"Bagaimana?" tanya Arjuna setelah mereka berhasil keluar dari kawasan Mansion Wajendra. Naura melirik Arjuna yang tengah sibuk mengemudi. "Apa?""Apa acaranya berjalan lancar?" tanya Arjuna lagi. Naura mengangguk. "Iya, semuanya lancar. Anak mereka sangat aktif."Arjuna ikut mengangguk. "Apa ada yang membuatmu tidak nyaman?" Naura menggeleng pelan. "Tidak ada, semuanya baik-baik saja." Bibirnya tersenyum cukup dalam saat menyadari Arjuna khawatir. "Bagaimana pekerjaanmu?" Kali ini Naura yang bertanya. "Lancar seperti biasa, aku juga berhasil mendapatkan investor asing untuk Tirta. Mereka akan menghubungimu besok atau lusa," jawab Arjuna. Naura mengangguk singkat. "Terima kasih banyak, maaf jika aku merepotkanmu." Arjuna melirik Naura sekilas, keningnya sedikit terlipat. "Tidak perlu, ini kemauan ku.""Tapi kamu jadi ikut terlalu--""Kamu sudah cukup bekerja sangat keras, bantuanku ini tidak seberapa, Naura." Potong Arjuna, lalu tak lama mobil mereka berhenti di sudut pinggir ko
Naura menyeret Arjuna ke dalam wahana paling menantang di Gogo Land, roller coaster. "Ayo kita naik," ajak Naura sambil menarik ujung lengan pakaian Arjuna. Arjuna mengerutkan keningnya menggeleng. "Aku tidak tertarik." Naura menaikkan alis kirinya, pria itu menolak? Dia menolak benar-benar tidak tertarik atau justru... Takut?Senyum jahil timbul tipis di bibir Naura. "Tidak tertarik atau takut?"Arjuna menggeleng lagi. "Tidak tertarik. Bagaimana jika kita mencoba bermain kuda yang berputar itu?" tawar Arjuna, menunjuk wahana patung kuda yang berputar-putar. Naura terkekeh. "Itu untuk anak kecil, Arjuna.""Oh? tapi aku melihat--""Ayo naik roller coaster, apa yang membuatmu tidak tertarik? Justru menyenangkan." Potong Naura, namun Arjuna masih menggeleng. Naura mulai yakin, sepertinya pria itu benar-benar takut untuk menaiki roller coaster. Keyakinannya ini membuat senyum jahil semakin terlihat di wajahnya. "Lalu kamu akan membiarkanku menaili roller coaster sendiri?" tanya Naur
Naura menarik Arjuna ke arah wahana Bianglala, namun belum benar-benar sampai, langkahnya sedikit melambat saat melihat anak kecil yang duduk sendirian di atas bangku. Anak itu menoleh ke sana dan kemari, seolah mencari kedua orang tuanya. "Sepertinya dia terpisah dari orangtuanya," ucap Naura, melirik Arjuna. Arjuna mengangguk, sepertinya itu salah satu pengunjung yang datang karena 'promo gratis' diam-diam Arjuna. Pengunjung yang hadir di sini memang tidak semuanya bawahan Arjuna, masih tersisa sekian persen yang dibuka untuk orang luar. "Petugas keamanan akan mengurusnya," ujar Arjuna, kemudian mengajak Naura melanjutkan langkah mereka ke kecepatan semula.Tetapi langkah keduanya benar-benar berhenti begitu melihat anak kecil itu dihampiri oleh orang dewasa asing. Pria tersebut meminta sang anak untuk mengikutinya, namun terlihat dari wajah anak tersebut dia ketakutan. Naura mengerutkan keningnya. "Sepertinya ada yang tidak beres, Arjuna." Arjuna menatap anak dan pria asing
"Kenapa tidak?" tanya Naura bingung, kali ini dia tidak ada pikiran jahil atau negatif seperti sebelumnya. Arjuna menggeleng cepat. "Tidak, kita cari wahana lain."Naura mengerutkan keningnya. "Aku lihat di sosial media banyak orang yang mengatakan rumah hantu itu seru, Arjuna."Arjuna masih menggeleng. "Baiklah, aku akan menunggu di luar saja, bagaimana? Oh... Aku--""Bagaimana jika permintaannya aku tambah satu? Jadinya aku boleh bebas meminta dua hal apa saja padaku!" tawar Naura, berusaha membujuk Arjuna. Tetapi di luar dugaan, pria itu justru tetap menggeleng. "Maafkan aku, aku tidak bisa. Bagaimana jika aku meminta pihak Gogo Land membuka akses biang lala?"Naura balas menggeleng. "Tidak, aku sudah tidak tertarik setelah tahu wahana itu tutup. Ayolah, Arjuna...." Wanita itu terus membujuk Arjuna, namun yang dibujuk tetap menolak. "Sebenarnya apa alasanmu tidak mau?" tanya Naura kesal. Hening beberapa detik, saat Naura melihat raut wajah Arjuna yang seolah sedang kesulitan m
Berhasil puas dengan kesenangan mereka hari ini, Naura dan Arjuna akhirnya memutuskan untuk kembali. Naura menyandarkan punggungnya di kursi mobil, menghela napas dengan senyum bahagia. Kedua matanya segera menatap Arjuna. "Terima kasih banyak," ucap wanita itu. Arjuna balas tersenyum, lalu mengangguk sambil mengelus kepala Naura lembut. "Beristirahat lah."Tak lama Arjuna menyalakan mesin mobilnya, kedua mata Naura terpejam tenang begitu mulai benar-benar meninggalkan kawasan Gogo Land. Arjuna sesekali melirik Naura, memastikan wanita itu bersandar nyaman di kursi mobilnya. Bahkan pria itu tak ragu untuk berhenti sekedar menyelimuti Naura dengan jacket yang ada di kursi belakang. Sampai di Mansion Tirta, Kate sudah menunggu kedatangan wanita itu di pintu masuk. Begitu menyadari mobil Arjuna datang, dia segera berjalan cepat ke dalam, lalu kembali lagi bersama Mela. Arjuna turun dari mobilnya, tersenyum tipis menatap Mela. "Ibu.""Naura?" tanya Mela bingung. "Dia tertidur," j
Sementara itu suasana berbeda ada di Mansion Wajendra. Zafir, pria itu duduk di sofa tengah ruang kerjanya sambil menatap televisi.Mansion Wajendra masih terlihat sama seperti biasa dari luar, namun tidak ada satupun yang mengetahui bagaimana isinya sekarang. "Mantan istri Zafir Wajendra, kini resmi menjadi kepala keluarga Tirta setelah kasus Ronald Tirta terungkap.""Wartawan kami juga mendapatkan informasi jika dalam waktu beberapa bulan lagi pernikahannya dengan Arjuna Renjana akan segera digelar, berita lengkapnya akan kami tayangkan setelah yang satu ini." Zap!Zafir memencet tombol mati ke arah televisinya, lalu menyandarkan punggungnya pada kursi. "Nyonya Tirta?" gumam pria itu saat mengingat berita yang baru saja tayang. Bibir Zafir tersenyum hambar, lalu kedua matanya terpejam. "Sudah lama tidak bertemu dia telah membuat banyak sekali perubahan," ucapnya lagi. Ada perasaan yang sulit dijelaskan di dalam hati Zafir, tapi dia lebih memilih untuk menikmati perasaan bingun
"Zafir?" tanya Naura, pandangan matanya mendingin. Kate mengangguk singkat. "Tuan Stave mengirim pesan jika tuan Wajendra menginginkan pertemuan besok pagi." "Pertemuan? Dalam rangka apa?" tanya Naura lagi, dia tidak ingat telah memiliki urusan mendadak dengan Zafir sehingga harus melakukan pertemuan besok. Kate menggeleng pelan. "Pihak mereka tidak menjelaskan alasannya, Nyonya."Naura mengerutkan keningnya sulit, Naura jelas tidak bisa menolak pertemuan tersebut karena pria itu memanggilnya atas nama Wajendra. Dipikirkan seperti apa pun alasan tersembunyi pria itu tidak akan berhasil ditebak, hal ini membuat Naura cukup merasa kesal. Naura melangkah masuk ke dalam menuju ruang kerja Arjuna, sebelumnya pria itu juga sempat tiba-tiba pergi. Dia berniat memberitahu Arjuna mengenai pertemuannya, tetapi belum sempat Kate membantu Naura membuka pintu ruang kerja Arjuna, pintu sudah lebih dulu terbuka dan menampilkan Arjuna. "Kita berangkat malam ini," ucap Arjuna pada Damian yang m
"Bagaimana kabarmu selama ini?" tanya Zafir, mengalihkan pertanyaan Naura yang bermaksud menegaskan tujuan pertemuan mereka. "Bagaimana menurut Anda, tuan Wajendra? Apa yang Anda lihat di media mengenai saya?" jawab Naura, tidak menghilangkan gaya bicara formalnya. Gaya bicara Naura sukses membuat Zafir merasa sangat asing, seolah sulit untuk kembali berbicara nyaman dengan wanita itu seperti dulu. "Kamu menikmatinya?" tanya Zafir, kedua sudut alisnya sedikit menyatu. Naura mengangguk. "Aku bersyukur menjalani hidupku yang sekarang."Zafir mengangguk tipis, ada kekecewaan yang tersirat di matanya. Naura memperhatikan wajah pria itu, Zafir seolah sedang memendam sesuatu di kepalanya, pria itu sering menatap ke bawah dengan kosong jika sedang berada di perasaan gelisah. "Jadi apa yang ingin Anda bicarakan, tuan Wajendra? Apa ada kendala di bisnis kita?" tanya Naura, memaksa Zafir untuk segera membahas topik bisnis mereka.Zafir yang menyadari Naura sengaja membelokkan topik mereka
Sehari setelahnya, Naura seperti biasa sibuk mengurus berbagai macam pekerjaan. Masalah internal Tirta sudah mereda berkat dana investasi yang diberikan Althaf. Perusahaan pun dapat kembali berjalan seperti sedia kala.Damian pun secara rutin selalu mengirimkan laporan mengenai perkembangan Renjana, pria itu mengabarkan bahwa Renjana menggelar rapat tertutup. Helena meminta Naura untuk hadir, namun dengan hati-hati ia menolaknya. Meskipun Helena sendiri yang mengundangnya, rapat itu tetaplah bersifat internal. Naura segan untuk bergabung, dia belum menjadi istri sah Arjuna. Helena sepertinya telah memantapkan hatinya, wanita itu berhasil bangkit dari keterpurukannya untuk berdiri melindungi Arjuna. Situasi anak dan ibu itu memang sedang berada di ujung tanduk. Di tengah kesibukannya, ponsel Naura lagi-lagi berdering. Naura hanya melirik sekilas, keningnya terlipat bingung karena penghubungnya adalah nomor tak tak dikenal. "Tolong angkat untukku, Kate," pinta Naura sambil kembal
Senyum Jordan yang semula ramah kini berubah sama dinginnya dengan Naura, kilatan kebencian muncul selintas di matanya. "Nyonya Tirta, alangkah baiknya jika Anda tidak ikut campur lebih dalam. Internal Renjana adalah sesuatu yang tidak bisa diusik pihak manapun, saya peringat--""Tuan Jordan, apa kalimat saya yang sebelumnya kurang jelas untuk Anda?" potong Naura, tidak takut pada penekanan Jordan. "Aku adalah bibi Arjuna, berani-beraninya kamu memperlakukanku seperti ini?! Aku sungguh tidak akan rela jika ternyata keponakanku menikahi wanita angkuh sepertimu!" balas Lina sambil terus menatap tajam Naura. Naura tersenyum tipis. "Tidak ada maksud sedikitpun untuk dianggap angkuh. Tetapi amanah tetaplah amanah, saya hanya ingin menjaga kepercayaan calon ibu mertua saya." Jordan mengerutkan keningnya. "Apa kami menurutmu adalah kekonyolan Renjana? Saya adalah sepupu yang jelas memiliki darah kental Renjana seperti Arjuna, di mana etika Anda--""Tuan Jordan, jika itu yang memang Anda
Naura menatap Zafir dingin, saat pandangan mata mereka bertemu perasaan jauh yang membeku semakin terasa. Pria itu benar-benar memutuskan untuk mengakhiri kerjasama Wajendra dan Tirta hanya karena darah untuk Arjuna? Jika kerjasama dibatalkan maka kemungkinan besar kedua belah pihak akan rugi puluhan miliar dalam sekejap, Naura tidak mengerti jalan pikiran Zafir saat ini. Naura kemudian menarik kasar tangannya dari Zafir, membuat kembali jarak di antara mereka. "Itu keputusanmu?" tanya Naura. Zafir tidak menjawab, matanya hanya menatap tajam Naura. Naura tersenyum tipis. "Kalau begitu terima kasih banyak atas waktu yang telah Anda sisihkan untuk saya. Mohon maaf jika mengganggu--""Justru harusnya aku yang bertanya. Apa ini keputusan yang kamu ambil? Pria itu sedang berada di ambang kehancuran dan--""Saya permisi, tuan Wajendra. Masalah pembatalan kerjasama, mari kita bicarakan setelah ini. Saya masih memiliki keperluan lain, terima kasih." Potong Naura balik, lalu melangkah ke
Keesokan harinya, mobil Naura mulai memasuki wilayah Mansion Wajendra. Pintu gerbang terbuka lebar tanpa ragu, seolah sang tuan rumah telah memberikan amanat untuk menyambut kedatangannya kapanpun. Tanpa Naura tahu, beberapa meter sebelum mobilnya melewati gerbang masuk Mansion Wajendra seseorang berlari cepat ke dalam.Begitu mobil terparkir rapi di halaman depan, belum sempat Naura keluar dari mobilnya dari arah dalam Mansion muncul Zafir yang melangkah keluar sambil menggendong Zevan. Naura turun dengan tenang, memasang senyum tipis sebagai bentuk formalitas."Naura?" ucap Zafir dengan raut wajah yang tertegun, seolah tak menyangka Naura mengunjunginya. Naura mengangguk tipis. "Maaf karena saya berkunjung tanpa menghubungi Anda lebih dulu, tuan Wajendra."Zafir tersenyum semakin luas, menggeleng pelan. "Masuk dulu, kebetulan aku juga memiliki beberapa hal yang perlu disampaikan.""Mama!" Zevan tiba-tiba berbicara, anak itu tersenyum riang ke arahnya. Naura tertegun, seingatnya
Semua orang di ruang interogasi membatu di posisinya begitu melihat Naura menampar keras Diandra. "Jangan limpahkan emosimu pada orang lain, kamu sendiri lah yang mengkhianati Arjuna di masa lalu," ucap Naura dingin, lalu terdiam sejenak dan melanjutkan. "Tirta kotor karena rela melakukan apapun demi uang? Bukankah semua manusia memiliki perasaan seperti itu? Tetapi setidaknya mereka tidak menggunakan cara untuk merangkak ke ranjang penguasa dan mengkhianati pasangan sendiri."Semua orang menahan napas dalam, kalimat Naura sangat tajam dan valid. Tidak ada yang bisa membantah wanita itu. Tetapi Diandra perlahan kembali tersenyum dan menatap Naura datar. "Dia juga akan meninggalkanmu, Naura. Seperti mantan suamimu itu," ucap Diandra dengan seringaian tipisnya. Naura masih tetap tenang. "Itu hanya harapan pribadimu, bukan?"Diandra terkekeh. "Benar, tetapi kenyataannya juga akan begitu. Aku peringatkan kamu untuk tidak terlalu percaya pada Aran. Dia tidak jauh berbeda seperti manta
Naura melangkah masuk ke bilik rumah sakit Arjuna, dia melihat sosok Helena yang bahkan tak berubah posisi sejak awal kepergiannya serta kondisi Arjuna yang masih belum sadar.Helena yang menyadari kedatangan Naura pun menoleh cepat, pandangan matanya masih lemas dan cemas. "Ibu." Naura mendekati Helena dan memeluknya, membuat Helena perlahan kembali terisak. Ia mengelus lembut punggung Helena yang gemetar. "Semuanya akan baik-baik saja, bu.""Bagaimana... Bagaimana jika tidak?" balas Helena lirih. "Aku akan memastikan semuanya baik-baik saja," jawab Naura cepat. Helena melepas pelukan mereka, lalu menggenggam lembut tangan Naura. Naura tersenyum tipis. "Aku sudah menenangkan para investor, perusahaan Renjana akan baik-baik saja setidaknya untuk satu minggu kedepan." Lalu ia melirik Arjuna. "Bagaimanapun kehadiran Arjuna sangat penting. Jika dalam satu minggu Arjuna belum bangun, kita harus memiliki rencana yang lain."Helena terdiam, meskipun di awal dia sempat lega mendengar p
Naura menarik napas dalam sebelum melangkah keluar dari mobil. Ditemani Damian dan Kate, Naura berjalan mantap masuk ke dalam gedung perusahaan utama Renjana. Aura dominasinya terasa kental, banyak orang yang menatapnya bingung namun enggan bertanya begitu pandangan mereka bertemu. Saat pintu ruang rapat terbuka, kakinya melangkah masuk dengan elegan. Seluruh investor dan jajaran petinggi Renjana spontan berdiri, namun raut wajah mereka nampak kebingungan. Setelah duduk di kursi pemimpin rapat, suara bisik-bisik gaduh semakin terdengar. Tetapi kericuhan itu terhenti begitu Naura meraih mic di atas mejanya. "Selamat sore, para investor serta jajaran Renjana yang terhormat." Hening. Semua orang seolah menahan napas, tak ada satupun yang menggeser tatapannya dari Naura. "Kehadiran saya di sini tidak lebih dari menjalankan mandat dari nyonya besar Renjana. Oleh karena itu, saya--""Jadi benar bahwa tuan Renjana dalam keadaan kritis?""Apa?! Berita itu benar?! Lalu bagaimana masa d
Tubuh Arjuna perlahan melemas, keduanya perlahan terduduk di aspal dengan posisi saling memeluk. Mata Naura masih mengunci sosok Diandra yang ikut menatap syok. Tak lama Damian muncul dengan pengawal Renjana, tubuh Diandra ditarik kasar dan diseret menjauh. Damian membantu Naura untuk menopang tubuh Arjuna, lalu mobil datang dan segera membawa mereka ke rumah sakit. Raut wajah Arjuna kini pucat total, keringat dingin dan darah segar membasahi tubuhnya. Tangan Naura gemetar menggenggam lengan pria itu, kedua matanya sedikit memerah karena menahan rasa takut di hatinya. Arjuna harus baik-baik saja, mereka akan baik-baik saja. Naura berusaha terus menanamkan pikiran positif di kepalanya. Sampai di rumah sakit, pihak mereka bergegas memindahkan tubuh Arjuna ke ranjang roda. Mereka melangkah cepat menuju ruang operasi darurat. Arjuna mulai tak sadarkan diri, sedangkan darahnya masih terus mengalir. Wajah Naura ikut pucat karena khawatir, sekujur tubuhnya dingin melihat pri
Pagi hari Naura tidak bersiap ke kantor atau butik seperti biasanya, wanita itu kini tengah sibuk mengaduk adonan cheesecake di dapur. Mengingat janjinya pada Ana kemarin, dia dengan senang hati mengabulkan permintaan anak manis yang selalu bergelayut manja padanya. Menunggu kue benar-benar matang sempurna di dalam oven, Naura mencuci tangannya dan meraih ponsel di atas meja. Naura membuatkan kue untuk beberapa orang, tidak hanya Ana. Tetapi untuk itu ia ingin memberi Arjuna sebagai orang pertama yang menerima masakannya. Dua hingga empat panggilan, tak ada satupun yang terjawab. Naura mengerutkan keningnya tipis, tidak biasanya Arjuna mengabaikan panggilannya. "Nyonya, apa... Sisa kue ini bisa saya bagikan ke tuan Damian?" tanya Kate yang juga ikut membantu Naura di dapur. Naura menoleh dan tersenyum. "Tentu saja." Lalu ia teringat kejadian di pantai saat dirinya tengah prewedding. "Kate.""Ya, nyonya?" balas Kate cepat sambil merapikan barang-barang dapur. "Apa hubunganmu de