Happy Reading*****"Lepaskan tanganmu!" bentak Andini setelah dia berusaha menepis cengkeraman Raditya pada pergelangan tangan Bisma. "Tutup mulutmu!" bentak Raditya tak mau kalah. "Minggir! Apa kamu juga mau aku hukum?"Suara perdebatan yang begitu keras di teras rumah Andini menyebabkan Ranti keluar."Ada apa ini?" tanya Ranti. Tatapannya terpaku pada sosok menantu yang sudah menghilang sekian tahun.Namun, keterkejutan Ranti, hanya sebentar. Setelahnya, dia menampilkan senyum termanis. Kebahagiaan menyeruak begitu tahu menantu lelakinya sudah kembali."Alhamdulillah. Kamu selamat Nak Radit. Ibu bahagia sekali. Ayo masuk," kata Ranti tanpa mempedulikan jika cucunya tengah kesakitan karena cekalan sang menantu terlalu kuat. "Tentu aku akan masuk, Bu. Minggir, aku harus menghukum Bisma," ucap Raditya."Mas, jangan keterlaluan kamu. Bisma itu masih kecil. Pikirannya belum mampu mencerna hal-hal berat seperti orang dewasa," teriak Andini berusaha mencegah perbuatan sang suami. Tangan
Happy Reading*****"Tutup mulutmu," bentak Raditya. Lelaki itu segera mematikan sambungan video. Lalu, menatap Andini penuh kemarahan. "Kalau aku nggak kembali, maka kamu akan enak-enakan bersama Rasya."Andini mendengkus, "Aku nggak seburuk prasangkamu." Membalik posisi tidurnya seperti semula, membelakangi sang suami. "Sebaiknya, kita bercerai, Mas. Aku nggak kan menghalangi njenengan bersama perempuan tadi. Tapi, sebelum itu, selesaikan semua masalah hutangmu."Terdengar suara tawa Raditya. "Hutang itu adalah tanggunganmu. Aku mengambil pinjaman untuk biaya pernikahan kita dulu."Seketika, Andini menegakkan tubuh dan menatap suaminya. "Benarkah yang kamu katakan? Kalau pinjaman itu untuk biaya pernikahan kita. Mengapa para penagih itu mengatakan jika kamu mencairkannya sekitar setahun lalu? Apakah kita menikah setahun lalu?""Aku ambil pinjaman itu untuk melunasi pinjaman sebelumnya. Apa masalahnya?""Lusa, aku akan mendaftarkan perceraian kita.""Andini," teriak Raditya bahkan t
Happy Reading*****"Ya, aku menyelidikinya," jawab Rasya.Menoleh pada lelaki yang duduk di sebelahnya, Andini menaikkan garis bibirnya. "Sejak kapan jadi kepo?""Hmm." Rasya terkikik. "Mas punya kekuasaan untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dengannya. Rasa penasaran itu mencuat saat ada penagih hutang waktu itu.""Dan hasilnya?" Andini semakin tertarik mendengar penjelasan sang pujaan. "Mas harap, setelah ini kamu nggak akan tambah sedih. Anggap semua pelajaran. Susah jalan takdir kita begini," ucap Rasya sok bijak. Tatapannya tak pernah lepas dari sang kekasih."Cepatan ceritanya, ih. Bentar lagi, acara dimulai.""Nggak sabaran banget." Rasya ingin mencubit hidung kekasihnya, tetapi tangannya dengan cepat bisa ditepis."Nggak usah genit, deh. Banyak pasang mata yang mengamati.""Hmm. Susahnya pacaran sama istri orang," goda Rasya untuk mencairkan suasana. Dia tahu, Andini sangat khawatir saat ini."Aku bukan pacarmu, Bi." Andini merengut. Rasya selalu tidak bisa menempa
Happy Reading *****Ranti menatap tidak suka pada pengusaha muda yang ada di hadapannya. Entah mengapa melihat wajah itu, berbagai macam rasa mulai menyerang hatinya. Benci, marah, rindu dan entah rasa apalagi yang dimiliki."Kamu, Ibu didik menjadi perempuan baik-baik. Mengapa mencoreng nama ibu dengan melakukan semua ini. Suamimu, sedang mencari dan menunggu di rumah. Ternyata, kamu malah enak-enakan berduaan dengan lelaki lain," bentak Ranti. Wajahnya memerah dengan mata melotot sempurna. "Bu, aku nggak pergi berduaan sama Rasya. Liburan ini adalah acara kantor." Andini memegang tangan Ranti supaya perempuan paruh baya itu tidak bertindak impulsif yang menyebabkan mereka menjadi pusat perhatian."Kalau ini acara kantor, kenapa kamu nggak ngajak suamimu?""Maafkan Andini, Bu," sahut Rasya, "acara ini sudah dipersiapkan jauh-jauh hari. Semua pesertanya sudah mendaftar terlebih dahulu sebelum kedatangan Om Raditya. Jadi, kalau Andini nggak ngajak beliau, kemungkinan besar karena a
Happy Reading*****Berusaha sekuat tenaga merebut ponsel milik Rasya, Raditya mendapat tamparan dari Ranti. "Ibu selalu percaya bahwa kamu bisa menjaga Andini dan menjauhkannya dari Rasya. Tapi, bukan begini caranya. Mulai sekarang, kamu bukan lagi menantuku. Segera bersihkan Andini," bentak Ranti.Walau sudah berjanji pada seseorang untuk menyatukan kembali Raditya dan Andini. Namun, Ranti juga tak ingin jika putrinya diperlakukan tidak adil. Jelas perbuatan Raditya sangat bertentangan dengannya. Jika cuma sifat kasar dan mudah main tangan perempuan paruh baya itu masih menoleransinya. Video yang diperlihatkan Rasya jelas-jelas kasus asusila antara Raditya dengan perempuan lain. Ranti tak lagi bisa membiarkan semua itu. "Bu, aku bisa jelaskan. Aku melakukannya sama sekali nggak melanggar norma maupun syariat," bela Raditya. "Nggak melanggar norma bagaimana. Video itu jelas-jelas memperlihatkan kehidupanmu ketika jauh dari Andini. Orang sakit dan hilang ingatan nggak akan melakuk
Happy Reading*****"Pi, kenapa ada di sini?" tanya Rasya. "Nggak penting kenapa Papi ada di sini. Pikirkan ucapan Papi tadi. Kamu nggak boleh memisahkan sepasang suami istri demi kepentingan sendiri. Rasulallah nggak akan mengakuimu sebagai umatnya. Ingat itu!" Tatapan Nareswara begitu tajam pada si sulung. Namun, semua itu tak berlangsung lama ketika bayangan seorang perempuan tertangkap inderanya. Nareswara langsung mengerutkan kening. "Ranti? Ada hubungan apa dia dengan Andini dan Rasya? Waktu ini aku juga bertemu dengannya di rumah Andini. Mungkinkah?" tanya Nareswara dalam hati. "Papi sudah berjanji akan merestui hubunganku dengan Andini. Kenapa sekarang berkata seperti itu?" "Semua itu, karena Papi nggak tahu jika suaminya Andini masih hidup dan sudah kembali padanya. Kenapa kamu nggak menceritakan semua itu?"Ranti menggeret tangan putrinya untuk menjauh. "Sebaiknya kita pulang sekarang. Ibu nggak mau melihat semua ini. Jangan lagi, kita sudah menjadi tontonan semua karyaw
Happy Reading*****Berusaha menghilangkan kegugupannya, Nareswara mengubah posisi duduknya. Sedikit mengendurkan punggung. "Bisa jadi, tapi Papi berharap kamu nggak mengenalnya. Akan sangat sulit jika sampai kamu mengenalnya. Hubunganmu dengan Andini makin runyam, akan semakin sulit untuk mendapatkan restu mamimu.""Kenapa Papi berpikiran seperti itu? Apakah perempuan yang Papi cintai itu adalah ibunya Andini?" tebak Rasya. Dia sebenarnya tak mau menerka seperti itu, tetapi melihat tatapan papinya tadi pada Ranti. Pemikiran itu berkembang.Hanya keheningan yang menyelimuti setelah pertanyaan itu terlontar dari bibir Rasya. Nareswara tak bisa mengeluarkan sepatah kata pun untuk mengungkap kebenaran 'hatinya karena rasa takut yang mendalam."Pi," panggil Rasya, "Apa karena masalah ini, Mami sangat membenci Andini?""Papi nggak tahu, Mas. Hubungan ini terlalu rumit untuk dijelaskan. Semua masih abu-abu."Obrolan mereka terhenti saat sopir mengatakan jika keduanya sudah sampai di kediama
Happy Reading*****Andini tak percaya dengan penglihatannya. Beberapa kali mengucek mata, dia tetap melihat foto pernikahan itu dengan orang yang sama. "Apa ini? Kenapa Ibu bisa seperti ini?" gumam Andini. Semakin lama menatap foto itu, dia semakin penasaran apa yang terjadi di masa lalu. "Mungkinkah Ibu adalah orang ketiga sehingga Tante Hawa nggak pernah bisa merestui hubunganku dengan Rasya?" Semua pertanyaan itu muncul di kepala ibu satu anak.Membuka lembaran album selanjutnya, kelopak mata Andini makin membulat sempurna. "Ya Allah. Kenapa bisa seperti ini?"Pintu yang terbuka memudahkan perempuan itu mendengar langkah kaki seseorang. Andini segera meletakkan album foto itu ke tempat semula. Segera pergi meninggalkan kamar Ranti. Namun, langkahnya terhenti ketika senyum si kecil terlihat di depan pintu kamar."Lho, Mama kok bisa ada di sini?" "Mama nyariin Nenek. Masuk rumah sepi banget, nggak ada orang. Adik mau ngapain ke kamar Nenek?" Andini membungkuk hendak mencium pipi