Mila masih bengong mendapati kedatangan Deni. Kerucut di keningnya kian tercetak rapih, menyimpan keraguan di dalam sana.Bagai buah simalakama, mundur kena, maju kena. Deni tidak tahu apa yang ada di otak Mila. Tidak mungkin ia berterus terang pada istrinya tentang kesepakatannya dengan Anna. "Kamu jahat Den!" Mila memekik histeris, murka karena Deni tak menepati janjinya.Deni lalu membujuk mendapati aksi Mila, ia kemudian berjongkok menyamakan pandangannya dengan Mila yang menangis sesegukan dengan posisi terduduk di lantai. "Bu, maafkan Deni," rayu Deni seraya merangkul erat tubuh Mila. Dan Mila menggelengkan kepala, menolak rangkulan dari Deni. "Pokoknya Ibu tidak mau kamu pergi lagi Den," Kedua bibir Mila mengerucut, tangannya bersedekap di depan dada."Bu. Deni lakukan ini semua demi Ibu ....""Tidak! Ibu tidak ingin apa-apa dari kamu Den," Mila memotong ucapan Deni.Namun Deni merasa binggung dan kacau. Harus bagaimana lagi menyakinkan istrinya, bahwa perjuangannya selam
Samsul pun membuka matanya namun keadaan sangat gelap tirai dikamarnya pun beterbangan akibat angin yang sangat kencang Samsul pun meraba raba kesamping tempat tidur mencari keberadaan Zahra disampingnya, namun ia tidak menemukan siapapun disampingnya "Kemana Zahra?" batinnya. Samsul terkejut. Zahra mendadak menjerit dengan histeris.Zahra bahkan menendang tubuh Samsul dengan sekuat tenaga. Seketika itu juga, Samsul langsung terbangun, turun dari ranjang dengan sangat cepat."Zahra! Apa yang kamu lakukan?" jerit Samsul kaget. Zahra kemudian berlari menuju arah pintu. Mungkin dia hendak berlari keluar, Namun gagal, karena pintu itu terkunci. Menyadari bahwa dia tidak bisa keluar dari ruangan ini, dia pun berlari menuju pojok ruangan.Zahra duduk meringkuk memeluk lutut, sambil menangis, seperti orang yang ketakutan.Samsul mendekatinya dengan panik. Ada apa sebenarnya yang terjadi pada Zahra. Tiba-tiba menjerit lalu menangis. Samsul pun mendekat, diusapnya wajah Zahra dengan pel
Samsul tertunduk sambil menahan air mata yang ingin jatuh ke pipinya. Tapi untuk apa menangisi wanita yang licik dan keji itu. Hanya akan menambah lukanya berdarah lagi. "Cepat tanda tangan, ini sudah malam," ujar Samsul wajahnya memerah karena menahan gejolaknya saat itu."Papa sudah kehilangan akal, ya? Kenapa kasar begitu?" protes Mila sambil menahan tangisnya. "Apa kamu tahu, Mila? Kamu begitu mencintai lelaki itu!" cetus Samsul kesal.Ah ... jika bukan karena melihat kehamilan Mila. Sudah ia bongkar kebusukan Deni malam itu juga. Tapi ia tak tega melakukan itu."Maaf kan Mama Pa," ucap Mila keringat keluar dari keningnya. Ia pun kemudian meraih pulpen yang ada di atas meja lalu perlahan tangannya bergerak untuk menandatangani surat itu. Mila menatap Samsul penuh cinta, ia benar-benar merasakan tubuhnya lemah dan perutnya terasa nyeri. Selesai di tanda tangan. Samsul segera mengambil surat itu. Lalu iapun pamit mengabaikan Mila yang terus menatapnya dalam. "Pa, apa Papa suda
Perjanjian yang di dalamnya berisi beberapa peraturan yang tidak logis menurut Deni. Sebab Deni hanyalah suami bayaran yang di kontrak selama tiga bulan ke depan. "Apa ini tante? Jelaskan?" Deni memprotes. "Ya Den. Buat tante hamil," ucap Anna dingin."Gila, apa Tante sadar! Deni sudah beristri, dan saat ini istri Deni sedang hamil. Bagiamana Tante bisa berpikir sepicik itu?" "Terserah kamu terima atau tidak perjanjian itu. Dan hari ini juga, aku akan berikan cek sebesar yang telah di janjikan. Bagaimana? Kamu setuju?" Deni menghela nafas panjang. Wanita yang ada di hadapannya membuat otak Deni seakan pecah. Tak mungkin Deni melakukan apa yang diinginkan Anna. "Kamu jangan khawatir Den. Semua kebutuhan istrimu aku yang tanggung," Anna berkata dengan penuh keyakinan. Ia harus mempunyai keturunan agar harta warisan dari almarhum suaminya bisa ia limpahan pada darah dagingnya kelak. "Ayo cepat tanda tangan, sebelum aku berubah pikiran!" titah Anna kemudian."Deni mohon, Tante."Bi
Akhirnya, Darso menceritakan masa lalu bersama istrinya yang terdahulu. Yaitu ibu kandung Zahra. Kepalan kedua tangan Darso meremas kuat di kedua sisi tubuhnya. Kejadian masa lalu terpaksa harus ia ungkap pada putri kandungnya. Zahra. Kejadian yang tak ingin ia ingat tuk selamanya, namun hari itu dengan perasaan perih harus ia ceritakan semua.Kejadian tujuh belas tahun silam saat Zahra baru lahir. "Sakit!" Seorang wanita berkerudung hitam berteriak histeris, bayi dalam kandungannya Ingin segera keluar. "Ayo Neng!" titah dukun beranak yang biasa di panggil Mak Saroh. "Bayiku, Mak! Tolong, bayiku tercekik, ahhh, sakiiit!"Neneng menjerit sambil memijat-mijat lehernya. Ia begitu kesakitan dan kesulitan untuk bernafas, hingga membuat tubuhnya jatuh tersungkur ke lantai."Ya Allah!" Mak Saroh lalu memangku kepala Neneng, sambil berteriak panik." Tolooong, tolong!"Wanita paruh baya itu tak kuasa melihat keadaan Neneng yang begitu tersiksa. Ia tak mengerti apa yang sebenarnya sedang
Samsul mundur beberapa langkah saat Zafra hendak mendekatinya dengan tatapan aneh. Samsul mulai takut dengan sikap aneh Zahra, wajahnya tampak kusut dengan rambut menutupi seluruh wajahnya. Samsul pun memanggil pelayan rumahnya._____Hujan deras disertai petir menyambar-nyambar mengiringi langkah seorang wanita yang terseok tanpa alas kaki. Pipinya basah oleh air mata bercampur hujan. Alam seolah ikut bersedih atas nasib malang yang menimpanya. Wanita itu terus menyusuri jalan beraspal yang tampak lengang tanpa tujuan. Sesekali ia memukul dadanya untuk mengurai sesak yang menghimpit hingga membuatnya kesulitan bernafas. Berjalan tak tentu arah dengan perut kosong hingga perih melilit tak ia hiraukan. “Bu, maafkan Deni. Deni tak bisa melanjutkan pernikahan ini, Deni harap ibu mengerti apa yang Deni katakan."Kata itu masih terngiang di telinga. Menghantam kesadaran Mila bahwa ia sudah dibuang oleh lelaki yang selama ini telah membuatnya jatuh cinta hingga ia harus mengorbankan rumah
Perlahan, tangan Samsul menarik tangan Mila kedalam pelukannya. Dia berharap agar perasaan Mila sedikit bisa lebih baik.Tangis Mila kembali pecah saat mantan suaminya menyandarkan tubuhnya dalam pelukannya. Betapa ia merasa nyaman dalam dekapan pria yang telah dirinya sakiti begitu keji. "Pa ...maafkan Mama, ya?" ucap Mila sambil meratap pilu. Samsul mendengus nafas kasar. "Sudahlah Ma. Lupakan masa lalu kita. Sekarang jalan kita berbeda, Mama sekarang harus menjalani hidup Mama sendiri," ucap Samsul dingin."Iya Pa, Mama ngerti. Tapi mengapa nasib Mama selalu begini." "Maksud Mama?" "Tak pernah ada yang perhatian sama Mama. Papa juga dulu begitu, tak pernah perhatian sama Mama. Sekarang Deni. Lelaki itu pergi dua bulan ninggalin Mama." "Apa?!" Samsul tersentak kaget mendengar pengakuan Mila. "Dua bulan?" sentak Samsul tak percaya."Iya Pa. Barusan, dia telpon Mama. Katanya pernikahan kita tidak bisa di lanjutkan, Deni sudah meninggalkan Mama Pa. Untuk apa lagi Mama hidup!" "
Hingga akhirnya terkuak dosa itu. Demi memuaskan hasratnya. Mila berselingkuh dengan berondong muda yang bernama Deni. Dan sekarang telah menjadi suaminya yang dinikahi secara siri. _________Mila terdiam diatas ranjang kecil miliknya sambil menatap langit-langit kamar, pikirannya menerawang entah kemana.Disaat malam sunyi seperti ini ia tak tahu harus melakukan apa.Pandangan Mila jatuh pada bingkai foto yang terletak di meja kecil sebelah ranjangnya, disana dirinya terlihat sangat bahagia ketika dirangkul dengan hangatnya oleh Deni, segaris senyum kini tergambar diwajah Mila.Mila belum bisa melupakan Deni, walaupun nyatanya, lelaki itu ia sudah memutuskan hubungan dengannya, tapi Mila sama sekali tak merasa ada yang berubah baginya, ia masih menyayangi dan merindukan Lelaki itu, tak ada kebencian yang hadir dihatinya walaupun Deni pergi begitu saja.Sampai detik ini Mila masih belum bisa menemukan perihal apa yang membuat hubungannya dengan Deni berakhir, bahkan selama hampir se
"Bu kenapa, Abi?"Zahra berteriak cukup keras karena Samsul mendadak diam, menggantungkan kalimatnya begitu saja. Mau tidak mau, pikiran Zahra jadi menerawang ke mana-mana."Mila harus di bawa ke rumahsakit, perutnya dari semalam katanya sakit.""Kenapa bisa, Abi? Tadi pagi Bu Mila masih baik-baik aja, kan?" ucap Zahra dengan cepat. Sungguh, Zahra sangat kaget mendengar pengakuan suaminya."Iya. tadi dia ngeluh perutnya sakit, tapi nggak mau kubawa ke rumah sakit, katanya cuma efek batuk. Terus sekitar jam tujuh tadi tiba-tiba Mila meringis kesakitan." Tubuh Zahra makin gemetar saat mendengar penuturan Samsul. Sakit yang di derita Mila bukan hal sepele. Jika tidak mendapat penangangan yang tepat, nyawa taruhannya. Tidak! Jangan sampai terjadi sesuatu dengan Mila. Mantan suaminya itu tengah mengandung dan Zahra tidak ingin ada hal buruk menimpa bayi yang di kandung Mila."Sebaiknya bawa ke dokter, Ibu Mila bisa sembuh, kan?" tanya Zahra sambil mengusap air mata yang terus saja menete
Pintu terbuka. Dengan langkah tergesa Samsul berjalan masuk sembari menarik kopernya. Dia tampak kerepotan tetapi tidak meminta bantuan Zahra.Sesampainya di ruang tengah Samsul langsung merebahkan tubuhnya di sofa. Zahra berdiri di dekatnya. Dia menatapnya cukup lama. Zahra tahu suaminya sedang mengamati bekas luka di sudut bibir Zahra, Sebab merasa tidak nyaman, Zahra langsung menutupinya dengan tangan kanannya. Tanpa sadar justru Zahra tampakkan buku jari yang masih menyisakan warna kebiruan."Zahra, Mila duduklah ... aku ingin bicara pada kalian berdua," titah Samsul pada Zahra dengan Mila yang masih berdiri kaku. Lalu Zahra duduk di samping Samsul sementara Mila duduk di hadapannya. "Zahra, mulai hari ini, Mila akan tinggal disini sampai bayi ini lahir," ucap Samsul.Zahra tertunduk. "Kamu jangan khawatir, Abi dan Mila tidak ada hubungan apa-apa, Abi hanya ingin menolongnya saja, Abi tidak rela jika Mila dibawa si Deni bajingan itu. Lebih baik dia tinggal disini, Abi harap kamu
Ponsel Mila biarkan tergeletak di atas meja berdering saat Mila sedang istirahat sambil menyantap makanan yang di sediakan pihak rumah sakit. Sekilas Mila melirik layar ponsel menyala yang hanya menampilkan nomor tak dikenal. Lalu digeser layar untuk menolak panggilan itu.Beberapa saat Mila abaikan, nomor tak dikenal itu terus saja missed call. Membuat ponselnya terus berdering sampai harus disenyapkan dan meletakannya dengan posisi terbalik sebab mengganggu.Sudah hampir sepekan Deni tidak menghubunginya. Mendadak Mila jadi teringat dengannya dan langsung membuka ponselnya. Barangkali nomor tidak dikenal yang sedari tadi meneleponnya adalah Deni.Benar saja dugaannya. Saat panggilan terhubung, langsung terdengar suara Deni."Ini aku Deni."Mila terdiam beberapa saat tidak langsung menjawab. Kesal rasanya berhari-hari menunggu kabar dari Deni. Namun, baru sekarang dia menghubunginya."Den ....Deni," panggil Mila lembut. "Ya, Bu." "Asyik ya, liburannya sampai tidak sempat menghubu
"Hai.. hentikan! Lepaskan dia!" "Diam disana dan tunggu! Jangan mengganggu!" Titah Samsul pada supir pribadi istrinya. Seperti pecut yang mencambuk hatinya yang sudah terluka. Retinanya sudah membentuk aliran anak sungai yang mengalir deras. Isak tangisnya sudah tidak terbendung lagi.Rasanya akal sehatnya tak mampu menerima semua yang terlihat oleh retinanya. Bagaimana mungkin Zahra pergi begitu saja tanpa kabar berita. Menurut supir. Istrinya terakhir minta di turunkan di swalayan. Setelah itu, Zahra menghilang bak di telan bumi. Ponselnya pun susah dihubungi."Kenapa Bapak ijinkan Istriku pergi ke swalayan sendirian! Kalau terjadi pada istriku, saya akan pecat bapak!" ancam Samsul saat mendengar pengakuan Pak Asep, supir pribadi istrinya.Ancaman itu sukses membuat tubuh Pak Asep membeku. Hatinya memang tak mengerti sama sekali. Zahra yang meminta untuk menunggunya di tempat parkiran. tetapi otaknya masih cukup mampu mencerna dengan baik, kejadian yang di alami Zahra.“Apa kamu l
Sambil menunggu hujan Reda. Zahra bermaksud mampir ke swalayan di dekat dengan rumah sakit. "Pak, tunggu disini, ya? Aku mau belanja dulu," ucap Zahra pada si supir Zahra pun berjalan menuju swalayan itu. Sementara supir pribadinya menunggu di tempat parkiran. Zahra menyusut air hujan yang menetes di wajahnya. Pagi itu, hujan tidak begitu deras. Zahra bahkan tidak bisa menyeka tetesan air hujan yang terus membasahi pipinya saking banyaknya. Satu jam yang lalu, dia baru saja memeriksakan kandungannya yang berjalan empat bulan. Menurut Dokter, kandungan Zahra baik- baik saja. “Nyonya, kandungan nyonya bagus, detak jantung bayi nyonya juga normal. Tapi usahakan nyonya harus makan buah-buahan secara teratur, ya?" Saat teringat kembali perkataan Dokter, hati Zahra terasa lega. Sungguh ia begitu bahagia. Sebentar lagi, ia akan menjadi seorang ibu.Suara guntur menggelegar, hujan pun turun semakin deras.Zahra cepat berlari kecil menyebrang ke jalanan dimana di depannya ada swalayan
“Zahra? Tenang. Abi akan selalu ada disini,” batin Samsul.Hal yang paling tidak ingin Anna lakukan dalam hidupnya adalah kembali ke tempat yang menorehkan banyak luka untuknya. Namun, takdir sekali lagi membuat lelucon untuknya. Ia harus kembali ke tempat yang sangat tidak ingin ia datangi.Selalu ada pilihan sulit dalam hidupnya, tapi demi orang yang sangat penting untuknya ia tidak akan ragu untuk memilih.Dan di sini lah ia berada saat ini, di sebuah Desa yang tujuh belas tahun lalu ia tinggalkan. Mendapat penolakan dari Zahra. Sungguh hati Anna merasa terpukul. Untuk itulah Anna pergi ke desa dimana dulu dirinya meninggalkan Zahra bersama mantan suaminya. Deni ikut mengantarkan. Tapi di tengah perjalanan, ia mengurungkan niatnya. "Den .... ayo kita kembali saja," ucapnya dengan tatapan mata kosong lurus ke depan, air mata nyapun tidak berhenti berderai karena luka lama seakan kembali terbayang. Darso mantan suaminya tidak mungkin menerima dirinya dan itu akan memambah kekecewaa
Keesokan harinya.Samsul sudah pergi bekerja, sedangkan Zahra masih memikirkan sikap Mila tadi malam. Wanita itu dari dulu memang kurang begitu suka padanya. Zahra menilai, bahwa malam tadi. Mila terbakar api cemburu karena melihat mantan suaminya sudah beristri. Dan Zahra maklumi itu.Entahlah .... itu saja yang ada dipikiran Zahra. Tapi sudahlah, Zahra tidak mau memusingkan masalah itu. Terlebih ia sedang berbadan dua. Saat ia melamun memikirkan nasib, sebuah mobil masuk ke halaman rumahnya. Ia tak tau mobil siapa itu karena tak pernah melihat sebelumnya.Saat pintu mobil terbuka, barulah ia tau siapa yang datang. Ternyata seorang wanita yang kala itu ada di rumah sakit bersama Deni. Tapi untuk apa dia datang ke rumah? Dan ada urusan apa? Sedang Zahra tidak mengenalnya sama sekali. Wanita itu tampak memakai kaca mata hitam dan juga pakaian yang mewah serta tas mahal, wanita itu pun berjalan ke arahnya."Selamat pagi, Mbak" Wanita itu menyapa ramah pada Zahra. "Eh, itu, selamat p
"Iya Bu. Saya belum memikirkan untuk menikah," balas Hadi gugup. Tidak mau terlihat aneh oleh Mila. Hadi pun segera meninggalkan ruangan itu. Tapi sebelum itu, Hadi meminta Mila untuk bersiap melakukan USG. ________Dengan jantung yang berpacu cepat, Zahra menyambut sang suami sembari tersenyum manis. Ia mencium tangan suaminya lalu mengambil alih tas kerja Samsul."Kau senang kan Abi datang cepat?" tanya Samsul berjalan menuju kamar diikuti Zahra di sampingnya yang tengah mengimbangi langkah besar Samsul."I-iya, Abi. Aku sangat senang.""Abi ingin mandi!" Zahra langsung meletakkan tas kerja suaminya di sofa lalu beranjak ke kamar mandi untuk menyiapkan air.Sesekali ia berbalik, takut suaminya sudah ada di belakangnya dan melakukan hal yang mesum. Ini kan mau Maghrib, rasanya sangat tak beradab berhubungan saat Maghrib.Setelah semuanya siap, Zahra keluar dari kamar mandi. Dilihatnya Samsul masih duduk di sofa tanpa membuka baju ataupun sepatu."Abi, katanya mau mandi sekarang," t
Rasa bimbang memenuhi dada Samsul, hatinya begitu sakit ketika dia diminta melakukan sesuatu yang tak pernah terpikirkan olehnya. Namun, demi keharmonisan rumah tangganya bersama Zahra. Terpaksa ia menyanggupi saran Deni.____Zahra menarik malas kakinya menuju kamar. Namun matanya langsung menukik tajam pada sosok yang tengah duduk termangu di tepi ranjang. Sontak Zahra kaget, dilihatnya jam dinding. Waktu baru menunjuk angka lima. "Abi ...." Zahra berguman dalam hati. Tidak percaya apa yang tengah di lihatnya. Tidak biasanya Samsul pulang petang hari itu. Dan itu membuat Zahra bingung sekaligus senang. Perlahan Zahra melangkah masuk dan melihat Samsul mondar-mandir tidak jelas sambil sesekali memperjelas raut wajah bingung, hingga Zahra menutup pintu yang tentunya mencuri perhatian Samsul."Maaf Abi, Abi jam segini kok sudah di rumah?" tanya Zahra sopan mengingat ia seorang istri yang harus menjaga situasi suaminya yang seperti sedang memikirkan sesuatu. "Cepat kesini, ada yang