Share

Pulang

Author: Ai Ueo
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Sakit apa?" Ada nada khawatir dari ucapan Rania, sedih itu menyelimuti hatinya yang beku.

"Darah tinggi sama lambungnya kambuh, minggu depan jadwal operasi kecil di rumah sakit," jelas Risa, "Ibu sering nanyain kamu."

Deg. Jantung Rania berdetak lebih cepat, ia bingung harus berbuat apa. Satu sisi ia ingin sekali pulang menemui sang Ibu, tapi di sisi lain ia takut penolakan itu kembali ia terima saat ia membawa sang anak pulang.

"Ran," panggil sang Kakak setelah sekian menit adiknya tidak bersuara.

"Iya mbak," jawab Rania.

"Kami dengerin mbak ngomong kan?" tanya Risa memastikan, "kalau kamu belum siap nggak usah pulang, mbak nggak maksa. Tapi kamu harus mikirin juga kesehatan Ibu, beliau ingin ketemu kamu. Mbak cuma nggak mau kamu menyesal setelah Ibu tiada nanti," jelas Risa.

"Iya mbak, aku ngerti. Nanti aku ngomong sama Revan dulu."

Apa yang harus Rania lakukan?

**Ai**

Dua hari setelah pembicaraan itu, Rania belum bisa mengambil keputusan karena Revan kecelakaan. Tidak begitu parah
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Benih Yang Kau Tanam   Permintaan maaf

    "Rania," ucap sang ibu lemah.Rania segera menghampiri sang ibu yang tengah berbaring di ranjang, tubuhnya nampak kurus, lingkar mata menghitam dan rambut memutih. Air mata Rania tidak bisa di bendung, selama empat belas tahun mereka tidak bertemu."Maafin Rania bu, selama ini Rania terlalu keras kepala untuk menemui ibu. Rania nggak berusaha meminta maaf pada ibu, maafkan Rania." Rania mencium kaki sang ibu.Ibu Rania juga ikut menangis, selama ini ia baru sadar kalau dia sudah menjadi ibu yang egois. Seharusnya ia memberi dukungan pada sang anak, bukannya malah menyalahkannya. Rania harus berjuang hidup seorang diri, belum lagi dia harus membesarkan anaknya.Seringkali rindu menghinggapi, tapi karena emosi itu masih melingkupi akhirnya ia hanya menelan sendiri kerinduan itu.Akhirnya sang ibu berani mengucap rindu pada anak keduanya itu kala Risa menceritakan semua pada sang ibu, perjuangan Rania, pengorbanannya untuk membuat orang lain bahagia dan kiriman uang dari Rania yang bisa

  • Benih Yang Kau Tanam   Suasana yang berbeda

    "Kayak Mama sama tante Rania pas baru ketemu waktu itu?" tanya Rima lagi."Iya, ya sudah kita ke belakang dulu siapin makan. Kasian nanti tante sama dek Revan lapar," ucap Risa lalu mengajak sang anak pergi dari kamar yang penuh haru itu."Revan sudah kelas berapa?" tanya ibu Rania pada sang cucu saat mereka sudah mengurai pelukan."Kelas tujuh nek, mau naik kelas delapan," jawab Revan. Senyum tidak hilang dari bibirnya, ia begitu bahagia bisa bertemu dengan sang nenek."Mau sekolah di sini?" "Nggak tau, Revan nurut kata Bunda aja," ucap Revan seraya menatap sang ibu."Nggak bisa bu, kerja Rania kan di sana. Kalau Rania pindah ke sini, kerjaan Rania gimana? Atau ibu aja yang mau ikut Rania tinggal di sana?" tanya Rania pada sang ibu."Ibu udah sakit-sakitan, nanti malah ngerepotin kamu," jelas sang ibu."Rania malah seneng kalau ibu mau tinggal sama Rania, ibu kan seneng masak," ujar Rania."Nanti kalau ibu sudah sembuh, ibu mau main ke sana. Ibu pengen lihat usaha kamu, katanya kamu

  • Benih Yang Kau Tanam   Kan kujaga

    Mereka sekarang tengah duduk di teras depan, sementara Revan dan Rima bermain handphone di halaman yang masih lumayan luas."Rania," sapa salah satu tetangga ibu Rania."Bu Salma, apa kabar?" "Baik. Ya ampun, ini bener Rania. Tambah cantik ya sekarang, kapan dateng?" ujar bu Salma antusias."Baru bu, ibu mau ke mana?" Dilihatnya bu Salma sudah membawa tas dan memakai baju rapi."Mau berangkat arisan, nanti ibu ke sini lagi ya.""Bunda."Belum sempat bu Salma pergi, Revan sudah mendekat pada sang ibu."Ini siapa Ran?" tanya bu Salma, ia memandang lekat wajah Revan."Anak saya bu," jawab Rania, ia lalu beralih pada Revan, "salim dulu nak."Bu Salma masih terpaku dengan wajah Revan, berbagai asumsi berkeliaran dalam otaknya. Ia sudah punya rencana untuk menyampaikan apa yang ia lihat pada ibu-ibu kampung, pasti berita ini akan menggemparkan kampungnya."Oh, iya. Ibu permisi dulu ya, takut telat." Bu Salma segera berlari menuju motornya."Bunda, charger di mana? Baterai Revan habis," uca

  • Benih Yang Kau Tanam   Dilabrak

    Siang ini mereka makan bersama, suami dan anak Risa juga ikut berkumpul. Keluarga besar Roni sudah bisa menerima kehadiran Rania, entah apa yang Roni dan Risa katakan pada mereka.Makan siang yang begitu meriah, gelak tawa memenuhi ruang makan kecil itu. Ibu Rania juga terlihat lebih baik dari sebelumnya, lebih banyak senyum yang menghias bibirnya."Makan yang banyak Ki, biar cepet tinggi kayak Revan," ucap Roni pada sang anak."Iya, Riki mau kayak dek Revan. Biar nanti bisa jadi polisi. Riki mau punya tembak sama motor gede," ujar Riki menanggapi ucapan ayahnya."Kalau Revan mau jadi apa?" tanya Roni pada keponakannya."Mau jadi pilot, mau bawa Bunda keliling dunia," jawab Revan antusias."Kalau Rima?""Mau jadi dokter, biar bisa obatin Kak Riki sama dek Revan kalau sakit," ujar anak perempuan berusia sembilan tahun itu."Wah, hebat semua ya cucu nenek. Semoga cita-cita kalian terwujud semua," doa Risa untuk cita-cita anak-anak."Amin," ucap semua serempak."Budhe, di depan ada tamu,

  • Benih Yang Kau Tanam   Kejujuran

    "Saat itu saya tidak tau kalau dia punya pacar," ucap Rania."Jangan bohong kamu! Bagaimana bisa kamu nggak tau kalau Andra punya pacar, sementara kami sudah berpacaran dua tahun?"Sania mulai meninggikan suaranya. Kehidupan rumah tangganya sedang tidak baik, ditambah dengan kehadiran Rania dan anak mereka yang begitu tampan dan sempurna. Hal itu membuat Sania semakin murka."Apakah Anda datang ke sini untuk menyalahkan saya atau mendapat jawaban saya?" tanya Rania.Sania duduk kembali, ia ingin mengetahui fakta yang terjadi, karena jika ia bertanya pada adik ipar dan suaminya ia yakin tidak akan mendapat jawaban yang benar."Baiklah. Aku harap kamu tidak berbohong.""Saya berusaha menceritakan kejadian sebenarnya, tapi semua itu tergantung Anda percaya atau tidak pada ucapan saya?" ucap Rania.Sania menghela nafas berat, ia hanya mengangguk untuk mendengarkan cerita Rania."Saat itu Sinta yang meminta saya untuk menjalin hubungan dengan Kakaknya, saya yang sudah bersahabat cukup lama

  • Benih Yang Kau Tanam   7 kembaran

    "Liburannya tinggal tiga hari, kita pulang kapan?" tanya Revan pada sang ibu.Rania dan Revan sedang menikmati pemandangan persawahan di belakang rumah ibu Rania, sudah begitu lama Rania tidak melihat tempat ini. Sudah banyak sawah yang berganti menjadi bangunan, hanya beberapa petak sawah yang bertahan termasuk satu petak milik almarhum ayah Rania."Sabtu pagi. Tadi bu guru juga sudah ngingetin di grup," jelas Rania.Mereka sudah berada di kampung selama satu minggu, semua berjalan dengan baik. Sudah tidak ada gangguan dari keluarga Andra."Kalau mau ajak nenek tinggal sama kita, boleh?""Nenek belum bisa, nanti nunggu sembuh dulu. Kalau liburan panjang pasti Bunda ajak Revan ke sini lagi, Revan betah di sini?" tanya Rania saat anaknya masih asyik bermain lumpur. Mereka hanya berdua, karena keluarga Risa sedang ke rumah orang tua Roni. Sementara sang ibu sedang beristirahat setelah meminum obat. Waktu sudah menunjukkan pukul dua siang, tapi berada di pinggiran sawah yang ditumbuhi p

  • Benih Yang Kau Tanam   Benar-benar mirip

    Setelah puas menikmati hamparan sawah dan memetik buah jambu, mereka memutuskan kembali ke rumah.Suasana masih sepi, Risa masih belum pulang sementara sang ibu masih tertidur pulas."Bun, beli makanan atau minuman apa gitu yuk. Pengen jalan-jalan naik motor, aku boncengin," ucap Revan setelah selesai bersih-bersih."Mau ke mana emang?" Rania masih asyik menikmati jambu air yang baru di petik Revan. Beruntung puhonnya pendek, jadi Revan bisa mengambil buahnya."Ke mana aja, yang penting jalan-jalan. Lihat sekolah Bunda dulu, atau beli makanan yang Bunda suka. Sambil nostalgia gitu Bun," rayu Revan. Kerena selama di sini mereka belum pernah jalan berdua, Revan juga ingin tahu cerita sang Bunda di masa lalu."Boleh, Bunda ganti baju dulu," ucap Rania.Revan mengangguk lalu memilih mengeluarkan sepeda motor Roni.Saat tengah asyik memanasi motor, datang dua orang tetangga yang belum dikenali oleh Revan."Anaknya Rania ya?" tanya salah satu dari mereka."Iya pak," jawab Revan."Ternyata b

  • Benih Yang Kau Tanam   Dia?

    "Mau banget, udah laper juga. Pokoknya hari ini hari nostalgia jaman muda Bunda, jadi Revan nurut aja," jawab Revan.Revan juga begitu antusias bisa mendengar keceriaan sang Bunda, ia merasa wajah Bundanya berubah menjadi begitu ceria."Depan itu loh Van sekolahnya, sebelahnya ada tulisan bakso itu. Kita makan di sana ya, dulu Bunda suka dijajanin sama temen di sana," ujar Rania antusias.Selama perjalanan mengelilingi kenangan Rania, ia memang tidak berhenti bercerita dan tersenyum."Bunda dulu bandel nggak sih?" tanya Revan saat mereka menunggu pesanan bakso."Enggak lah, Bunda dulu sekolah ya sekolah. Jarang main ke mana-mana, almarhum kakek orangnya tegas. Pulang sekolah nggak boleh keluyuran, nggak kayak kamu sekarang," jelas Rania."Aku juga nggak bandel loh Bun, pulang telat juga karena ada les atau palingan nonton sama temen-temen. Nggak yang nakal gitu," bela Revan.Meski anak lelaki tapi Revan memang tergolong anak rumahan, terbiasa hidup hanya dengan ibunya membuat Revan me

Latest chapter

  • Benih Yang Kau Tanam   Anak Kembar mengakhiri cerita

    "Lain kali jangan makan sambal terlalu banyak ya, kasihan kalau ibu hamil sakit perut, rasanya pasti tidak nyaman," ucap dokter yang menangani Rania.Memang kemarin Rania memakan rujak buah, sambalnya sangat pedas karena memakai cabai lima. Rania begitu menikmati makanannya hingga ia menghabiskan semua sendiri, hingga akhirnya ia sakit perut.Rania mengangguk, hal ini cukup membuatnya malu karena mengira akan melahirkan.Setelah mendapat resep vitamin, Rania dan Damar pamit pada dokter tersebut."Aku tadi ngiranya kamu bener-bener mau lahiran," ucap Damar saat mereka sudah masuk mobil."Aku juga gitu, kirain si adik mau lahir sebelum waktunya. Perut mules, pinggang sakit, udah kayak mau lahiran Revan dulu," jelas Rania."Lain kali jangan gitu lagi, kasian adek kalau diajakin makan pedes mulu." Rania hanya tersenyum mendengar nasihat suaminya, karena ia tahu kalau kali ini ia memang membuat kesalahan.Hari ini Damar memilih memasak sendiri untuk makan siang mereka, ikan goreng dan osen

  • Benih Yang Kau Tanam   Terlalu awal

    Semakin hari nafsu makan Rania semakin meningkat, selama dua bulan saja berat badannya sudah naik enam kilo, perutnya sudah semakin membuncit seperti hamil tujuh bulan, padahal kehamilannya baru memasuki bulan ke empat."Nanti mau dibawain apa?" tanya Damar saat akan berangkat bekerja."Mau roti bakar rasa coklat," jawab Rania. Saat ini ia masih sibuk merajut, baru satu bulan yang lalu Rania memutuskan untuk belajar merajut."Mau bikin apalagi?" Damar mendekat pada istrinya yang masih sibuk sendiri."Bikin topi, baru dapet satu. Besok mau bikin sepatu," jawab Rania. Ini adalah dunia baru dan Rania sangat menikmatinya. Rania sangat bersungguh-sungguh untuk belajar merajut."Kok warnanya merah sama merah muda, kalau anaknya cowok gimana?""Ya nanti aku bikin warna biru, jadi kalau anaknya cowok masih bisa dipakek," jawab Rania tanpa menoleh pada Damar."Iya deh. Kalau gitu mas berangkat dulu, ya." Saat Damar berpamitan, Rania baru merespon dengan menerima uluran tangan dari suaminya lal

  • Benih Yang Kau Tanam   Adik?

    "Selamat ya, Bu, usia kehamilan Ibu sudah masuk enam tujuh minggu," ucap seorang dokter kandungan pada Rania.Hari ini Rania menuruti ucapan Yati, ia memang merasa ada sesuatu yang mengganjal pada perutnya. Sebelum ini Rania mengira itu hanya karena buang air besarnya yang selama ini kurang lancar, ternyata ada janin dalam rahimnya yang saat ini sedang bertumbuh."Terimakasih, dok," ucap Rania terbata, ia masih belum percaya pada kenyataan yang ia alami."Mulai sekarang asupan makanan harus di jaga, jangan banyak pikiran dan hindari pekerjaan yang berat. Di trimester awal biasanya akan mengalami mual dan tidak berselera makan, itu hal yang biasa, jadi Ibu tidak perlu khawatir," jelas dokter itu pada Rania."Tapi saya tidak mengalami mual-mual atau tidak nafsu makan, justru saya sangat suka makan. Apa itu wajar, dok?" tanya Rania."Kalau begitu Ibu harus bersyukur, tidak banyak calon Ibu yang tidak mengalami gejala muntah dan mual pada trimester pertama, tapi itu tetap termasuk hal yan

  • Benih Yang Kau Tanam   Tanda-tanda

    "Kamu beneran mau makan ini?" tanya Damar pada Rania.Rania saat ini sedang menyantap nasi goreng petai dengan lahap, ia sama sekali tidak terganggu dengan bau menyengat dan rasa getir pada petai itu.Revan dan Damar hanya saling pandang, mereka heran dengan tingkah Rania. Biasanya dia akan sangat marah hanya dengan mencium aroma petai, tapi sekarang Rania justru sangat menikmati seakan petai adalah makanan ternikmat di dunia."Enak, Bun?" tanya Revan."Enak banget, Bunda mau nambah petenya aja bisa nggak ya?" "Bisa, mau Revan pesenin?" Revan sangat antusias karena selama ini dia begitu menyukai makanan itu tapi Ibunya selalu melarang tiap kali dia ingin memakannya.Rania segera mengangguk, ia juga tidak tahu mengapa begitu menikmati makanan yang biasanya sangat ia benci. Yang Rania rasakan saat ini makanan itu adalah makanan ternikmat dari banyaknya makanan yang sudah ia makan.Setelah selesai makan, mereka memilih untuk pulang. Rania sudah mengeluh kalau kakinya terasa pegal, Reva

  • Benih Yang Kau Tanam   Jeruji besi

    Dua minggu setelah kejadian kebakaran di toko Rania, fakta baru terungkap. Polisi akhirnya menetapkan Mely sebagai tersangka bersama dua orang temannya.Teman Mely adalah orang yang pernah dipecat oleh Damar karena kasus korupsi di kantornya, latar belakang sakit hati membuatnya mendukung Mely untuk melenyapkan istri Damar.Mely terancam hukuman seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun penjara seperti yang tertuang dalam pasal 340 KUHP karena tuduhan berencana merampas nyawa orang lain."Kamu yakin mau ketemu sama dia?" tanya Damar pada Rania.Hari ini rencananya Rania akan menemui Mely bersama Tania, Tania yang mengatakan pada Rania kalau Mely ingin bertemu dengannya."Iya, lagian nanti di sana ada Tania juga," jawab Rania.Damar hanya bisa mengizinkan istrinya.Rania berangkat bersama Tania yang menjemputnya di rumah."Mbak, maafin Mely ya, aku sebagai sahabat merasa ikut bersalah karena kenekatan Mely. Aku nggak nyangka kalau dia bisa berbuat sejauh itu,

  • Benih Yang Kau Tanam   Balasan

    "Bunda!" Revan segera berlari mendekat pada Ibunya dan seseorang yang tidak ia kenal, dengan sekuat tenaga Revan mendorong tubuh Mely hingga Mely terhuyung ke samping."Bunda nggak apa-apa?" tanya Revan saat membantu Ibunya berdiri.Rania segera memeluk anaknya, sekuat apapun Rania, jika yang dihadapi membawa senjata sementara dirinya hanya dengan tangan kosong, apa yang bisa Rania lakukan selain minta tolong dan pasrah?"Alhamdulillah, Bunda nggak apa-apa sayang. Makasih banyak karena Revan datang tepat waktu," ucap Rania.Mely mencoba untuk berdiri, ia masih berusaha mencari pisau yang terpental jauh darinya. Benturan yang cukup keras membuat kaki Mely terkilir, dengan susah payah dia menyeimbangkan tubuhnya."Siapa kamu? Kenapa ikut campur urusan orang lain? Anak kecil, lebih baik pergi sana!" bentak Mely pada Revan. Ia masih menyeimbangkan tubuhnya dengan berpegangan pada tiang teras rumah Rania."Anda yang siapa? Bagaimana bisa anda berbuat kejahatan di rumah orang lain!" bentak

  • Benih Yang Kau Tanam   kelicikan Mely

    "Aku tuh nggak ngerti maksud mas apa, tolong jangan mencari alasan untuk menutupi hubungan kalian berdua. Kalau emang mas ada hubungan sama dia, aku harap mas mau jujur," ucap Rania, ia mulai terbawa emosi karena penjelasan suaminya yang bertele-tele."Aku mau jelasin, tapi kamu jangan marah dulu. Kamu dengerin semua penjelasan aku sampai selesai," jawab Damar.Rania mengangguk, ia memang ingin segera tahu kenyataan yang sebenarnya."Sebelum aku jelasin, aku mau tanya dulu dari mana kamu tau kalau aku ketemu sama Mely?" tanya Damar.Rania tidak menjawab, ia segera meraih ponselnya, lalu ia menunjukkan dua buah foto yang dikirim Linda pada Damar."Linda yang ngirim ini?"Rania mengangguk."Sejujurnya untuk foto yang pertama ini, aku sama sekali nggak tau kalau Mely ada di belakangku," ucap Damar menunjuk foto pertama yang ditunjukkan Rania."Saat itu aku sedang membahas progres pembangunan hotel dengan pak Yogi, saat itupun Mely tidak mendekatiku atau menyapaku sama sekali. Andai aku n

  • Benih Yang Kau Tanam   Duduk berdua

    [Lin, kamu kenal sama wanita yang ada di belakang suamiku itu?] tanya Rania melalui pesan pada Linda.Panggilan masuk dari Linda, Rania segera meraihnya dan menggeser tombol hijau di layar ponselnya."Assalamualaikum," sapa Linda dari seberang."Waalaikumsalam," jawab Rania."Yang mana sih, mbak? Linda nggak ngerti yang mbak maksud," tanya Linda menanggapi pesan dari Rania."Yang pakai baju biru, duduk di belakangnya mas Damar. Kamu tau nggak dia siapa?" "Oh, yang itu. Nggak kenal aku mbak. Sepertinya pak Damar sama Bapak juga nggak kenal, emang mbak kenal sama dia?""Kok kayak temen mbak sama mas Damar, kamu nggak liat mereka saling sapa?" tanya Rania, ia masih berusaha mencari informasi tentang Mely dan suaminya."Sejauh ini sih enggak mbak, tapi emang dari tadi mbaknya merhatiin pak Damar terus. Temen deket atau gimana mbak?" tanya Linda, ia jadi lebih memperhatikan wanita di belakang rekan bisnis sekaligus suami dari kenalannya itu."Temen lama, udah lama nggak ketemu. Apa mungki

  • Benih Yang Kau Tanam   Apa mereka membuat janji?

    "Mas mau liat proyek pembangunan hotel, mungkin dua sampai tiga hari. Mau ikut nggak?" tanya Damar saat mereka sudah berbaring di ranjang."Nggak bisa, mas. Kasian Revan kalau ditinggal, tiga hari nggak lama. Lagian mas kan di sana kerja, nanti kalau aku ikut malah ganggu mas kerja. Aku ke toko aja, bantuin anak-anak. Aku kuat kok kalau cuma pisah tiga hari," jelas Rania."Sebenarnya aku yang nggak bisa pisah lama-lama sama kamu," ucap Damar, ia lalu mencubit hidung sang istri."Gombal banget," jawab Rania. Ia mencubit pinggang sang suami."Aduh, sakit sayang. Jangan nyubit di situ, nanti ada yang bangun," ucap Damar menggoda sang istri."Ih, dasar mesum. Udah sana, cepet tidur, besok kesiangan loh," peringatan Rania untuk suaminya.Damar mendekap tubuh mungil sang istri, ia lalu mengecup pipi istrinya. "Mau minta bekal dulu, biar tenang saat jauh dari kamu.""Apaan? Uang mas habis? Aku nggak pegang uang, mas. Mau bawa ATMku?" tanya Rania."Bukan itu, bekal yang lain. Kok malah ngomon

DMCA.com Protection Status