Suara cekcok Mila dan Samsul sedikit terdengar oleh Deni di ruang tamu. Sengaja Deni tak beranjak dari rumah itu. Diam membisu mendengarkan percakapan Mila dan Samsul. "Ma. Mama mau, kan? Tunggu Papa, paling satu jam Ma. Mama jangan pergi sama berondong itu," bisik Samsul. "Tidak Pa. Mama tidak mau!" bentak Mila. "Aduh Ma. Bicaranya jangan keras- keras, malu kan di dengar pemuda itu," protes Samsul kemudian. "Pokoknya Mama mau nonton!" "Baiklah Ma. Ayo kita nonton. Biar Papa antar, ya?" Mata Mila membola menatap wajah suaminya. Tak percaya. "Hah! Papa serius!" "Iya Ma. Papa serius." Mila langsung merangkul tubuh suaminya dengan erat sambil menangis tersedu. "Terima kasih Pa ... " ucap Mila mengeratkan pelukannya pada Samsul. "Tunggu sebentar ya, Ma." Samsul kemudian berjalan ke luar rumah untuk mengambil sesuatu dari begasi motornya. Tas warna hitam diambilnya. Lalu ia
Deni segera beranjak dari tempat tidur. Memunguti satu persatu pakaiannya dengan wajah terlihat kesal. "Den. Dengarkan dulu Ibu!" Mila mencoba membujuknya.Tapi Deni tak bergeming. Ia sudah tak mau terjerumus lagi semakin dalam ke jurang kenistaan. Berapa lama ia harus memuaskan Mila. Sementara wanita itu telah bersuami. Sampai ia sembunyikan dosa besar yang dilakukannya bersama Mila. "Den!" Mila membenamkan wajahnya di dada Deni. Deni tak bergerak diam membisu. "Tolong beri Ibu waktu. Bagaimana mungkin Ibu melepas suami Ibu tanpa ada alasan yang jelas," bujuk Mila melirih. Deni masih diam. Cinta Mila terhadap Samsul. Deni akui sangat besar. Lalu mengapa ia mengkhianati cinta suaminya. Lemah. Ok. Deni akui itu juga faktor utama mengapa Mila mencari kepuasan dengannya. Deni mengerti bagaimana jika seorang wanita tak pernah merasakan orgasme saat bersetubuh dengan suaminya karena suaminya lemah. Dan itu mem
Semalaman Samsul dan Mila disibukkan dengan keadaan barang Samsul yang tak juga kembali normal. Berbagai cara di tempuh Mila agar barang suaminya normal, tapi tetap saja gagal. Samsul hanya menangis menyesali ulahnya. Minum obat kuat tanpa mengetahui kondisi stamina nya yang memang tak kuat menahan dosis dari obat itu sendiri. Hingga menjelang pagi. Mila dan Samsul tambah panik. Mila kemudian mendatangi rumah Deni untuk minta pertolongan. Karena tak mungkin memanggil tetangga sekitar rumahnya. Apa nanti kata mereka. Dan tentunya Samsul pasti malu. Tampak Deni tengah membereskan pakaiannya ke dalam koper hendak pergi. "Den! Tolong Ibu!" pekik Mila mengejutkan Deni. "Ada apa Bu?" balas Deni penasaran. "Itu suami Ibu! Ayo cepat Den! Ibu gak bisa jelasin disini!" Mila kemudian menarik tangan Deni untuk membawanya menemui Samsul. Deni tersentak kaget melihat keadaan Samsul yang terbaring kaku dengan wajah di
Mila terus merengek pada Samsul untuk mencegah Deni pergi. Tapi Samsul malah diam terpaku. Menyadari bahwa matanya selama ini tertutup. Ia tak kuasa menahan amarah yang berkecamuk di dalam dada. Kedua tangannya mengepal. Giginya gemeretak. Begitu banyak pertanyaan yang ingin ia lontarkan pada Mila dan Deni saat itu juga. Tapi situasi dan kondisi tak mendukung. Ditambah Deni dengan wajah pucat pergi terburu- buru setelah meninggalkan kunci di atas meja. "Den!!" Mila memekik memanggil Deni dengan lantang. Tapi lekas Samsul menyeretnya keluar untuk membawa nya pulang. Sementara Deni telah pergi dengan motor maticnya. "Pah! Lepasin Mama Pa!" Mila semakin menjadi membuat Samsul kewalahan dengan tindakan istrinya yang meronta sambil berteriak- teriak memanggil Deni. Para tetangga satu- persatu mulai berdatangan untuk melihat kejadian yang tengah berlangsung di depan mata mereka. Membuat Samsul malu dan dengan sigap, Samsul membek
Mila masih membisu. Wajahnya tampak pucat saat menatap wajah suaminya. Ia menghela nafas panjang dengan mata terpejam seraya berkata. "Mengapa Papa tanyakan itu? Apa Papa sudah tak percaya lagi sama Mama?" tegur Mila akhirnya buka suara. Mata Samsul mendelik mendengar perkataanya. Dengan tatapan dingin lantas ia menjawabnya."Papa lihat cinta di mata Mama. Cinta yang dulu pernah Papa rasakan, dan cinta itu Papa lihat. Saat Mama mencegah pemuda itu pergi," ucap Samsul.Mila tertunduk sambil menggigit bibirnya. Memang ia akui. Deni telah membuatnya jatuh hati. Tapi tak mungkin ia berterus terang pada suaminya.Samsul kemudian beranjak dari duduknya lalu membuka lemari untuk mengganti pakaiannya. Setelah rapih berpakaian. Samsul kemudian menyambar jaket yang tergantung dekat pintu. "Papa pergi dulu ke kantor Ma."Tak ada lagi pertanyaan. Percuma, Mila tak mungkin mengakuinya. Dengan melihat sikap istrinya. Samsul yakin,
Melihat raut wajah kesedihan yang tergambar di wajah Samsul. Pak Dadang merasa iba."Ada masalah apa Pak. Dari tadi, saya lihat Bapak duduk melamun?" tanya Pak Dadang. "Tidak Pak. Tidak apa- apa. Saya hanya tidak enak badan," kelit Samsul beralasan. "Jangan begitu Pak. Kita ini kan teman baik dari dulu. Ayo, ceritakan ada apa?" "Tidak Pak. Tidak apa- apa. Hanya saja ada yang ingin saya tanyakan pada Bapak," tambah Samsul. "Baiklah. Kalau begitu kita ngobrolnya di kantin saja. Sambil makan siang." Pak Dadang dan Samsul kemudian keluar dari kantor menuju kantin. Tempat para karyawan menghabiskan waktu istirahatnya sambil memesan beraneka makanan yang tersedia banyak disana. Mereka lalu duduk di sudut ruangan dekat jendela. Agar bisa leluasa mengobrol. "Ohiya Pak. Bapak mau pesan apa? Biar saya pesankan," tawar Pak Dadang. "Tidak Pak. Hari ini saya tak selera makan. Nanti saja, saya makan di rumah
Pak Dadang dan Samsul menghabiskan jam istirahatnya di kantin. Mereka berdua saling berbagi pengalaman hidup berumah tangga. "Nah. Begitu Pak, saran dari saya. Bapak sebaiknya mulai sekarang, beri istri Bapak perhatian penuh. Dan kalau bisa, Bapak temui dokter ahli, agar penyakit Bapak bisa di atasi dengan baik. Kasian kan, istri Bapak hahaha ... " jelas Pak Dadang sambil tertawa terbahak membuat Samsul malu. "Iya Pak. Mulai sekarang, saya akan merubah sikap saya. Saya akan membahagiakan istri saya." Percakapan mereka pun selesai sampai disitu. Mereka kembali ke ruang kerjanya masing- masing. Lega rasanya, Samsul mendengar nasehat dari Pak Dadang. Sedikit ada pencerahan untuk dijadikan pelajaran agar rumah tangganya tidak kandas begitu saja. Hanya karena materi yang selalu ia kejar. *** Menjelang sore hari. Mila bergegas pulang ke rumahnya. "Den. Ibu pulang dulu, ya? Suami Ibu takut pulang sore." "Baiklah Bu. Inga
"Ada yang bisa saya bantu?" Seorang pegawai apotik menyapanya ramah. Mila diam mematung lidahnya terasa kelu saat ingin mengatakan 'TESPEK'. Seumur hidupnya dia belum pernah membeli barang seperti itu. "Ada yang bisa saya bantu?" pegawai apotik itu kembali bertanya dengan wajah heran. Memperhatikan Mila yang masih diam dengan wajah bimbang. "Aku ingin membeli tespek," ucapnya pelan menahan rasa malu. "Apa? Beli apa?" Pegawai itu tak mendengar suara Mila yang nyaris tak terdengar. "Aku ingin membeli tespek," ucap Mila kembali dengan suara yang lebih kencang. "Oh tespek, tunggu sebentar saya ambilkan." Pegawai itu bergegas mengambilkan barang yang di minta Mila. Tak lama setelahnya Mila pulang. Tapi Mila akan menggunakan barang itu jika Samsul sedang bekerja. Tapi sayang, lelaki itu cuti tiga selama tiga hari. Tapi biarlah. Nanti malam, jika Samsul tidur. Mila akan menggunakan barang itu malam hari. Tapi Menurut impormas