"Tidak perlu. Tante bisa melakukannya sendiri." Wanita itu merebut tisu yang ada di tangan Deni dan membersihkan bagian dari dirinya yang terkena cipratan air. Anna hanya berharap Lelaki muda itu tidak menyadari pipinya yang merona. Bagaimana bisa dia justru terpesona pada lelaki yang hanya berstatus suami sementara. Hal itu tidak benar, Anna merasa harus segera menyadarkan diri sebelum terlambat."Mengapa Tante tiba-tiba tersedak saat melihatku? Apa aku terlalu memesona?" tanya Deni sebelum akhirnya memasukkan roti ke dalam mulut. "Jangan terlalu percaya diri. Tante hanya tidak sengaja memikirkan sesuatu yang lucu. Jelas itu bukan kau." Wanita itu segera kembali fokus pada makanan yang ada di atas piring miliknya. "Tante, Deni tahu wanita tidak akan pernah menyatakan perasaan pada seorang pria terlebih dahulu. Karena mereka para wanita harus menurunkan gengsinya untuk itu. Dan jelas terlihat di sini, Tante gengsi untuk mengakui kekaguman Tante pada Deni. Iya, Bukan?" Deni seng
Mila masih bengong mendapati kedatangan Deni. Kerucut di keningnya kian tercetak rapih, menyimpan keraguan di dalam sana.Bagai buah simalakama, mundur kena, maju kena. Deni tidak tahu apa yang ada di otak Mila. Tidak mungkin ia berterus terang pada istrinya tentang kesepakatannya dengan Anna. "Kamu jahat Den!" Mila memekik histeris, murka karena Deni tak menepati janjinya.Deni lalu membujuk mendapati aksi Mila, ia kemudian berjongkok menyamakan pandangannya dengan Mila yang menangis sesegukan dengan posisi terduduk di lantai. "Bu, maafkan Deni," rayu Deni seraya merangkul erat tubuh Mila. Dan Mila menggelengkan kepala, menolak rangkulan dari Deni. "Pokoknya Ibu tidak mau kamu pergi lagi Den," Kedua bibir Mila mengerucut, tangannya bersedekap di depan dada."Bu. Deni lakukan ini semua demi Ibu ....""Tidak! Ibu tidak ingin apa-apa dari kamu Den," Mila memotong ucapan Deni.Namun Deni merasa binggung dan kacau. Harus bagaimana lagi menyakinkan istrinya, bahwa perjuangannya selam
Samsul pun membuka matanya namun keadaan sangat gelap tirai dikamarnya pun beterbangan akibat angin yang sangat kencang Samsul pun meraba raba kesamping tempat tidur mencari keberadaan Zahra disampingnya, namun ia tidak menemukan siapapun disampingnya "Kemana Zahra?" batinnya. Samsul terkejut. Zahra mendadak menjerit dengan histeris.Zahra bahkan menendang tubuh Samsul dengan sekuat tenaga. Seketika itu juga, Samsul langsung terbangun, turun dari ranjang dengan sangat cepat."Zahra! Apa yang kamu lakukan?" jerit Samsul kaget. Zahra kemudian berlari menuju arah pintu. Mungkin dia hendak berlari keluar, Namun gagal, karena pintu itu terkunci. Menyadari bahwa dia tidak bisa keluar dari ruangan ini, dia pun berlari menuju pojok ruangan.Zahra duduk meringkuk memeluk lutut, sambil menangis, seperti orang yang ketakutan.Samsul mendekatinya dengan panik. Ada apa sebenarnya yang terjadi pada Zahra. Tiba-tiba menjerit lalu menangis. Samsul pun mendekat, diusapnya wajah Zahra dengan pel
Samsul tertunduk sambil menahan air mata yang ingin jatuh ke pipinya. Tapi untuk apa menangisi wanita yang licik dan keji itu. Hanya akan menambah lukanya berdarah lagi. "Cepat tanda tangan, ini sudah malam," ujar Samsul wajahnya memerah karena menahan gejolaknya saat itu."Papa sudah kehilangan akal, ya? Kenapa kasar begitu?" protes Mila sambil menahan tangisnya. "Apa kamu tahu, Mila? Kamu begitu mencintai lelaki itu!" cetus Samsul kesal.Ah ... jika bukan karena melihat kehamilan Mila. Sudah ia bongkar kebusukan Deni malam itu juga. Tapi ia tak tega melakukan itu."Maaf kan Mama Pa," ucap Mila keringat keluar dari keningnya. Ia pun kemudian meraih pulpen yang ada di atas meja lalu perlahan tangannya bergerak untuk menandatangani surat itu. Mila menatap Samsul penuh cinta, ia benar-benar merasakan tubuhnya lemah dan perutnya terasa nyeri. Selesai di tanda tangan. Samsul segera mengambil surat itu. Lalu iapun pamit mengabaikan Mila yang terus menatapnya dalam. "Pa, apa Papa suda
Perjanjian yang di dalamnya berisi beberapa peraturan yang tidak logis menurut Deni. Sebab Deni hanyalah suami bayaran yang di kontrak selama tiga bulan ke depan. "Apa ini tante? Jelaskan?" Deni memprotes. "Ya Den. Buat tante hamil," ucap Anna dingin."Gila, apa Tante sadar! Deni sudah beristri, dan saat ini istri Deni sedang hamil. Bagiamana Tante bisa berpikir sepicik itu?" "Terserah kamu terima atau tidak perjanjian itu. Dan hari ini juga, aku akan berikan cek sebesar yang telah di janjikan. Bagaimana? Kamu setuju?" Deni menghela nafas panjang. Wanita yang ada di hadapannya membuat otak Deni seakan pecah. Tak mungkin Deni melakukan apa yang diinginkan Anna. "Kamu jangan khawatir Den. Semua kebutuhan istrimu aku yang tanggung," Anna berkata dengan penuh keyakinan. Ia harus mempunyai keturunan agar harta warisan dari almarhum suaminya bisa ia limpahan pada darah dagingnya kelak. "Ayo cepat tanda tangan, sebelum aku berubah pikiran!" titah Anna kemudian."Deni mohon, Tante."Bi
Akhirnya, Darso menceritakan masa lalu bersama istrinya yang terdahulu. Yaitu ibu kandung Zahra. Kepalan kedua tangan Darso meremas kuat di kedua sisi tubuhnya. Kejadian masa lalu terpaksa harus ia ungkap pada putri kandungnya. Zahra. Kejadian yang tak ingin ia ingat tuk selamanya, namun hari itu dengan perasaan perih harus ia ceritakan semua.Kejadian tujuh belas tahun silam saat Zahra baru lahir. "Sakit!" Seorang wanita berkerudung hitam berteriak histeris, bayi dalam kandungannya Ingin segera keluar. "Ayo Neng!" titah dukun beranak yang biasa di panggil Mak Saroh. "Bayiku, Mak! Tolong, bayiku tercekik, ahhh, sakiiit!"Neneng menjerit sambil memijat-mijat lehernya. Ia begitu kesakitan dan kesulitan untuk bernafas, hingga membuat tubuhnya jatuh tersungkur ke lantai."Ya Allah!" Mak Saroh lalu memangku kepala Neneng, sambil berteriak panik." Tolooong, tolong!"Wanita paruh baya itu tak kuasa melihat keadaan Neneng yang begitu tersiksa. Ia tak mengerti apa yang sebenarnya sedang
Samsul mundur beberapa langkah saat Zafra hendak mendekatinya dengan tatapan aneh. Samsul mulai takut dengan sikap aneh Zahra, wajahnya tampak kusut dengan rambut menutupi seluruh wajahnya. Samsul pun memanggil pelayan rumahnya._____Hujan deras disertai petir menyambar-nyambar mengiringi langkah seorang wanita yang terseok tanpa alas kaki. Pipinya basah oleh air mata bercampur hujan. Alam seolah ikut bersedih atas nasib malang yang menimpanya. Wanita itu terus menyusuri jalan beraspal yang tampak lengang tanpa tujuan. Sesekali ia memukul dadanya untuk mengurai sesak yang menghimpit hingga membuatnya kesulitan bernafas. Berjalan tak tentu arah dengan perut kosong hingga perih melilit tak ia hiraukan. “Bu, maafkan Deni. Deni tak bisa melanjutkan pernikahan ini, Deni harap ibu mengerti apa yang Deni katakan."Kata itu masih terngiang di telinga. Menghantam kesadaran Mila bahwa ia sudah dibuang oleh lelaki yang selama ini telah membuatnya jatuh cinta hingga ia harus mengorbankan rumah
Perlahan, tangan Samsul menarik tangan Mila kedalam pelukannya. Dia berharap agar perasaan Mila sedikit bisa lebih baik.Tangis Mila kembali pecah saat mantan suaminya menyandarkan tubuhnya dalam pelukannya. Betapa ia merasa nyaman dalam dekapan pria yang telah dirinya sakiti begitu keji. "Pa ...maafkan Mama, ya?" ucap Mila sambil meratap pilu. Samsul mendengus nafas kasar. "Sudahlah Ma. Lupakan masa lalu kita. Sekarang jalan kita berbeda, Mama sekarang harus menjalani hidup Mama sendiri," ucap Samsul dingin."Iya Pa, Mama ngerti. Tapi mengapa nasib Mama selalu begini." "Maksud Mama?" "Tak pernah ada yang perhatian sama Mama. Papa juga dulu begitu, tak pernah perhatian sama Mama. Sekarang Deni. Lelaki itu pergi dua bulan ninggalin Mama." "Apa?!" Samsul tersentak kaget mendengar pengakuan Mila. "Dua bulan?" sentak Samsul tak percaya."Iya Pa. Barusan, dia telpon Mama. Katanya pernikahan kita tidak bisa di lanjutkan, Deni sudah meninggalkan Mama Pa. Untuk apa lagi Mama hidup!" "