Deni segera menghentikan kegiatannya dan bergerak menjauh melihat lahar yang keluar dari Wanita gatal itu. Wanita itu lantas beranjak lalu tersenyum mendekati Deni. Menyandarkan tubuhnya di dada Deni. "Kamu luar biasa ... Tante puas malam ini ...." desahnya berbicara di telinga Deni. Deni menoleh ke arahnya lalu berkata. "Tapi Tante, sedang apa Tante malam- malam disini. Dimana suami Tante?" tanya Deni kemudian. "Entahlah ... Suami Tante jarang ada di rumah. Tante kesepian ..." jawabnya. "Baiklah Tante. Kalau begitu Deni pulang dulu.""Tunggu," Anna beranjak lalu meminta Deni untuk mencatat nomer ponselnya. Keduanya saling bertukar nomer agar mereka berdua bisa saling ketemuan untuk selanjutnya. Anna sangat puas dengan permainan Deni. Berondong muda itu selain tampan juga pintar dalam memuaskan lawannya. ***Jam sudah bergerak pukul tujuh pagi. Zahra lantas bangun buru-buru. Dirinya ketiduran di atas sajadah.Setelah melipat mukena menyimpannya lalu Zahra keluar kamar menu
Tanpa banyak bicara. Samsul lalu masuk ke dalam mobil diikuti Zahra yang tampak gugup dan serba salah. Raut wajahnya mendadak muram saat melihat Mila begitu mesra bergandengan dengan Deni.Dia tak menduga bisa bertemu istrinya di sana.Mila tampak terpaku melihat Samsul berjalan tergesa masuk ke dalam mobil bersama dengan Zahra. Napas panas sontak menyerangnya. “Jadi, kamu sudah bersama gadis itu," gumam Mila membatin. “Bu,” Deni berkata seraya menarik kasar pergelangan tangan Mila. Air mata Mila mengalir. Mila tiba-tiba merasa cemburu, dan suaranya bergetar. "Den, apa suamiku sudah menikahi gadis itu?""Ya! Kenapa? Ibu menyesal?” Deni menyeringai tipis.“Aku tidak menyesalinya,” jawab Mila sedih.Memang tiada ruang untuk menyesalinya, karena kesalahannya dulu. Samsul tak lagi mau menegurnya untuk sekedar menyapa. Lelaki itu justru menunjukan sikap bencinya. Mila tidak bisa melihat wajahnya. Yang ia tahu, suaminya begitu terburu-buru saat melihatnya, seperti seseorang yang se
Zahra ketakutan. Dia mulai meneteskan air mata, dan dia berkata dengan suara lemah, “Aku tidak mau.”"Bisa diam gak!" Samsul memerintahkan Zahra agar tak banyak pertanyaan lagi."Tuan, apakah kita langsung pulang?" tanya Zahra gugup.Samsul tampak bingung. Sedang pikirannya masih terus mengingat Mila. Samsul kemudian memandang Zahra dan berkata dengan blak-blakan, "Zahra. Kamu mau jadi istriku!" Mata Zahra langsung membelalak. "Tuan ... apa maksud Tuan?" tanya Zahra dengan tatapan mata tajam menatap wajah Samsul yang masih pokus ke jalanan. Samsul tak bergeming. Sepertinya lelaki itu bicara omong kosong. Sakit melihat kemesraan istrinya dengan berondong simpanannya. Samsul bicara ngawur tanpa berpikir terlebih dahulu. Selang satu setengah jam kemudian, Samsul menghentikan mobilnya. Zahra langsung turun dari mobil dan melihat rumah besar di hadapannya, sebuah rumah besar yang terletak di tengah gunung.Sungguh berbanding terbalik dengan rumah Samsul yang disana. Yang ini tampa
Samsul hanya ingin bahagia.Malam sebelum dia memutuskan untuk meminta Zahra jadi istrinya. Ia sudah bicara panjang lebar dengan Pak Dadang. Dan atas saran Pak Dadang juga. Samsul sebisa mungkin harus bisa melupakan istrinya. Dan gapai bahagia baru dengan Wanita lain. Dan tentunya Samsul akan memilih Zahra. Gadis yang tak pernah meninggalkan kewajibannya sebagai seorang muslimah. "Ada yang salah, Tuan?" Ujaran pelayan itu membuyarkan pikirannya.Tatapan Samsul langsung berubah serius. "Apa katamu?""Gadis itu … Melarikan diri dengan melompat keluar jendela," lapor sang pelayan, ketakutan."Apa?" Sontak wajah Samsul mengerut, dan dia segera bergegas masuk.Tidak ada seorang pun di kamar mandi. Hanya garis yang ditulis dengan lipstik yang tampak di dinding. ‘Tuan, kita memiliki perbedaan yang sangat jauh satu sama lain. Aku tidak ingin menikah denganmu. Selamat tinggal!’Baris kata-kata yang ditulis dengan lipstik itu tampak rapi dan tajam, yang mengungkapkan temperamen penulis yang pa
Deni membawanya ke rumah sakit dengan panik. Tapi lelaki muda itu malah pergi entah kemana. Sepuluh menit kemudian, dokter melaporkan hasilnya dengan tegas, "Nyonya sedang hamil."Mila merasa melayang sejenak. "Aku memang sedang hamil dok.""Nyonya harus menjaga kehamilan Nyonya kalau anak ini mau lahir selamat." "Maksud dokter?" "Nyonya kurang darah dan terlalu banyak pikiran," ujar Dokter seraya menyerahkan dua butir pil pada perawat yang tengah menjaga Mila. "Nyonya ayo di minum obatnya." Mila mengangguk perlahan. Lalu segera meminum obat dari dokter itu. Dokter dan perawat itu pun pergi dari sana. Lalu Mila berjalan keluar kamar, duduk sendirian di bangku rumah sakit, dan merasa tak berdaya.“Jangan menangis… Jangan menangis, hapus air matamu.” Sebuah suara lucu dan mengoceh terdengar di hadapan Mila. Dia mendongak dan melihat seorang gadis kecil yang masih memakai popok berdiri di depannya.Gadis kecil itu mengangkat tangan kecilnya yang lucu berisi itu sambil ingin mengha
Mobil melaju sangat kencang, Samsul bahkan tidak menoleh lagi pada Gadis di sampingnya yang akan segera ia nikahi. “Kau akan pulang dengan menggunakan taksi, Zahra?” tanya Samsul, ketika sebuah taksi berhenti tepat di depan mereka.Zahra menoleh, lantas tersenyum kecil dan menganggukan kepala. Samsul merasa sedikit kasian, mengingat Zahra adalah calon istrinya yang masih sangat muda dan polos."Kamu tunggu di rumah, ya?" "Rumah yang mana Tuan?" tanya Zahra sambil menatap heran wajah Samsul yang pokus menyetir. "Kamu pulang ke komplek saja," jawab Samsul seraya menghentikan mobilnya. “Iya. Aku pulang sekarang ya.” Zahra pamit lebih dulu, melambaikan tangannya pada Samsul, lalu masuk ke dalam taksi.“Baik, hati-hati.” pada Zahra , Samsul bilang ia pun akan segera pulang. Begitu taksi itu melaju dan membawa Zahra pergi, Samsul menghentikan mobilnya di depan café. Lalu setelah memarkirkan mobil, Samsul berjalan menuju ke cafe. Senyum lebar tersungging di wajah tampannya. Seseka
Deni pulang ke rumah setelah semalam melewati malam panjang bersama Anna. Dia memarkirkan motornya di depan teras rumahnya. Wanita itu mencegahnya pulang cepat dan menyuruh Deni untuk menginap satu malam di hotel yang sebelumnya sudah di pesan. Demi rupiah, Deni mengabulkan permintaan Anna yang menginginkan permainan lebih menantang. Bahkan semalaman mereka melakukan itu semua sampai tiga putaran dan itu membuat Anna puas. Deni pagi-pagi sekali pulang. Dia ingin sarapan bersama istri sirinya. Deni langsung saja menuju dapur. Perutnya sudah sangat lapar.Mila istrinya tidak sempat untuk membuat sarapan. Ia masih tertidur karena masih sakit dan lemah. Deni tidak melihat Mila maupun hidangan di meja makanBiasanya di jam segini Mila sudah menyiapkan sarapan untuknya. Deni lalu beranjak menuju kamar tidur. Dia memutar knop pintu. Deni mengeleng sebab istrinya masih tertidur pulas.Deni duduk di tepi ranjang. Dia elus puncak kepala istrinya. Deni juga mengecup kening Mila. Deni memb
Keduanya diam seribu basa. Zahra tak mau lagi mengungkit masa lalu suaminya. Tapi Zahra janji. Akan membimbing Samsul agar selalu dekat dengan sang Khalik. Seminggu setelah menikah. Samsul mengajak Zahra untuk bertemu dengan orang tuanya. Ya, Samsul menikahi Zahra tanpa sepengetahuan keluarga. Entah apa yang akan terjadi nantinya di sana.Zahra yang saat ini memakai gamis warna hitam senada dengan hijab panjang, berjalan di samping Samsul. Ia membiarkan rambutnya tertutup oleh balutan hijab. Keduanya melangkah bersama menuju pintu utama rumah besar itu. Zahra tak mampu menyembunyikan kegugupannya saat ini. Membuat Samsul meraih tangan sang istri dan berusaha menenangkannya."Assalammualaikum," ucap Samsul sambil mendorong pintu yang tak dikunci.Kemudian keduanya masuk ke dalam rumah itu, susana rumah besar itu tampak sepi, sepertinya ini adalah waktu jam makan malam. Samsul yang paham akan hal itu segera membawa Zahra menuju ruang makan.Saat Zahra dan Samsul tiba di sana semua
"Bu kenapa, Abi?"Zahra berteriak cukup keras karena Samsul mendadak diam, menggantungkan kalimatnya begitu saja. Mau tidak mau, pikiran Zahra jadi menerawang ke mana-mana."Mila harus di bawa ke rumahsakit, perutnya dari semalam katanya sakit.""Kenapa bisa, Abi? Tadi pagi Bu Mila masih baik-baik aja, kan?" ucap Zahra dengan cepat. Sungguh, Zahra sangat kaget mendengar pengakuan suaminya."Iya. tadi dia ngeluh perutnya sakit, tapi nggak mau kubawa ke rumah sakit, katanya cuma efek batuk. Terus sekitar jam tujuh tadi tiba-tiba Mila meringis kesakitan." Tubuh Zahra makin gemetar saat mendengar penuturan Samsul. Sakit yang di derita Mila bukan hal sepele. Jika tidak mendapat penangangan yang tepat, nyawa taruhannya. Tidak! Jangan sampai terjadi sesuatu dengan Mila. Mantan suaminya itu tengah mengandung dan Zahra tidak ingin ada hal buruk menimpa bayi yang di kandung Mila."Sebaiknya bawa ke dokter, Ibu Mila bisa sembuh, kan?" tanya Zahra sambil mengusap air mata yang terus saja menete
Pintu terbuka. Dengan langkah tergesa Samsul berjalan masuk sembari menarik kopernya. Dia tampak kerepotan tetapi tidak meminta bantuan Zahra.Sesampainya di ruang tengah Samsul langsung merebahkan tubuhnya di sofa. Zahra berdiri di dekatnya. Dia menatapnya cukup lama. Zahra tahu suaminya sedang mengamati bekas luka di sudut bibir Zahra, Sebab merasa tidak nyaman, Zahra langsung menutupinya dengan tangan kanannya. Tanpa sadar justru Zahra tampakkan buku jari yang masih menyisakan warna kebiruan."Zahra, Mila duduklah ... aku ingin bicara pada kalian berdua," titah Samsul pada Zahra dengan Mila yang masih berdiri kaku. Lalu Zahra duduk di samping Samsul sementara Mila duduk di hadapannya. "Zahra, mulai hari ini, Mila akan tinggal disini sampai bayi ini lahir," ucap Samsul.Zahra tertunduk. "Kamu jangan khawatir, Abi dan Mila tidak ada hubungan apa-apa, Abi hanya ingin menolongnya saja, Abi tidak rela jika Mila dibawa si Deni bajingan itu. Lebih baik dia tinggal disini, Abi harap kamu
Ponsel Mila biarkan tergeletak di atas meja berdering saat Mila sedang istirahat sambil menyantap makanan yang di sediakan pihak rumah sakit. Sekilas Mila melirik layar ponsel menyala yang hanya menampilkan nomor tak dikenal. Lalu digeser layar untuk menolak panggilan itu.Beberapa saat Mila abaikan, nomor tak dikenal itu terus saja missed call. Membuat ponselnya terus berdering sampai harus disenyapkan dan meletakannya dengan posisi terbalik sebab mengganggu.Sudah hampir sepekan Deni tidak menghubunginya. Mendadak Mila jadi teringat dengannya dan langsung membuka ponselnya. Barangkali nomor tidak dikenal yang sedari tadi meneleponnya adalah Deni.Benar saja dugaannya. Saat panggilan terhubung, langsung terdengar suara Deni."Ini aku Deni."Mila terdiam beberapa saat tidak langsung menjawab. Kesal rasanya berhari-hari menunggu kabar dari Deni. Namun, baru sekarang dia menghubunginya."Den ....Deni," panggil Mila lembut. "Ya, Bu." "Asyik ya, liburannya sampai tidak sempat menghubu
"Hai.. hentikan! Lepaskan dia!" "Diam disana dan tunggu! Jangan mengganggu!" Titah Samsul pada supir pribadi istrinya. Seperti pecut yang mencambuk hatinya yang sudah terluka. Retinanya sudah membentuk aliran anak sungai yang mengalir deras. Isak tangisnya sudah tidak terbendung lagi.Rasanya akal sehatnya tak mampu menerima semua yang terlihat oleh retinanya. Bagaimana mungkin Zahra pergi begitu saja tanpa kabar berita. Menurut supir. Istrinya terakhir minta di turunkan di swalayan. Setelah itu, Zahra menghilang bak di telan bumi. Ponselnya pun susah dihubungi."Kenapa Bapak ijinkan Istriku pergi ke swalayan sendirian! Kalau terjadi pada istriku, saya akan pecat bapak!" ancam Samsul saat mendengar pengakuan Pak Asep, supir pribadi istrinya.Ancaman itu sukses membuat tubuh Pak Asep membeku. Hatinya memang tak mengerti sama sekali. Zahra yang meminta untuk menunggunya di tempat parkiran. tetapi otaknya masih cukup mampu mencerna dengan baik, kejadian yang di alami Zahra.“Apa kamu l
Sambil menunggu hujan Reda. Zahra bermaksud mampir ke swalayan di dekat dengan rumah sakit. "Pak, tunggu disini, ya? Aku mau belanja dulu," ucap Zahra pada si supir Zahra pun berjalan menuju swalayan itu. Sementara supir pribadinya menunggu di tempat parkiran. Zahra menyusut air hujan yang menetes di wajahnya. Pagi itu, hujan tidak begitu deras. Zahra bahkan tidak bisa menyeka tetesan air hujan yang terus membasahi pipinya saking banyaknya. Satu jam yang lalu, dia baru saja memeriksakan kandungannya yang berjalan empat bulan. Menurut Dokter, kandungan Zahra baik- baik saja. “Nyonya, kandungan nyonya bagus, detak jantung bayi nyonya juga normal. Tapi usahakan nyonya harus makan buah-buahan secara teratur, ya?" Saat teringat kembali perkataan Dokter, hati Zahra terasa lega. Sungguh ia begitu bahagia. Sebentar lagi, ia akan menjadi seorang ibu.Suara guntur menggelegar, hujan pun turun semakin deras.Zahra cepat berlari kecil menyebrang ke jalanan dimana di depannya ada swalayan
“Zahra? Tenang. Abi akan selalu ada disini,” batin Samsul.Hal yang paling tidak ingin Anna lakukan dalam hidupnya adalah kembali ke tempat yang menorehkan banyak luka untuknya. Namun, takdir sekali lagi membuat lelucon untuknya. Ia harus kembali ke tempat yang sangat tidak ingin ia datangi.Selalu ada pilihan sulit dalam hidupnya, tapi demi orang yang sangat penting untuknya ia tidak akan ragu untuk memilih.Dan di sini lah ia berada saat ini, di sebuah Desa yang tujuh belas tahun lalu ia tinggalkan. Mendapat penolakan dari Zahra. Sungguh hati Anna merasa terpukul. Untuk itulah Anna pergi ke desa dimana dulu dirinya meninggalkan Zahra bersama mantan suaminya. Deni ikut mengantarkan. Tapi di tengah perjalanan, ia mengurungkan niatnya. "Den .... ayo kita kembali saja," ucapnya dengan tatapan mata kosong lurus ke depan, air mata nyapun tidak berhenti berderai karena luka lama seakan kembali terbayang. Darso mantan suaminya tidak mungkin menerima dirinya dan itu akan memambah kekecewaa
Keesokan harinya.Samsul sudah pergi bekerja, sedangkan Zahra masih memikirkan sikap Mila tadi malam. Wanita itu dari dulu memang kurang begitu suka padanya. Zahra menilai, bahwa malam tadi. Mila terbakar api cemburu karena melihat mantan suaminya sudah beristri. Dan Zahra maklumi itu.Entahlah .... itu saja yang ada dipikiran Zahra. Tapi sudahlah, Zahra tidak mau memusingkan masalah itu. Terlebih ia sedang berbadan dua. Saat ia melamun memikirkan nasib, sebuah mobil masuk ke halaman rumahnya. Ia tak tau mobil siapa itu karena tak pernah melihat sebelumnya.Saat pintu mobil terbuka, barulah ia tau siapa yang datang. Ternyata seorang wanita yang kala itu ada di rumah sakit bersama Deni. Tapi untuk apa dia datang ke rumah? Dan ada urusan apa? Sedang Zahra tidak mengenalnya sama sekali. Wanita itu tampak memakai kaca mata hitam dan juga pakaian yang mewah serta tas mahal, wanita itu pun berjalan ke arahnya."Selamat pagi, Mbak" Wanita itu menyapa ramah pada Zahra. "Eh, itu, selamat p
"Iya Bu. Saya belum memikirkan untuk menikah," balas Hadi gugup. Tidak mau terlihat aneh oleh Mila. Hadi pun segera meninggalkan ruangan itu. Tapi sebelum itu, Hadi meminta Mila untuk bersiap melakukan USG. ________Dengan jantung yang berpacu cepat, Zahra menyambut sang suami sembari tersenyum manis. Ia mencium tangan suaminya lalu mengambil alih tas kerja Samsul."Kau senang kan Abi datang cepat?" tanya Samsul berjalan menuju kamar diikuti Zahra di sampingnya yang tengah mengimbangi langkah besar Samsul."I-iya, Abi. Aku sangat senang.""Abi ingin mandi!" Zahra langsung meletakkan tas kerja suaminya di sofa lalu beranjak ke kamar mandi untuk menyiapkan air.Sesekali ia berbalik, takut suaminya sudah ada di belakangnya dan melakukan hal yang mesum. Ini kan mau Maghrib, rasanya sangat tak beradab berhubungan saat Maghrib.Setelah semuanya siap, Zahra keluar dari kamar mandi. Dilihatnya Samsul masih duduk di sofa tanpa membuka baju ataupun sepatu."Abi, katanya mau mandi sekarang," t
Rasa bimbang memenuhi dada Samsul, hatinya begitu sakit ketika dia diminta melakukan sesuatu yang tak pernah terpikirkan olehnya. Namun, demi keharmonisan rumah tangganya bersama Zahra. Terpaksa ia menyanggupi saran Deni.____Zahra menarik malas kakinya menuju kamar. Namun matanya langsung menukik tajam pada sosok yang tengah duduk termangu di tepi ranjang. Sontak Zahra kaget, dilihatnya jam dinding. Waktu baru menunjuk angka lima. "Abi ...." Zahra berguman dalam hati. Tidak percaya apa yang tengah di lihatnya. Tidak biasanya Samsul pulang petang hari itu. Dan itu membuat Zahra bingung sekaligus senang. Perlahan Zahra melangkah masuk dan melihat Samsul mondar-mandir tidak jelas sambil sesekali memperjelas raut wajah bingung, hingga Zahra menutup pintu yang tentunya mencuri perhatian Samsul."Maaf Abi, Abi jam segini kok sudah di rumah?" tanya Zahra sopan mengingat ia seorang istri yang harus menjaga situasi suaminya yang seperti sedang memikirkan sesuatu. "Cepat kesini, ada yang