Share

Bab 66. Ngidam

Penulis: Syatizha
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-06 14:50:17

"Bukan begitu, Mas Ayang ... tapi ini gak biasa lho." Namira masih heran dengan perubahan sikap Daniel.

Bianca pindah tempat duduk. Duduk di dekat Namira.

"Mih, tadi kata Bibi. Kemungkinan besar papah lagi ngidam," bisik Bianca tepat di depan telinga ibu sambungnya.

"Eh, yang hamilnya kan aku, Bi. Bukan papahmu. Kenapa jadi dia yang ngidam?" sanggah Namira belum mengerti.

Daniel telah menghabiskan semangkuk bakso, meminum segelas air mineral.

"Benar, Sayang. Tadi Bibi bilang, kemungkian aku lagi ngidam. Kamu yang hamil, aku yang ngidam. Begitu ya, Bian?" Daniel meminta dukungan pada anak gadisnya. Bianca menganggukkan kepala berulang kali. Namira semakin bingung. Dia memang sering mendengar kalau wanita hamil suka ngidam. Tapi memang, selama hamil, Namira tidak menginginkan apa-apa atau tidak ngidam. Justru seperti biasa-biasa saja apalagi dia sudah diberi obat pereda mual.

"Emang ada yang kayak gitu?" Tampaknya Namira masih tidak percaya. Dia memandang Daniel dan sahabatnya berg
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 67A. Teka-Teki

    "Lebih baik kita ketemu langsung di salah satu cafe. Gimana? Kamu setuju? Nanti aku kirim alamat cafe-nya," jawab Mutiara pada mantan istri Daniel. Tanpa keraguan lagi, Hesti langsung menyanggupi karena dia memang sangat membutuhkan uang. "Oke. Kamu kirim aja alamat cafe-nya.""Iya."Sambungan telepon terputus. Hesti tersenyum sumringah membayangkan sejumlah uang yang akan ia memiliki. Wanita itu tidak memikirkan syarat yang akan diajukan Mutiara padanya. Notifikasi pesan terdengar. Bibir Hesti menyunggingkan senyum melihat alamat cafe yang dikirim Mutiara. Tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya sehingga ia dapat irit ongkos. Kendaraan roda empat milik Hesti dipakai Ferry sampai sekarang belum juga dikembalikan. Ada perasaan cemas yang menghinggapi hati Hesti, ia cemas kalau mobil yang menjadi harta satu-satunya dibawa kabur Ferry atau dijual.Mutiara sudah tidak pusing lagi mencari orang yang akan dia manfaatkan untuk menghancurkan keluarga Daniel. Setelah Namira meningg4l, Muti

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 67B. Teka-Teki

    Hesti mencebik, Mutiara terlalu bertele-tele. "Apa syaratnya? dari tadi aku tanya apa syaratnya?" Sorot mata Hesti begitu tajam. Sejujurnya, nyali mutiara menciut melihat kemarahan yang disampaikan mantan istri Daniel"Syaratnya, kamu harus ... hm ... harus mengh4ncurkan rumah tangga Daniel. Aku ingin kamu berpura-pura tidvr dengan Daniel, nanti aku akan memfoto dan merekam lalu ... aku akan memberikan pada istrinya yang sekarang, Namira Rashid. Tapi ...."Bibir Hesti yang semula mengembang tiba-tiba meredup mendengar kata tapi. Kening Hesti mengkerut. "Tapi apa?""Kalau rumah tangga Daniel dan Namira hancur, kamu enggak boleh kembali lagi ke dia. Aku yang akan pura-pura prihatin pada nasib rumah tangga mereka dan aku yang akan menggantikan posisi Namira, menjadi istri Daniel Bragastara."***Berbeda dengan kedua wanita berusia hampir setengah abad itu, Namira dan Daniel hari ini hendak ke makam kedua orang tuanya sekaligus hendak ke makam adik kandung Daniel. Sepanjang ke makam, t

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 68. Kisah Masa Lalu

    Ferry terkejut mendapat tamp4ran dari wanita yang telah melahirkan Bianca. Pria itu melirik ke sekitar, orang-orang yang ada di halte memerhatikan. Ferry salah tingkah. "Kemana aja kamu, heuh? Kemana, Ferry?"Ferry tak menjawab, langsung menarik lengan Hesti masuk ke dalam mobilnya. Tanpa banyak kata, Ferry langsung melajukan kendaraan. Napas Hesti naik turun. Ia hampir saja naik angkutan umum yang katanya bau badan penumpang lain. Tidak dapat dibayangkan jika Hesti naik bus. Pasti dia akan mual. "Aku minta maaf, Tante. Ibuku sakit. Sekarang lagi dirawat." Ferry memecah keheningan. Meski Hesti sekarang jatuh miskin, tapi Ferry tetap merasa kasihan pada wanita itu. "Terus kenapa nomor hapemu gak aktif-aktif?" tanya Hesti nyolot. Kedua matanya memerah, menahan amarah yang meluap. "Aku ganti nomor, Tan. Maaf, aku ... aku gak sempat kasih tau, Tante."Hati Hesti agak lega mendengar penjelasan suami sirrinya. Dia pikir, Ferry pergi meninggalkannya setelah ia tak punya banyak uang. "T

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 69A. Puas

    "Mas Ayang mau cari kemana anaknya Dania? Emang ada ciri-cirinya?" tanya Namira bingung mendengar niat Daniel mencari buah hati Dania dan Yuda. "Seingatku anak Dania punya tanda lahir di telapak tangan sebesar ini." Daniel menggambar bulatan di tengah telapak tangan kirinya. Menunjukkan pada wanita yang amat dicintai. Namira menghela napas berat, "Kalau cuma tanda lahir mah banyak, Mas Ayang. Banyak orang yang punya tanda lahir di situ," timpal Namira terdengar putus asa. Pikir Namira, di dunia banyak orang yang memiliki tanda lahir seperti yang digambarkan Daniel. Seperti mencari jarum di tengah jerami. Tetapi, Namira tidak mau menunjukkan rasa pesimisnya di hadapan Daniel. "Dulu Dania pernah bilang, orang yang punya tanda lahir di situ enggak banyak," jelas Daniel ditanggapi anggukkan kepala istrinya. Namira menarik napas panjang, menatap Daniel penuh cinta. "Terus, Mas Ayang mau cari kemana dulu?" tanya Namira penasaran. Daniel berpikir sejenak, ia mengingat kembali kejadian y

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 69B. Puas

    Tiba di kampus, Evan membukakan pintu mobil untuk Bianca. Gadis itu tentu saja tersanjung akan perlakuan manis seorang Evan."Terima kasih. Kamu mau pulang dulu atau mau menunggu di sini?" Mereka kini sedang berada di area parkir khusus mobil. "Aku nunguin kamu di kantin aja.""Mending kamu pulang dulu, istirahat. Nanti aku pulang minta dijemput supir rumah aja."Evan memegang kedua bahu Bianca. "Selama aku mampu, aku masih bisa kuat, aku yang akan mengantarmu kemana aja. Sekarang kamu ke kelas, aku nungguin di kantin."Bibir Bianca mengembangkan senyum. Menganggukkan kepala. Tidak menyuruh Evan pulang lebih dulu lagi. Membiarkan anak Yuda dan Gita itu menunggunya di kantin.Evan sudah tidak sabar ingin menelepon Gita. Ia ingin menanyakan tentang yang didengar Bianca saat Gita sedang menerima telepon. Tapi, sebelumnya Evan menghubungi asisten rumah tangganya di rumah. "Hallo, Bi. Ini saya Evan," ucap Evan masuk ke dalam mobil. Sebelum ke kantin, Evan ingin menanyakan keberadaan mam

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 70A. Batal

    Napas Gita memburu, menahan amarah yang ingin sekali ia luapkan. Dalam satu bulan, sudah terhitung tiga kali, dia mendapat kabar kalau Nida berkelahi. Kadang dengan teman sekelasnya, kadang dengan kakak kelas. Gita menggelengkan kepala, memijat pelipis. "Mulai besok, lebih baik kamu berhenti sekolah. Buat apa sekolah kalau kelakuanmu kayak preman? Mending tinggal di terminal saja sana! Jadi ketua preman." Kata-kata yang keluar dari mulut Gita sangat menyakitkan. "Aku berkelahi bukan tanpa sebab, Tante," jawab Nida datar. Bukan kali ini saja Nida dimarahi Gita. Sudah sangat sering. Memang untuk keperluan hidup Nida, semuanya ditanggung Gita tapi perlakuan Gita terhadap Nida benar-benar sangat kasar. Dulu, sewaktu masih SMP, rambut Nida dicukur sampai botak oleh Gita karena memukul bagian penting laki-laki. Itu pun dilakukan Nida karena lelaki tersebut hendak melakukan pel3cehan terhadapnya. Tapi, bagi Gita perbuatan Nida tidak perlu berlebihan apalagi sampai wajah si lelaki sampai b

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 70B. Batal

    ** "Jadi, kamu enggak mau mencari anakmu dari Dania, Yud?" tanya Daniel dingin pada lelaki yang tengah merunduk dalam. Mereka kini sudah berada di ruangan pribadi Daniel. Lelaki itu sudah mengutarakan niatnya yang ingin mencari keberadaan anak Dania dan Yuda. "Bukan enggak mau mencari. Tapi, mau cari kemana, Pak Daniel?" Yuda balik bertanya. "Kalau aku tau dimana keberadaan Nida, aku gak perlu mencarinya. Ingat, Yud ... meskipun pernikahanmu tanpa seizin Gita selaku istri pertama, tapi Nida tetap darah dagingmu dan Dania." Sangat tegas, Daniel berkata. Ia sempat kecewa pada Yuda yang lebih memilih membiarkan Nida tidak ditemukan dari pada ditemukan dan menghancurkan keluarganya yang sudah harmonis. "Saya cuma bingung, Pak Daniel. Kalau Gita sampai tau saya mencari Nida, dia pasti akan terluka lagi hatinya. Saya gak mau menyakiti hatinya lagi, Pak Daniel. Dia istri yang baik.""Dania juga istri yang baik, Yuda. Kamu yang brengsek!" tukas Daniel tak menyukai ucapan Yuda. Sebenarnya

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 71. Sebentar Saja

    **Namira sangat bahagia ketika Bianca pulang kuliah lebih cepat. Dia senang karena ada teman yang bisa diajak ngobrol. "Mih, kok gak muntah-muntah lagi?" tanya Bianca ketika ibu sambungnya menggamit lengan. "Kan dikasih obat pereda mual," jawab Namira tersenyum lebar. "Oooh ... lepasin dong tanganku, emang aku ini Papah? Lepasin, ah! Aku risih."Bibir Namira cemberut. Ia merasa tersinggung akan ucapan anak sambungnya. "Cuma digamit aja, pelit," cetus Namira, bibirnya maju beberapa centi. "Bukan gitu, Mih. Aku risih tau kalau digamit samq cowok."Namira tetap mengekor Bianca yang hendak masuk kamar. "Gamit lagi ah!" Namira malah menggoda, menyelipkan tangan ke lengan Bianca."Mamih dih, malah sengaja? Nyebelin dah!""Hahahahah ...." Namira tertawa sambil masuk ke dalam kamar anak sambungnya."Mamih mau ngapain masuk kamar aku?" tanya Bianca heran, melihat ibu sambungnya nyelonong masuk, lalu merebahkan diri di atas tempat tidur. "Mau ngajakin kamu ngegibah. Aku punya cerita ser

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08

Bab terbaru

  • Benih Papa Sahabatku   Bbab 217. Cuma Kamu

    "Udah gila ibunya si Hanif. Enak bener dia bilang gitu. Terus kamu bilang apa? Ngizinin Hanif nikah lagi? Mau kamu dipoligami?"Shella tersulut emosi. Sejak dulu, Shella sudah sangat geram melihat tingkah laku keluarga Hanif. Mereka semua benalu dan penjilat. Sering kali meminta uang pada Nida. "Enggaklah, Ma. Aku minta diceraikan kalau Mas Hanif mau poligami. Aku sadar diri, bukan wanita yang ikhlas dan penyabar. Enggak sanggup kalau harus berbagi suami dengan wanita lain." Masih dengan sikap santai, Nida menjawab pertanyaan ibu sambungnya. Shella begitu miris mendengar cerita yang disampaikan Nida. Kasihan Nida. Semasa hidupnya selalu saja ada masalah yang dihadapi."Tapi, Nida ... Kayaknya Hanif enggak mungkin menceraikanmu. Dia sangat mencintaimu. Mama yakin itu."Sebisa mungkin, Shella menghibur Nida. Dibalik sikap tenang dan santainya, Shella yakin sebetulnya Nida pun bersedih. Nida tersenyum miring mendengar tanggapan Shella. "Kalau mamanya yang minta, ada kemungkinan Mas H

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 216. Izin Nikah Lagi

    "Sudahlah, Ma. Jangan ngomong macam-macam. Aku enggak mungkin menceraikan dia!"Senyum yang sebelumnya terlihat di wajah ibu Ros, seketika lenyap. "Hanif, mau sampai kapan kamu enggak punya anak? Dia itu mandul! Keturunan mandul, Hanif!"Ibu Ros tersulut emosi. Tak menyangka jika anak sulungnya berani melawan perintah padahal sebelumnya tidak pernah."Aku enggak peduli, Ma. Nida mandul atau tidak, aku enggak akan ceraikan dia. Aku sayang Nida, Maaaa ... aku cinta dia ...."Memang, Hanif begitu mencintai Nida. Sejak dulu hingga sekarang cintanya tak pernah berubah. "Halah, cinta, sayang! Kamu itu buta, Hanif! Umurmu udah tua. Tapi, sampai sekarang belum juga punya anak. Kalau kamu udah tua nanti, udah enggak bisa beraktivitas lagi, siapa yang akan menyayangimu? Kamu lihat, Nida. Dia masih muda. Mama yakin, kalau kamu udah sakit-sakitan pasti dia ninggalin kamu! Kalau dia ninggalin kamu, kamu mau sama siapa? Anak enggak punya!"Hanif memejamkan kedua mata, memijat pelipis. Tidak perna

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 215. Ceraikan Dia!

    "Apa hubungannya?" Bukannya menjawab, Axel justru balik tanya. Alea manyun, memukul bahu kakaknya. "Pulang ke rumah lagi, Kak. Kasihan mama tau! Nangis terus." Alea mengingat kembali kesedihan yang dialami Bianca. Axel bersikap santai, pandangannya lurus ke depan. "Aku masuk kelas dulu!" Tanpa menanggapi ucapan adiknya, Axel masuk ke dalam kelas. Alea benar-benar dibuat kesal. Rencana mengajak Axel kembali ke rumah gagal lagi. *** "Jam segini baru bangun! Pantas saja asam lambung Hanif sering kumat! Istrinya saja malas menyiapkan sarapan," celetuk ibu Ros saat Nida baru datang ke ruang meja makan. Ibu Ros yang tengah sarapan roti tawar, melirik Nida yang mengacuhkan. "Kamu dengar Mama enggak, Nida?" Sentak ibu Ros. Kedua mata seperti hendak melompat. Amarah terlihat jelas dari raut wajah. "Denger," sahut Nida cuek. Melihat sikap menantunya seperti itu, Ibu Ros semakin marah dan membenci. "Kalau kamu denger, harusnya bangun pagi! Siapin sarapan!" Lagi, Nida te

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 214. Mau Pulang Enggak?

    "Enggak. Mami enggak melakukan kesalahan apapun, Lea. Mami orang yang baik. Namira sahabatku, ibu sambungku yang paling baik bahkan kebaikannya melebihi ibuku sendiri." Bianca langsung menyanggah pertanyaan Alea. Gadis itu tertunduk sesaat, menghela napas berat. "Lalu, kenapa Mama merahasiakan mereka adalah orang tua kandungku?" Pertanyaan yang baru saja terlontar dari mulut Alea membuat Bianca tersentak. Kedua matanya membeliak lalu sikap berubah salah tingkah. "Bu-bukan maksud ingin merahasiakan ta-tapi ...."Tak sanggup, Bianca meneruskan kalimat. Teringat kekurangan dalam diri bahwa sebetulnya Bianca tak bisa memberikan keturunan untuk Evan karena ia telah divonis mandul oleh dokter. "Ya udah, Ma. Enggak usah diucapkan kalau memang alasannya akan menyakitiku atau menyakiti hati Mama lagi."Alea mencoba berpikir bijak. Tak ingin wanita yang telah merawatnya penuh kasih sayang itu bersedih dan menangis lagi. "Bukan begitu, Lea. Ma-Mama ....""Kenapa kamu masih saja menyebut diri

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 213. Kesalahan

    Alea terdiam, tidak langsung menanggapi rintihan wanita yang selama ini telah dianggap ibu kandungnya sendiri. "Ma, sudah, Ma ... jangan nangis ya? Seharian ini Mama nangis terus. Nanti Mama sakit ...." ucap Alea berusaha menenangkan Bianca. Istri Evan itu menggelengkan kepala berulang kali. Sekarang Bianca telah menyesal karena telah membohongi kedua adiknya belasan tahun lamanya. Selama ini, Bianca dan Evan selalu menanamkan sifat jujur pada si kembar. Namun, dia sendiri yang tidak jujur pada mereka. Bianca merasa sangat jahat pada Axel dan Alea. Bianca meraih salah satu telapak tangan Alea, menggenggamnya erat. "Alea, maafkan Mama, Nak ... maafin Mama ... Mama udah jahat sama kamu. Udah bohongi kamu dan Axel. Maafin Mama, Lea ...." Sangat sungguh-sungguh Bianca mengucapkan kata maaf. Tampaknya Bianca sangat menyesal dan bersedih karena telah merahasiakan kedua orang tua kandung Axel dan Alea. "Jangan minta maaf terus, Ma ... Aku dan Kak Axel udah maafin Mama. Udah ya, Ma

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 212. Sangat Rindu

    "Kamu benar, Xel. Apapun alasan Mbak Bian dan Mas Evan merahasiakan kedua orang tua kalian, tetap salah. Tapi, kamu juga jangan marah lama-lama. Coba kamu tanyakan baik-baik pada mereka, apa alasannya?" Gilang tak mau terlalu banyak menanggapi cerita yang disampaikan Axel. Ia tak mau, kalau dianggap ikut campur atau memihak ke salah satu keluarga itu. "Enggak tau, Bang. Jujur saja, aku masih kecewa. Masih enggak nyangka aja kalau mereka tega sama mama dan papaku. Misalnya mama Bianca membenci mamaku, kenapa pula dia sayang aku dan Alea?"Berbagai tanya diucapkan Axel. Benar-benar bingung dengan alasan Bianca dan Evan merahasiakan kedua orang tua kandung Axel dan Alea. "Ya sudah enggak usah kamu pikirkan dulu. Sekarang lebih baik kamu tenangkan hati dan pikiran.""Iya, Bang."Handphone milik Gilang tiba-tiba berdering. Lelaki itu merogoh saku celana, lalu terlihat nama kontak yang tertera di layar ponsel. Panggilan dari Alea. Gilang tak langsung mengangkat panggilan telepon itu, me

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 211. Apapun Alasannya

    Nida menganggukkan kepala, mendengar tanggapan ibu mertua. "Iya, silakan saja Mama bicara dulu sama Mas Hanif. Maaf, Ma. Aku mau istirahat dulu. Apa masih ada yang mau Mama bicarakan?" Kalau saja tidak menghormati suaminya, Nida sudah ingin memarahi ibu Ros. "Enggak ada. Mama juga mau istirahat." Ibu Ros pergi lebih dulu, meninggalkan Nida yang masih duduk terpaku di ruang makan. Kepergian Ibu Ros dari ruangan itu, membuat Nida tercenung. Nida tak dapat menahan tangisan. Dalam keheningan, ia menangis tersedu-sedu. Nida juga ingin memiliki anak. Nida juga ingin merasakan hamil. Tapi, dia tidak memaksa Tuhan untuk memberinya keturunan. Nida selalu yakin, Tuhan lebih tahu, waktu dan saat yang tepat memiliki buah hati. Dengan kasar, Nida menyeka lelehan air mata. Ia beranjak, membersihkan piring kotor. Setelahnya, masuk ke dalam kamar. Baru saja menutup pintu kamar, terdengar suara dering handphone. Nida tahu, itu adalah suaminya. Nida berjalan menghampiri handphone y

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 210. Ceraikan Aku Dulu!

    Nida terkejut bukan main mendengar permohonan ibu Ros yang tak lain ibu mertuanya. Kedua mata Nida nyalang menatap wanita yang telah melahirkan suaminya. Sungguh, sedikitpun ia tak menyangka jika ibu Ros memintanya untuk mengizinkan Hanif menikah lagi.Sadar dari rasa terkejut, Nida menarik napas panjang. Ia tak boleh tersulut emosi. Jika sampai Nida memarahi ibu Ros, wanita itu pasti mengadu berlebihan pada Hanif."Oh, jadi Mama ingin aku izinin Mas Hanif nikah lagi? Supaya Mama dapat cucu dari istri barunya nanti? Begitu?" Nida sengaja mengulang keinginan ibu Ros dengan sikap yang santai. Ia juga melanjutkan suapan makan malamnya. Ibu Ros mengembuskan napas melihat ketenangan sikap Nida. "Iya begitu. Ya habis mau gimana lagi? Kamu juga sadar kan, enggak bisa kasih Hanif anak? Iya 'kan?"Yang salah tingkah bukan Nida, justru ibu Ros. Nida manggut-manggut sembari meneguk segelas air di dalam gelas hingga tandas. "Jujur ya, Ma. Sebenarnya aku enggak mau dipoligami. Enggak mau kala

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 209. Permohonan

    Di dalam kamar, Nida berdiri di depan pintu. Kedua matanya terpejam, mulutnya mengucapkan istighfar berulang kali. Terkadang Nida sangat bersedih jika mengingat tak juga diberi buah hati. Berbagai cara telah Nida lakukan bahkan ia sempat menawarkan pada Hanif agar melakukan program bayi tabung tapi Hanif tak setuju. "Program bayi tabung itu mahal, Dek.""Tapi aku ada uangnya, Mas. Aku kan kerja. Uang hasil aku kerja kan jarang dipake." "Kamu menganggap Mas enggak punya uang? Kamu merendahkan Mas? Mas emang bukan pengusaha seperti keluargamu, tapi uang PNS yang Mas dapatkan sudah lebih dari cukup. Sudahlah, enggak usah melakukan program bayi tabung. Kalau sudah waktunya, nanti juga kita dikasih anak."Begitulah perdebatan Nida dengan suaminya suatu waktu. Setelah itu, Nida tak mengusulkan apa-apa lagi. Lebih memilih diam dan menerima hinaan dan makian dari keluarga Hanif terutama ibunya. Beruntung, Nida tipikal wanita bodo amatan. Terpenting baginya, Hanif mencintainya dengan tulus d

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status