini ...."Suara Nick si pemandu acara menggema di seluruh ruangan."Di sudut biru ... seorang pendatang baru yang langsung meraih posisi puncak! 'Jangan berkedip atau kau akan menyesal ...' adalah kalimat yang selalu ia ucapkan sebelum bertanding. Dengan tinggi 169 senti meter dan berat 67 kilo gram, belum pernah mengalami kekalahan ... Marco Geraldino 'The Magician' .... Inilah big match kita bulan ini! Kejuaraan bergengsi, untuk memperebutkan sabuk emas Walikota!"Penonton bersorak-sorai setelah Nick selesai bicara.Pertarungan di kelas Junior Middleweight itu me