Makan malam yang luar biasa. Hanya itu yang memenuhi pikiran Razka malam ini. Ia tidak hentinya mengucapkan syukur pada sang pencipta atas sajian yang ada di depannya kini. Walaupun begitu, ada sedikit rasa sedih yang menyelinap di dalam hatinya.
Razka yang sedang menikmati semua sajian tersebut, malah mengingat sosok James yang telah merawatnya selama ini. Laki-laki itu kerap berjanji padanya untuk membawa Razka makan enak di sebuah restoran. Razka tahu kalau ia tidak perlu berharap besar kepada walinya tersebut.
“Raz!” panggil Mikey seraya menyenggol bahu rekannya.
Rupanya, sejak tadi Mikey telah memanggil-manggil Razka. Akan tetapi, anak itu tidak mendengarnya. Ia ternggelam ke dalam pikirannya sendiri.
“Iya? Maaf, aku sedang memikirkan seseorang …,” terang Razka yang kemudian mengambil gelas air dan meneguk isinya.
“Seorang wanita?” tebak Mikey yang sudah lupa ingin mengatakan apa tadi.
“Hush! Kamu ini bicara apa? Satu-satuny
Jangan lupa dukungannya, ya!
Beberapa minggu telah berlalu. Razka dan Aurel bukan lagi anak baru yang perlu banyak perhatian. Kini mereka sudah bisa berbaur dengan teman-teman yang lebih dulu tinggal di Goa Kobra.Saat ini mereka sedang makan malam bersama. Seperti biasa, setiap satu minggu sekali akan ada makan malam bersama, yang tujuannya untuk mempererat rasa persaudaraan di antara mereka, penghuni lama dan baru.Bug!Aurel menendang kaki Razka yang duduk di depannya. Di meja itu hanya ada ia, Razka, dan Mikey. Seharusnya ada King juga di sana, akan tetapi laki-laki itu telah kembali ke kamar karena tiba-tiba merasa tidak enak badan.Mendapat tendangan di kakinya, Razka menoleh ke arah Aurel dengan tatapan tajam.“Apa?” tanyanya kemudian.Akan tetapi, Aurel hanya tersenyum mencurigakan. Sungguh, sejauh ini Razka begitu tidak paham dengan sosok makhluk yang namanya p
Tahun 1998Terlihat seorang pembawa acara tengah menarik mic yang tergantung di depannya. Ia mulai membuka lipatan kertas kecil dari dalam saku jas. Lusuh. Namun, masih bisa terbaca."Di sudut merah, dengan tinggi 171 senti meter dan berat 66 kilo gram, lima kali menang dalam enam pertandingan. Tuan rumah kita ... Rico Bane 'The Black Horse'!! Telah siap menjamu tamunya malam hari ini ...."Suara Nick si pemandu acara menggema di seluruh ruangan."Di sudut biru ... seorang pendatang baru yang langsung meraih posisi puncak! 'Jangan berkedip atau kau akan menyesal ...' adalah kalimat yang selalu ia ucapkan sebelum bertanding. Dengan tinggi 169 senti meter dan berat 67 kilo gram, belum pernah mengalami kekalahan ... Marco Geraldino 'The Magician' .... Inilah big match kita bulan ini! Kejuaraan bergengsi, untuk memperebutkan sabuk emas Walikota!"Penonton bersorak-sorai setelah Nick selesai bicara.Pertarungan di kelas Junior Middleweight itu me
Dengan rasa marah yang telah menyelimuti hatinya, Liza terus melangkah kembali menuju ke gelanggang tinju.Di dalam gendongan Liza, ada Razka yang memeluk erat mommy-nya."Mommy ... kita mau ke mana? Di mana daddy?" tanya Razka yang terdengar mulai mengantuk."Daddy telah tidur panjang, Sayang. Saat ini, mommy harus memastikan sesuatu. Jika dugaan mommy benar, mommy akan membuat mereka mendekam di penjara, atas semua yang terjadi dengan Daddy!" jelas Liza yang tidak terlalu dipahami oleh Razka."Eemm ...," sahut Razka.Langkah Liza terhenti tepat di depan pintu gelanggang.Ia mendengar suara gelak tawa pecah dari dalam ruang di depannya saat ini.Liza bersiap mengulurkan tangannya."Mommy ... Razka mau pipis," lirih Razka dengan mata penuh permohonan."Razka ... tunggu sebentar lagi, ya? Setelah itu mommy akan membawamu ke toilet.""Tidak bisa, Mom ... ayo ...," rengek Razka sambil terus bergerak
"Hei, pergi kalian!" tukas Jordan saat melihat beberapa anak yang lebih besar, sedang memukuli seorang anak laki-laki.Saat melihat Jordan dan Ben, anak-anak berandal itu berhenti dan melarikan diri.Ben mendekati anak laki-laki itu dan membantunya berdiri.Dari tempatnya saat ini, Ben bisa melihat sebuah apel dan roti yang tadi dikatakan pedagang tua tadi. Sayangnya, buah dan roti itu telah jatuh di atas tanah. Tidak mungkin lagi untuk dimakan.Bukannya menjawab pertanyaan Ben, anak kecil itu malah mundur dan melindungi wajahnya.Air mukanya semakin ketakutan saat melihat Jordan datang sehabis mengejar anak-anak nakal tadi.Dengan gerakan yang sangat cepat, si anak kecil mengambil buah apel yang masih bisa diselamatkan dan lari secepat mungkin."Oh ... yang benar saja. Aku baru saja berhenti berlari!" tukas Jordan jengkel.Ben tersenyum dan bersiap untuk kembali berlari."Kamu ambil mobil, aku akan mengejarnya di
Tidak semua kematian merupakan akhir menyedihkan. Sebagian di antaranya adalah awal yang lebih baik ....***Jordan menyalami pelayat terakhir yang datang ke rumahnya.Setelah siang tadi komandannya dan beberapa pasukan Elang datang, sore ini ia harus menerima beberapa rekan ayahnya yang masih berurusan dengan dunia tinju.Jordan pernah berniat untuk masuk ke dunia yang sama dengan idolanya dulu, namun almarhum Armand menolak niatan itu mentah-mentah.Armand bilang, ia tidak ingin kejadian mengenaskan yang terjadi dengan Marco, kembali terulang.Walaupun ia cukup yakin kalau ia bisa membawa anaknya menjadi juara, tapi ia tidak bisa menjaganya setiap saat.Buktinya, ia harus kehilangan Marco di depan matanya sendiri. Di dalam pengawasannya."Apakah kita masih menerima tamu yang datang melayat?" tanya Kanaya, istri Jordan yang tengah mengandung enam bulan.Jordan diam saja sambil terus menatap foto
"TIDAK!!" pekik Razka.Dengan peluh membasahi kening, ia terbangun dari tidur.Teriakannya barusan, bahkan berhasil membangunkan beberapa tuna wisma yang sedang tidur di bawah jembatan Astua; jembatan terpanjang di Kota Metro yang menghubungkan kota itu dengan Kota Milion.Biasanya, para tuna wisma akan menyalakan perapian di dalam drum besi dan menghangatkan diri di dekatnya.Sayangnya, malam ini Razka harus ikut bergabung dengan mereka. Semata-mata karena ia harus kabur dari pengejaran polisi-polisi yang ingin memenjarakannya."Hei, anak muda ... jangan berisik. Kami mencoba untuk tidur!" tukas salah satu tuna wisma yang paling dekat dengan Razka.Razka hanya menunduk dan menarik tas ranselnya mendekat.Benda-benda yang ada di dalamnya, adalah harta terakhir yang ia miliki.Seharusnya, ia adalah anak yang bahagia. Dulu Razka memiliki kehidupan yang menyenangkan. Orang tua yang menyayanginya serta teman-teman yang baik.
Hari-hari Razka ia lalui dengan hidup di jalanan seperti biasanya.Yang berbeda, saat ini Razka mengambil lokasi yang lumayan jauh dari pusat Kota Metro. Ia tidak ingin tertangkap oleh polisi-polisi yang kemarin mengejarnya dan berhasil meringkus James.Bugh!Tanpa sengaja Razka menabrak seorang ibu-ibu yang terlihat jalan dengan tergesa.Barang-barang ibu itu jatuh dan terhambur di atas aspal.Dengan tatapan marah, ibu tadi sudah siap untuk memaki Razka."Hei! Kamu mau mengambil tas saya, ya?!" tukas ibu tadi langsung kepada Razka.Razka yang mendapat tuduhan seperti itu, merasa sangat kaget. Padahal ia hanya tidak sengaja menabraknya.Sialnya, karena lokasi yang lumayan ramai, beberapa pasang mata mulai memperhatikan keributan antara ibu-ibu tadi dengan Razka."Maaf, Bu, saya tidak sengaja. Saya juga tidak berniat untuk mengambil barang-barang ibu ...," sahut Razka sambil memeluk ransel lusuhnya.Ransel it
"Jangan! Jangan lewat sana!" tukas Aurel yang kini memimpin Razka untuk berlari ke arah yang lainnya."Ta-tapi, ini jalan buntu!" tukas Razka yang masih ingat betul dengan gang-gang di lokasi itu."Diam saja. Aku akan menyelamatkan kita. Kalau kita masuk ke gang Kelana, kita hanya akan menyerahkan diri pada anak buah Anton yang lain. Mereka tidak hanya bertiga!" jelas Aurel yang staminanya masih sangat tinggi.Bahkan Razka sudah merasa agak lelah dan haus.Akan tetapi, ia harus tetap berlari atau mereka akan menjadi santap siang Anton dan anak buahnya yang tidak sedikit.Setelah dirasa cukup jauh dan terhindar dari gerombolan Anton, Aurel menghentikan langkahnya.Razka yang sudah merasa sangat lelah, langsung menjatuhkan dirinya di atas lantai semen.Pandangannya agak berkunang. Ia ingin menanyakan banyak hal, namun kondisinya tidak memungkinkan saat ini. Jadi, ia hanya berbaring saja di sana sambil mengatur napas."Apa kau bai
Beberapa minggu telah berlalu. Razka dan Aurel bukan lagi anak baru yang perlu banyak perhatian. Kini mereka sudah bisa berbaur dengan teman-teman yang lebih dulu tinggal di Goa Kobra.Saat ini mereka sedang makan malam bersama. Seperti biasa, setiap satu minggu sekali akan ada makan malam bersama, yang tujuannya untuk mempererat rasa persaudaraan di antara mereka, penghuni lama dan baru.Bug!Aurel menendang kaki Razka yang duduk di depannya. Di meja itu hanya ada ia, Razka, dan Mikey. Seharusnya ada King juga di sana, akan tetapi laki-laki itu telah kembali ke kamar karena tiba-tiba merasa tidak enak badan.Mendapat tendangan di kakinya, Razka menoleh ke arah Aurel dengan tatapan tajam.“Apa?” tanyanya kemudian.Akan tetapi, Aurel hanya tersenyum mencurigakan. Sungguh, sejauh ini Razka begitu tidak paham dengan sosok makhluk yang namanya p
Makan malam yang luar biasa. Hanya itu yang memenuhi pikiran Razka malam ini. Ia tidak hentinya mengucapkan syukur pada sang pencipta atas sajian yang ada di depannya kini. Walaupun begitu, ada sedikit rasa sedih yang menyelinap di dalam hatinya. Razka yang sedang menikmati semua sajian tersebut, malah mengingat sosok James yang telah merawatnya selama ini. Laki-laki itu kerap berjanji padanya untuk membawa Razka makan enak di sebuah restoran. Razka tahu kalau ia tidak perlu berharap besar kepada walinya tersebut. “Raz!” panggil Mikey seraya menyenggol bahu rekannya. Rupanya, sejak tadi Mikey telah memanggil-manggil Razka. Akan tetapi, anak itu tidak mendengarnya. Ia ternggelam ke dalam pikirannya sendiri. “Iya? Maaf, aku sedang memikirkan seseorang …,” terang Razka yang kemudian mengambil gelas air dan meneguk isinya. “Seorang wanita?” tebak Mikey yang sudah lupa ingin mengatakan apa tadi. “Hush! Kamu ini bicara apa? Satu-satuny
Bugh! Razka tersentak kaget saat merasakan sebuah dorongan di belakang kursinya. Ia berpaling dan melihat Aurel yang sedang serius menggoreskan pena. Razka tahu kalau anak itulah yang menendang kursinya barusan. "Apa?" tanya Razka sedikit berbisik. Sebenarnya ia tidak perlu berbisik. Madam Antonia yang merupakan guru mereka, sedang keluar untuk menemui Tuan Ramses. Yang ada hanya Peter. Ketua kelas yang usianya beberapa tahun di bawah mereka. "Aku bosan!" tukas Aurel yang entah menggambar apa di atas kertasnya. Anak itu pasti merasa kalau sekolah tidaklah penting. "Lalu kamu mau apa? Kamu tahu sendiri, kalau kita tidak mengikuti aturan, Tuan Ramses akan mengembalikan kita ke penjara atau dinas sosial ...," terangnya kemudian. "Eheem! Apa yang kalian diskusikan? Tidak ada yang perlu dicontek dari tugas menulis ini," kata Peter yang terlihat masih asik dengan rubik kayu di tangannya. "Kami tidak menyontek. Hanya sedang bica
"Astagaa!" pekik Razka saat melihat apa yang ada di hadapannya saat ini.Mereka disambut oleh tiga kepala hewan yang tergantung di dinding. Ada kepala rusa, harimau dan beruang grizzly."Ada apa?" tanya Ramses yang ikut terkejut dengan keterkejutan Razka."Ah, tidak, Tuan. Saya hanya kaget dengan ketiga makhluk itu ...," sahut Razka."Apa kamu tidak pernah melihat hewan-hewan itu, atau bagaimana?" tanya Aurel dengan suara rendah.Razka hanya melirik Aurel sekilas dan kembali melangkahkan kakinya ke arah Ramses."Duduklah kalian berdua. Jadi ...."Untuk beberapa saat lamanya, Ramses membicarakan apa yang bisa Razka dan Aurel kerjakan.Setelah keduanya menyanggupi tawaran Ramses, mereka membubuhkan cap jari di atas kertas perjanjian bermaterai.Untuk Razka sendiri, mulai besok ia akan mendapat pendidikan dasar dari seorang guru yang telah disediakan Ramses. Maklum, Razka tidak pernah tau yang namanya sekolah.
Kini Razka dan Aurel sudah tidak berada di dalam sel lagi. Polisi-polisi itu telah mengeluarkan keduanya, sesaat setelah Ramses Arkana tiba."Jadi, menurut pengakuan mereka, mereka adalah calon murid di fighter club milik Anda. Apa benar begitu? Karena jika tidak, orang dari dinas sosial akan menjemput mereka besok pagi ...," jelas salah satu polisi bernama Jimy.Pandangan Ramses beralih pada Razka. Ia tersenyum penuh arti."Ya, mereka calon pendatang baru di club saya. Oya, apa saya boleh bicara bertiga saja dengan mereka?" tanya Ramses berharap.Ramses hanya ingin memastikan sesuatu sebelum membawa Razka dan Aurel pergi bebersamanya."Tentu saja," sahut si polisi. Kedua polisi yang ada di ruangan itu, keluar untuk membiarkan ketiganya bicara.Setelah pintu tertutup, Ramses mengalihkan pandangannya kepada Razka."Rasanya aku mengenalmu, kamu anak yang malam itu mengiraku sebagai gelandangan, kan?" tanya Ramses memastikan diriny
Brak! Polisi kedua tadi malah menggebrak meja tanpa peringatan. Membuat Razka dan Aurel yang berdiri agak berjauhan, tersentak kaget. "Berani-beraninya membohongi polisi. Kalian mau jadi apa nantinya, hah?!" bentaknya. "Membohongi bagaimana, Pak? Kami ke sini hanya untuk mengembalikan tas itu. Kami bahkan tidak melihat-lihat isinya!" tukas Aurel yang kesal karena kebaikan hati mereka malah dibalas dengan cara yang salah. "Kami mendapat informasi kalau kalian yang mengambil tas ini! Masih mau mengelak juga? Banyak saksi yang melihat aksi kalian!" ketus polisi kedua yang sepertinya sedang mengalami hari yang buruk. Razka sendiri tidak bisa berkata-kata. Polisi itu benar. Orang-orang hanya melaporkan apa yang mereka lihat. Aurel mengambil tas si ibu dan Razka mengejarnya. Bagi orang yang tidak tau duduk persoalan yang sedang terjadi, pasti mengira kalau Razka tengah bekerja sama dengan Aurel. Razka mulai tidak suka dengan ga
"Jangan! Jangan lewat sana!" tukas Aurel yang kini memimpin Razka untuk berlari ke arah yang lainnya."Ta-tapi, ini jalan buntu!" tukas Razka yang masih ingat betul dengan gang-gang di lokasi itu."Diam saja. Aku akan menyelamatkan kita. Kalau kita masuk ke gang Kelana, kita hanya akan menyerahkan diri pada anak buah Anton yang lain. Mereka tidak hanya bertiga!" jelas Aurel yang staminanya masih sangat tinggi.Bahkan Razka sudah merasa agak lelah dan haus.Akan tetapi, ia harus tetap berlari atau mereka akan menjadi santap siang Anton dan anak buahnya yang tidak sedikit.Setelah dirasa cukup jauh dan terhindar dari gerombolan Anton, Aurel menghentikan langkahnya.Razka yang sudah merasa sangat lelah, langsung menjatuhkan dirinya di atas lantai semen.Pandangannya agak berkunang. Ia ingin menanyakan banyak hal, namun kondisinya tidak memungkinkan saat ini. Jadi, ia hanya berbaring saja di sana sambil mengatur napas."Apa kau bai
Hari-hari Razka ia lalui dengan hidup di jalanan seperti biasanya.Yang berbeda, saat ini Razka mengambil lokasi yang lumayan jauh dari pusat Kota Metro. Ia tidak ingin tertangkap oleh polisi-polisi yang kemarin mengejarnya dan berhasil meringkus James.Bugh!Tanpa sengaja Razka menabrak seorang ibu-ibu yang terlihat jalan dengan tergesa.Barang-barang ibu itu jatuh dan terhambur di atas aspal.Dengan tatapan marah, ibu tadi sudah siap untuk memaki Razka."Hei! Kamu mau mengambil tas saya, ya?!" tukas ibu tadi langsung kepada Razka.Razka yang mendapat tuduhan seperti itu, merasa sangat kaget. Padahal ia hanya tidak sengaja menabraknya.Sialnya, karena lokasi yang lumayan ramai, beberapa pasang mata mulai memperhatikan keributan antara ibu-ibu tadi dengan Razka."Maaf, Bu, saya tidak sengaja. Saya juga tidak berniat untuk mengambil barang-barang ibu ...," sahut Razka sambil memeluk ransel lusuhnya.Ransel it
"TIDAK!!" pekik Razka.Dengan peluh membasahi kening, ia terbangun dari tidur.Teriakannya barusan, bahkan berhasil membangunkan beberapa tuna wisma yang sedang tidur di bawah jembatan Astua; jembatan terpanjang di Kota Metro yang menghubungkan kota itu dengan Kota Milion.Biasanya, para tuna wisma akan menyalakan perapian di dalam drum besi dan menghangatkan diri di dekatnya.Sayangnya, malam ini Razka harus ikut bergabung dengan mereka. Semata-mata karena ia harus kabur dari pengejaran polisi-polisi yang ingin memenjarakannya."Hei, anak muda ... jangan berisik. Kami mencoba untuk tidur!" tukas salah satu tuna wisma yang paling dekat dengan Razka.Razka hanya menunduk dan menarik tas ranselnya mendekat.Benda-benda yang ada di dalamnya, adalah harta terakhir yang ia miliki.Seharusnya, ia adalah anak yang bahagia. Dulu Razka memiliki kehidupan yang menyenangkan. Orang tua yang menyayanginya serta teman-teman yang baik.