Suara erangan dan teriakan terdengar, tanda dari mulut Mila yang baru akan mencapai puncaknya, tapi sebelum berhasil menuntaskannya. Suara jam dinding di kamarnya mengejutkan mereka berdua.
"Astaga! Sudah jam dua belas!"
Mila segera bangkit dari tempat tidur begitupun Deni.
"Kenapa Bu! Kita belum selesai!" ujar Deni seraya menarik selimut untuk menutupi tubuh kekarnya.
"Aduh Den. Suamiku sebentar lagi pulang, ayo cepat pakai bajumu!"
Gegas Deni beranjak bangkit dari tempat tidur. Lalu menyambar satu persatu pakaiannya yang berserakan di lantai.
"Cepat Den!" Mila ketakutan. Saking asyiknya mereka bercinta sampai tiga putaran. Ia lupa bahwa Samsul suaminya akan segera pulang.
Dengan cepat Mila dan Deni berjalan menuju pintu rumah.
"Sebentar Den," bisik Mila. Matanya mengedar mengamati situasi, takut kalau ada seseorang yang melihatnya.
"Aman Den! Ayo cepetan."
Berjalan mengendap- endap, Deni kembali ke rumahnya. Beruntung malam itu tak ada seorangpun di luar.
Mila segera mengunci pintu rumahnya. Jantungnya dag dig dug. Bagaimana tidak. Malam itu mereka berdua bermain adegan panas ditempat yang biasa Mila dan Samsul memadu cinta.
Di tempat tidur itulah. Samsul biasa beristirahat melepas lelah. Tempat yang semestinya suami istri saling berbagi cerita dan cinta. Tapi Mila begitu berani. Memasukkan lelaki lain ke kamar pribadinya tanpa sepengetahuan Samsul tentunya.
Dirinya sudah gelap mata. Hatinya sudah tertutup oleh dosa. Tanpa menimbang rasa. Di kantor, suaminya berpeluh keringat mencari rupiah. Sementara dia bercengkrama dengan lelaki yang bukan mahramnya. Sungguh biadab perbuatan mereka berdua, tak ubahnya seperti binatang.
Setelah Deni pulang. Lekas Mila kembali ke kamar untuk membereskan tempat tidurnya yang acak-acakan. Tapi tiba- tiba terdengar suara seseorang memarkirkan motornya.
Sontak saja Mila kaget. Dengan cepat ia berlari lagi menuju pintu rumahnya. Dan benar saja, Samsul yang datang.
Mila menghela nafas panjang. Untung saja Deni sudah pergi.
"Sayang aku pulang," ucap Samsul sambil memasukkan motornya ke dalam rumah.
Mila berpura- pura layaknya orang bangun tidur di depan suaminya.
"Eh sayang, sudah pulang," sambut Mila seraya merapihkan bajunya yang terlihat kusut.
Samsul yang kelelahan langsung meminta Mila untuk di buatkan teh hangat.
"Pake gula sayang!"
"Jangan Ma. Tadi di kantor, Papa minum kopi sampai lima gelas. Teh hangat saja, ya?" ujar Samsul yang sudah berada di kamar.
Mata Samsul langsung tertuju pada tempat tidurnya yang berantakan. Bantal dan guling ada dibawah tempat tidur, sprei juga tidak pada tempatnya.
"Ma ... !" Samsul berteriak memanggil Mila.
"Ya Pa, ada apa?" Mila menghampirinya dengan jantung masih berdebar- sebar karena tegang.
"Ini, tempat tidur berantakan sekali, bagaimana Papa bisa tidur Ma. Kalau kasurnya berantakan begini, Papa cape Mah, Papa ingin istirahat," keluh Samsul dengan wajah yang sudah tampak kusut karena sejak di kantor tadi, ia menahan kantuk yang menderanya.
"Eh, iya, itu Pa. Sebentar Mama beresin, ya?"
Dengan sigap, Mila kemudian merapihkan tempat tidurnya.
Sementara Samsul kembali ke ruang tengah lalu menyandarkan tubuhnya di sofa, setelah itu Samsul langsung tertidur pulas.Kemeja putihnya tampak kusut, rambutnya pun begitu. Raut wajah suami yang sejak pagi tadi, banting tulang demi membahagiakan istri tercinta.
Pulang mendapati tempat tidur berantakan. Membuat Samsul yang malam itu sudah tak bisa lagi menahan kantuknya. Iapun ketiduran di sofa.
"Pa ... ini ko ..." Mila berdiri mematung sambil memegang segelas teh hangat untuk suaminya. Tapi Samsul sudah tidur di sofa.
Mila lalu meletakkan gelasnya di atas meja makan, mendekati suaminya. Kemudian memandangi wajahnya suaminya yang tertidur begitu pulas.
Di belainya rambut Samsul, lalu di lap nya keringat suaminya dengan baju dasternya. Ada sedikit rasa bersalah dalam hatinya karena selama ini ia telah banyak membodohi suaminya.
Tapi apa daya, Nafkah batin yang diberikan Samsul tak memuaskannya. Ia tersiksa jika berhubungan fisik dengan Samsul. Lelaki yang sekian tahun menjadi suaminya itu. Tak pernah mengerti dirinya sama sekali. Selama berhubungan dengan Samsul, Mila tak pernah merasakan pelepasan yang di dambakan setiap wanita. Mila hanya merasakan itu hanya jika berhubungan dengan Deni.
Ia menyadari apa yang dilakukannya itu sebuah dosa besar. Tapi sebagai wanita ia juga membutuhkan itu.
Pernah Mila membeli alat yang bisa memuaskan hasratnya yang banyak di jual di online. Tapi benda itu juga tak sepenuhnya memuaskan hasratnya.Lewat teman di tempat senam nya, Mila juga sering ditawari benda yang lebih dahsyat lagi katanya. Tapi kenyataanya, benda itu malah menimbulkan penyakit bagi pemakainya jika tak bisa merawatnya.
Hampir semua teman senam Mila juga memakainya karena benda itu, sepertinya bukan rahasia umum lagi di kalangan emak- emak kesepian yang sering di tinggal dinas suaminya.
Sampai akhirnya. Mila bertemu dengan Deni. Lelaki muda yang di kenalnya lewat medsos. Dengan Denilah. Barulah ia merasakan nikmatnya surga dunia.
Dengan Deni ia seakan kembali pada masa remajanya dulu. Deni membuatnya melupakan segalanya. Meski lelaki itu pengangguran. Tapi bukan masalah bagi Mila. Karena baginya uang yang berlimpah pemberian suaminya tak begitu berarti, jika suaminya tak bisa memberikan apa yang selama ini para istri inginkan. Yaitu Belai hangat seorang pria dan cumbu rayu yang manja.
Dan itu, tak ia dapatkan dari Samsul. Lelaki itu terlalu sibuk dengan dunia pekerjaannya. Melupakan Mila yang haus akan hasrat cinta.
Cairan bening menitik di kedua sudut Mila. Iapun kemudian membenamkan wajahnya di dada Samsul dan keduanya tertidur di sofa.
Pagi harinya. Samsul mengerjap beberapa kali, sebelum akhirnya ia tersentak kaget.
"Ma! Jam berapa ini?" Samsul beranjak dari sofa, melirik ke arah jam tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi.
Cepat Samsul berjalan menuju kamar mandi. Selesai mandi Samsul langsung ke kamar mengenakan kemeja dan celana dengan rapih.
"Pa. Mau kemana?" Mila sudah berdiri di hadapannya.
"Mama ini bagaimana sih! Papa harus ke kantor, mengapa Mama tidak bangunkan Papa!" ujar Samsul sambil menyisir rambutnya.
"Pa. Bisa gak. Sehari saja, luangkan waktu Papa untuk Mama," keluh Mila dengan wajah memelas.
"Sayang, aku lakukan ini untuk kamu," rayu Samsul seraya mencubit hidung Mila.
"Cukup!" Mila menepis kasar tangan Samsul.
Sontak saja Samsul kaget.
"Hei! Ada apa ini? Kenapa Mama marah!" tegur Samsul menatap heran wajah istrinya.
"Papa tahu, apa yang Mama inginkan? Mama tidak ingin semua ini Pa! Mama ingin Papa ... hisk ... hiks ... " Mila tiba- tiba menangis sambil merangkul suaminya.
Samsul terdiam sejenak.
"Apa maksud Mama?"
Mila semakin mengeratkan pelukannya pada Samsul.
"Papa sudah memberikan Mama segalanya, itu sudah cukup. Mama berterima kasih sama Papa. Tapi beri Mama kesempatan untuk melayani Papa. Hampir tiap hari Papa lembur. Mama juga butuh Papa ... hiks ... hiks ... " Mila merengek di pundak Samsul hingga kemeja Samsul basah karena tetesan air mata Mila yang deras mengalir.
Mila terus memohon pada suaminya agar tidak masuk kerja. Tapi Samsul menolaknya."Tidak bisa sayang, aku harus buat laporan hari ini. Pa Wisnu pasti sedang menungguku. Tapi Papa janji, hari ini Papa pasti pulang tepat waktu, ya?" jelas Samsul meyakinkan Mila yang tak mau melepaskan pelukannya."Tapi Pa! Mama ini butuh perhatian Papa!""Iya, Papa ngerti Ma. Tapi tolong! Lihat situasi Papa. Di kantor kerjaan numpuk. Papa gak enak sama Pa Wisnu. Hari ini Papa akan serahkan berkas penting sama dia."Setelah mengatakan itu. Samsul pergi dengan tergesa- gesa, lalu mengeluarkan motornya."Dah Ma... tunggu Papa, ya? Papa pasti pulang sore. Ok!"Mengendarai motornya. Samsul pergi meninggalkan Mila yang berdiri terpaku di depan teras rumahnya.Dengan wajah memerah karena menahan amarah pada suaminya. Mila masuk ke dalam rumah.Dadanya sesak mendapati sikap Samsul yang tak pernah perhatian p
Deni berjalan perlahan sambil memunguti satu persatu pakaian yang berserakan dengan mata tetap pokus menatap Mila yang terlihat menyedihkan."Sudah biarkan Den. Biar nanti Ibu yang bereskan," ucap Mila."Tapi ada apa sebenarnya Bu. Ibu habis bertengkar?" tanya Deni. Pakaian yang diambilnya, Deni masukkan kembali ke dalam lemari setelah melipatnya."Udah Den. Gak usah dibereskan. Sini, Ibu mau curhat" pinta Mila.Deni kemudian mendekati Mila dan duduk berjongkok di depan Mila."Katakan Bu? Ibu baik-baik saja, kan?""Ibu tidak apa-apa Den. Ibu hanya kesal dengan suami Ibu."Berkata terbata- bata sambil menangis, Mila mencurahkan semua isi hatinya pada Deni. Deni duduk termangu mendengar semua keluh kesah Mila. Ia mulai iba dengan keadaannya. Tenyata hidup berumah tangga tidak mudah. Meski materi mencukupi, ada saja kekurangan yang menjadi pemicu pertengkaran suami istri.Mendengar keluhan
Seharian Deni berada di rumah Mila. Ia membantu Mila membereskan semua pekerjaan Mila termasuk membersihkan kepingan kaca bekas bingkai Poto yang di banting Mila. Pakaian Samsul pun semua Deni lipat dengan rapih seperti sedia kala.Dari mencuci piring sampai memasak, Deni menemani kegiatan Mila hari itu. Mereka berdua tertawa bersama sambil menikmati makanan yang baru saja di masaknya. Sambel pedas dan ikan gurame. Kesukaan Samsul, yang tak sempat di masak karena suaminya selalu sibuk dengan pekerjaan. Mila begitu bahagia. Andai saja Samsul. Sehari saja luangkan waktu bersamanya. Membantunya memasak, beres beres rumah dan makan berdua. Seperti yang Deni lakukan hari itu. Tentu Mila sangat bahagia. Tapi.Suaminya tak pernah ada waktu untuknya. Dirinya hanya termenung sedih di kamar. Samsul tak pernah sedikitpun memberinya waktu agar bisa habiskan masa bersama. Suaminya punya dunia sendiri. Dunia p
Suara cekcok Mila dan Samsul sedikit terdengar oleh Deni di ruang tamu. Sengaja Deni tak beranjak dari rumah itu. Diam membisu mendengarkan percakapan Mila dan Samsul. "Ma. Mama mau, kan? Tunggu Papa, paling satu jam Ma. Mama jangan pergi sama berondong itu," bisik Samsul. "Tidak Pa. Mama tidak mau!" bentak Mila. "Aduh Ma. Bicaranya jangan keras- keras, malu kan di dengar pemuda itu," protes Samsul kemudian. "Pokoknya Mama mau nonton!" "Baiklah Ma. Ayo kita nonton. Biar Papa antar, ya?" Mata Mila membola menatap wajah suaminya. Tak percaya. "Hah! Papa serius!" "Iya Ma. Papa serius." Mila langsung merangkul tubuh suaminya dengan erat sambil menangis tersedu. "Terima kasih Pa ... " ucap Mila mengeratkan pelukannya pada Samsul. "Tunggu sebentar ya, Ma." Samsul kemudian berjalan ke luar rumah untuk mengambil sesuatu dari begasi motornya. Tas warna hitam diambilnya. Lalu ia
Deni segera beranjak dari tempat tidur. Memunguti satu persatu pakaiannya dengan wajah terlihat kesal. "Den. Dengarkan dulu Ibu!" Mila mencoba membujuknya.Tapi Deni tak bergeming. Ia sudah tak mau terjerumus lagi semakin dalam ke jurang kenistaan. Berapa lama ia harus memuaskan Mila. Sementara wanita itu telah bersuami. Sampai ia sembunyikan dosa besar yang dilakukannya bersama Mila. "Den!" Mila membenamkan wajahnya di dada Deni. Deni tak bergerak diam membisu. "Tolong beri Ibu waktu. Bagaimana mungkin Ibu melepas suami Ibu tanpa ada alasan yang jelas," bujuk Mila melirih. Deni masih diam. Cinta Mila terhadap Samsul. Deni akui sangat besar. Lalu mengapa ia mengkhianati cinta suaminya. Lemah. Ok. Deni akui itu juga faktor utama mengapa Mila mencari kepuasan dengannya. Deni mengerti bagaimana jika seorang wanita tak pernah merasakan orgasme saat bersetubuh dengan suaminya karena suaminya lemah. Dan itu mem
Semalaman Samsul dan Mila disibukkan dengan keadaan barang Samsul yang tak juga kembali normal. Berbagai cara di tempuh Mila agar barang suaminya normal, tapi tetap saja gagal. Samsul hanya menangis menyesali ulahnya. Minum obat kuat tanpa mengetahui kondisi stamina nya yang memang tak kuat menahan dosis dari obat itu sendiri. Hingga menjelang pagi. Mila dan Samsul tambah panik. Mila kemudian mendatangi rumah Deni untuk minta pertolongan. Karena tak mungkin memanggil tetangga sekitar rumahnya. Apa nanti kata mereka. Dan tentunya Samsul pasti malu. Tampak Deni tengah membereskan pakaiannya ke dalam koper hendak pergi. "Den! Tolong Ibu!" pekik Mila mengejutkan Deni. "Ada apa Bu?" balas Deni penasaran. "Itu suami Ibu! Ayo cepat Den! Ibu gak bisa jelasin disini!" Mila kemudian menarik tangan Deni untuk membawanya menemui Samsul. Deni tersentak kaget melihat keadaan Samsul yang terbaring kaku dengan wajah di
Mila terus merengek pada Samsul untuk mencegah Deni pergi. Tapi Samsul malah diam terpaku. Menyadari bahwa matanya selama ini tertutup. Ia tak kuasa menahan amarah yang berkecamuk di dalam dada. Kedua tangannya mengepal. Giginya gemeretak. Begitu banyak pertanyaan yang ingin ia lontarkan pada Mila dan Deni saat itu juga. Tapi situasi dan kondisi tak mendukung. Ditambah Deni dengan wajah pucat pergi terburu- buru setelah meninggalkan kunci di atas meja. "Den!!" Mila memekik memanggil Deni dengan lantang. Tapi lekas Samsul menyeretnya keluar untuk membawa nya pulang. Sementara Deni telah pergi dengan motor maticnya. "Pah! Lepasin Mama Pa!" Mila semakin menjadi membuat Samsul kewalahan dengan tindakan istrinya yang meronta sambil berteriak- teriak memanggil Deni. Para tetangga satu- persatu mulai berdatangan untuk melihat kejadian yang tengah berlangsung di depan mata mereka. Membuat Samsul malu dan dengan sigap, Samsul membek
Mila masih membisu. Wajahnya tampak pucat saat menatap wajah suaminya. Ia menghela nafas panjang dengan mata terpejam seraya berkata. "Mengapa Papa tanyakan itu? Apa Papa sudah tak percaya lagi sama Mama?" tegur Mila akhirnya buka suara. Mata Samsul mendelik mendengar perkataanya. Dengan tatapan dingin lantas ia menjawabnya."Papa lihat cinta di mata Mama. Cinta yang dulu pernah Papa rasakan, dan cinta itu Papa lihat. Saat Mama mencegah pemuda itu pergi," ucap Samsul.Mila tertunduk sambil menggigit bibirnya. Memang ia akui. Deni telah membuatnya jatuh hati. Tapi tak mungkin ia berterus terang pada suaminya.Samsul kemudian beranjak dari duduknya lalu membuka lemari untuk mengganti pakaiannya. Setelah rapih berpakaian. Samsul kemudian menyambar jaket yang tergantung dekat pintu. "Papa pergi dulu ke kantor Ma."Tak ada lagi pertanyaan. Percuma, Mila tak mungkin mengakuinya. Dengan melihat sikap istrinya. Samsul yakin,