“Cari orang yang membawa istriku!” Tegas Daren pada orang kepercayaannya yang saat ini berada di apartemennya. Setelah Daren mendapatkan pesan masuk yang berupa foto Danisa yang berada dalam sebuah mobil dengan keadaan tak sadarkan diri. Membuat bertambahnya keyakinan jika yang terjadi pada Danisa bukanlah Sebuah upaya pelarian diri. Bukan hanya gambar Danisa, melainkan ada sebuah pesan yang terkirim padanya juga yang sudah berhasil mengobarkan api kemarahan dalam diri Daren. Bukan hanya satu orang yang ada di sana. Seorang IT, Leo, dan orang kepercayaan Daren yang bernama Nelson pun ada di sana. Dia, adalah orang kepercayaan Daren yang siang tadi diminta untuk mencari keberatan wanitanya tanpa melibatkan pihak Kepolisian. “Pak, yang mengirimkan foto Danisa dan Nyonya Riana adalah teman sekaligus tetangga Danisa di apartemennya dulu. Dia juga pria yang selama ini mengenalkan Danisa kepada banyak pria untuk melakukan pekerjaan ONS-nya.” “Damn it! Jangan pernah kau bilang dan bisa s
“Apa yang kau katakan?” Suara tanya dari orang yang sangat berpengaruh di rumah utama itu mengalihkan perbincangan dua pelayan yang sedang membuat teh untuk Riana.Keduanya yang mendengar pertanyaan dari Riana itu pun menunjukkan keterkejutannya. Mereka terlihat gugup, secepatnya mereka mengurai keterkejutan yang tengah terjadi pada diri mereka. “Nyonya. Teh yang diminta baru saya buat. Nanti saya antar ke kamar nyonya,” kaya salah satu pelayan yang sebelumnya diminta oleh Riana untuk membuatkan teh untuknya.Riana tidak menjawab kalimat yang disampaikan oleh pelayannya tersebut itu kepadanya. Dia menatap penuh selidik kepada sang pelayan atas pembicaraan yang tak sengaja dia dengar.Memang sebelumnya Dia meminta pelayan Untuk mengantarkan teh hangat ke kamarnya untuk menemani dirinya menikmati tayangan televisi. Tetapi, saat mengingat Daren dan juga Danisa yang belum kembali ke rumah. Dia kembali ke dapur untuk meminta kepada pelayannya jika anak dan menantunya itu kembali agar meny
Danisa yang sedang dalam pengaruh obat bius sebelumnya itu pun mulai menggeliat. Kedua kelopak matanya yang terasa berat itu pun mulai terbuka dengan perlahan. Dia menatap ke sekeliling ruangan, saat mendapati jika dia sedang berada di ruang asing yang tidak dikenalnya itu pun memaku karena keterkejutan yang dialaminya. “Dimana ini?” Tanyanya yang hanya mampu membatin dalam hatinya sendiri.Tangannya sedang meraba, dia pun semakin tersadar jika saat ini dirinya sedang berada di atas ranjang dan sebuah kamar.Danisa mulai memutar waktu, hingga dai tersadar siang tadi yang merasa ada seseorang yang sedang bersamanya di toilet Mall menyemprotkan sesuatu ke arahnya dan dia langsung tak sadarkan diri. Deg. Setelah tersadar, Danisa mulai berpikir jika saat ini dia sedang diculik oleh orang lain. Lalu siapa yang melakukan hal seperti ini kepada dirinya?Hingga saat dia dapat mendengar suara langkah semakin mendekat ke arah pintu kamar yang masih tertutup. Danisa membelalakkan mata, saat
Danisa dengan cepat memegang perutnya, saat perlakuan kasar ia dapatkan dari Reno. Sungguh lelaki itu sangat tidak berperasaan terhadap dirinya. Dengan begitu gampangnya dia mendorong Danisa terjebak. Untung di atas kasur, andai saja di lantai. Sudah dipastikan akan terjadi benturan pada bagian bawahnya yang akan berakibat buruk pada perutnya. “Brengsek kau, Ren!” Geram Danisa, seketika tatapan matanya itu pun teralihkan pada pintu kamarnya yang terbuka.Danisa membola tak percaya, saat mendapati pria yang tak asing baginya. Hingga Danisa mengumpat dalam hati, saat tahu jika dua orang yang ada di kamar ini sedang bekerja sama. “Seharusnya kau bisa jaga mulutmu itu! Apa kau lupa, jika kau sedang hamil. Kau terlalu menikmati sentuhan yang diberikan oleh bosmu itu. Pantas saja selama ini engkau menolak sentuhan pria-pria yang menjadi partner kerjamu.” Reno menatap dingin ke arah Danisa yang juga menghujamkan tatapan tajamnya tersebut. Nafasnya terengah-engah, dan sangat jelas terliha
Daren sudah tiba di gedung tinggi yang menjulang di pusat kota Singapura. Kehadirannya disambut oleh beberapa orang berbadan tegap dengan berpakaian serba hitam. Salah satu di antaranya menghampiri mobil dari yang berhenti tepat di lobby. Tak ada orang lain di sana. Hanya orang-orang suruhan Nelson yang Daren pastikan sudah mengamankan wilayah di mana istrinya berada. “Lantai lima belas sudah kami bereskan, Tuan Daren,” ujar pria yang memberikan sambutan hormat kepada daran yang baru saja keluar dari dalam mobil mewahnya. Daren tak menjawab, dia hanya memberikan anggukan pelan sebagai tanda kepuasan atas kinerja yang dilakukan oleh pria tersebut.“Apa mereka ada di dalam?” Tanya Daren, memastikan jika pria yang membawa wanitanya sedang berada di apartemen bersama Danisa.“Ada, Tuan. Beberapa saat yang lalu juga datang seorang pria ke apartemen tersebut,” beritahu pria berbadan tinggi dan kekar itu. Daren yang mendapat kabar dari pria itu pun memicing tajam menuntut penjelasan lebi
Jangan salahkan jika Daren memberikan amukan secara membabi buta pada pria yang sudah berani berbuat kurang ajar pada wanitanya. Mendapati tindakan yang dilakukan oleh Adlrik di depan matanya pada wanitanya itu berhasil membuat Daren dirundung oleh kemurkaan yang teramat dalam. Daren tak mengingat apa yang kini dia lakukan. Bahkan pria itu sama sekali tidak memberi celah pada Adlrik untuk memberikan perlawanan atas perbuatan pria yang sangat kurang ajar pada Danisa.Amukan itu tak lantas membuat Daren merasa lega. Hatinya bergemuruh dengan begitu hebatnya. Marah, murka bercokol menjadi satu di dalam jiwa tak terima dengan perlakuan yang dilakukan oleh Adlrik pada wanitanya. Daren mengabaikan pria yang tersungkur tak berdaya di atas lantai kamar apartemen tersebut. Bahkan pria yang telah memperlakukan Danisa dengan tak baik itu hampir kehilangan kesadaran tetap saja tidak membuat Daren tergerak untuk menghentikan pukulan yang dilakukannya.“Tuan, sudah. Anda bisa membunuhnya di sini
Leo membeku di tempatnya. Padahal, niatnya masuk hendak memberitahukan kepada Daren jika Aldrik dan Reno sudah berada di tangan pihak yang berwajib. Tetapi, mendapati langkah Daren yang terlihat panik dengan pria itu menjadi seorang pria tangguh karena berhasil menggendong wanitanya yang bertubuh tak langsing itu pun membuat Leo membeku di tempatnya. Memangnya apa yang sedang terjadi pada Danisa? Apa dia sudah akan melahirkan? Bukankah masih sekitar satu bulan lebih lagi, wanita itu akan melahirkan anak-anak kontrak, Bosnya itu?Tanpa menunggu, Leo menghubungi Dokter Christie, teman sekaligus dokter yang menangani program kehamilan Danisa dengan benih bosnya tersebut. Meminta agar wanita itu segera mempersiapkan pemeriksaan untuk Danisa. Danisa yang tengah merasakan nyeri pada perutnya itu meringis kesakitan. Perutnya mendadak keramik, diiringi oleh rasa nyeri yang tiba-tiba muncul juga. Di saat seperti ini, dia masih tersadar. Tangannya yang mengalung di leher suaminya dengan ke
“Apa berbahaya, Dok?” Tanya Danisa. Jangan tanya, bagaimana keadaan Danisa saat ini. Tentu saja dia menjadi sangat panik dan cemas atas kabar yang disampaikan oleh dokter Christie kepada dirinya itu. Bagaimana jika dia sudah mengalami kontraksi yang merupakan tanda-tanda akan segera melahirkan. Sedangkan usia kandungannya baru memasuki usia kehamilan 33 minggu. Sangat jelas kepanikan itu tercetak pada wajahnya, Jika dia gagal melahirkan dan berakibat buruk pada dua janin yang ada di dalam kandungannya itu. Lalu bagaimana dengan perjanjiannya dengan Daren, suami yang tak lain adalah bosnya. Dokter Christie tak langsung menjawab. Dia terlihat ragu untuk menyampaikan kabar tersebut pada Danisa. Tetapi sebagai seorang dokter, dia harus bisa membuat pasiennya itu merasa tenang dan bisa menerima apa pun takdir yang akan didapatkan oleh pasiennya nanti. Dokter Christie tahu, Jika dia bukanlah seorang Tuhan yang bisa membuat kuasa atas setiap tindakan atas setiap kasus yang ada di depa
Siang itu, mendadak suasana rumah sakit menjadi mencekam.Darren sudah keluar dari dalam ruang perawatan Rinaldi, ayahnya. Namun belum sempat Riana yang baru saja akan menghampiri putranya dan ingin bertanya tentang apa yang dilakukan Daren di dalam sana sudah dibuat terkejut dengan beberapa perawat yang saling berlari menuju ke ruang Reynaldi dengan tatapan mata yang terlihat panik.Bukan hanya Riana yang terkejut, Danisa pun ikut merasa panik dengan kejadian nyata yang saat ini dilihatnya.Lewat sorot matanya Ia pun bertanya pada Riana dengan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada Renaldi di dalam kamar perawatannya.Detak janur Riana berpacu kencang saat melihat para petugas medis berlarian yang tak lama diikuti oleh dokter pribadi Renaldi yang menangani langsung pria tua itu.“Apa yang terjadi?” Entah pada siapa Riana bertanya sebab Danisa dan Daren pun tidak mengerti dengan apa yang terjadi.Danisa mendekat ke arah Riana memeluk perempuan itu dengan maksud ingin menguatkan ji
Suasana ruang yang didominasi oleh warna putih itu begitu hening. Sambutan yang kini didapat oleh seorang pengusaha muda yang bernama Daren Raynaldi. Ya, dia sangat membenci nama Reynaldi yang begitu sangat dirinya benci. Daren begitu membenci nama itu. Sebab nama tersebut adalah nama dari pria yang memiliki aliran darah sama dalam tubuhnya. Nama yang begitu sangat dibencinya, sebab pria yang tak lain adalah ayahnya sendiri telah menorehkan luka yang begitu dalam untuk dirinya selama ini. Kini, dia dapat melihat penderitaan dari pria yang tak ingin ditemui olehnya itu. Pria yang sangat dibenci oleh Daren, kini tergeletak lemah tak berdaya. Bahkan, dirinya yakin untuk sekedar membuka mata pria itu tak akan mampu melakukannya. Daren masih berdiri di tempatnya, setelah dirinya usai menutup pintu ruang perawatan khusus yang hanya ada satu ranjang beserta pasien serta seluruh alat yang menempel dalam tubuh pria yang sudah sangat lemah tak berdaya. Ya, pria angkuh dan sombong itu sudah
Seperti yang Darren katakan kepada Danisa yang meminta untuk ditemani. Kini, keduanya sedang berada di dalam mobil menuju ke sebuah tempat yang Danisa sendiri pun belum mengetahui. Iya, Danisa belum bertanya pada sang suami sebab setelah darah mengajak dia harus disibukkan dengan mengurus kedua buah hatinya yang kemudian mengantar Ara dan Aiden menuju ke tempat sang nenek.Setiba di sana, kedua anak kembar itu pun langsung turun dari mobil. Sebab tak sabar untuk bermain bersama nenek dan tantenya.“Mom dan daddy nggak usah anterin arah ke dalam. Nanti biar Ara yang bilang sama nenek jika Mommy dan Deddy akan pergi.”Ara yang sudah tidak sabar itu meminta ayah dan sang ibu untuk segera berlalu dari kediaman sang nenek. Tetapi Danisa tak langsung mengiyakan, sebab dia pun ingin bertemu dengan sang Ibu dan meminta izin untuk menitip kedua buah hatinya di sini.“Mommy mau bertemu nenek dulu, Princess. Nanti setelah ketemu nenek baru Mommy dan Deddy akan berangkat.”Danisa tersenyum lembut
“Apa kamu sibuk hari ini?” tanya Daren tiba-tiba saat subuh dan keduanya sedang berada di atas ranjang saling berpelukan satu sama lain. Danisa yang berada dalam dekapan hangat suaminya itu mendongak. Menatap penuh tanya pada sang suami akan maksud yang hendak Daren katakan kepadanya itu. “Kenapa?” tanya Danisa, balik bertanya ingin memastikan jika Daren ingin mengajaknya pergi ke suatu tempat. Daren membalas tatapan sang istri. Memberikan usapan lembut ke lengan Danisa setelah aktivitas panas malamnya telah berlangsung. Keduanya tak langsung tidur setelah melakukan ibadah subuhnya. Saling mendekatkan diri, dan Danisa tak ingin banyak tanya atau berbicara kecuali jika itu urusan kedua buah hatinya. “Temani aku,’ ucap Daren singkat, tak langsung memberitahukan tujuannya ke mana akan pergi mengajak wanitanya. “Aku akan temani, jika kamu butuh aku. Tak perlu bertanya,” jawab Danisa, merekahkan senyum manisnya dan kembali mengeratkan dekapan hangat yang Daren berikan untuknya. Daren
“Jangan bicara begitu sama mama,” kata Danisa minta agar Daren mampu meredam emosi pada sang mama.DADanisa tak ingin melihat hubungan ibu dan anak itu menjadi renggang. Sebab, dia tahu seberapa besar rasa sayang dan pengorbanan Riana yang begitu besar dalam membesarkan Daren dulu. Daren tak menjawab, pria itu masih diam merasakan sentuhan lembut dari Danisa yang memeluk dirinya dari belakang tubuh tegapnya itu. “Mama akan sedih, jika kamu berkata kasar padanya. Bukankah selama ini kau selalu memperjuangkan kebahagiaan mama,” lanjut Danisa mengingatkan pada suaminya. Perjuangan yang Daren lakukan untuk mamanya begitu besar. Hingga dia mampu melawan ego menikah demi bisa memberikan cucu yang selalu dituntut oleh mamanya dulu. Daren menarik nafasnya dalam-dalam. Kemudian membuangnya secara kasar sebelum akhirnya membuka suara menjawab setiap kalimat yang terucap dari wanitanya itu. “Kau tak mengerti,” jawab Daren singkat. “Aku tahu, Daren,” bela Danisa untuk dirinya sendiri, yang
Riana menghentikan langkah kakinya saat Daren menyebut kata ‘tua bangka’. Riana berpikir, mengapa Daren bisa mengetahui rahasia yang masih dijaga olehnya dengan begitu baik. Dia pun berpaling, menatap Daren yang sedang berusaha menahan amarah. Riana tahu, jika Daren tidak akan meluapkan amarahnya di hadapan anak-anaknya. Riana sudah menyiapkan segala sesuatu untuk segala kemungkinan yang akan terjadi jika Daren akan marah kepada dirinya. “Kau tak boleh bicara seperti itu Daren,” tegur Riana dengan nada rendahnya sebab tak ingin menunjukkan perdebatan yang akan berlanjut kemarahan putranya tersebut. Daren diam, tak langsung menjawab apa yang dikatakan oleh ibunya itu kepadanya. “Sejak kapan Mama berhubungan lagi dengannya?” tanya Daren dengan suara dinginnya. “Dan untuk apa mama menemui tua bangka itu lagi. Itu sebabnya mama tak mau kembali lagi ke Singapura dan memilih menetap di sini.” Daren masih tak menunjukkan sikap ramahnya. Danisa yang semula bersiap menghidangkan sarapan d
Pagi di kediaman rumah Daren terasa begitu berbeda seperti hari-hari biasanya. Danisa pagi-pagi sudah bangun dari tidurnya membantu pelayan yang bekerja di rumah mewah Daren itu untuk menyiapkan sarapan keluarga kecilnya.Beberapa kali pelayan meminta agar Danisa beristirahat. Tentu saja mereka tahu jika pengantin baru harus memiliki banyak waktu luang dan kebersamaan terlebih rumah tangga mereka yang terpisah lumayan lama.Akan tetapi, larangan yang dilakukan oleh pelayan untuk Danisa itu diabaikan oleh Danisa. Dia ingin sekali menyiapkan sarapan untuk kedua buah hatinya dan juga suaminya, maka dari itulah dia menyempatkan untuk pergi ke dapur dan membuatkan sarapan khusus untuk keluarga kecilnya.“Saya khawatir jika tuan dari nanti bangun akan menegur kami, Bu,” tutur wanita yang usianya jauh lebih tua dari pelayan lain yang bertugas menjadi ketua pelayan di rumah mewah itu.Indonesia menoleh, dia tersenyum hangat kepada wanita paruh baya yang begitu ramah sejak kedatangannya di rum
“Mama pergi dulu ya, kalian lanjutkan dulu sarapannya.” Riana mengakhiri sarapan paginya, di saat anggota keluarganya yang lain pun baru saja akan memulai.Kemudian dia beralih menatap kepada Ara yang sedang menggigit roti di tangannya.“Princess, Oma. Nanti kamu berangkatnya sama Mommy saja ya. Oma minta maaf, sebab tadi sudah janji akan antar Ara ke sekolah pagi ini seperti kemarin,” lanjut Riana berkata kepada Ara sebab dirinya tak bisa mengantarkan sang cucu sebelumnya. Sejak Daren tidak ada di rumah dan tak bisa mengantarkan kedua buah hatinya untuk bersekolah. Sejak saat itulah Riana yang selalu antar jemput bersama suster Ara dan juga sopir yang memang ditugaskan untuk mengantar jemput kedua buah hati Daren dan Danisa tersebut.“Ara nggak mau sekolah. Ara Mau di rumah saja bersama Mommy. Ara rindu sekali dengan Mommy. Hari ini, maka Ara akan menghabiskan waktu bersama Mommy. Dan Ara tak akan membiarkan Daddy mengganggu waktu kami.”Anak perempuan itu seperti sedang balas den
“Mommy!”Suara melengking yang Ara lakukan itu berhasil menusuk indera pendengaran Danisa dan Daren yang baru saja melangkah masuk ke dalam rumah setelah dua hari mereka memutuskan untuk menginap sebab tidak ingin mendapat gangguan dari kedua buah hatinya. Ara berlari, menuju ke arah kedatangan sang Mommy dan Daddy-nya. Anak perempuan itu begitu tak sabar untuk berjumpa dengan sang ibu. Bahkan, saat mobil yang Daren kendarai baru saja berhenti di area halaman rumah dan pelayan yang menyampaikan jika Daren dan Danisa telah kembali itu membuat anak perempuan yang baru saja akan menuju ke meja makan itu tak menunggu lama. Dia langsung berlari menuju ke luar rumah untuk menemui sang Mommy yang sudah sangat dia rindukan beberapa hari ini.Tanpa menunggu, Ara segera memeluk Danisa penuh Kerinduan. Sedangkan Daren hanya menggeleng dengan tingkah yang dilakukan oleh putrinya itu. “Mommy rindu sekali dengan putri mommy yang cantik ini,” kata Danisa memeluk hangat Ara dipekannya. Ara yang m