Share

Bab 64. Pantun

Penulis: Syatizha
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-06 14:08:23

Namira meminta maaf, berjongkok di bawah kedua kaki suaminya. Kedua tangan meraih telapak tangan Daniel. Tiba-tiba rasa penyesalan muncul dalam hati Namira. Ia menyesal karena telah menuduh Daniel dan Bianca melupakan Dania padahal Namira belum mendengar cerita yang sesungguhnya.

Daniel mengulas senyum tipis, memegang kedua bahu istrinya agar kembali duduk di kursi. Sekarang Namira menolak duduk di kursi, memilih duduk di atas pangkvan suaminya.

Daniel kembali tersenyum manis, menyelipkan anak rambut Namira ke telinga.

"Aku minta maaf, Mas Ayang ... aku ...."

"Enggak apa-apa, Sayang. Wajar saja kalau kamu berpikir demikian. Aku memang punya satu adik kandung, namanya Dania Bragastara. Tapi, sekarang dia sudah meninggal."

Namira tak ingin menanyakan penyebab kemati4an Dania. Tidak ingin suaminya bersedih lagi.

"Aku doakan, semoga Dania diberi tempat yang indah oleh Allah SWT. Aamiin," ucap Namira tulus sambil memeluk tubuh suaminya.

"Aamiin."

Namira melepaskan pelukan, menatap sua
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 65A. Berulang Kali

    Sore hari, Evan sudah diperbolehkan pulang oleh dokter yang merawatnya. Sekarang Evan sudah tiba di rumahnya. Bianca ikut serta mengantar Evan pulang. "Om Yuda belum pulang, Tante?" tanya Bianca ketika ia tidak menemukan Yuda di rumah. Bianca bertanya di ruang keluarga rumah Evan. "Belum, Nak. Tadi sempat telepon Tante, katanya pulang malam."Bianca manggut-manggut mendengar jawaban Gita. "Kalau begitu, aku pamit pulang dulu, udah sore. Takut nanti papah marah," kata Bianca melirik arloji di pergelangan. "Oh begitu. Sebentar dulu, Tante mau panggilin Evan."Gita beranjak ke kamar anak semata wayangnya. Bianca menghela napas panjang, mengeluarkan handphone yang ada di dalam tas. Ternyata ada pesan dari Namira. "Bian, kamu jangan pulang malam-malam. Nanti Papahmu marah."Bianca mengulas senyum tipis, langsung membalas pesan singkat Namira. "Oke, Mamih. Sekarang aku mau pulang."Setelahnya, Bianca memasukkan ponsel kembali ke dalam tas. "Kamu mau pulang, Bi?" tanya Evan yang berja

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 65B. Berulang Kali

    Namira berjingkat ke dapur, mengambil wadah untuk makan bakso.Mereka menyantap bakso dengan lahap. Namira dan Bianca merasa aneh pada Daniel. Tidak biasanya dia mau makan bakso apalagi sampai lahap begitu. Namira hanya makan dua butir bakso kecil, sisanya dimakan Daniel semua. Saat Namira dan Bianca tercengang melihat Daniel begitu lahap makan bakso, Daniel bertanya, "Bian, baksomu gak dimakan? Kalau gak dimakan, buat Papah aja. Sini!""Hah?" Bianca dan Namira bengong bersamaan. Mereka membiarkan Daniel menghabiskan sisa bakso Bianca yang baru dimakan satu butir. "Mas Ayang, Mas Ayang kenapa? Banyak amat makan baksonya?" tanya Namira heran. Bianca menganggukkan kepala. Setuju akan pertanyaan ibu sambungnya. "Enak, bikin seger," jawab Daniel sambil menyeruput kuah bakso hingga habis.Anak dan ibu sambung itu saling menoleh, tersenyum miring. Lalu, Namira mengajak Bianca ke dapur. Ia penasaran, kenapa suaminya jadi berubah? Jadi suka makan."Bi, Papahmu kenapa? Kok dia makannya jadi

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 66. Ngidam

    "Bukan begitu, Mas Ayang ... tapi ini gak biasa lho." Namira masih heran dengan perubahan sikap Daniel.Bianca pindah tempat duduk. Duduk di dekat Namira. "Mih, tadi kata Bibi. Kemungkinan besar papah lagi ngidam," bisik Bianca tepat di depan telinga ibu sambungnya. "Eh, yang hamilnya kan aku, Bi. Bukan papahmu. Kenapa jadi dia yang ngidam?" sanggah Namira belum mengerti. Daniel telah menghabiskan semangkuk bakso, meminum segelas air mineral. "Benar, Sayang. Tadi Bibi bilang, kemungkian aku lagi ngidam. Kamu yang hamil, aku yang ngidam. Begitu ya, Bian?" Daniel meminta dukungan pada anak gadisnya. Bianca menganggukkan kepala berulang kali. Namira semakin bingung. Dia memang sering mendengar kalau wanita hamil suka ngidam. Tapi memang, selama hamil, Namira tidak menginginkan apa-apa atau tidak ngidam. Justru seperti biasa-biasa saja apalagi dia sudah diberi obat pereda mual. "Emang ada yang kayak gitu?" Tampaknya Namira masih tidak percaya. Dia memandang Daniel dan sahabatnya berg

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 67A. Teka-Teki

    "Lebih baik kita ketemu langsung di salah satu cafe. Gimana? Kamu setuju? Nanti aku kirim alamat cafe-nya," jawab Mutiara pada mantan istri Daniel. Tanpa keraguan lagi, Hesti langsung menyanggupi karena dia memang sangat membutuhkan uang. "Oke. Kamu kirim aja alamat cafe-nya.""Iya."Sambungan telepon terputus. Hesti tersenyum sumringah membayangkan sejumlah uang yang akan ia memiliki. Wanita itu tidak memikirkan syarat yang akan diajukan Mutiara padanya. Notifikasi pesan terdengar. Bibir Hesti menyunggingkan senyum melihat alamat cafe yang dikirim Mutiara. Tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya sehingga ia dapat irit ongkos. Kendaraan roda empat milik Hesti dipakai Ferry sampai sekarang belum juga dikembalikan. Ada perasaan cemas yang menghinggapi hati Hesti, ia cemas kalau mobil yang menjadi harta satu-satunya dibawa kabur Ferry atau dijual.Mutiara sudah tidak pusing lagi mencari orang yang akan dia manfaatkan untuk menghancurkan keluarga Daniel. Setelah Namira meningg4l, Muti

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 67B. Teka-Teki

    Hesti mencebik, Mutiara terlalu bertele-tele. "Apa syaratnya? dari tadi aku tanya apa syaratnya?" Sorot mata Hesti begitu tajam. Sejujurnya, nyali mutiara menciut melihat kemarahan yang disampaikan mantan istri Daniel"Syaratnya, kamu harus ... hm ... harus mengh4ncurkan rumah tangga Daniel. Aku ingin kamu berpura-pura tidvr dengan Daniel, nanti aku akan memfoto dan merekam lalu ... aku akan memberikan pada istrinya yang sekarang, Namira Rashid. Tapi ...."Bibir Hesti yang semula mengembang tiba-tiba meredup mendengar kata tapi. Kening Hesti mengkerut. "Tapi apa?""Kalau rumah tangga Daniel dan Namira hancur, kamu enggak boleh kembali lagi ke dia. Aku yang akan pura-pura prihatin pada nasib rumah tangga mereka dan aku yang akan menggantikan posisi Namira, menjadi istri Daniel Bragastara."***Berbeda dengan kedua wanita berusia hampir setengah abad itu, Namira dan Daniel hari ini hendak ke makam kedua orang tuanya sekaligus hendak ke makam adik kandung Daniel. Sepanjang ke makam, t

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 68. Kisah Masa Lalu

    Ferry terkejut mendapat tamp4ran dari wanita yang telah melahirkan Bianca. Pria itu melirik ke sekitar, orang-orang yang ada di halte memerhatikan. Ferry salah tingkah. "Kemana aja kamu, heuh? Kemana, Ferry?"Ferry tak menjawab, langsung menarik lengan Hesti masuk ke dalam mobilnya. Tanpa banyak kata, Ferry langsung melajukan kendaraan. Napas Hesti naik turun. Ia hampir saja naik angkutan umum yang katanya bau badan penumpang lain. Tidak dapat dibayangkan jika Hesti naik bus. Pasti dia akan mual. "Aku minta maaf, Tante. Ibuku sakit. Sekarang lagi dirawat." Ferry memecah keheningan. Meski Hesti sekarang jatuh miskin, tapi Ferry tetap merasa kasihan pada wanita itu. "Terus kenapa nomor hapemu gak aktif-aktif?" tanya Hesti nyolot. Kedua matanya memerah, menahan amarah yang meluap. "Aku ganti nomor, Tan. Maaf, aku ... aku gak sempat kasih tau, Tante."Hati Hesti agak lega mendengar penjelasan suami sirrinya. Dia pikir, Ferry pergi meninggalkannya setelah ia tak punya banyak uang. "T

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 69A. Puas

    "Mas Ayang mau cari kemana anaknya Dania? Emang ada ciri-cirinya?" tanya Namira bingung mendengar niat Daniel mencari buah hati Dania dan Yuda. "Seingatku anak Dania punya tanda lahir di telapak tangan sebesar ini." Daniel menggambar bulatan di tengah telapak tangan kirinya. Menunjukkan pada wanita yang amat dicintai. Namira menghela napas berat, "Kalau cuma tanda lahir mah banyak, Mas Ayang. Banyak orang yang punya tanda lahir di situ," timpal Namira terdengar putus asa. Pikir Namira, di dunia banyak orang yang memiliki tanda lahir seperti yang digambarkan Daniel. Seperti mencari jarum di tengah jerami. Tetapi, Namira tidak mau menunjukkan rasa pesimisnya di hadapan Daniel. "Dulu Dania pernah bilang, orang yang punya tanda lahir di situ enggak banyak," jelas Daniel ditanggapi anggukkan kepala istrinya. Namira menarik napas panjang, menatap Daniel penuh cinta. "Terus, Mas Ayang mau cari kemana dulu?" tanya Namira penasaran. Daniel berpikir sejenak, ia mengingat kembali kejadian y

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 69B. Puas

    Tiba di kampus, Evan membukakan pintu mobil untuk Bianca. Gadis itu tentu saja tersanjung akan perlakuan manis seorang Evan."Terima kasih. Kamu mau pulang dulu atau mau menunggu di sini?" Mereka kini sedang berada di area parkir khusus mobil. "Aku nunguin kamu di kantin aja.""Mending kamu pulang dulu, istirahat. Nanti aku pulang minta dijemput supir rumah aja."Evan memegang kedua bahu Bianca. "Selama aku mampu, aku masih bisa kuat, aku yang akan mengantarmu kemana aja. Sekarang kamu ke kelas, aku nungguin di kantin."Bibir Bianca mengembangkan senyum. Menganggukkan kepala. Tidak menyuruh Evan pulang lebih dulu lagi. Membiarkan anak Yuda dan Gita itu menunggunya di kantin.Evan sudah tidak sabar ingin menelepon Gita. Ia ingin menanyakan tentang yang didengar Bianca saat Gita sedang menerima telepon. Tapi, sebelumnya Evan menghubungi asisten rumah tangganya di rumah. "Hallo, Bi. Ini saya Evan," ucap Evan masuk ke dalam mobil. Sebelum ke kantin, Evan ingin menanyakan keberadaan mam

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08

Bab terbaru

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 357. Kasih Pinjaman

    "Lima juta kamu bilang cuma?" tanya Hanif setengah tidak percaya adiknya berbicara demikian. Selama ini Hanif tipikal orang yang berhemat. "Iyalah, Mas. Uang Mas Hanif lebih dari segitu. Apalah arti uang lima juta buat Mas Hanif dan Mbak Friska," ucap Hanifa tanpa beban. Hanif menghela napas berat, memijat pelipis. Hanifa tidak tahu saja kalau dirinya tidak punya tabungan bahkan ketika mendaftarkan proses perceraian harus mencuri uang Friska dari dalam brankas. "Aku enggak ada uang." Hanif berbicara datar. Mendengar jawaban kakaknya, Hanifa mendengus kesal. Ternyata benar kata ibu Ros kalau Hanif orangnya pelit. "Mas Hanif aku mohon. Suamiku belum gajian. Nanti uangnya aku ganti kok kalau mas Tedi udah gajian. Aku mohon, Mas ...." Hanifa tak mungkin menyerah. Malam ini juga dia harus mendapatkan uang untuk anak-anak besok. Meski dirinya tak ada uang, tetapi Hanif tak tega mendengar adiknya memohon seperti itu. Selama ini, Hanifa maupun Haifa tidak pernah meminta uang padanya. Tanp

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 356. Lima Juta

    Di mata Rangga, Haifa wanita bodoh dan mudah dibohongi. Bukan satu dua kali Rangga ketahuan selingkuh tetapi dengan mulut manisnya, Rangga dapat meyakinkan Haifa jika dirinya tidak akan mengulangi bahkan Rangga sering berjanji akan membuat rumah tangganya jauh lebih baik dan memiliki perekonomian yang mencukupi. "Ya udah, Mas. Sekarang kamu mandi. Kamu tadi beli nasi kan?""Beli dong. Aku tadi beli pecel lele. Lelenya dibagi dua aja ya sama anak kita. Kamu jangan makan banyak kalau malam. Aku enggak mau kalau kamu sampe gendut," ujar Rangga mengedipkan sebelah mata. Sontak, Haifa tersipu malu, menganggukkan kepala, mengiyakan kemodusan suaminya. Di kamar lain, Hanifa pun sedang berbincang dengan sang suami, Tedi namanya. "Jadi Mamamu udah tau sertifikatnya kita gadai ke Bank?" tanya Tedi, usai Hanifa bercerita tentang kejadian tadi siang. Hanifa tampak santai. Sebatang rokok terselip di antara ruas jarinya. "Iya. Dia baru sadar, hehehe ...."Hanifa mengembuskan asap rokok ke wajah

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 355. Dibodohi

    "Biasa aja kali, Ma. Enggak usah kaget gitu," kata Hanifa santai. Mereka berdua tidak merasa bersalah sedikit pun. Aneh juga, kenapa Hanifa dan Haifa bisa membawa sertifikat itu ke Bank tanpa sepengetahuan ibu Ros?"Kamu bilang enggak usah kaget??" desis ibu Ros berusaha menahan emosi. Biar bagaimana pun ia tak mau cucu-cucunya mendengar keributan ini. "Udah deh, Ma. Lagipula semuanya udah ada di Bank. Mau gimana lagi? Ya kami bisa saja menebusnya tapi Mama punya enggak uang buat nebusnya?"Tanpa rasa bersalah dan rasa penyesalan, Haifa bertanya demikian. Hanifa yang mendengar ucapan sang adik, menyunggingkan senyum mengejek. "Kurang ajar! Kalian anak kurang ajar! Uangnya kalian pake buat apa? Semua keperluan dan kebutuhan rumah ini kan pake uang Mama. Bahkan kalian juga sering minta uang ke Mama. Terus, uang pinjaman dari Bank itu digunakan buat apa? Buat apaaaa?" Sangat kesal ibu Ros berkata. Wajahnya memerah karena emosi yang sudah menguasai diri. Hanifa dan Haifa terdiam sesa

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 354. Di Bank

    Kedua mata ibu Ros membeliak dibentak anak keduanya yakni Hanifa. Sorot mata Hanifa yang tajam dibalas serupa oleh wanita yang telah melahirkannya. "Durhaka kamu, Nifa!" balas ibu Ros tak kalah tinggi intonasi suaranya. "Berani sekali kamu ngebentak Mama? Marahin Mama! Kamu pikir ini rumah siapa, heuh? Ini rumah Mama!" tandas ibu Ros yang tak mau terlihat lemah di depan Hanifa. Anak kandungnya mencebik, melipat kedua tangan di depan dada. "Nanti juga akan menjadi milikku dan Haifa kalau Mama udah mati," timpal Hanifa tersenyum miring. "Apa kamu bilang?" Lagi, emosi ibu Ros semakin meluap. "Kamu bilang aku mati?" ulang ibu Ros, meyakinkan yang didengarnya. "Ini apaan sih? Siang-siang malah ribut?"Tiba-tiba dari arah belakang Hanifa, terdengar suara adiknya yang baru keluar dari kamar sambil menguap. Menghampiri mereka. "Mama nih, siang begini malah nangis sambil teriak. Kan berisik," jawab Hanifa memutar bola mata malas. "Ck, kebiasaan nih Mama. Udahlah, jangan diladenin. Harap

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 353. Berisik

    Sepanjang jalan pulang, Axel cemberut. Kesal pada adiknya dan Arfan. Bisa-bisanya mereka menguping pembicaraan Axel di depan pusara Daniel dan Namira. Alea sekarang satu mobil dengan Axel. Sedangkan Arfan, pulang sendirian padahal lelaki itu berharap bisa mengantar Alea pulang sampai rumah supaya lebih lama bersama. "Kak?" panggil Alea, menatap Axel dari samping. Namun, Axel bergeming. "Kak Axel?" Alea mengulang pertanyaan karena wajah Axel masih masam. "Kak Axeeeell!" teriak Alea tepat di depan telinga kakaknya. Axel langsung menancap rem mendadak. "Astaghfirullah, Lea!" pekik Axel melotot. Lalu menoleh ke belakang, khawatir ada mobil di belakang yang dekat dengan mobilnya. "Kamu udah gila, Lea! Teriak di depan telinga. Kalau kita kecelakaan gimana?" semprot Axel kesal, melajukan kembali kendaraannya. "Ya habisnya ditanya dieeeemm ... aja. Cemberuuutt aja. Kayak cewek lagi dateng bulan. Kalau ditanya jawab napa!"Bukannya minta maaf, Alea justru memarahi Axel. "Mau tanya apa em

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 352. Ngintip

    Di depan pusara kedua orang tua kandung, Axel menumpahkan kesedihan dan masalah yang tengah dihadapi. Sebelumnya ia membaca Quran Surat Yasin dan memanjatkan doa-doa untuk Daniel dan Namira. Alea mencegah pergerakan Arfan. Ia menggelengkan kepala, memberi isyarat pada Arfan agar tidak mendekati kakaknya. Alea mengajak Arfan duduk agak jauh dari Axlel. Ia ingin memerhatikan kakaknya. Bukan Alea tak mau mendoakan, hanya ingin tahu apa yang akan diungkapkan Axel. Benar saja, selesai berdoa, tangisan Axel pecah. Pun Alea. Gadis itu menahan dalam diam. Membekap mulut agar suara tangisannya tak terdengar Axel. Arfan tak tega, ingin merengkuh pundak Alea tetapi tak ada keberanian. Ia cukup tahu batasan. Arfan hanya mengusap pelan Alea agar tetap tenang. "Kenapa mama dan papa pergi begitu cepat? Apa mama dan papa enggak sayang kami? Apa aku dan Alea anak yang enggak kalian inginkan? Kenapa kalian enggak bertahan hidup demi kami? Paling tidak, salah satu dari kalian harus hidup. Kenapa kali

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 351. Tak Dipedulikan

    Siang hari, tubuh ibu Ros menggigil. Sejak tadi pagi, badannya tak enak. Mulutnya pun pahit. Di dalam kamar, ibu Ros meringkuk. Belum ada makanan yang masuk ke dalam perut padahal ia sangat kelaparan. Kedua mata memanas, hidung pilek bersin-bersin, mungkin karena ibu Ros terlalu sering menangis. Tubuh ringkih itu menyibak selimut. Memegang perut yang terasa lapar. Kemudian, dengan langkah tertatih, ia berjalan ke arah pintu, membuka pintu kamar. Kepalanya melongok ke kanan dan ke kiri. Sepi. "Kemana Hanifa dan Haifa? Apa mereka lagi tidur?" gumam ibu Ros, keluar dari kamar, lalu berjalan pelahan melewati ruangan demi ruangan. Sampai di dapur, ibu Ros tak mendapati kedua anak perempuannya. Kemana mereka? lagi pertanyaan ibu Ros tak ada jawaban. Wanita tua itu berjalan ke ruang meja makan. Membuka tudung saja, tidak ada lauk pauk. Kemudian berjalan ke rice cooker, tidak ada nasi. "Apa mereka enggak masak nasi?" Ibu Ros kembali bertanya pelan. Pandangannya beralih pada tempat penyim

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 350. Pertanyaan Teralihkan

    Jam pulang sekolah tiba. Alea menyambangi kelas kakaknya. Ia menunggu di depan. Arfan yang melihat Alea dari kejauhan menghampiri. "Lagi nungguin Axel?" tanya Arfan saat berdiri di samping Alea. "Iya. Lama banget tuh orang keluarnya. Emang ngeselin! Kamu sendiri belum pulang? Ada rapat?" Alea bertanya balik. "Enggak ada rapat. Kalau lama, Kenapa kamu enggak masuk ke dalam kelasnya?" Arfan bertanya lagi. Mengalihkan ke topik awal. "Males," jawab Alea singkat. "Kalau aku masuk kelas kak Axel, suka jadi pusat perhatian teman-temannya," jawab Alea cemberut. Mengingat kembali waktu ia pernah masuk ke dalam kelas Axel. Ada beberapa teman sekelas Axel yang cowok, minta kenalan. Atau enggak, teman-teman kelas Axel yang cewek, menatap Alea sinis. Padahal mereka tak saling kenal. Sejak saat itu, Alea malas masuk kelas kakaknya. "Mungkin karena kamu terlalu cantik, Lea."Ucapan Arfan membuat Alea terhenyak. "Ck, apaan sih kamu, Fan? Enggak juga kali." Alea malu-malu. Ia membuang wajah ke a

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 349. Harus Habis

    Gilang telah menyiapkan delivery order atas nama Nida. Wanita itu memang tak sempat keluar kantor untuk makan siang. Pekerjaannya sangat banyak. Terlebih mulai besok ia harus kerja di lapangan. Gilang telah siap berangkat. Namun, langkah kakinya terhenti ketika berpapasan dengan Bianca dan Evan di depan cafe. "Selamat siang, Ibu Bianca, Pak Evan," sapa Gilang sopan, agak membungkukkan badan. "Siang, Gilang. Kamu mau nganterin makanan?" balas Evan sambil bertanya. Sedangkan Bianca bersidekap sambil membuang muka. Gilang mengulum senyum, "Iya, Pak. Mau anterin makan siang.""Oh begitu.""Mas, mau makan siang apa mau ngobrol sama pelayan?" tanya Bianca ketus. Sorot matanya tampak tak suka pada Gilang. Evan tak enak hati mendengar pertanyaan sang istri. "Maaf, Pak. Saya permisi." Gilang tak mau lama-lama berhadapan dengan Bianca. Selalu saja makan hati. "Oh iya, silakan. Hati-hati Gilang.""Iya, Pak. Terima kasih."Bianca masuk ke cafe lebih dulu. Wajahnya bersungut kesal. Evan yang

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status