Batin Deni bergejolak. Ia pun berjanji akan mencari uang sebanyak mungkin agar mulut Mila tidak mengeluarkan kata- kata menyakitkan itu lagi. Menyimpan sakit hati karena ulah Mila. Deni mulai menyesali tindakannya. Menikahi wanita seperti Mila, hanya menambah sakit hati. Bayangan hidup bahagia dengan Mila. Tapi kenyataannya berbeda, Deni tidak menduga. Wanita itu mulai mempertanyakan kekurangannya. Deni sadar, selama ini ia hanya bisa memberi kebutuhan biologis saja. Dirinya tidak mampu memenuhi materi yang seperti Mila inginkan. "Heh!" Tiba-tiba seorang wanita berambut pirang berdiri di sampingnya. Deni menoleh kaget ke atas menatap wanita yang tengah berdiri dengan rambut terjuntai panjang. Tangan kirinya memegang botol minuman. Deni langsung berdiri. "Ya?" Wanita itu tersenyum menyungging. "Sedang apa kamu sendirian di malam hari?" tanyanya sambil meneguk minuman. Lalu wanita itu duduk sempoyongan di samping Deni sambil mengacak kasar rambutnya. Deni bergerak kecil dan me
Deni segera menghentikan kegiatannya dan bergerak menjauh melihat lahar yang keluar dari Wanita gatal itu. Wanita itu lantas beranjak lalu tersenyum mendekati Deni. Menyandarkan tubuhnya di dada Deni. "Kamu luar biasa ... Tante puas malam ini ...." desahnya berbicara di telinga Deni. Deni menoleh ke arahnya lalu berkata. "Tapi Tante, sedang apa Tante malam- malam disini. Dimana suami Tante?" tanya Deni kemudian. "Entahlah ... Suami Tante jarang ada di rumah. Tante kesepian ..." jawabnya. "Baiklah Tante. Kalau begitu Deni pulang dulu.""Tunggu," Anna beranjak lalu meminta Deni untuk mencatat nomer ponselnya. Keduanya saling bertukar nomer agar mereka berdua bisa saling ketemuan untuk selanjutnya. Anna sangat puas dengan permainan Deni. Berondong muda itu selain tampan juga pintar dalam memuaskan lawannya. ***Jam sudah bergerak pukul tujuh pagi. Zahra lantas bangun buru-buru. Dirinya ketiduran di atas sajadah.Setelah melipat mukena menyimpannya lalu Zahra keluar kamar menu
Tanpa banyak bicara. Samsul lalu masuk ke dalam mobil diikuti Zahra yang tampak gugup dan serba salah. Raut wajahnya mendadak muram saat melihat Mila begitu mesra bergandengan dengan Deni.Dia tak menduga bisa bertemu istrinya di sana.Mila tampak terpaku melihat Samsul berjalan tergesa masuk ke dalam mobil bersama dengan Zahra. Napas panas sontak menyerangnya. “Jadi, kamu sudah bersama gadis itu," gumam Mila membatin. “Bu,” Deni berkata seraya menarik kasar pergelangan tangan Mila. Air mata Mila mengalir. Mila tiba-tiba merasa cemburu, dan suaranya bergetar. "Den, apa suamiku sudah menikahi gadis itu?""Ya! Kenapa? Ibu menyesal?” Deni menyeringai tipis.“Aku tidak menyesalinya,” jawab Mila sedih.Memang tiada ruang untuk menyesalinya, karena kesalahannya dulu. Samsul tak lagi mau menegurnya untuk sekedar menyapa. Lelaki itu justru menunjukan sikap bencinya. Mila tidak bisa melihat wajahnya. Yang ia tahu, suaminya begitu terburu-buru saat melihatnya, seperti seseorang yang se
Zahra ketakutan. Dia mulai meneteskan air mata, dan dia berkata dengan suara lemah, “Aku tidak mau.”"Bisa diam gak!" Samsul memerintahkan Zahra agar tak banyak pertanyaan lagi."Tuan, apakah kita langsung pulang?" tanya Zahra gugup.Samsul tampak bingung. Sedang pikirannya masih terus mengingat Mila. Samsul kemudian memandang Zahra dan berkata dengan blak-blakan, "Zahra. Kamu mau jadi istriku!" Mata Zahra langsung membelalak. "Tuan ... apa maksud Tuan?" tanya Zahra dengan tatapan mata tajam menatap wajah Samsul yang masih pokus ke jalanan. Samsul tak bergeming. Sepertinya lelaki itu bicara omong kosong. Sakit melihat kemesraan istrinya dengan berondong simpanannya. Samsul bicara ngawur tanpa berpikir terlebih dahulu. Selang satu setengah jam kemudian, Samsul menghentikan mobilnya. Zahra langsung turun dari mobil dan melihat rumah besar di hadapannya, sebuah rumah besar yang terletak di tengah gunung.Sungguh berbanding terbalik dengan rumah Samsul yang disana. Yang ini tampa
Samsul hanya ingin bahagia.Malam sebelum dia memutuskan untuk meminta Zahra jadi istrinya. Ia sudah bicara panjang lebar dengan Pak Dadang. Dan atas saran Pak Dadang juga. Samsul sebisa mungkin harus bisa melupakan istrinya. Dan gapai bahagia baru dengan Wanita lain. Dan tentunya Samsul akan memilih Zahra. Gadis yang tak pernah meninggalkan kewajibannya sebagai seorang muslimah. "Ada yang salah, Tuan?" Ujaran pelayan itu membuyarkan pikirannya.Tatapan Samsul langsung berubah serius. "Apa katamu?""Gadis itu … Melarikan diri dengan melompat keluar jendela," lapor sang pelayan, ketakutan."Apa?" Sontak wajah Samsul mengerut, dan dia segera bergegas masuk.Tidak ada seorang pun di kamar mandi. Hanya garis yang ditulis dengan lipstik yang tampak di dinding. ‘Tuan, kita memiliki perbedaan yang sangat jauh satu sama lain. Aku tidak ingin menikah denganmu. Selamat tinggal!’Baris kata-kata yang ditulis dengan lipstik itu tampak rapi dan tajam, yang mengungkapkan temperamen penulis yang pa
Deni membawanya ke rumah sakit dengan panik. Tapi lelaki muda itu malah pergi entah kemana. Sepuluh menit kemudian, dokter melaporkan hasilnya dengan tegas, "Nyonya sedang hamil."Mila merasa melayang sejenak. "Aku memang sedang hamil dok.""Nyonya harus menjaga kehamilan Nyonya kalau anak ini mau lahir selamat." "Maksud dokter?" "Nyonya kurang darah dan terlalu banyak pikiran," ujar Dokter seraya menyerahkan dua butir pil pada perawat yang tengah menjaga Mila. "Nyonya ayo di minum obatnya." Mila mengangguk perlahan. Lalu segera meminum obat dari dokter itu. Dokter dan perawat itu pun pergi dari sana. Lalu Mila berjalan keluar kamar, duduk sendirian di bangku rumah sakit, dan merasa tak berdaya.“Jangan menangis… Jangan menangis, hapus air matamu.” Sebuah suara lucu dan mengoceh terdengar di hadapan Mila. Dia mendongak dan melihat seorang gadis kecil yang masih memakai popok berdiri di depannya.Gadis kecil itu mengangkat tangan kecilnya yang lucu berisi itu sambil ingin mengha
Mobil melaju sangat kencang, Samsul bahkan tidak menoleh lagi pada Gadis di sampingnya yang akan segera ia nikahi. “Kau akan pulang dengan menggunakan taksi, Zahra?” tanya Samsul, ketika sebuah taksi berhenti tepat di depan mereka.Zahra menoleh, lantas tersenyum kecil dan menganggukan kepala. Samsul merasa sedikit kasian, mengingat Zahra adalah calon istrinya yang masih sangat muda dan polos."Kamu tunggu di rumah, ya?" "Rumah yang mana Tuan?" tanya Zahra sambil menatap heran wajah Samsul yang pokus menyetir. "Kamu pulang ke komplek saja," jawab Samsul seraya menghentikan mobilnya. “Iya. Aku pulang sekarang ya.” Zahra pamit lebih dulu, melambaikan tangannya pada Samsul, lalu masuk ke dalam taksi.“Baik, hati-hati.” pada Zahra , Samsul bilang ia pun akan segera pulang. Begitu taksi itu melaju dan membawa Zahra pergi, Samsul menghentikan mobilnya di depan café. Lalu setelah memarkirkan mobil, Samsul berjalan menuju ke cafe. Senyum lebar tersungging di wajah tampannya. Seseka
Deni pulang ke rumah setelah semalam melewati malam panjang bersama Anna. Dia memarkirkan motornya di depan teras rumahnya. Wanita itu mencegahnya pulang cepat dan menyuruh Deni untuk menginap satu malam di hotel yang sebelumnya sudah di pesan. Demi rupiah, Deni mengabulkan permintaan Anna yang menginginkan permainan lebih menantang. Bahkan semalaman mereka melakukan itu semua sampai tiga putaran dan itu membuat Anna puas. Deni pagi-pagi sekali pulang. Dia ingin sarapan bersama istri sirinya. Deni langsung saja menuju dapur. Perutnya sudah sangat lapar.Mila istrinya tidak sempat untuk membuat sarapan. Ia masih tertidur karena masih sakit dan lemah. Deni tidak melihat Mila maupun hidangan di meja makanBiasanya di jam segini Mila sudah menyiapkan sarapan untuknya. Deni lalu beranjak menuju kamar tidur. Dia memutar knop pintu. Deni mengeleng sebab istrinya masih tertidur pulas.Deni duduk di tepi ranjang. Dia elus puncak kepala istrinya. Deni juga mengecup kening Mila. Deni memb