08 | Kok Ngatur Sih?
Liv membeliak saat melihat pesan singkat yang dikirim Jeff. Isinya daftar belanjaan. Mulai dari keperluan mandi, peralatan bersih-bersih, hingga sembilan bahan pokok.
"Ini belanjaan perjaka apa belanjaan keluarganya Gen Halilintar!" seru Liv seraya scrolling pesan Jeff. "Ini buat korban bencana alam juga bisa, njir!"
Gadis itu menghela napas dan segera bangkit dari tempat tidurnya. Laptop yang menampilkan drama "Hospital Playlist" itu ia matikan. Dokter Lee Ikjun terpaksa ia tinggalkan demi memenuhi kehendak CEO kurang ajar alias Jeff. Setelah memakai jaket oversized untuk menutupi piyamanya, Liv segera menyalakan mesin motor dan menuju toserba terdekat untuk membeli semua yang diingkan Jeff.
Setelah semua terkumpul, gadis itu segera melajukan motornya dengan ngebut menuju alamat rumah Jeff. Liv cukup bersemangat karena akhirnya ia bisa bertemu dengan Jeff dan membicarakan perihal fotonya dan Darma tempo hari meskipun harus menjadi babu dan kurir pengantar pesanan.
Saat tiba di depan rumah super mewah yang pagarnya tertutup rapat, Liv segera membuka kaca helm dan menghubungi Jeff via telefon.
"Saya sudah di depan rumah Mas Jeff," ucapnya saat panggilan telah terhubung.
[Aku gak denger suara mobil? Kamu wes di depan rumahku ta?] tanya Jeff. Kemudian Liv dapat mendengar suara berisik dan beberapa detik kemudian jendela di lantai dua rumah itu terbuka menampilkan Jeff nyengir lebar sersya melambaikan tangan dari sana. [Kamu naik motor?] tanya Jeff lewat telefon.
"Menurut ngana? Udah jelas ini naik motor. Cepet buka gerbangnya atau saya lempar nih berasnya!" gertak Liv kesal. Sore ini cukup panas dan Liv capek menyetir motor dengan barang bawaan seperti untuk modal berjualan satu toko kelontong.
[Aku kira naik mobil. Wajah kamu kan gak kelihatan kayak tukang ojek.] Jeff telah menghilang dari pandangan Liv, sepertinya ia turun dan keluar rumah.
"Katanya CEO yang perhatian dengan pegawainya? Saya tiap hari ke tempat magang pake motor loh Mas Jeff," sindir Liv. Mengingat bagaimana para pegawai menyanjung-nyanjung Jeff dengan pujian.
Tawa Jeff terdengar dekat dan gerbang rumah itu dibuka lebar menyambut kedatangan gadis itu. "Kamu mau saya perhatikan nih ceritanya?" goda Jeff saat Liv mematikan ponselnya dan memasukkannya ke dalam tas slempangnya.
"Bacot!" maki Liv kemudian menyalakan mesin motor dan memasukkannya ke dalam halaman rumah Jeff. "Gak gitu maksudnya, ah, bodo amat!"
Jeff tertawa terpingkal-pingkal. "Canda, princess."
Liv merotasikan kedua netranya saat mendengar Jeff memanggilnya princess. "Norak!" komentar Liv turun dari motor. Kemudian menurunkan barang-barang pesanan Jeff.
"Wah karyawan teladan memang. Gerak cepet banget ya," celetuk Jeff saat Liv membawa sekarung beras berisi sepuluh kilogram.
Liv mendengkus. "Mas Jeff gak gentle banget. Ngelihat cewek bawa barang berat tuh dibantuin bukannya malah nonton sambil bacot. Laki apa perempuan tuh?"
Jeff tertawa kemudian meraih pergelangan tangan Liv membuat gadis itu mengernyitkan dahi. "Aku berencana jadi sponsor atlit angkat besi."
"Pardon?"
"Aku mau jadi sponsor kamu kalau kamu mau jadi atlit angkat besi," Jeff berdecak. "Lihat nih, tangan kecil begini bisa angkat sepuluh kilo. Sangar, pek!"
Liv segera menarik tangannya dari genggaman Jeff dan berlalu mengambil barang bawaan lainnya dan meletakkannya di teras rumah. Saat semua sudah turun Liv menatap Jeff membuat CEO itu nyengir super lebar.
"Kenapa, princess?" celetuk Jeff membuat telinga Liv panas dan tangannya gatal ingin menampol Jeff. Jika yang menyapanya seperti itu adalah Darma, Liv tentu akan tersipu malu-malu. Namun, berhubung sapaan itu keluar dari mulut anjing seperti Jeff, panggilan itu jadi terdengar norak dan menyebalkan.
"Foto itu mana? Tolong dihapus semuanya beserta salinannya sekarang!"
Jeff tertawa lagi, Liv terkesima sesaat. Saat diamati lebih dekat. Jeff memiliki dua lesung pipi yang muncul saat ia tersenyum dan tertawa.
Ah, kenapa ganteng gini nih anjing satu!
"Kok ngatur sih? Di sini kan saya bos-nya?" Jeff mendekat kemudian memukul helm yang ternyata masih dikenakan oleh Liv. "Lepas dulu helmnya. Kamu masih lama di sini."
Liv mendengkus. "Saya gak mau lama-lama di sini kalau Mas Jeff gak mau menghapus foto itu."
Jeff menatap Liv, ia sedikit merunduk mengingat bahwa Liv hanya sebahu pria itu. "Siapa bilang saya gak mau hapus foto itu?"
Liv mengerang kesal. "Saya udah bawain semua pesanan Mas Jeff ke rumah. Tugas saya selesai, hubungin saya kalau Mas Jeff sudah mau membahas foto itu."
Jeff mencebik kemudian melepas helm Liv. Sepersekian detik jarak wajah mereka cukup dekat saat Jeff mencoba melepas pengait helmnya. Liv merasa panas saat ia dapat mencium aroma tubuh Jeff, parfum maskulin bercampur sedikit bau rokok. Sial dari jarak sedekat ini, wajah serius Jeff terlihat seperti blasteran bumi dan surga.
Ganteng banget, bangsat!
"Kamu masuk dalam permainanku, Liv," ujar Jeff sembari meletakkan helm Liv di atas meja teras. "Dan sekarang kartu mati kamu ada di tanganku"
"Maksud Mas Jeff saya harus nurut begitu."
Jeff menyeringai, wajah tengil yang biasa ia tunjukkan seolah menghilang dari sana. Liv tercekat, apakah ini ekspresi yang ditunjukkan Jeff pada pesaing bisnisnya. Aura Jeff kini sangat berwibawa dan mengintimidasi, Liv sungguh ingin sungkem dan minta maaf.
"Gak rugi Erin hiring kamu sebagai mahasiswa magang. Kamu cepat paham." Jeff kemudian mendekat tanpa mengalihkan pandangan dari Liv sedikitpun. Wajah Jeff kian dekat dan kemudian ia berbisik tepat di telingan Liv. "My game, my rules. Kamu harus nurut sama saya, Liv. Ingat saya punya kartu mati kamu." Kemudian ia menjauhkan diri dari Liv.
"Mas Jeff kayak anjing, serius saya!"
"Julukanku emang asu gendeng. Sekali gigit gak bakalan bisa lepas." Jeff kemudian tertawa dan wajah tengilnya terlihat lagi. "Ayo bantu saya bawa barang-barang ini. Ada tugas lain buat kamu di dalam sana."
Liv berteriak kesal. "Jeff for jancuk!"
Jeff menyahut, "Kamu juga, princess!"
***
Rumah Jeff rapi untuk ukuran seorang bujangan yang jelas Liv tahu sudah tidak perjaka lagi. Gadis itu sedikit banyak mendengar gosip tentang Jeff dari Erin yang berkata bahwa Jeff sudah sering tidur dengan banyak gadis sebelumnya.Setiap ruangan itu bersih dan bebas debu. Kaca-kaca dan ventilasi udaranya juga cukup baik. Cahaya matahari bisa bebas masuk. Liv sempat berpikir bahwa ia akan disuruh bersih-bersih rumah super berantakan seperti kapal Titanic. Tapi rumah Jeff sudah cukup rapi dan bersih.
Jadi, tugas apa yang akan ia emban nanti?
"Tadi dagingnya dapet gak, Liv?" tanya Jeff seraya membongkar muatan alias belanjaan yang dibeli Liv.
"Dapet," sahut Liv ogah-ogahan sembari scrolling Twitter. Ada teh tumpah alias gosip di sana.
"Oke tugas kamu gampang sih," ujar Jeff kemudian melirik sekilas Liv, "buatin aku rendang."
Gerakan Liv seketika terhenti, ia menoleh ke arah Jeff yang melihat-lihat bumbu di dalam plastik itu. "What?"
Jeff menoleh, "Kamu kopok? Masakin saya rendang, Liv." [¹]
Liv menelan ludah. Dia cuma bisa memasak dengan bumbu instan.
[]
[¹] tuli
09 | Masak Bersama JeffJeff menoleh, "Kamu kopok? Masakin saya rendang, Liv." [¹]Liv menelan ludah. Dia cuma bisa memasak dengan bumbu instan.Liv bisa memasak.Tapi, memasak air dan memasak mie instan.Melihat Liv yang biasanya penuh percaya diri kini hanya diam terpaku, Jeff tentu saja curiga. Ia menatap gadis itu penuh selidik, "Kamu gak bisa masak ya?"Liv masih diam seolah memvalidasi kecurigaan Jeff bahwa gadis itu tidak bisa memasak. CEO itu ingin tertawa lebar. Sekarang ia punya satu fakta tentang Liv yang bisa ia jadikan bahan olokan dan bahan ejekan.Sabtu ini adalah sabtu terbaik yang pernah Jeff rasakan selama hidupnya.Ia sangat antusias menanti moment-moment unruk mengolok-olok Liv. Ah, ia sudah siap melihat wajah angkuh Liv berubah malu saat ia olok nanti."Kalau kamu diam aja berarti kamu ga
Darma membuka mata. Akhir pekan yang biasanya ia lalui dengan mencumbu Liv kini tak bisa ia lakukan. Liv sedang tak ada di sini dan ia sengaja menjauhi gadis itu sementara mengingat benih-benih skandal yang akan terjadi selanjutnya.Darma tak mau mengambil resiko mengorbakan reputasi dan harga dirinya hanya demi seorang gadis. Tidak, Darma bukan remaja lelaki usia belasan yang bodoh. Ia harus menahan sesaat tidak bertemu Liv sampai gadis itu benar-benar telah berhasil bernegosiasi dengan Jeff —si sialan yang berani-beraninya memotret dirinya dan Liv saat sedang bersenang-senang.Karena kekurangajaran Jeff berakhirlah ia menahan diri dari Liv. Jujur saja ini sebenarnya sulit. Sejauh ini tak ada gadis yang mampu memuaskannya di ranjang selain Liv. Tak ada yang bisa memenuhi hasratnya selain tubuh molek gadis itu dan kecantikannya. Tapi, sebagai lekaki normal yang sexually active, Darma tak munafik mengakui bahwa ia harus menyalurkan hasratnya meski hanya dengan ist
01 | Magang Dan CEO Rese Dan seperti Jakarta, Surabaya tidak pernah benar-benar tertidur, tak pernah benar-benar lelap. Seperti ibu kota, kota pahlawan juga selalu ramai, tak memandang gelap dan terang. Apa itu malam dan siang? Sepi dan rehat hanya sebuah mitos bagi para budak korporat yang mengejar rupiah demi rupiah. Sebagian untuk bertahan hidup, sebagian lain untuk tetap ada—eksistensi di antara sesama. Pun jika ada ada waktu longgar, mereka menggunakannya untuk berpesta, menghabiskan malam di berbagai tempat hiburan hingga menjelang dini hari. Mabuk sedikit sembari memaki bos yang kadang memberi perintah seenak jidat, sesuka hati. Seperti halnya para pekerja dan karyawan yang bekerja di start up tempatnya magang—Main Kuy. Meski bedanya, mereka tidak pernah memaki CEO mereka ketika mabuk oplosan. Meski disebut sebagai start up, nyatanya semua pegawai dan karyawan di sini adalah para workaholic yang tiga per empat hidupnya digunakan untuk bekerja d
02 | Teman Tidur"Kamu mikir jorok ya?" tanya Jeff seraya menyipit, menuduh dengan tatapan curiga.Liv sungguh ingin merotasikan kedua netranya tapi dia harus tenang. Lelaki rese ini memiliki pangkat dan jabatan tinggi, maka Liv harus menjaga sikap. Jeff memegang bolpoin penilaian internship-nya yang mana mempengaruhi IPK-nya, jika Jeff memberikan penilaian jelek bisa-bisa ia gagal mengambil skripsi di semester depan.Liv cukup berbicara seperlunya dan segera menyingkir dari Jeff agar tak disuruh ini dan itu banyak sekali seperti biasanya. Atas dasar itulah, Liv hanya menjawab singkat. "Enggak, Mas."Jangan kaget jika Liv memanggil Jeff dengan panggilan 'Mas' karena budaya perusahaan Main Kuy memang tak ada yang memanggil dengan 'Pak', 'Bu', dan sejenisnya. Memang masih ada senioritas seperti masyarakat Jawa pada umumnya tapi hanya sebatas memanggil dengan 'Mas' dan 'Mbak' kepada yang usianya lebih tua.Sedangkan untuk pemilihan jabatan tentu berda
03| Terciduk Nih!Darma membuat Liv menggila dengan jemarinya. Membuatnya melambung tinggi ke angkasa. Membiarkannya mencicipi rasa surgawi sesaat dengan gerakannya. Sial, Liv rasanya tak waras.Mereka melakukannya di mobil.Di parkiran.Semoga gak ada CCTV yang merekam kegiatan tak senonoh mereka kali ini atau setelahnya nama Liv dan Darma akan masuk akun gosip atau viral di media sosial.Amit-amit, jangan sampai!"Suka aku giniin?" tanya Darma saat ia menyentuh kelopak mawar merah muda milik Liv yang telah basah dan lengket oleh madu cintanya. Mengusap, membelai, membuat Liv seperti seorang jalang yang haus sentuhan.Gadis itu tak menjawab. Hanya rintihan dan desahan bak simfoni tak berirama yang terdengar oleh Darma. Membuat benda milik Darma membesar dan keras. Pemandangan Liv dengan gaun yang tersingkap hingga perut dan gundukan serupa yang menggunung di dada terlihat mengintip dari samping gaun. Menggeser sedikit, pemandan
04 | Mari Bicara Jeff mengernyit, "Lepas maskernya." Liv hanya menurunkan maskernya sebatas dagu dan membuat pria itu tertawa. "Gincumu sangar![¹]" ejek Jeff sembari memukul pahanya sendiri, tertawa terpingkal-pingkal. "Sangar in bad way tapi. [²]" sambungnya mengejek dengan sangat profesional. Liv mendengus ia tak memikirkan gincu di saat seseorang memiliki gambar tak senonoh dirinya. Mana bisa ia memikirkan penampilan? Sinting! "Saya gak butuh basa-basi." Jeff menyeringai, "Tapi aku suka yang bertele-tele dan complicated. Seng repot iku malah seru. [³]" Kemudian ia membuka menu, "Mau aku traktir cocktail sebelum investor dateng? Di sini signature cocktail-nya enak." "Saya gak mabok di depan bos saya." Jeff mencebik, "Kalo nggak bisa nge-cocktail bisa juga pesan minuman yang mocktail, nggak banyak pilihannya tapi oke juga rasanya." "Mas Jeff, saya gak mau minum atau apapun. Saya —" Liv membisu kala telunjuk Jeff berada
05 | Jeff Titisan Anjing "Gimana, Liv?" tanya Darma dari balik kemudi. Pria itu menjalankan mobilnya. Mengantar Liv pulang ke apartemennya. "Dia mau ketemu investor, Kak. Jadi gak bisa kalau ngomongin sekarang. Tadi juga ada orang-orang kantor, jadi dia nyuruh aku pergi." "Orang-orang kantor?" tanya Darma. "Dia pegawai di Main Kuy?" Liv menghela napas, "Dia CEO-nya. Jeffares Jumantara." Buru-buru Darma menepikan mobilnya, membuat Liv terlonjak kaget. "Kenapa kamu gak bilang kalau dia Jeff?" tanya Darma setengah kesal. "Kan Kak Darma gak pernah tanya," cicit Liv sedikit bingung dengan ekspresi Darma. Kak Darma kenal Mas Jeff? Darma mengacak surainya dan meninju kemudi. Liv takut, Darma sepertinya sangat gusar dan penuh dengan emosi. "Kita dalam masalah besar, Liv!" Liv menaikan satu alisnya, "Aku tahu, makannya besok aku mau dia menghapus fotonya—" "Dia brengsek! Jeff bakalan main-main dan menyebarkannya." Darma
06 | Jeff Masih Anjing Suara tawa Jeff terdengar membuat Liv ingin sekali menonjok Jeff hingga giginya rontok. [Loh, aku gak nyiksa kamu loh, Liv. Aku malah mau menawarkan bantuan.] "Oke, jadi Mas Jeff mau menawarkan bantuan apa?" tanya Liv karena nampaknya Jeff mulai sedikit waras kali ini. [Katanya aku cuma main-main?] goda Jeff. Liv melotot. Demi Squidward. Jeff benar-benar bikin stress. [Aku masih mau melihat kesungguhan kamu, Liv. Jadi, saran aku jangan gerundel [¹] dan yang ikhlas kalau aku suruh-suruh. Siapa tahu aju nanti mau kamu temui buat membahas foto nakal kamu] "Brengsek!" maki Liv. Persetan dengan jabatan Jeff, mulut CEO itu mulai terdengar seperti hidung belang yang pantas dicaci maki dan ditampar. Mulutnya jelas-jelas melecehkan Liv secara verbal. "Ngomong-ngomong. Ternyata dada kamu secantik wajah kamu ya, Liv." Jeff tertawa di ujun
Darma membuka mata. Akhir pekan yang biasanya ia lalui dengan mencumbu Liv kini tak bisa ia lakukan. Liv sedang tak ada di sini dan ia sengaja menjauhi gadis itu sementara mengingat benih-benih skandal yang akan terjadi selanjutnya.Darma tak mau mengambil resiko mengorbakan reputasi dan harga dirinya hanya demi seorang gadis. Tidak, Darma bukan remaja lelaki usia belasan yang bodoh. Ia harus menahan sesaat tidak bertemu Liv sampai gadis itu benar-benar telah berhasil bernegosiasi dengan Jeff —si sialan yang berani-beraninya memotret dirinya dan Liv saat sedang bersenang-senang.Karena kekurangajaran Jeff berakhirlah ia menahan diri dari Liv. Jujur saja ini sebenarnya sulit. Sejauh ini tak ada gadis yang mampu memuaskannya di ranjang selain Liv. Tak ada yang bisa memenuhi hasratnya selain tubuh molek gadis itu dan kecantikannya. Tapi, sebagai lekaki normal yang sexually active, Darma tak munafik mengakui bahwa ia harus menyalurkan hasratnya meski hanya dengan ist
09 | Masak Bersama JeffJeff menoleh, "Kamu kopok? Masakin saya rendang, Liv." [¹]Liv menelan ludah. Dia cuma bisa memasak dengan bumbu instan.Liv bisa memasak.Tapi, memasak air dan memasak mie instan.Melihat Liv yang biasanya penuh percaya diri kini hanya diam terpaku, Jeff tentu saja curiga. Ia menatap gadis itu penuh selidik, "Kamu gak bisa masak ya?"Liv masih diam seolah memvalidasi kecurigaan Jeff bahwa gadis itu tidak bisa memasak. CEO itu ingin tertawa lebar. Sekarang ia punya satu fakta tentang Liv yang bisa ia jadikan bahan olokan dan bahan ejekan.Sabtu ini adalah sabtu terbaik yang pernah Jeff rasakan selama hidupnya.Ia sangat antusias menanti moment-moment unruk mengolok-olok Liv. Ah, ia sudah siap melihat wajah angkuh Liv berubah malu saat ia olok nanti."Kalau kamu diam aja berarti kamu ga
08 | Kok Ngatur Sih? Liv membeliak saat melihat pesan singkat yang dikirim Jeff. Isinya daftar belanjaan. Mulai dari keperluan mandi, peralatan bersih-bersih, hingga sembilan bahan pokok. "Ini belanjaan perjaka apa belanjaan keluarganya Gen Halilintar!" seru Liv seraya scrolling pesan Jeff. "Ini buat korban bencana alam juga bisa, njir!" Gadis itu menghela napas dan segera bangkit dari tempat tidurnya. Laptop yang menampilkan drama "Hospital Playlist" itu ia matikan. Dokter Lee Ikjun terpaksa ia tinggalkan demi memenuhi kehendak CEO kurang ajar alias Jeff. Setelah memakai jaket oversized untuk menutupi piyamanya, Liv segera menyalakan mesin motor dan menuju toserba terdekat untuk membeli semua yang diingkan Jeff. Setelah semua terkumpul, gadis itu segera melajukan motornya dengan ngebut menuju alamat rumah Jeff. Liv cukup bersemangat karena akhirnya ia bisa bertemu dengan Jeff dan membicarakan
07 | Sabtu Diteror Jeff "Sumpah gak jelas arek iki!" [¹] celetuk Jenggala saat melihat sahabatnya, Jeff terkikik sendiri dan berguling-guling di lantai usai menelepon di balkon. Melvin yang membawa makanan ringan berupa kripik-kripik itu juga ikut memandang Jeff yang masih bertindak tidak jelas di rumahnya. Kakinya otomatis menendang-nendang perut Jeff. "Cuk, obatmu entek ta?" Jeff otomatis segera bangun dan menunjukkan raut cool. Sok ganteng, sok keren di hadapan Jenggala dan Melvin yang masih memandanginya dengan tatapan judgy. "Lila mana? Kangen anakmu, papi mertua!" Melvin buru-buru ingin melempar keripik-keripik yang tengah ia bawa ke wajah Jeff. "Tak akan kuizinkan anakku kau pinang ya bangsat!" Lila, anak pertama Melvin dan Mira itu sering dijadikan rebutan oleh Jeff dan Jenggala yang jomlo itu. Gadis itu memiliki kulit putih seperti Mira dan mata bundar seperti Melvin. Cantik
06 | Jeff Masih Anjing Suara tawa Jeff terdengar membuat Liv ingin sekali menonjok Jeff hingga giginya rontok. [Loh, aku gak nyiksa kamu loh, Liv. Aku malah mau menawarkan bantuan.] "Oke, jadi Mas Jeff mau menawarkan bantuan apa?" tanya Liv karena nampaknya Jeff mulai sedikit waras kali ini. [Katanya aku cuma main-main?] goda Jeff. Liv melotot. Demi Squidward. Jeff benar-benar bikin stress. [Aku masih mau melihat kesungguhan kamu, Liv. Jadi, saran aku jangan gerundel [¹] dan yang ikhlas kalau aku suruh-suruh. Siapa tahu aju nanti mau kamu temui buat membahas foto nakal kamu] "Brengsek!" maki Liv. Persetan dengan jabatan Jeff, mulut CEO itu mulai terdengar seperti hidung belang yang pantas dicaci maki dan ditampar. Mulutnya jelas-jelas melecehkan Liv secara verbal. "Ngomong-ngomong. Ternyata dada kamu secantik wajah kamu ya, Liv." Jeff tertawa di ujun
05 | Jeff Titisan Anjing "Gimana, Liv?" tanya Darma dari balik kemudi. Pria itu menjalankan mobilnya. Mengantar Liv pulang ke apartemennya. "Dia mau ketemu investor, Kak. Jadi gak bisa kalau ngomongin sekarang. Tadi juga ada orang-orang kantor, jadi dia nyuruh aku pergi." "Orang-orang kantor?" tanya Darma. "Dia pegawai di Main Kuy?" Liv menghela napas, "Dia CEO-nya. Jeffares Jumantara." Buru-buru Darma menepikan mobilnya, membuat Liv terlonjak kaget. "Kenapa kamu gak bilang kalau dia Jeff?" tanya Darma setengah kesal. "Kan Kak Darma gak pernah tanya," cicit Liv sedikit bingung dengan ekspresi Darma. Kak Darma kenal Mas Jeff? Darma mengacak surainya dan meninju kemudi. Liv takut, Darma sepertinya sangat gusar dan penuh dengan emosi. "Kita dalam masalah besar, Liv!" Liv menaikan satu alisnya, "Aku tahu, makannya besok aku mau dia menghapus fotonya—" "Dia brengsek! Jeff bakalan main-main dan menyebarkannya." Darma
04 | Mari Bicara Jeff mengernyit, "Lepas maskernya." Liv hanya menurunkan maskernya sebatas dagu dan membuat pria itu tertawa. "Gincumu sangar![¹]" ejek Jeff sembari memukul pahanya sendiri, tertawa terpingkal-pingkal. "Sangar in bad way tapi. [²]" sambungnya mengejek dengan sangat profesional. Liv mendengus ia tak memikirkan gincu di saat seseorang memiliki gambar tak senonoh dirinya. Mana bisa ia memikirkan penampilan? Sinting! "Saya gak butuh basa-basi." Jeff menyeringai, "Tapi aku suka yang bertele-tele dan complicated. Seng repot iku malah seru. [³]" Kemudian ia membuka menu, "Mau aku traktir cocktail sebelum investor dateng? Di sini signature cocktail-nya enak." "Saya gak mabok di depan bos saya." Jeff mencebik, "Kalo nggak bisa nge-cocktail bisa juga pesan minuman yang mocktail, nggak banyak pilihannya tapi oke juga rasanya." "Mas Jeff, saya gak mau minum atau apapun. Saya —" Liv membisu kala telunjuk Jeff berada
03| Terciduk Nih!Darma membuat Liv menggila dengan jemarinya. Membuatnya melambung tinggi ke angkasa. Membiarkannya mencicipi rasa surgawi sesaat dengan gerakannya. Sial, Liv rasanya tak waras.Mereka melakukannya di mobil.Di parkiran.Semoga gak ada CCTV yang merekam kegiatan tak senonoh mereka kali ini atau setelahnya nama Liv dan Darma akan masuk akun gosip atau viral di media sosial.Amit-amit, jangan sampai!"Suka aku giniin?" tanya Darma saat ia menyentuh kelopak mawar merah muda milik Liv yang telah basah dan lengket oleh madu cintanya. Mengusap, membelai, membuat Liv seperti seorang jalang yang haus sentuhan.Gadis itu tak menjawab. Hanya rintihan dan desahan bak simfoni tak berirama yang terdengar oleh Darma. Membuat benda milik Darma membesar dan keras. Pemandangan Liv dengan gaun yang tersingkap hingga perut dan gundukan serupa yang menggunung di dada terlihat mengintip dari samping gaun. Menggeser sedikit, pemandan
02 | Teman Tidur"Kamu mikir jorok ya?" tanya Jeff seraya menyipit, menuduh dengan tatapan curiga.Liv sungguh ingin merotasikan kedua netranya tapi dia harus tenang. Lelaki rese ini memiliki pangkat dan jabatan tinggi, maka Liv harus menjaga sikap. Jeff memegang bolpoin penilaian internship-nya yang mana mempengaruhi IPK-nya, jika Jeff memberikan penilaian jelek bisa-bisa ia gagal mengambil skripsi di semester depan.Liv cukup berbicara seperlunya dan segera menyingkir dari Jeff agar tak disuruh ini dan itu banyak sekali seperti biasanya. Atas dasar itulah, Liv hanya menjawab singkat. "Enggak, Mas."Jangan kaget jika Liv memanggil Jeff dengan panggilan 'Mas' karena budaya perusahaan Main Kuy memang tak ada yang memanggil dengan 'Pak', 'Bu', dan sejenisnya. Memang masih ada senioritas seperti masyarakat Jawa pada umumnya tapi hanya sebatas memanggil dengan 'Mas' dan 'Mbak' kepada yang usianya lebih tua.Sedangkan untuk pemilihan jabatan tentu berda