Mobil melaju sangat kencang, Samsul bahkan tidak menoleh lagi pada Gadis di sampingnya yang akan segera ia nikahi. “Kau akan pulang dengan menggunakan taksi, Zahra?” tanya Samsul, ketika sebuah taksi berhenti tepat di depan mereka.Zahra menoleh, lantas tersenyum kecil dan menganggukan kepala. Samsul merasa sedikit kasian, mengingat Zahra adalah calon istrinya yang masih sangat muda dan polos."Kamu tunggu di rumah, ya?" "Rumah yang mana Tuan?" tanya Zahra sambil menatap heran wajah Samsul yang pokus menyetir. "Kamu pulang ke komplek saja," jawab Samsul seraya menghentikan mobilnya. “Iya. Aku pulang sekarang ya.” Zahra pamit lebih dulu, melambaikan tangannya pada Samsul, lalu masuk ke dalam taksi.“Baik, hati-hati.” pada Zahra , Samsul bilang ia pun akan segera pulang. Begitu taksi itu melaju dan membawa Zahra pergi, Samsul menghentikan mobilnya di depan café. Lalu setelah memarkirkan mobil, Samsul berjalan menuju ke cafe. Senyum lebar tersungging di wajah tampannya. Seseka
Deni pulang ke rumah setelah semalam melewati malam panjang bersama Anna. Dia memarkirkan motornya di depan teras rumahnya. Wanita itu mencegahnya pulang cepat dan menyuruh Deni untuk menginap satu malam di hotel yang sebelumnya sudah di pesan. Demi rupiah, Deni mengabulkan permintaan Anna yang menginginkan permainan lebih menantang. Bahkan semalaman mereka melakukan itu semua sampai tiga putaran dan itu membuat Anna puas. Deni pagi-pagi sekali pulang. Dia ingin sarapan bersama istri sirinya. Deni langsung saja menuju dapur. Perutnya sudah sangat lapar.Mila istrinya tidak sempat untuk membuat sarapan. Ia masih tertidur karena masih sakit dan lemah. Deni tidak melihat Mila maupun hidangan di meja makanBiasanya di jam segini Mila sudah menyiapkan sarapan untuknya. Deni lalu beranjak menuju kamar tidur. Dia memutar knop pintu. Deni mengeleng sebab istrinya masih tertidur pulas.Deni duduk di tepi ranjang. Dia elus puncak kepala istrinya. Deni juga mengecup kening Mila. Deni memb
Keduanya diam seribu basa. Zahra tak mau lagi mengungkit masa lalu suaminya. Tapi Zahra janji. Akan membimbing Samsul agar selalu dekat dengan sang Khalik. Seminggu setelah menikah. Samsul mengajak Zahra untuk bertemu dengan orang tuanya. Ya, Samsul menikahi Zahra tanpa sepengetahuan keluarga. Entah apa yang akan terjadi nantinya di sana.Zahra yang saat ini memakai gamis warna hitam senada dengan hijab panjang, berjalan di samping Samsul. Ia membiarkan rambutnya tertutup oleh balutan hijab. Keduanya melangkah bersama menuju pintu utama rumah besar itu. Zahra tak mampu menyembunyikan kegugupannya saat ini. Membuat Samsul meraih tangan sang istri dan berusaha menenangkannya."Assalammualaikum," ucap Samsul sambil mendorong pintu yang tak dikunci.Kemudian keduanya masuk ke dalam rumah itu, susana rumah besar itu tampak sepi, sepertinya ini adalah waktu jam makan malam. Samsul yang paham akan hal itu segera membawa Zahra menuju ruang makan.Saat Zahra dan Samsul tiba di sana semua
"Tidak perlu. Tante bisa melakukannya sendiri." Wanita itu merebut tisu yang ada di tangan Deni dan membersihkan bagian dari dirinya yang terkena cipratan air. Anna hanya berharap Lelaki muda itu tidak menyadari pipinya yang merona. Bagaimana bisa dia justru terpesona pada lelaki yang hanya berstatus suami sementara. Hal itu tidak benar, Anna merasa harus segera menyadarkan diri sebelum terlambat."Mengapa Tante tiba-tiba tersedak saat melihatku? Apa aku terlalu memesona?" tanya Deni sebelum akhirnya memasukkan roti ke dalam mulut. "Jangan terlalu percaya diri. Tante hanya tidak sengaja memikirkan sesuatu yang lucu. Jelas itu bukan kau." Wanita itu segera kembali fokus pada makanan yang ada di atas piring miliknya. "Tante, Deni tahu wanita tidak akan pernah menyatakan perasaan pada seorang pria terlebih dahulu. Karena mereka para wanita harus menurunkan gengsinya untuk itu. Dan jelas terlihat di sini, Tante gengsi untuk mengakui kekaguman Tante pada Deni. Iya, Bukan?" Deni seng
Mila masih bengong mendapati kedatangan Deni. Kerucut di keningnya kian tercetak rapih, menyimpan keraguan di dalam sana.Bagai buah simalakama, mundur kena, maju kena. Deni tidak tahu apa yang ada di otak Mila. Tidak mungkin ia berterus terang pada istrinya tentang kesepakatannya dengan Anna. "Kamu jahat Den!" Mila memekik histeris, murka karena Deni tak menepati janjinya.Deni lalu membujuk mendapati aksi Mila, ia kemudian berjongkok menyamakan pandangannya dengan Mila yang menangis sesegukan dengan posisi terduduk di lantai. "Bu, maafkan Deni," rayu Deni seraya merangkul erat tubuh Mila. Dan Mila menggelengkan kepala, menolak rangkulan dari Deni. "Pokoknya Ibu tidak mau kamu pergi lagi Den," Kedua bibir Mila mengerucut, tangannya bersedekap di depan dada."Bu. Deni lakukan ini semua demi Ibu ....""Tidak! Ibu tidak ingin apa-apa dari kamu Den," Mila memotong ucapan Deni.Namun Deni merasa binggung dan kacau. Harus bagaimana lagi menyakinkan istrinya, bahwa perjuangannya selam
Samsul pun membuka matanya namun keadaan sangat gelap tirai dikamarnya pun beterbangan akibat angin yang sangat kencang Samsul pun meraba raba kesamping tempat tidur mencari keberadaan Zahra disampingnya, namun ia tidak menemukan siapapun disampingnya "Kemana Zahra?" batinnya. Samsul terkejut. Zahra mendadak menjerit dengan histeris.Zahra bahkan menendang tubuh Samsul dengan sekuat tenaga. Seketika itu juga, Samsul langsung terbangun, turun dari ranjang dengan sangat cepat."Zahra! Apa yang kamu lakukan?" jerit Samsul kaget. Zahra kemudian berlari menuju arah pintu. Mungkin dia hendak berlari keluar, Namun gagal, karena pintu itu terkunci. Menyadari bahwa dia tidak bisa keluar dari ruangan ini, dia pun berlari menuju pojok ruangan.Zahra duduk meringkuk memeluk lutut, sambil menangis, seperti orang yang ketakutan.Samsul mendekatinya dengan panik. Ada apa sebenarnya yang terjadi pada Zahra. Tiba-tiba menjerit lalu menangis. Samsul pun mendekat, diusapnya wajah Zahra dengan pel
Samsul tertunduk sambil menahan air mata yang ingin jatuh ke pipinya. Tapi untuk apa menangisi wanita yang licik dan keji itu. Hanya akan menambah lukanya berdarah lagi. "Cepat tanda tangan, ini sudah malam," ujar Samsul wajahnya memerah karena menahan gejolaknya saat itu."Papa sudah kehilangan akal, ya? Kenapa kasar begitu?" protes Mila sambil menahan tangisnya. "Apa kamu tahu, Mila? Kamu begitu mencintai lelaki itu!" cetus Samsul kesal.Ah ... jika bukan karena melihat kehamilan Mila. Sudah ia bongkar kebusukan Deni malam itu juga. Tapi ia tak tega melakukan itu."Maaf kan Mama Pa," ucap Mila keringat keluar dari keningnya. Ia pun kemudian meraih pulpen yang ada di atas meja lalu perlahan tangannya bergerak untuk menandatangani surat itu. Mila menatap Samsul penuh cinta, ia benar-benar merasakan tubuhnya lemah dan perutnya terasa nyeri. Selesai di tanda tangan. Samsul segera mengambil surat itu. Lalu iapun pamit mengabaikan Mila yang terus menatapnya dalam. "Pa, apa Papa suda
Perjanjian yang di dalamnya berisi beberapa peraturan yang tidak logis menurut Deni. Sebab Deni hanyalah suami bayaran yang di kontrak selama tiga bulan ke depan. "Apa ini tante? Jelaskan?" Deni memprotes. "Ya Den. Buat tante hamil," ucap Anna dingin."Gila, apa Tante sadar! Deni sudah beristri, dan saat ini istri Deni sedang hamil. Bagiamana Tante bisa berpikir sepicik itu?" "Terserah kamu terima atau tidak perjanjian itu. Dan hari ini juga, aku akan berikan cek sebesar yang telah di janjikan. Bagaimana? Kamu setuju?" Deni menghela nafas panjang. Wanita yang ada di hadapannya membuat otak Deni seakan pecah. Tak mungkin Deni melakukan apa yang diinginkan Anna. "Kamu jangan khawatir Den. Semua kebutuhan istrimu aku yang tanggung," Anna berkata dengan penuh keyakinan. Ia harus mempunyai keturunan agar harta warisan dari almarhum suaminya bisa ia limpahan pada darah dagingnya kelak. "Ayo cepat tanda tangan, sebelum aku berubah pikiran!" titah Anna kemudian."Deni mohon, Tante."Bi