Aleena menolehkan kepala dan saat itulah kedua matanya dikejutkan dengan pemandangan Ethan yang keluar dari kamar Ansel dengan diikuti oleh putranya. Beberapa saat Aleena tidak dapat menanggapi hingga akhirnya dia tersadar. Aleena berdeham, dia segera mengubah ekspresi wajahnya menjadi hangat, "Ansel, Kamu sudah bangun, Sayang?" Ansel dengan wajah yang sudah segar, berjalan menuju meja makan dengan menganggukkan kepala. Sifatnya yang dewasa, membuat bocah itu dengan pintar duduk dan menghabiskan sarapan yang dibuat Aleena. Aleena tersenyum, dia mempersiapkan putranya dengan sangat baik. Meskipun dalam hatinya merasa risih sebab Ethan yang seringkali tertangkap mata sedang memperhatikannya. Seperti sekarang, ketika dia baru saja hendak memasukkan sepotong roti ke dalam mulutnya, sudut matanya menangkap sosok Ethan yang hanya diam sembari terus memperhatikannya. Aleena meminum segelas air miliknya kemudian memandang sang suami dengan marah. "Apa?" "Apa?" Aleena memejamkan kedua m
Hati Aleena kini dipenuhi oleh kewaspadaan. Setelah apa yang dilakukan oleh Ethan, dia semakin tidak mempercayai semua hal yang dikatakan olehnya. Aleena tersenyum sinis kemudian berkata, "Kamu pikir aku akan percaya dengan kata-kata yang diucapkan oleh pembohong sepertimu?" Aleena bersedekap, dia memandang Ethan dengan semakin curiga. Dia saja sudah dibuang oleh keluarganya, mana mungkin ada pria lain yang dengan lapang dada menerima semua hal yang ada pada dirinya? "Tidak ada lagi yang ingin kukatakan. Sebaiknya kamu cepat habiskan sarapanmu dan pergilah bekerja. Biar aku yang mengantar Ansel sekolah." Tanpa berniat untuk mendengarkan jawaban Ethan, Aleena segera melangkah keluar dari kamarnya, bergabung dengan Ansel yang sudah menghabiskan setengah dari sarapannya. Sementara Ethan, saking merasa terkejut dengan reaksi Aleena yang di luar dugaannya, dia sampai tidak bisa berkata-kata. Bahkan dia tidak bisa memberikan reaksi apapun setelah mendengarkan kata-kata sang istri yang m
"Aleena, tadi kamu bilang dia siapa?" Aleena cukup memahami keterkejutan Harry atas identitas Ethan yang sebenarnya. Dia pun sama terkejutnya, bahkan sampai saat ini, dirinya masih tidak percaya. Namun, semua telah terbongkar kemarin, dia pun bukan wanita bodoh, tidak perlu dijelaskan lebih jauh juga sudah tahu bahwa pria ini adalah Ethan. Sehingga mau berkelit bagaimanapun juga tidak akan mampu membuatnya kembali berhasil dikelabui. "Ya, Harry! Dia adalah Ethan." Aleena sengaja tidak menyebutkan nama panjang sang suami sebab dia berpikir juga tidak ada gunanya.Harry menatap Ethan dengan tidak percaya, sesaat dia hanya diam saja saking tidak bisa berkata-kata. "Ethan, untuk apa kamu di sini?" Aleena menatap tangan Ethan yang memegang pergelangan tangan kemudian kembali berkata, "Bisa lepaskan tanganku?" "Ikut denganku!" Ethan menarik tangan Aleena tetapi gerakannya dihentikan. Ternyata Harry juga memegang tangan Aleena yang satunya. Seakan pria itu tidak rela Aleena pergi bersam
Aleena melihat Harry yang menatapnya dengan penuh keyakinan. Pria itu sama sekali tidak ragu saat mengutarakan perasaannya. "Harry, apa maksudmu?" Harry langsung tidak bisa berkata-kata, dia seperti kehilangan suara. Lidahnya kelu, Harry tertunduk malu. "Harry, apa kamu—" Aleena memilih untuk tidak melanjutkan kalimatnya. Dia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya kemudian berkata, "Harry, saat ini aku sedang terburu-buru. Kita bicarakan masalah ini lain kali." Aleena langsung mengambil tasnya kemudian pergi dari sana tanpa menunggu kopi yang sudah dia pesan sebelumnya. Hal apa yang dirasakan oleh Harry, Aleena dengan jelas bisa mengetahuinya. Dia bukan wanita bodoh, dia pun bisa menerka apa yang dirasakan oleh Harry untuknya. Namun, Aleena bukan seorang wanita yang akan memanfaatkan perasaan pria lain demi kepentingannya. Dia tidak mau kehilangan Harry sebagai sahabat. Jadi, untuk sekarang, biarlah dia hidup dengan kepura-puraannya. Aleena yakin bahwa lambat laun Ha
"Kamu pikir, pernikahan kita sungguhan?" Saat itu juga Ethan tidak dapat berkata-kata. Dia hanya bergeming sembari terus menatap Aleena. Hal apa yang selanjutnya dikatakan, dia sudah mengetahuinya. Aleena menarik napas panjang kemudian menghembuskannya perlahan, "Tujuan kita menikah adalah karena Ansel. Orang tua? Aku tidak mau melibatkan perasaan orang tua ketika aku tahu bahwa sewaktu-waktu kita bisa saja berpisah." Sesaat hening, mereka sibuk dengan pemikiran masing-masing. Tetapi dalam pikiran Ethan berbeda, baginya menikah cukup sekali. Awalnya malah tidak berniat untuk menjalani sebuah komitmen, tetapi karena sudah terlanjur memiliki anak, dia jadi harus menikah demi mendapatkan kembali putranya. Sejak saat itu, Ethan tidak lagi berpikiran untuk berpisah. Meski tidak saling mencintai, asalkan Ansel bahagia, maka dia bertekad untuk menjalani pernikahan ini selamanya. "Jika tidak ada lagi yang mau kamu katakan, maka aku akan pergi sekarang." Aleena membuka pintu kemudian meni
Segera setelah menyelesaikan pekerjaannya, Aleena bersiap untuk pulang dan menjemput Ansel. Tepat ketika pintu lift terbuka, nampak Ethan di sana, seketika membuat karyawan yang akan masuk ke dalam lift langsung terkejut. Begitupun dengan Aleena, hal yang dia tahu adalah Ethan seharusnya menaiki lift yang khusus untuk dirinya. Kenapa malah menggunakan list karyawan? "Kalian tidak akan masuk?" Ethan bertanya. Aleena baru saja akan melangkah ketika ketua divisinya berkata, "Kami akan naik lift selanjutnya, Tuan." Tepat pada saat itu mata Ethan bertatapan dengannya. Aleena menundukkan kepala, berharap pria itu segera menekan tombol pintu tutup lift. "Masuk." Satu kata itu mampu membuat hati karyawan bimbang. Mereka saling memandang satu sama lain sebelum akhirnya masuk ke dalam lift bersama Ethan. Aleena pun secara tidak tidak sengaja ikut terdorong oleh mereka. Hingga menyebabkan tubuhnya sedikit membentur tubuh Ethan. Aleena hanya diam saja, dia memilih untuk menahan tubuhnya. D
Ethan menarik tangan Aleena untuk masuk ke dalam mobilnya. Tetapi baru saja mereka sampai di depan mobil Ethan, Aleena langsung menghempaskan tangan pria itu dengan kasar. "Tunggu dulu! Bagaimana bisa anakku ada di rumah orang tuamu?" Aleena seperti tersadar suatu hal, "Apakah kamu yang membawanya? Diam-diam kamu menjemput Ansel dan mempertemukannya dengan mereka?" "Aku tidak melakukannya." "Lalu bagaimana bisa Ansel berada di rumah orang tuamu?!" Aleena sama sekali tidak berniat untuk mempertemukan Ansel dengan kakek ataupun neneknya. Setidaknya untuk saat ini dia ingin fokus dulu sampai posisinya membaik. Ethan menghela napas panjang, menatap sabar ke arah Aleena yang menatap balik dirinya dengan penuh amarah. "Ibuku yang sudah menjemputnya di sekolah. Aku juga baru tahu dari pesan yang dikirimkan oleh ibuku barusan." Aleena menundukkan kepalanya, sekarang dirinya sudah ketahuan ada Ansel di antara dia dan Ethan. Dia tidak tahu bagaimana karakter mertuanya tetapi posisinya deng
"Tunggu dulu!" Aleena menghentikan langkahnya saat mereka baru saja akan menaiki anak tangga kediaman keluarga Shailendra. Dia meneguk saliva, entah kenapa kini dia semakin takut saat terbayang reaksi orang tua Ethan bertemu dengannya. "Ada apa?" "Aku perlu waktu." "Untuk apa?" Aleena menghela napas, dia menatap Ethan dengan kesal lalu berkata, "Bagaimana riasanku? Apakah masih ada?" Ethan terdiam beberapa saat, menatap Aleena dalam-dalam lalu menjawab, "Cantik." Aleena merasa tubuhnya membeku, seperti ada sesuatu yang berterbangan dalam perut. Dia bisa melihat ketulusan dari tatapan pria itu. Seakan kata-kata yang diucapkannya tadi, bukanlah sebuah kebohongan. Namun, Aleena segera menyadarkan dirinya. Di dunia ini, hanya Ansel yang peduli dan tulus sayang terhadapnya. Sangat tidak mungkin ada orang yang baru dia temui langsung memiliki perasaan cinta untuknya. Aleena berdeham, dia mengalihkan pandangan ke arah pintu masuk dan tepat pada saat itu pintu terbuka. Dua orang wani