"Kamu pikir, pernikahan kita sungguhan?" Saat itu juga Ethan tidak dapat berkata-kata. Dia hanya bergeming sembari terus menatap Aleena. Hal apa yang selanjutnya dikatakan, dia sudah mengetahuinya. Aleena menarik napas panjang kemudian menghembuskannya perlahan, "Tujuan kita menikah adalah karena Ansel. Orang tua? Aku tidak mau melibatkan perasaan orang tua ketika aku tahu bahwa sewaktu-waktu kita bisa saja berpisah." Sesaat hening, mereka sibuk dengan pemikiran masing-masing. Tetapi dalam pikiran Ethan berbeda, baginya menikah cukup sekali. Awalnya malah tidak berniat untuk menjalani sebuah komitmen, tetapi karena sudah terlanjur memiliki anak, dia jadi harus menikah demi mendapatkan kembali putranya. Sejak saat itu, Ethan tidak lagi berpikiran untuk berpisah. Meski tidak saling mencintai, asalkan Ansel bahagia, maka dia bertekad untuk menjalani pernikahan ini selamanya. "Jika tidak ada lagi yang mau kamu katakan, maka aku akan pergi sekarang." Aleena membuka pintu kemudian meni
Segera setelah menyelesaikan pekerjaannya, Aleena bersiap untuk pulang dan menjemput Ansel. Tepat ketika pintu lift terbuka, nampak Ethan di sana, seketika membuat karyawan yang akan masuk ke dalam lift langsung terkejut. Begitupun dengan Aleena, hal yang dia tahu adalah Ethan seharusnya menaiki lift yang khusus untuk dirinya. Kenapa malah menggunakan list karyawan? "Kalian tidak akan masuk?" Ethan bertanya. Aleena baru saja akan melangkah ketika ketua divisinya berkata, "Kami akan naik lift selanjutnya, Tuan." Tepat pada saat itu mata Ethan bertatapan dengannya. Aleena menundukkan kepala, berharap pria itu segera menekan tombol pintu tutup lift. "Masuk." Satu kata itu mampu membuat hati karyawan bimbang. Mereka saling memandang satu sama lain sebelum akhirnya masuk ke dalam lift bersama Ethan. Aleena pun secara tidak tidak sengaja ikut terdorong oleh mereka. Hingga menyebabkan tubuhnya sedikit membentur tubuh Ethan. Aleena hanya diam saja, dia memilih untuk menahan tubuhnya. D
Ethan menarik tangan Aleena untuk masuk ke dalam mobilnya. Tetapi baru saja mereka sampai di depan mobil Ethan, Aleena langsung menghempaskan tangan pria itu dengan kasar. "Tunggu dulu! Bagaimana bisa anakku ada di rumah orang tuamu?" Aleena seperti tersadar suatu hal, "Apakah kamu yang membawanya? Diam-diam kamu menjemput Ansel dan mempertemukannya dengan mereka?" "Aku tidak melakukannya." "Lalu bagaimana bisa Ansel berada di rumah orang tuamu?!" Aleena sama sekali tidak berniat untuk mempertemukan Ansel dengan kakek ataupun neneknya. Setidaknya untuk saat ini dia ingin fokus dulu sampai posisinya membaik. Ethan menghela napas panjang, menatap sabar ke arah Aleena yang menatap balik dirinya dengan penuh amarah. "Ibuku yang sudah menjemputnya di sekolah. Aku juga baru tahu dari pesan yang dikirimkan oleh ibuku barusan." Aleena menundukkan kepalanya, sekarang dirinya sudah ketahuan ada Ansel di antara dia dan Ethan. Dia tidak tahu bagaimana karakter mertuanya tetapi posisinya deng
"Tunggu dulu!" Aleena menghentikan langkahnya saat mereka baru saja akan menaiki anak tangga kediaman keluarga Shailendra. Dia meneguk saliva, entah kenapa kini dia semakin takut saat terbayang reaksi orang tua Ethan bertemu dengannya. "Ada apa?" "Aku perlu waktu." "Untuk apa?" Aleena menghela napas, dia menatap Ethan dengan kesal lalu berkata, "Bagaimana riasanku? Apakah masih ada?" Ethan terdiam beberapa saat, menatap Aleena dalam-dalam lalu menjawab, "Cantik." Aleena merasa tubuhnya membeku, seperti ada sesuatu yang berterbangan dalam perut. Dia bisa melihat ketulusan dari tatapan pria itu. Seakan kata-kata yang diucapkannya tadi, bukanlah sebuah kebohongan. Namun, Aleena segera menyadarkan dirinya. Di dunia ini, hanya Ansel yang peduli dan tulus sayang terhadapnya. Sangat tidak mungkin ada orang yang baru dia temui langsung memiliki perasaan cinta untuknya. Aleena berdeham, dia mengalihkan pandangan ke arah pintu masuk dan tepat pada saat itu pintu terbuka. Dua orang wani
Wajah ibu mertua Aleena langsung berubah masam. Dia berdiri dan menghampiri mereka, mendekati Ethan lalu berkata, "Kamu sudah tidak pernah pulang ke rumah dan sekalinya pulang malah berkata seperti ini?" Aleena langsung merasa tidak enak hati, Dia memegang lengan Ethan kemudian beralih pada ibu mertuanya. "Kami akan makan malam di sini, Ma." "Aleena—"Aleena menolehkan kepala dan menatap Ethan dengan tajam, "Ethan, lagi pula kita sudah sampai di sini. Mama kamu pasti sudah menyiapkan makan malam yang spesial untuk putranya."Ethan tidak langsung menjawab perkataan Aleena. Dia terdiam beberapa saat sebelum akhirnya menyetujui permintaan ibunya. Malam itu, Ethan terpaksa untuk makan malam di rumah bersama ibunya. Pelayan juga langsung menyiapkan makan malam untuk Aleena dan Ethan. Mereka mulai makan malam dalam keheningan. Sebenarnya Aleena merasa sedikit tidak nyaman karena ini adalah kali pertama dirinya makan malam bersama dengan keluarga orang lain. Terlebih suasana sekarang ter
"Tante, saya tidak—" kata-kata Aleena langsung dihentikan oleh Ethan yang memegang pergelangan tangannya. Aleena menolehkan kepala dan melihat pria itu menggeleng pelan. Kemudian Ethan berdiri menghampiri sang ibu lalu berkata, "Ma, tolong, jangan berpikiran seperti itu. Aleena bukan orang seperti yang Mama pikirkan." "Ethan," panggil Anna, menginterupsi pria itu supaya diam saja karena bicaranya sama sekali tidak membantu. Kemudian dia beralih pada sang ibu mertua, "Aku hanya khawatir bahwa Ansel akan mengganggu jam istirahat Anda. Sama sekali tidak terpikir aku seperti yang Anda katakan. Jika Ansel ingin tidur dengan neneknya, maka saya tidak akan mempermasalahkannya." Anna menyipitkan kedua matanya, tetapi dia hanya diam saja. Memandang Anna dengan selidik lalu beralih pada cucunya. "Ansel, apakah malam ini mau tidur bersama dengan nenek?" Anna dengan penuh harap. Ansel langsung menganggukkan kepalanya tanpa ragu, "Mau! Ansel ingin tidur dengan Nenek!""Hahaha, bagus! Ayo, kit
Aleena menarik selimut sampai kepala, menyembunyikan dirinya dari rasa malu sebab adegan sebelumnya di kamar mandi. Rasanya ingin marah tetapi perasaan Aleena saat ini lebih kepada tidak punya muka untuk menghadapi sang suami. Di saat dirinya tidak memakai sehelai benang pun untuk menutupi tubuh, Ethan malah melihat keseluruhan dirinya. "Kamu marah?" Aleena mendengar pertanyaan Ethan tetapi dia memilih untuk tetap diam. Dalam hati berharap bahwa pagi akan cepat datang. "Aleena," panggil Ethan lagi, "Aku sudah meminta maaf atas kejadian tadi tapi kenapa kamu tetap diam saja? Apakah kamu tidak memaafkanku?" "Aku mengantuk! Pergilah." Aleena tidak peduli, dia berusaha untuk memejamkan kedua mata. Namun, sepertinya Ethan tidak membiarkannya lolos dengan mudah. Tiba-tiba selimut yang menutupi tubuh Aleena terangkat seluruhnya, dia langsung saja bangkit dan menatap pria itu dengan tajam. "Apa yang kamu lakukan? Aku sudah bilang bahwa aku mengantuk!" Aleena berseru dengan amarah. Etha
Aleena tidak langsung menjawab pertanyaan Ethan, dia terdiam dengan pikiran yang dalam. Sesaat kemudian, tanpa berkata-kata, Aleena langsung berbalik dan pergi dari sana."Aleena, kamu mau kemana?" Ethan berteriak memanggilnya. Dia memegang pergelangan tangan Aleena dan menahan pergerakannya."Lepaskan aku!" Aleena berusaha untuk melepaskan dirinya tetapi tenaga Ethan begitu kuat sehingga dia memilih untuk berpasrah. "Apa yang kamu inginkan?"Ethan tidak menjawab, bertepatan dengan itu, dua buah mobil datang menghampiri mereka. Dua orang pria juga keluar dari kursi kemudi dan langsung membuka pintu belakang."Masuklah, jarak dari rumah ini ke pusat kota lumayan jauh, kamu tidak akan sanggup berjalan kaki sejauh itu.""Aku bisa naik—""Tidak ada taksi yang akan lewat ke daerah ini, halte bus juga sangat jauh," Ethan memotong perkataan Aleena. "Masuklah," perintahnya lagi.Aleena terdiam beberapa saat sebelum akhirnya dia berjalan menuju mobil yang ditunjuk Ethan. Dia melihat pria itu s
Dua minggu sebelum Aleena dan Harry bertemu. Sebelum artikel-artikel yang memunculkan berita miring mengenai Eloise, tiba-tiba Harry mendapatkan sebuah panggilan dari nomor tanpa nama, dia mengangkat panggilan tersebut tanpa curiga."Halo, dengan siapa saya bicara?" Harry diam saat orang itu berbicara, dan setelahnya, ekspresi wajah Harry berubah serius. "Baik, saya akan ke sana dalam satu jam."Harry berjalan menuju ruang private yang berada di sebuah restoran mewah di mall terbesar yang ada di pusat kota. Sepanjang perjalanan, dia tidak henti bertanya-tanya alasan pria itu memintanya untuk datang. Padahal mereka sama sekali tidak dekat, mereka pun sama-sama bersaing untuk mendapatkan hati Aleena. Dia sudah bersiap dengan kata-kata penolakan jika seandanya nanti Ethan menyuruhnya untuk pergi menjauhi Aleena. Namun, yang terjadi saat ini sangat berbanding terbalik dengan yang dia pikirkan sepanjang perjalanan menuju kemari. Ethan malah memberikan sebuah flashdisk berisi beberapa inf
"Tidak ada!" Aleena melihat Ansel lalu kembali berkata, "Jangan dengarkan kata-katanya! Terkadang anak-anak memiiki imajinasi di luar dugaan orang dewasa."Aleena langsung buru-buru mengambil mainan dari tangan putranya kemudian menuntunnya duduk di kursi makan. Dia mengambilkan makanan untuk Ansel dan tidak menyadari melakukan hal yang sama untuk Ethan. Melihat sikap Aleena yang tiba-tiba gugup, seketika membuat Ethan merasa lucu. Dia segera bergabung dengan keduanya. "Ansel, makanlah dengan baik. Usahakan jangan berantakan, mengerti?"Merasa dirinya diperhatikan, Aleena mengangkat wajah dan saat itu dia bertemu tatap dengan Ethan. "Ada apa?" Aleena bertanya tanpa sadar nada suaranya menjadi ketus."Kenapa marah padaku? Apakah karena sebenarnya ada hadiah untukku tapi kamu terlalu malu untuk mengatakan yang sejujurnya?" ucap Ethan sebelum memasukkan sepotong steak ke dalam mulutnya.Aleena hendak membantah tetapi langsung diurungkan. Melihat ada Ansel di antara mereka, tidak baik u
"Sayang, aku mohon dengarkan aku dulu. Jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan. Eloise pasti memiliki alasan kenapa dia melakukannya," Helena berusaha untuk membujuk Ivander supaya mempercayai perkataannya. Dia tidak bisa membiarkan suaminya mencoret nama Eloise dari daftar pewaris keluarga Anderson. "Aku sudah memberikan waktu pada kalian membuktikan bahwa Eloise tidak bersalah. Kuperintahkan untuk segera membereskan kekacauan yang sudah kalian buat. Tapi, apa ini? Eloise dipenjara dan membuat keadaan perusahaan semakin kacau! Kalian mau membuatku hancur, ya?!" Wajah Ivander sudah sangat merah saking besar amarah yang dirasakannya. Pria itu nampak seperti bisa menghancurkan apapun yang ada di depannya. Baru kali ini dia melihat kemarahan Ivander yang tidak biasa. Sampai-sampai dia merasa khawatir dengan keselamatannya di masa depan.Namun, Helena penuh dengan rasa percaya diri yang tinggi. Dia berusaha untuk tetap tersenyum di depan sang suami. Helena mencoba memegang lengan Ivan
Aleena buru-buru melepaskan diri dari Ethan sehingga membuat Ansel yang berada di tengah-tengah mereka menjadi kebingungan. Dia berusaha untuk mengubah ekspresi wajahnya seperti biasa. "Ansel, karena Papa sudah ada di sini, sebaiknya Ansel tidur. Hari sudah malam, sudah waktunya untuk kita beristirahat," ucap Aleena seraya merebahkan diri di samping Ansel. "Mama, kenapa wajah Mama merah? Apakah Mama sakit?" Mendengar kalimat Ansel, seketika Aleena mengangkat wajah dan menatap Ethan. Buru-buru dia mengalihkan pandangan, dia tidak berani untuk menatap suaminya. Rasanya seperti jantung akan meledak jika bertemu pandang dengannya. "Tidak, mama hanya lelah dan ingin istirahat saja. Lebih baik sekarang kita tidur, ya?" Aleena benar-benar menghindari kontak mata dengan Ethan. Dia langsung menarik selimut, menutupi tubuhnya dan Ansel. Dalam hati berharap bahwa tidak akan ada lagi pertanyaan serta hari langsung berganti menjadi pagi. Baru saja Aleena mendengarkan embusan napas Ansel yang
Aleena tersenyum saat pandangan matanya bertemu dengan Ansel. Dia baru saja menemani putranya konsultasi dengan psikolog. Hasilnya pun sudah sesuai dengan dugaan bahwa Ansel mengalami gangguan trauma pasca penculikan. Namun, melihat bocah itu yang sudah mau berinteraksi dengan orang lain, meski belum sembuh benar sudah merupakan hal yang baik. Mereka diminta untuk terus menemaninya kemanapun bocah itu pergi.Aleena berpikir bahwa masih belum terlambat, dia pasti akan mengusahakan yang terbaik untuk putranya. Berharap ke depannya juga akan ada beberapa terapi ataupun pengobatan supaya bisa mengembalikan keceriaan di wajah Ansel. Melihat suasana sekitar dan ternyata dirinya masih tidak mendapati Ethan berada di sana, seketika Aleena diliputi perasaan kecewa. Pria itu sudah berjanji untuk menyusul mereka di rumah sakit tetapi sekarang nyatanya janji itu hanya omong kosong belaka."Ma, ayo, kita pulang!" ajak Ansel setelah dia menghabiskan ice cream di tangannya.Aleena langsung memasan
Setelah mengatakannya, Aleena langsung berdiri dan meninggalkan Ethan yang masih termenung memikirkan kata-katanya. Dalam hatinya ada sedikit rasa malu karena secara tidak langsung, dia telah mengungkapkan perasaannya. Saat sampai di depan pintu lift, Aleena terdiam sejenak dan melihat tempat dimana Ethan masih duduk tanpa bergerak sedikitpun. Seketika itu juga hatinya diliputi perasaan kecewa sebab berharap bahwa pria itu akan mengejarnya dan menanyakan lebih jelas tentang perasaannya. Tetapi, yang terjadi adalah Ethan masih duduk di kursi taman tanpa berniat untuk mengejarnya.Aleena tersenyum merutuki kebodohannya. Mana mungkin Ethan melihatnya sebagai seorang wanita ketika tembok yang menghalangi mereka begitu tinggi dan sulit untuk dihancurkan. Pada akhirnya dia memilih untuk masuk ke dalam lift meninggalkan Ethan sendirian.Tanpa diketahui oleh Aleena, Ethan terdiam sebab memikirkan kata-katanya. Dia tidak mau menjadi salah paham dan mengira Aleena sudah mulai bisa membuka hati
Eloise membelalak, lelaki mana yang dimaksud suaminya? Dia langsung mengambil kotak hadiah tersebut kemudian membukanya. Benar saja, bahwa di dalam kotak itu terdapat beberapa foto dirinya dengan pria lain sedang masuk ke dalam hotel berbintang. Semua detail sangat jelas sehingga dia tidak akan bisa mengelak.Namun, Eloise mana mau mengakuinya, dia merobek kumpulan foto itu kemudian memeluk lengan Darius. Dia menggelengkan kepalanya dengan dan saat itulah air matanya mengalir keluar. "Kakak, semua foto-foto ini tidak seperti yang kamu kira. Aku tidak pernah mengenalnya. Foto-foto ini pasti sudah direkayasa oleh orang yang tidak menyukaiku. Aku tidak pernah berselingkuh darimu, Kak," Eloise membela dirinya.Darius menatap Eloise dan masih terlihat ketidakpercayaan dari sorot matanya. Segera Eloise mengusap dada bidangnya kemudian bersandar di sana. "Kakak tahu betapa aku mencintai Kakak. Aku sampai merelakan hubungan persaudaraanku rusak hanya demi bisa hidup bahagia bersama dengan K
Aleena menyeruput kopi hitamnya dengan penuh nikmat sembari melihat pemandangan pagi hari dari atap rumah yang semalam diberitahukan oleh Ethan. Hari ini suasana hatinya dalam kondisi baik sebab Ansel yang juga sudah mulai membaik. Meskipun belum sepenuhnya keceriaan itu hadir, tetapi Aleena sudah merasa sangat bahagia setelah melihat beberapa hari ini kedapatan melihat Ansel yang tertawa saat sedang bermain dengan Nancy. Saat sedang memikirkan betapa hatinya merasa senang, tiba-tiba sebuah tangan menyentuh bahunya. Otomatis dia langsung menoleh dan seketika itu juga Aleena bisa bernapas dengan lega. "Ethan! Kamu mengejutkanku!" Aleena berseru dengan kedua tangan yang menyentuh dadanya. Beruntung dia tidak sedang memegang secangkir kopi panas. Jika iya, sudah pasti tangannya akan menjadi korban. "Apa yang kamu pikirkan, Aleena? Serius sekali sampai tidak menyadari kedatanganku." Ethan langsung mengambil posisi di samping Aleena. Aleena menggelengkan kepalanya, dia mengambil
Melihat Ansel yang dengan mudah langsung mengikuti Nancy, seketika membuat Aleena merasa sangat senang. Dia tahu bahwa orang-orang yang dipekerjakan oleh Ethan adalah orang yang bisa dipercaya. Jadi, saat Ansel langsung mengikuti langkah Nancy naik ke lantai dua dan masuk ke kamarnya, seketika hati Aleena menghangat. Penculikan yang dialami oleh putranya, telah meninggalkan trauma yang lumayan dahsyat dalam pikirannya. Sejak kejadian itu, sulit sekali untuk mendekati Ansel. Bahkan Ethan sempat tidak diterima dengan baik oleh anaknya sendiri. Sehingga membutuhkan pendekatan yang lumayan menguras hati dan pikiran untuk bisa berbicara dengannya. Lalu, saat mereka akhirnya memutuskan untuk merawat Ansel di rumah, ketika pelayan Nancy mendekati Ansel dan langsung diterima dengan tangan terbuka, merupakan kebahagiaan yang tidak bisa dideskripsikan oleh Aleena. Putranya yang sulit didekati, akhirnya secara perlahan bisa kembali seperti sebelumnya. Walaupun tentu saja perubahan itu belum me