Mila masih membisu. Wajahnya tampak pucat saat menatap wajah suaminya. Ia menghela nafas panjang dengan mata terpejam seraya berkata.
"Mengapa Papa tanyakan itu? Apa Papa sudah tak percaya lagi sama Mama?" tegur Mila akhirnya buka suara.Mata Samsul mendelik mendengar perkataanya. Dengan tatapan dingin lantas ia menjawabnya."Papa lihat cinta di mata Mama. Cinta yang dulu pernah Papa rasakan, dan cinta itu Papa lihat. Saat Mama mencegah pemuda itu pergi," ucap Samsul.Mila tertunduk sambil menggigit bibirnya. Memang ia akui. Deni telah membuatnya jatuh hati. Tapi tak mungkin ia berterus terang pada suaminya.Samsul kemudian beranjak dari duduknya lalu membuka lemari untuk mengganti pakaiannya. Setelah rapih berpakaian. Samsul kemudian menyambar jaket yang tergantung dekat pintu."Papa pergi dulu ke kantor Ma."Tak ada lagi pertanyaan. Percuma, Mila tak mungkin mengakuinya. Dengan melihat sikap istrinya. Samsul yakin,Melihat raut wajah kesedihan yang tergambar di wajah Samsul. Pak Dadang merasa iba."Ada masalah apa Pak. Dari tadi, saya lihat Bapak duduk melamun?" tanya Pak Dadang. "Tidak Pak. Tidak apa- apa. Saya hanya tidak enak badan," kelit Samsul beralasan. "Jangan begitu Pak. Kita ini kan teman baik dari dulu. Ayo, ceritakan ada apa?" "Tidak Pak. Tidak apa- apa. Hanya saja ada yang ingin saya tanyakan pada Bapak," tambah Samsul. "Baiklah. Kalau begitu kita ngobrolnya di kantin saja. Sambil makan siang." Pak Dadang dan Samsul kemudian keluar dari kantor menuju kantin. Tempat para karyawan menghabiskan waktu istirahatnya sambil memesan beraneka makanan yang tersedia banyak disana. Mereka lalu duduk di sudut ruangan dekat jendela. Agar bisa leluasa mengobrol. "Ohiya Pak. Bapak mau pesan apa? Biar saya pesankan," tawar Pak Dadang. "Tidak Pak. Hari ini saya tak selera makan. Nanti saja, saya makan di rumah
Pak Dadang dan Samsul menghabiskan jam istirahatnya di kantin. Mereka berdua saling berbagi pengalaman hidup berumah tangga. "Nah. Begitu Pak, saran dari saya. Bapak sebaiknya mulai sekarang, beri istri Bapak perhatian penuh. Dan kalau bisa, Bapak temui dokter ahli, agar penyakit Bapak bisa di atasi dengan baik. Kasian kan, istri Bapak hahaha ... " jelas Pak Dadang sambil tertawa terbahak membuat Samsul malu. "Iya Pak. Mulai sekarang, saya akan merubah sikap saya. Saya akan membahagiakan istri saya." Percakapan mereka pun selesai sampai disitu. Mereka kembali ke ruang kerjanya masing- masing. Lega rasanya, Samsul mendengar nasehat dari Pak Dadang. Sedikit ada pencerahan untuk dijadikan pelajaran agar rumah tangganya tidak kandas begitu saja. Hanya karena materi yang selalu ia kejar. *** Menjelang sore hari. Mila bergegas pulang ke rumahnya. "Den. Ibu pulang dulu, ya? Suami Ibu takut pulang sore." "Baiklah Bu. Inga
"Ada yang bisa saya bantu?" Seorang pegawai apotik menyapanya ramah. Mila diam mematung lidahnya terasa kelu saat ingin mengatakan 'TESPEK'. Seumur hidupnya dia belum pernah membeli barang seperti itu. "Ada yang bisa saya bantu?" pegawai apotik itu kembali bertanya dengan wajah heran. Memperhatikan Mila yang masih diam dengan wajah bimbang. "Aku ingin membeli tespek," ucapnya pelan menahan rasa malu. "Apa? Beli apa?" Pegawai itu tak mendengar suara Mila yang nyaris tak terdengar. "Aku ingin membeli tespek," ucap Mila kembali dengan suara yang lebih kencang. "Oh tespek, tunggu sebentar saya ambilkan." Pegawai itu bergegas mengambilkan barang yang di minta Mila. Tak lama setelahnya Mila pulang. Tapi Mila akan menggunakan barang itu jika Samsul sedang bekerja. Tapi sayang, lelaki itu cuti tiga selama tiga hari. Tapi biarlah. Nanti malam, jika Samsul tidur. Mila akan menggunakan barang itu malam hari. Tapi Menurut impormas
Jantung Deni berdebar- debar karena sebentar lagi ia akan segera menjadi seorang ayah. Tapi bagaimana dengan Mila. Wanita itu belum juga mengabulkan keinginannya. Agar sesegera mungkin meminta cerai terhadap suaminya. "Bu, apa Suami Ibu mengetahui bahwa Ibu sedang hamil?" Mila menggeleng. "Belum Den. Ibu takut," ucap Mila sambil terduduk, pandangannya mulai berputar dan semakin buram, detik berikutnya Mila merasakan pandanganya menjadi gelap hanya samar terdengar suara Deni yang berulang kali memanggil namanya. ***Perlahan Mila melebarkan kedua matanya, sejenak pandangannya masih buram, sebelum akhirnya benar- benar menjadi jelas, Mila memandangi langit- langit ruangan yang berwarna putih. Indra penciumannya bau obat- obatan yang menyengat, langsung bisa di simpulkan bahwa ia tengah berada di rumah sakit saat ini. "Bu," tanya Deni yang berdiri di sisi ranjang. Terlihat senyum lega mengembang di bibirnya. "Kenapa a
"Ya Allah ... Aku telah berbuat dosa. Kenapa suamiku terlalu baik, sedangkan aku! Aku begitu tega menyakitinya ... " tangis Mila membatin. Mila tidur meringkuk di kamar. Sementara suaminya sibuk di dapur menyiapkan bubur untuk dirinya. "Ma! Papa buatin buburnya sedikit saja, ya!" teriak Samsul dari arah dapur. "Iya Pa! Terserah Papa saja!" balas Mila sambil berusaha bangun dari tempat tidur. Cepat Mila menyambar ponsel yang ia simpan di bawah bantalnya. Dua pesan masuk dari Deni. Yang mengatakan tentang keadaannya dirinya setelah sampai di rumah. Dengan sigap Mila langsung membalasnya. Menjawab pesan Deni bahwa ia baik baik saja tak ada yang perlu di cemaskan. Setelah membalas pesan Deni, cepat Mila menghapusnya lalu meletakkan kembali ponselnya di bawah bantal. Dan ia kembali berbaring. "Ma, ini buburnya sudah siap, ayo di makan Ma. Biar Mama lekas sembuh." Samsul terlihat membawa satu mangkuk bubur di atas nampan. Dan dengan t
Untuk pertama kali. Sejak berumah tangga dengan Samsul, ia merasakan hangatnya belaian suaminya. Bahkan Mila tersenyum sendiri di depan cermin. Masih tak percaya, dan untuk kedua kalinya, ia jatuh cinta kembali pada suaminya. Sambil menguyur seluruh tubuhnya. Mila masih terbayang saat- saat suaminya memberi banyak kelembutan nan mesra. "Krettt!!Pintu kamar mandi terbuka di dorong Samsul, setelah itu Samsul mendorong Mila yang masih polos tanpa busana menuju ke kamar. Sebuah tangan putih nan halus menepuk lembut wajah Samsul, kemudian Mila berkata dengan nada menggoda."Pah ... ah ... lepasih Mama ... " Desahan dari mulut istrinya yang manja, membuat Samsul tak bisa lagi mengendalikan hasratnya yang terus memburu sejak ia mengkonsumsi obat dari dokter. Samsul menyipitkan matanya, kemudian membalikkan tubuhnya, hingga posisi keduanya bertukar. Samsul di atas, menindih tubuh istrinya yang ada dibawahnya.
Tiba di kontrakan Deni. Suasana rumah masih tampak sepi. Lekas Mila membuka pintu rumah dengan kunci cadangan yang diberikan Deni. Sambil menunggu Deni pulang dari mencari pekerjaan. Mila merapihkan satu persatu pakaian Deni yang masih ada di dalam koper. Setelah itu ia membereskan kamar yang hanya di alasi sehelai karpet. Setelah rapih semua yang pekerjaan rumah. Mila bergegas keluar dari kontrakan untuk membeli kasur dan perkakas rumah tangga. Hari itu Mila menghabiskan sebagian uangnya untuk membeli kebutuhan rumah tangga beserta perabotan guna melengkapi kebutuhan nya kelak jika sudah menjadi istri Deni. Tak terasa waktu sudah menunjukan pukul sebelas siang. Deni tampak sudah datang bersama motor maticnya. Wajahnya terlihat lusuh dan lelah. Mila langsung menyambutnya dengan ciuman hangat. "Gimana Den? Kamu sudah dapat pekerjaan?" tanya Mila tak sabar mendengar jawaban Deni. "Belum Bu. Susah sekali cari pekerjaan di kota
Intana tampak berkaca melihat Samsul yang berdiri mematung di hadapannya. Lelaki itu adalah satu dari sekian lelaki yang pernah singgah di hatinya dulu. Dengan Samsul ia merasakan cinta sejati yang sesungguhnya. Tapi sayang kedua orang tuanya telah menjodohkannya dengan lelaki pilihan mereka. Sejak saat itulah. Dengan terpaksa Intana meninggalkan Samsul begitu saja tanpa memberinya pesan dan berita.Dan itu kesalahan terbesar dalam hidupnya. Menyesal dulu ia melepaskan Samsul yang kala itu Samsul masih pengangguran. Itulah mengapa ia memutuskan untuk meninggalkan Samsul dan menikah dengan Toro, yang kini telah menjadi suaminya. Tapi perkawinan mereka tidak bahagia. Toro ternyata bukan lelaki baik yang dulu ia kenal lewat perjodohan. Lelaki itu seorang penjudi dan sering mabuk jika pulang kerja. Meski Toro pemabuk. Tapi dia adalah pengusaha kaya raya berlimpah harta. Tapi harta bukan lah jaminan seseorang bahagia. Intana san