"Non, ini makanannya. Bibi letakkan di sini ya!" ujar Bik Lasmi seraya meletakkan nampan berisi makanan untuk Aletta.
"Non Aletta, harus makan agar tidak sakit." Bik Lasmi masih bersikeras membujuk Aletta."Bibi tahu ini sangat berat untuk, Non Aletta jalani. Maaf jika bibi tidak bisa banyak membantu," kata Bik Lasmi dengan nada penuh empati. Melihat keadaan Aletta yang menyedihkan mengingatkan Lasmi pada anaknya di kampung."Kenapa, Bibi menyelamatkan aku waktu itu? Harusnya biarkan aku mati, Bik," lirih Aletta dengan pandangan kosong ke depan. Seperti layaknya tak memiliki semangat dalam hidup."Sadarlah, Non! Walau dunia seakan tak adil jangan pernah berpikir untuk bunuh diri." Bik Lasmi menasehati Aletta agar tidak larut dalam keterpurukan.Hening.Bibir Aletta terkatup rapat, tubuhnya sudah tidak memiliki daya melawan. Pergelangan tangan kanannya masih dibalut dengan perban, hasil dari aksinya yang hendak bunuh diri dua hari lalu. Namun gagal lantaran Bik Lasmi datang tepat waktu."Lasmi, cepat keluar!!" pekik lantang Nyonya Risma yang tiba-tiba masuk gudang.Lasmi terkesiap dan bergegas bangkit berdiri, berjalan dengan tergopoh-gopoh dan jantung berdebar. Berbeda halnya dengan Aletta yang tak bergeming sama sekali."Bisakah dimulai sekarang, Dok?" tanya Nyonya Risma kepada Dokter kepercayaannya.Seorang wanita memakai setelan jas putih yang diperkirakan berusia 40 tahun itu mengangguk samar-samar seraya menelisik keadaan Aletta. Perlahan Dokter itu mendekati Aletta dan mulai memeriksa keadaannya.Shella dan Mamanya diam menyimak dengan apa yang dilakukan Dokter tersebut. Sesekali seringai jahat terbentuk di bibir tipis Shella. Hatinya merasa bahagia karena keinginan memiliki anak akan terwujud. Dengan begitu, Bayu, suaminya akan semakin berada dalam genggamannya.'Sebentar lagi aku akan menjadi wanita yang sempurna karena berhasil memberikan anak untuk Mas Bayu,' batin Shella kegirangan."LEPASKAN SAYA!!" Aletta tiba-tiba memberontak dan mendorong kasar Dokter tersebut hingga terhuyung ke belakang. Beruntung sang Dokter dapat menjaga keseimbangan tubuhnya.Lagi lagi Nyonya Risma yang tidak suka akan penolakan semakin murka dengan Anak tirinya. Seperti biasa Aletta akan mendapat perlakuan kasar dari Mama tirinya jika jalan pikirannya tak selaras dengan perintah Nyonya Risma."Sudah kukatakan jangan pernah memberontak, dasar Anak sialan!!" pekik Nyonya Risma menekan setiap kalimatnya."Tunggu apalagi, Shella? Cepat panggil satpam!!" perintah Nyonya Risma yang geram melihat putrinya hanya diam tanpa membantu mengendalikan Aletta yang semakin kuat melawan."I ... iya, Ma." Shella bergegas lari keluar memanggil satpam."Dasar keluarga biadab." Aletta mengerang marah, "Bodohnya aku yang selama ini bertahan serumah dengan kalian."Plakk!"TUTUP MULUTMU!!" Nyonya Risma hilang kendali dan melayangkan tamparan keras pada pipi Aletta. Matanya membulat sempurna.Meski begitu, Aletta terus memberontak dari cengkraman Mama dan Dokter tersebut."Bahar, cepat bantuin!!" perintah tegas Nyonya Risma seraya melotot ke arah Bahar yang baru datang.'Ya ampun nih Mak lampir suka banget marah marah,' gerutu Bahar di hati seraya mengikuti perintah Nyonya Risma.Dokter itu segera menyuntikkan obat penenang untuk Aletta. Gadis malang itu tak bisa berkutik lagi saat jarum kecil terasa menusuk lengannya.Sesaat kemudian, Aletta mulai hilang kesadaran. Pandangannya mulai menggelap bersamaan kepalanya yang terasa berdenyut."Heh, Bahar, cepat kamu keluar!" usir Nyonya Risma, merasa jika sudah tidak membutuhkan tenaganya lagi."Iya, Nyonya," sahut Bahar, namun hatinya tak berhenti mengumpat kesel dengan sikap majikannya."Cepatlah lakukan tugasmu, Tika!" Nyonya Risma memerintah Dokter tersebut. Yang tak lain adalah sahabat kecil Nyonya Risma."Sejak dulu sikapmu selalu tidak sabaran, Risma." Dokter bernama Tika itu terkekeh sembari menyiapkan peralatan medisnya."Jika kau ingin cara ini berhasil, maka jangan menempatkan Anak tirimu di tempat yang kotor ini.""Jadi maksudmu aku harus menyediakan apartemen mewah untuknya?!" sergah Nyonya Risma dengan nada tidak suka.Dokter Tika semakin tertawa keras, melihat wajah sahabatnya yang merah padam."Baiklah, kali ini aku serius." Dokter Tika menatap lekat Shella dan Nyonya Risma secara bergantian.Shella harap harap cemas menunggu penuturan Dokter tersebut, dalam hatinya berdoa agar rencananya berhasil. Tidak peduli bagaimana menderitanya Aletta setelah ini. Mata hati mereka benar-benar dibutakan oleh keegoisan dan keserakahan."Aku tidak bisa menjamin seratus persen untuk keberhasilan metode inseminasi yang akan kulakukan. Melihat dari keadaan pasien yang mengalami guncangan pada spikologis-nya, mungkin ini juga akan sulit," tutur Dokter Tika."Tolong lakukan apapun agar wanita itu bisa hamil anak untukku, Dok!" pinta Shella memelas dan terdengar putus asa."Jangan membuatku kecewa, Tika." Nyonya Risma pun mulai gusar."Aku ini, dokter, bukan Tuhan, Risma," timpal Dokter Tika tegas, "Aku akan membantu kalian sesuai kemampuanku.""Lakukanlah!" perintah Nyonya Risma lirih.Dokter Tika sudah bersiap dengan segala alat medisnya. Di ruangan yang gelap dan kotor ia mulai menyuntikkan sp*rma kedalam rahim Aletta. Sudah dari jauh hari Shella menyusun rencana untuk mengambil sp*rma suaminya secara diam-diam."Berapa hari hasilnya akan ketahuan, Dok?" tanya Shella yang tidak sabar untuk segera memiliki anak."Biasanya dua minggu hasilnya akan terlihat, itupun aku tidak bisa menjamin apakah metode inseminasi ini berhasil atau tidak," jawab Dokter Tika yang membuat senyum di bibir Shella memudar.Kemudian, Dokter Tika beralih menatap sahabatnya, "Aku sarankan agar Anak tirimu dipindahkan ke tempat yang layak jika ia berhasil hamil nantinya.""Tentu aku akan melakukan apapun demi cucuku nantinya, tapi jika belum ada tanda-tanda kehamilan pada Aletta, biarkan ia tidur di gudang," timpal Nyonya Risma yang tidak mau rugi.Dokter Tika hanya bisa geleng-gelang kepala sembari merapikan peralatan medisnya kembali."Tugasku sudah selesai, aku pergi dulu!" pamit Dokter Tika melenggang pergi. Meninggalkan dua wanita berbeda generasi itu di sana."Jangan bersedih, Shella." Nyonya Risma menepuk bahu Shella, "Jika perlu mama akan mendatangkan seribu Dokter terhebat di Dunia ini, sampai Aletta hamil anak untukmu."Shella tersenyum membalas tatapan Mamanya. Nyonya Risma bahkan tidak segan segan untuk menjadikan Aletta bahan percobaan demi tercapainya tujuan mereka.Mereka meninggalkan Aletta sendirian di sana, masih dalam keadaan tidak sadarkan diri. Mereka tak hanya melukai fisik gadis muda itu, tetapi juga mentalnya.--------"Ya Tuhan kenapa sakit sekali," lirih Aletta mengeryit kesakitan pada bagian pangkal pahanya.Air matanya luruh begitu saja. Hancur hati dan perasaannya saat ini, marah, kecewa, sedih semua rasa itu menumpuk di hatinya. Tetapi semua tidak akan pernah merubah keadaan menjadi semula."Aku bersumpah akan membalaskan setiap luka yang kalian torehkan padaku," gumam Aletta mengepalkan kedua tangan hingga memperlihatkan jemarinya yang memutih pucat."Aletta yang kalian anggap lemah sudah mati, tunggu kebangkitan sosok Aletta yang sesungguhnya," monolog Aletta menyeringai.Tujuh bulan kemudian ...."Aku ada kunjungan ke Eropa bersama Papa, jaga dirimu baik-baik beserta calon anak kita," ucap Bayu Adhitama yang melirik Shella dari pantulan cermin.Kemudian ia berbalik badan, sesaat setelah selesai merapikan penampilannya. Tubuh kekarnya dibalut dengan setelan jas berwarna senada, hidungnya mancung dan tak terlalu besar, bentuk alis yang hitam lebat, serta memiliki bola mata hitam kecoklatan, yang dapat menghipnotis banyak wanita jika lama memandangi wajah tampannya. Sayang, bibirnya selalu terkatup rapat semenjak menikahi Shella. 2 tahun mereka menjalani biduk rumah tangga, tetapi hubungan itu terasa hambar tidak seperti pengantin baru pada umumnya.Sudah tampan dan kaya, tetapi sial karena menikahi wanita licik, matre seperti Shella. Jika bukan karena permintaan terakhir sang ibu mungkin Bayu tidak akan sudi menikahi Shella yang sangat jauh dari kriterianya. Perjodohan itu benar benar membuat hidup Bayu suram. Tidak ada cinta yang tertanam di hati Bayu,
Pagi ini Nyonya Risma begitu antusias mempersiapkan segala keperluan untuk operasi caesar yang dijalani oleh Aletta. Demi menjaga keamanan, Nyonya Risma bahkan menyewa dua bodyguard untuk berjaga di depan ruang operasi.Kondisi Aletta makin mengkhawatirkan rasa tertekan di bawah ancaman Nyonya Risma, juga kehamilan yang ia tidak inginkan sama sekali membuatnya depresi dan bersedih. Inilah yang menyebabkan kehamilan Aletta terganggu, ditambah kondisi fisiknya yang lemah. Dokter Tika menyarankan agar Aletta melahirkan prematur. Semua telah dipersiapkan dengan sangat matang oleh Dokter Tika setelah mendapat persetujuan dari Nyonya Risma dan Shella.Shella tidak berhenti mondar-mandir sejak tadi, hatinya begitu gelisah menunggu detik-detik kelahiran bayi Aletta. Otaknya pun berputar keras untuk merangkai penjelasan apa yang tepat untuk suaminya ketika datang nanti tentang bayinya yang tiba-tiba saja lahir."Ya ampun, Shella. Mama tambah pusing lihat kamu mondar-mandir gitu," gerutu Nyony
Kicauan burung yang saling bersahutan menggema di kediaman Nyonya Risma. Dedaunan meliuk-liuk mengikuti hembusan angin, gumpalan awan hitam mulai membentuk garis-garis di atas sana. Keadaan tampak gelap meski hari baru menunjukkan pukul 06.00, pagi.Nyonya Risma beranjak dari tempat tidurnya, langkahnya ringan menapaki lantai. Ia menuju dapur untuk mencari keberadaan pembantunya."Lasmi!" Nyonya Risma berdiri di ambang pintu dengan gaya angkuh menatap Bik Lasmi."Iya, Nyonya. Ada yang bisa dibantu?" tanya Bik Lasmi membungkuk rendah."Cepat keluar dan belikan kebutuhan yang ada di catatan ini!" Nyonya Risma dengan tidak berperasaan melempar secarik kertas yang berisi daftar belanjaan yang harus di beli oleh Bik Lasmi. Kemudian melempar beberapa lembar uang merah itu."Baik, Nyonya," lirih Bik Lasmi seraya memunguti lembar demi lembar uang yang berserahkan di lantai.Melihat cuaca yang tidak mendukung tentu Bik Lasmi siaga membawa payung sekadar berjaga-jaga. Entah mengapa perasaan Bik
"Pergi!!" usir Aletta histeris. Tubuhnya tak dapat menutupi rasa takut yang mendera, keringat sebiji jagung telah bercucuran dari balik wajahnya yang pucat. Penampilan Aletta sangat berantakan saat ini.Lelaki asing yang masih dalam pengaruh alkohol tersebut tak mengindahkan teriakkan Aletta, ia justru semakin bergairah memandangi lekuk tubuh gadis muda di depannya. Suasana yang tampak sepi memudahkan aksi lelaki tersebut.Sekuat tenaga Aletta beringsut mundur, menyeret kakinya yang terasa berat untuk di gerakkan."Layani abang, Sinta." Lelaki itu mengira jika yang dilihatnya saat ini adalah mendiang istrinya, bukan Aletta."Tolong!!" Aletta hendak berbalik dan menutup pintu, tetapi tangan lelaki itu lebih cepat dari perlawanan Aletta.Aletta memberontak untuk dilepaskan, takkala wajah lelaki itu sejengkal hendak menyerang bibir, serta leher jenjang Aletta yang tampak menggoda. Tanpa diduga, seseorang tiba-tiba menarik kuat lelaki itu dan mendorongnya sekuat tenaga, hingga lelaki ters
"Aku ingin kau berbagi rahim denganku!" pinta Shella tegas.Tubuh Aletta sedikit terhuyung ke belakang, kain lap yang ada digenggamannya pun terjatuh. Selama 4 tahun terakhir ini hidup Aletta bergantung pada Nyonya Risma dan Shella. Namun, gadis malang itu bukan sekadar ongkang ongkang kaki saja di rumah mewah berlantai dua tersebut.Setiap hari Aletta harus melakukan semua pekerjaan rumah dengan baik. Ya, tak jauh berbeda dengan pembantu, bekerja hanya dibayar makan dan tumpangan tidur."A ... ku tidak mau," tolak Aletta dengan rasa ketakutan.Nyonya Risma seketika murka mendapat penolakan dari anak tirinya, ia menarik kasar rambut Aletta tanpa kasihan. Tak hanya itu saja, Nyonya Risma juga menampar keras pipi Aletta hingga meninggalkan bekas kemerahan pada wajahnya."Ampunnnn, Ma. Sakitttt," mohon Aletta dengan air mata yang mengalir deras.Di usia Aletta yang sudah menginjak 21 tahun, tak pernah gadis itu merasakan kebahagian. Kehidupannya selalu bergulat dengan kesedihan dan pende
"Sepertinya tidak ada di sini, Ma," ucap Shella, sesaat setelah mereka menggeledah kamar Nyonya Risma."Ya sudah, ayo keluar!" seru Nyonya Risma berlalu keluar bersama Shella.Aletta masih di dalam lemari besar, bersembunyi di antara rentetan baju yang tergantung rapi. Gadis itu mulai bernapas lega saat mendengar suara derap kaki yang semakin jauh dari tempatnya saat ini. Perlahan secara mengendap-endap ia membuka pintu lemari itu.Ia melongokkan kepalanya dari balik lemari, pandangannya begitu awas mengamati sekitar. Menyadari keadaan sudah aman, bergegas Aletta keluar dari persembunyiannya. Bagaimanapun ia harus bisa pergi secepat mungkin dari sana.Masa depan Aletta masih sangat jauh, tidak mungkin ia mengorbankan begitu saja masa depannya demi keluarga yang kejam dan serakah. Sedangkan di luar sana ada secercah harapan indah yang sedang menantinya, meski harus berjuang keras hidup terluntang-lantung tak tentu arah.Aletta berjalan mengendap-endap lewat belakang. Namun, Aletta mera
"Pergi!!" usir Aletta histeris. Tubuhnya tak dapat menutupi rasa takut yang mendera, keringat sebiji jagung telah bercucuran dari balik wajahnya yang pucat. Penampilan Aletta sangat berantakan saat ini.Lelaki asing yang masih dalam pengaruh alkohol tersebut tak mengindahkan teriakkan Aletta, ia justru semakin bergairah memandangi lekuk tubuh gadis muda di depannya. Suasana yang tampak sepi memudahkan aksi lelaki tersebut.Sekuat tenaga Aletta beringsut mundur, menyeret kakinya yang terasa berat untuk di gerakkan."Layani abang, Sinta." Lelaki itu mengira jika yang dilihatnya saat ini adalah mendiang istrinya, bukan Aletta."Tolong!!" Aletta hendak berbalik dan menutup pintu, tetapi tangan lelaki itu lebih cepat dari perlawanan Aletta.Aletta memberontak untuk dilepaskan, takkala wajah lelaki itu sejengkal hendak menyerang bibir, serta leher jenjang Aletta yang tampak menggoda. Tanpa diduga, seseorang tiba-tiba menarik kuat lelaki itu dan mendorongnya sekuat tenaga, hingga lelaki ters
Kicauan burung yang saling bersahutan menggema di kediaman Nyonya Risma. Dedaunan meliuk-liuk mengikuti hembusan angin, gumpalan awan hitam mulai membentuk garis-garis di atas sana. Keadaan tampak gelap meski hari baru menunjukkan pukul 06.00, pagi.Nyonya Risma beranjak dari tempat tidurnya, langkahnya ringan menapaki lantai. Ia menuju dapur untuk mencari keberadaan pembantunya."Lasmi!" Nyonya Risma berdiri di ambang pintu dengan gaya angkuh menatap Bik Lasmi."Iya, Nyonya. Ada yang bisa dibantu?" tanya Bik Lasmi membungkuk rendah."Cepat keluar dan belikan kebutuhan yang ada di catatan ini!" Nyonya Risma dengan tidak berperasaan melempar secarik kertas yang berisi daftar belanjaan yang harus di beli oleh Bik Lasmi. Kemudian melempar beberapa lembar uang merah itu."Baik, Nyonya," lirih Bik Lasmi seraya memunguti lembar demi lembar uang yang berserahkan di lantai.Melihat cuaca yang tidak mendukung tentu Bik Lasmi siaga membawa payung sekadar berjaga-jaga. Entah mengapa perasaan Bik
Pagi ini Nyonya Risma begitu antusias mempersiapkan segala keperluan untuk operasi caesar yang dijalani oleh Aletta. Demi menjaga keamanan, Nyonya Risma bahkan menyewa dua bodyguard untuk berjaga di depan ruang operasi.Kondisi Aletta makin mengkhawatirkan rasa tertekan di bawah ancaman Nyonya Risma, juga kehamilan yang ia tidak inginkan sama sekali membuatnya depresi dan bersedih. Inilah yang menyebabkan kehamilan Aletta terganggu, ditambah kondisi fisiknya yang lemah. Dokter Tika menyarankan agar Aletta melahirkan prematur. Semua telah dipersiapkan dengan sangat matang oleh Dokter Tika setelah mendapat persetujuan dari Nyonya Risma dan Shella.Shella tidak berhenti mondar-mandir sejak tadi, hatinya begitu gelisah menunggu detik-detik kelahiran bayi Aletta. Otaknya pun berputar keras untuk merangkai penjelasan apa yang tepat untuk suaminya ketika datang nanti tentang bayinya yang tiba-tiba saja lahir."Ya ampun, Shella. Mama tambah pusing lihat kamu mondar-mandir gitu," gerutu Nyony
Tujuh bulan kemudian ...."Aku ada kunjungan ke Eropa bersama Papa, jaga dirimu baik-baik beserta calon anak kita," ucap Bayu Adhitama yang melirik Shella dari pantulan cermin.Kemudian ia berbalik badan, sesaat setelah selesai merapikan penampilannya. Tubuh kekarnya dibalut dengan setelan jas berwarna senada, hidungnya mancung dan tak terlalu besar, bentuk alis yang hitam lebat, serta memiliki bola mata hitam kecoklatan, yang dapat menghipnotis banyak wanita jika lama memandangi wajah tampannya. Sayang, bibirnya selalu terkatup rapat semenjak menikahi Shella. 2 tahun mereka menjalani biduk rumah tangga, tetapi hubungan itu terasa hambar tidak seperti pengantin baru pada umumnya.Sudah tampan dan kaya, tetapi sial karena menikahi wanita licik, matre seperti Shella. Jika bukan karena permintaan terakhir sang ibu mungkin Bayu tidak akan sudi menikahi Shella yang sangat jauh dari kriterianya. Perjodohan itu benar benar membuat hidup Bayu suram. Tidak ada cinta yang tertanam di hati Bayu,
"Non, ini makanannya. Bibi letakkan di sini ya!" ujar Bik Lasmi seraya meletakkan nampan berisi makanan untuk Aletta."Non Aletta, harus makan agar tidak sakit." Bik Lasmi masih bersikeras membujuk Aletta."Bibi tahu ini sangat berat untuk, Non Aletta jalani. Maaf jika bibi tidak bisa banyak membantu," kata Bik Lasmi dengan nada penuh empati. Melihat keadaan Aletta yang menyedihkan mengingatkan Lasmi pada anaknya di kampung."Kenapa, Bibi menyelamatkan aku waktu itu? Harusnya biarkan aku mati, Bik," lirih Aletta dengan pandangan kosong ke depan. Seperti layaknya tak memiliki semangat dalam hidup."Sadarlah, Non! Walau dunia seakan tak adil jangan pernah berpikir untuk bunuh diri." Bik Lasmi menasehati Aletta agar tidak larut dalam keterpurukan.Hening.Bibir Aletta terkatup rapat, tubuhnya sudah tidak memiliki daya melawan. Pergelangan tangan kanannya masih dibalut dengan perban, hasil dari aksinya yang hendak bunuh diri dua hari lalu. Namun gagal lantaran Bik Lasmi datang tepat waktu
"Sepertinya tidak ada di sini, Ma," ucap Shella, sesaat setelah mereka menggeledah kamar Nyonya Risma."Ya sudah, ayo keluar!" seru Nyonya Risma berlalu keluar bersama Shella.Aletta masih di dalam lemari besar, bersembunyi di antara rentetan baju yang tergantung rapi. Gadis itu mulai bernapas lega saat mendengar suara derap kaki yang semakin jauh dari tempatnya saat ini. Perlahan secara mengendap-endap ia membuka pintu lemari itu.Ia melongokkan kepalanya dari balik lemari, pandangannya begitu awas mengamati sekitar. Menyadari keadaan sudah aman, bergegas Aletta keluar dari persembunyiannya. Bagaimanapun ia harus bisa pergi secepat mungkin dari sana.Masa depan Aletta masih sangat jauh, tidak mungkin ia mengorbankan begitu saja masa depannya demi keluarga yang kejam dan serakah. Sedangkan di luar sana ada secercah harapan indah yang sedang menantinya, meski harus berjuang keras hidup terluntang-lantung tak tentu arah.Aletta berjalan mengendap-endap lewat belakang. Namun, Aletta mera
"Aku ingin kau berbagi rahim denganku!" pinta Shella tegas.Tubuh Aletta sedikit terhuyung ke belakang, kain lap yang ada digenggamannya pun terjatuh. Selama 4 tahun terakhir ini hidup Aletta bergantung pada Nyonya Risma dan Shella. Namun, gadis malang itu bukan sekadar ongkang ongkang kaki saja di rumah mewah berlantai dua tersebut.Setiap hari Aletta harus melakukan semua pekerjaan rumah dengan baik. Ya, tak jauh berbeda dengan pembantu, bekerja hanya dibayar makan dan tumpangan tidur."A ... ku tidak mau," tolak Aletta dengan rasa ketakutan.Nyonya Risma seketika murka mendapat penolakan dari anak tirinya, ia menarik kasar rambut Aletta tanpa kasihan. Tak hanya itu saja, Nyonya Risma juga menampar keras pipi Aletta hingga meninggalkan bekas kemerahan pada wajahnya."Ampunnnn, Ma. Sakitttt," mohon Aletta dengan air mata yang mengalir deras.Di usia Aletta yang sudah menginjak 21 tahun, tak pernah gadis itu merasakan kebahagian. Kehidupannya selalu bergulat dengan kesedihan dan pende