Pintu terbuka. Dengan langkah tergesa Samsul berjalan masuk sembari menarik kopernya. Dia tampak kerepotan tetapi tidak meminta bantuan Zahra.Sesampainya di ruang tengah Samsul langsung merebahkan tubuhnya di sofa. Zahra berdiri di dekatnya. Dia menatapnya cukup lama. Zahra tahu suaminya sedang mengamati bekas luka di sudut bibir Zahra, Sebab merasa tidak nyaman, Zahra langsung menutupinya dengan tangan kanannya. Tanpa sadar justru Zahra tampakkan buku jari yang masih menyisakan warna kebiruan."Zahra, Mila duduklah ... aku ingin bicara pada kalian berdua," titah Samsul pada Zahra dengan Mila yang masih berdiri kaku. Lalu Zahra duduk di samping Samsul sementara Mila duduk di hadapannya. "Zahra, mulai hari ini, Mila akan tinggal disini sampai bayi ini lahir," ucap Samsul.Zahra tertunduk. "Kamu jangan khawatir, Abi dan Mila tidak ada hubungan apa-apa, Abi hanya ingin menolongnya saja, Abi tidak rela jika Mila dibawa si Deni bajingan itu. Lebih baik dia tinggal disini, Abi harap kamu
"Bu kenapa, Abi?"Zahra berteriak cukup keras karena Samsul mendadak diam, menggantungkan kalimatnya begitu saja. Mau tidak mau, pikiran Zahra jadi menerawang ke mana-mana."Mila harus di bawa ke rumahsakit, perutnya dari semalam katanya sakit.""Kenapa bisa, Abi? Tadi pagi Bu Mila masih baik-baik aja, kan?" ucap Zahra dengan cepat. Sungguh, Zahra sangat kaget mendengar pengakuan suaminya."Iya. tadi dia ngeluh perutnya sakit, tapi nggak mau kubawa ke rumah sakit, katanya cuma efek batuk. Terus sekitar jam tujuh tadi tiba-tiba Mila meringis kesakitan." Tubuh Zahra makin gemetar saat mendengar penuturan Samsul. Sakit yang di derita Mila bukan hal sepele. Jika tidak mendapat penangangan yang tepat, nyawa taruhannya. Tidak! Jangan sampai terjadi sesuatu dengan Mila. Mantan suaminya itu tengah mengandung dan Zahra tidak ingin ada hal buruk menimpa bayi yang di kandung Mila."Sebaiknya bawa ke dokter, Ibu Mila bisa sembuh, kan?" tanya Zahra sambil mengusap air mata yang terus saja menete
Samsul di buat kaget setengah mati. Saat tukang sayur langganan istrinya memberitahukan, bahwa dia beberapa kali, melihat Mila istrinya, keluar dari rumah milik seorang lelaki muda, yang rumahnya bersebelahan dengan rumah yang ditempati Samsul sekarang.Tapi Samsul tak percaya begitu saja aduan Mang Ujang.Tukang sayur yang biasa menjajakan dagangannya di sekitar komplek perumahan.Dan untuk itu. Samsul harus membuktikan sendiri kebenarannya.Sebenarnya Samsul baru mengetahui, bahwa di sebelah rumahnya di huni oleh seorang lelaki muda.Melihat wajahnya saja Samsul belum pernah, apalagi mengenalnya. Karena sibuk dengan pekerjaan di kantor.Samsul tak pernah tahu semua kejadian di sekitar komplek perumahan yang ia tempati.Pernah satu kali, Samsul melihat motor matic warna merah terparkir di depan teras rumah itu. Tapi Samsul tak memperdulikannya dan tak mau peduli. Samsul juga tak mengetahui dengan p
Tepat pukul lima sore jam kantor usai. Segera Samsul membereskan semua berkas - berkas pekerjaannya. Dia sudah tak sabar ingin segera pulang ke rumah."Pak," tiba- tiba Pak Darman menepuk bahunya dari belakang.Samsul kaget. "Ada apa Pak?""Atasan manggil kamu tuh!" ujar Pa Darman.Samsul mendengus kasar. Lelaki botak itu pasti memberinya pekerjaan.Cepat Samsul menyimpan berkasnya di laci kemudian berjalan tergesa menuju ruang atasannya. Bapak Wisnu.Tampak Pa Wisnu tengah duduk menunggunya."Ayo Pa. Sini masuk!" sambutnya.Lalu Samsul duduk berhadapan dengan Pa Wisnu."Ada apa Pa?""Begini. Karena hari ini pekerjaan begitu menumpuk, dan aku ada acara penting yang tak bisa kutinggalkan. Jadi aku minta kamu hari ini lembur. Tapi jangan khawatir, aku akan beri kamu bonus bulan depan, bagaimana? Kamu mau kan?"Samsul menelan ludahnya. Bagaimana
Suara desahan dari dua pasangan yang sedang asyik dengan kegiatannya itu, memenuhi seluruh penjuru dengan penerangan yang sangat minim, membuat ruangan itu terlihat sedikit gelap.Suara erangan dan teriakan terdengar, tanda dari mulut Mila yang baru akan mencapai puncaknya, tapi sebelum berhasil menuntaskannya. Suara jam dinding di kamarnya mengejutkan mereka berdua."Astaga! Sudah jam dua belas!"Mila segera bangkit dari tempat tidur begitupun Deni."Kenapa Bu! Kita belum selesai!" ujar Deni seraya menarik selimut untuk menutupi tubuh kekarnya."Aduh Den. Suamiku sebentar lagi pulang, ayo cepat pakai bajumu!"Gegas Deni beranjak bangkit dari tempat tidur. Lalu menyambar satu persatu pakaiannya yang berserakan di lantai."Cepat Den!" Mila ketakutan. Saking asyiknya mereka bercinta sampai tiga putaran. Ia lupa bahwa Samsul suaminya akan segera pulang.Dengan cepat Mila dan De
Mila terus memohon pada suaminya agar tidak masuk kerja. Tapi Samsul menolaknya."Tidak bisa sayang, aku harus buat laporan hari ini. Pa Wisnu pasti sedang menungguku. Tapi Papa janji, hari ini Papa pasti pulang tepat waktu, ya?" jelas Samsul meyakinkan Mila yang tak mau melepaskan pelukannya."Tapi Pa! Mama ini butuh perhatian Papa!""Iya, Papa ngerti Ma. Tapi tolong! Lihat situasi Papa. Di kantor kerjaan numpuk. Papa gak enak sama Pa Wisnu. Hari ini Papa akan serahkan berkas penting sama dia."Setelah mengatakan itu. Samsul pergi dengan tergesa- gesa, lalu mengeluarkan motornya."Dah Ma... tunggu Papa, ya? Papa pasti pulang sore. Ok!"Mengendarai motornya. Samsul pergi meninggalkan Mila yang berdiri terpaku di depan teras rumahnya.Dengan wajah memerah karena menahan amarah pada suaminya. Mila masuk ke dalam rumah.Dadanya sesak mendapati sikap Samsul yang tak pernah perhatian p
Deni berjalan perlahan sambil memunguti satu persatu pakaian yang berserakan dengan mata tetap pokus menatap Mila yang terlihat menyedihkan."Sudah biarkan Den. Biar nanti Ibu yang bereskan," ucap Mila."Tapi ada apa sebenarnya Bu. Ibu habis bertengkar?" tanya Deni. Pakaian yang diambilnya, Deni masukkan kembali ke dalam lemari setelah melipatnya."Udah Den. Gak usah dibereskan. Sini, Ibu mau curhat" pinta Mila.Deni kemudian mendekati Mila dan duduk berjongkok di depan Mila."Katakan Bu? Ibu baik-baik saja, kan?""Ibu tidak apa-apa Den. Ibu hanya kesal dengan suami Ibu."Berkata terbata- bata sambil menangis, Mila mencurahkan semua isi hatinya pada Deni. Deni duduk termangu mendengar semua keluh kesah Mila. Ia mulai iba dengan keadaannya. Tenyata hidup berumah tangga tidak mudah. Meski materi mencukupi, ada saja kekurangan yang menjadi pemicu pertengkaran suami istri.Mendengar keluhan
Seharian Deni berada di rumah Mila. Ia membantu Mila membereskan semua pekerjaan Mila termasuk membersihkan kepingan kaca bekas bingkai Poto yang di banting Mila. Pakaian Samsul pun semua Deni lipat dengan rapih seperti sedia kala.Dari mencuci piring sampai memasak, Deni menemani kegiatan Mila hari itu. Mereka berdua tertawa bersama sambil menikmati makanan yang baru saja di masaknya. Sambel pedas dan ikan gurame. Kesukaan Samsul, yang tak sempat di masak karena suaminya selalu sibuk dengan pekerjaan. Mila begitu bahagia. Andai saja Samsul. Sehari saja luangkan waktu bersamanya. Membantunya memasak, beres beres rumah dan makan berdua. Seperti yang Deni lakukan hari itu. Tentu Mila sangat bahagia. Tapi.Suaminya tak pernah ada waktu untuknya. Dirinya hanya termenung sedih di kamar. Samsul tak pernah sedikitpun memberinya waktu agar bisa habiskan masa bersama. Suaminya punya dunia sendiri. Dunia p