Bab 96
Mera sibuk mengatur letak tatanan baju di dalam butiknya. Di usia kehamilannya yang telah menginjak sembilan bulan, wanita itu masih terlihat bersemangat mengembangkan bisnisnya."Mera!" sebuah suara menyapa.Mera menoleh.Seorang wanita menatapnya tajam."Ada apa Kirana?""Aku datang untuk menagih janji.""Janji apa?""Kapan kau akan melepaskan Brandy?" tanya Kirana."Kapan aku berjanji ingin melepaskan Brandy? Aku tak pernah berjanji seperti yang kau sebutkan?" jawab Mera."Kau sudah sungguh tidak takut dengan ancamanku?" Kirana mendelik."Buat apa aku takut? Ancamanmu tidak akan pernah membuatku gentar. Kau dengar aku ya, selama Brandy masih mencintaiku, aku tidak akan pernah melepaskannya." kembali Mera menjawab."Kami menikah karena saling mencintai. Kami menikah tidak karena keterpaksaan. Brandy mencintaiku, bukan mencintaimu. Sayangnya kau yang terlBab 97"Mera, sedikit lagi posisimu benar-benar akan tersingkirkan. Apa kau tahu kalau sekarang Abraham tengah dekat dengan seorang wanita cantik? Dia akan menemani Abraham. Dan gadis cantik itu, sepertinya Abraham ketika sedang jatuh cinta padanya. Setiap hari kekasih baru Abraham akan mengantarkan makanan ke tempat kerja laki-laki tersebut." Kirana berucap mencibir."Lah itu memang hak dia, itu sama sekali bukan berita penting. Kalau memang benar mereka pacaran Iya sudah memang yang wajar tuh perempuan mengantarkan makan siang untuk kekasihnya. Lalu maumu apa menyampaikan hal sepele seperti ini? Meski Abraham mendapatkan kekasih baru bahkan ia ingin menikah sekalipun itu tidak ada urusannya denganku. Bahkan aku juga turut bahagia dong berarti sebentar lagi aku akan mendapatkan teman baru dalam keluarga Jonathan. Apa yang kau katakan bukanlah berita buruk." ujar Mera."Maksudku bukan itu. Tapi yang kumaksud adalah jika Abraham sudah bersama wanita lain,
Bab 98 "Kelihatannya Kak Abraham udah begitu dekat sama Ranty." ujar Brandy ketika berkunjung ke rumah sang Ibu. "Ya alhamdulillah. Semuanya mengalir begitu saja. Ranti Ternyata wanita yang cukup memikat. Sepertinya aku tidak salah mendekatkan diri pada wanita itu." jawab Abraham. Merah sedikitpun tak menanggapi obrolan dua bersaudara di sampingnya. Hanya sebuah senyuman manis terpasang pada kedua sudut bibirnya. Obrolan tersebut terkadang membuatnya salah tingkah. Meskipun hatinya bergetar mendengar ungkapan-ungkapan cinta tentang Ranty yang Abraham ucapkan, Mera tak bisa berbuat apa-apa. Setitik rasa bersyukur terbersit di sudut hatinya yang tengah terpuruk. Bersyukur karena akhirnya Abraham mendapatkan seorang wanita tambatan hatinya, dengan begitu artinya Abraham dan Mera benar-benar tidak punya jalan lagi untuk kembali tersentuh dengan masa lalu. Namun kendati demikian, Mera sendiri juga merasa terpuruk. Karena
Bab 99 Segenap keluarga Jonathan mendukung baik hubungan antara Ranty dan Abraham. Begitu pula dengan Brandy dan Mera.Sebagaimana hari ini, Ranty sengaja diundang ke rumah keluarga Abraham untuk makan malam bersama.Ternyata di luar dugaan, gadis itu malah datang lebih awal dari perkiraan. Wanita itu datang dengan sendirinya tanpa menunggu jemputan Abraham.Mera baru tahu, ternyata sosok Ranty begitu ramah dan boleh disebut sebagai sosok yang terbilang mudah bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Sedikit berbeda dengan sikap Mera yang sedikit pendiam dan pemalu."Aduh... saya mau bantu-bantu di dapur boleh, ya?" disela-sela obrolan Ranty berkata."Oh tidak perlu, Nak Ranty. Khusus untuk memasak, ibu sudah siapkan beberapa asisten untuk melakukannya. Jadi kamu sama Mera tidak perlu memikirkan masalah masak-memasak." ujar Nyonya Jonathan lembut."Tapi Nyonya, saya memang hobi memasak." kilah Ranty dengan har
Bab 100Merah tengah menyiram bunga-bunga yang sedang bermekaran di pot taman tatkala dilihatnya seorang wanita yang tak asing datang ke rumah."Ada apa, Bi?" tanya Mera."Ada tamu menunggu di teras depan, Nyonya." jawab Bi Dian."Baiklah, aku akan menemuinya." Mera melangkah ke depan.Mera melengos ketika di lihatnya seorang wanita muda duduk di kursi teras. "Ada apa lagi wanita ini kemari?" Mera mendengus tak suka. "Selamat pagi, Mera. Bolehkah aku masuk?" Kirana berkata. "Tentu saja jika aku mempersilahkan." jawab Mera."Tapi kukira lebih baik kita mengobrol di sini saja." Mera melangkah menuju ke kursi taman samping. Mera merasa tak sudi jika harus mengajak wanita pembuat ulah itu masuk ke dalam rumah."Hmm... Tidak masalah." Kirana mengikuti langkah kaki Mera. Menyusuri pinggiran taman yang cukup asri. "Enak bener hidupmu ya, Mera. Udah disiapin hunian mewah
Bab 101"Oh maaf. Tadi aku salah bicara. Maksudku barusan adalah ancaman wanita ini." jawab Mera.Terlihat Kirana mendekat. "Jangan bohong kamu, Mera! Atau akan kebongkar rahasiamu!" Kirana berkata dengan sorot mata mengancam. Mera memperkuat pertahanan hati dan kesabaran. Kali ini ia pasrah, sekaligus siap dengan apapun yang terjadi. Baik jika Kirana membeberkan semuanya, atau pun tidak. Kirana seperti ingin berbicara, namun mendadak wanita itu menghentikan aksinya."Ayo tunggu apalagi, Kirana? Katakan saja rahasia apa yang ingin kau bongkar?" dengan berani Mera menantang.Kirana masih membisu. Mulutnya terkatup rapat, seolah ada sesuatu yang menghentikan niat dalam hatinya."Kirana! Sudah berulang kali aku katakan kepadamu, bahwa tidak usah berusaha untuk memperkeruh Rumah tangga kami lagi. Kita semua sudah dewasa, dan tentu saja kita tahu apa yang pantas dilakukan dan mana yang tidak pantas. Aku yakin kamu
Bab 102Tanpa terasa, hari dan bulan pun terus berlalu, keluarga Jonathan tengah bersuka cita menyambut kelahiran anggota baru keluarga mereka. Di mana kelahiran bayi yang di tunggu-tunggy tersebut tak akan lama lagi. Seorang bayi mungil akan segera hadir di tengah-tengah mereka. Di mana itu merupakan sebuah anugerah dan suatu kebanggaan tersendiri bagi keluarga Jonathan."Bi Dian? Bagaimana, Bi? Apakah semua persiapan sudah disiapkan?" Nyonya Jonathan sibuk memantau persiapan yang akan mereka bawa keesokan harinya. Ya, esok hari mereka sekeluarga akan mengantar Mera ke sebuah rumah sakit swasta terpercaya untuk melakukan prosedur kelahiran anggota keluarga baru mereka.Ya, sesuai dengan saran dokter, Mera tidak bisa melahirkan secara normal. Oleh karena itu tindakan operasi caesar adalah satu-satunya alternatif yang harus ia jalani. Nyonya Jonathan masih terlihat sibuk kesana kemari memastikan tidak akan ada barang-barang yang tertinggal. Ini a
Bab 103Gema tangis seorang bayi mungil membuat Abraham tersentak. Suara yang sesungguhnya amat ia rindukan. Namun sekaligus juga memilukan. Dalam kepiluan hati Abraham ada sebuah rasa yang mencuat dan tak bisa dimengerti oleh ia sendiri. Entah mengapa, Abraham yang mendengar suara tangis Bayi tersebut merasa jika si bayi mempunyai ikatan batin yang begitu kuat dalam diri Abraham sendiri. Seiring dengan menggemanya tangis bayi yang dielu-elukan oleh keluarganya, Abraham menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana bahagianya Brandy. Seketika saja rasa pilu semakin membuat luka hati Abraham semakin menganga.Tapi apa mau dikata, kebahagiaan itu memang pantas Brandy rasakan.Abraham memilih tak terlalu menampakan kepiluannya. Dia hanya tersenyum menyaksikan kebahagiaan Brandy dan seluruh keluarga yang lain. Pada sedikit kesempatan, Abraham mencoba melirik sejenak pada wajah bayi mungil yang sekarang berada di tangan su
Abraham menatap anak laki-laki di dalam pelukannya. Tidak terasa satu bulan telah berlalu, anak itu telah tumbuh menjadi anak yang tampan dan amat menggemaskan.Senyum anak tersebut membuat Abraham tak betah jika lama tak bertemu. Rindu selalu menghantuinya. Bahkan terkadang Abraham meminta Brandy untuk membawa serta anak tersebut ke kediaman keluarga besar Jonathan, dengan demikian, Abraham bisa dengan leluasa mencumbu anak yang diam-diam telah menarik perhatiannya. Dan anak laki-laki mungil tersebut pun terlihat begitu lengket kepada sang paman. Kerap kali Abraham merindukan anak itu dalam setiap kesehariannya, dan memimpikannya dalam tidur. Abraham tak bisa berbohong jika anak itulah yang menghambat langkahnya untuk kembali ke Jerman. Seminggu saja tak bertemy terhadap anak itu, membuat rindu Abraham kian terasa menggunung, apalagi jika dalam jangka waktu yang lama. Sungguh Abraham merasa tidak sanggup untuk itu.Lambat laun, A