Entah mengapa Daren suka bersikap Sesuka Hati kepada Danisa. Apa dia tidak berpikir, jika perlakuan yang Daren lakukan barusan sudah berhasil membuat debaran jantungnya semakin tidak baik-baik saja. Pria itu bersikap seolah mereka adalah pasangan yang begitu romantis. Padahal, dalam situasi seperti ini bukanlah waktunya untuk Danisa dan Darren harus memainkan peran menjadi sepasang suami istri yang saling menyayangi.Setelah Daren berbisik hendak menghubungi Leo, asisten pribadinya, pria itu memilih ke luar dari butik tersebut. Tak.jauh dari tempat Danisa memilih tas mewah yang ada di dalam. Karena pergerakan wanitanya itu masih terpantau oleh Daren yang sedang berdiri dengan ponsel di tangannya. “Iya, Pak,” jawab Leo, saat panggilan masuk dari darah itu terhubung.“Kau cari siapa yang mengirim foto-foto lama Danisa dan banyak pria pada mama semalam,” kata Daren pada Leo.Meski pelan, namun yang Deren perintahkan itu terdengar tegas dan tidak ingin terbantah.“Baik, Pak. Akan saya
Daren masih berusaha berpikir positif. Mungkin Danisa sedang melakukan sesuatu di dalam sana dan tidak bisa diganggunya. Makanya, istrinya itu mematikan panggilan telepon yang sedang dilakukan olehnya. Terlebih Darren sendiri yang tahu, Jika pergerakan istrinya sudah tak seindah sebelum wanita itu mengandung. Jadi, Daren berusaha berpikir positif atas panggilan yang dia lakukan tadi terputus sepihak oleh Danisa. Daren memutuskan lagi menunggu sang istri dengan menatap ke sekeliling pusat perbelanjaan yang sangat ramai siang ini. Mengamati ke sekeliling tempat megah itu, sama sekali tidak ada hal yang aneh menurutnya. Selain orang-orang yang sedang menikmati waktu liburnya bersama anggota keluarga dan orang-orang terdekatnya. Pandangan mata Darren berfokus pada sepasang suami istri dan dua anak kecil yang berada di tangannya. Keluarga kecil itu sedang Melangkah dengan begitu bahagia. Tanpa Daren sadari, dia pun sedang membayangkan dirinya sendiri yang akan mengalami hal itu. Mun
Daren keluar dari pusat perbelanjaan dengan perasaan campur aduk. Emosi, marah, dan cemas bercampur menjadi satu.Menghilangnya Danisa sama sekali tidak memberikan sedikitpun jejak yang bisa ia telusuri. Perasaan yang bercampur itu membuat akal sehat dan sulit mencerna situasi yang sedang terjadi padanya saat ini.“Jika dia kabur, sudah seharusnya terlihat dari rekaman CCTV tersebut. Lalu apa motif dia menghilang, apa dia tersinggung dengan perubahan sikap mama?” Tanya pria itu pada dirinya sendiri. Setiba di lobi, dia kembali mengeluarkan benda pipi dari dalam kantong celana yang dikenakannya. Tentu saja, dia menghubungi teman yang tak lain adalah pemilik mall tempatnya dia berada saat ini. “Aku butuh bantuan. Istriku menghilang dari toilet di lantai 2.”Suara tawa dari seberang panggilan itu seolah memberi ledekan kepada Daren. Sejak kapan pria kaku dan tidak pernah peduli kepada siapapun itu, saat ini sedang mencemaskan hilangnya sang istri.“Brengsek, Kau. Aku tidak sedang berca
“Cari orang yang membawa istriku!” Tegas Daren pada orang kepercayaannya yang saat ini berada di apartemennya. Setelah Daren mendapatkan pesan masuk yang berupa foto Danisa yang berada dalam sebuah mobil dengan keadaan tak sadarkan diri. Membuat bertambahnya keyakinan jika yang terjadi pada Danisa bukanlah Sebuah upaya pelarian diri. Bukan hanya gambar Danisa, melainkan ada sebuah pesan yang terkirim padanya juga yang sudah berhasil mengobarkan api kemarahan dalam diri Daren. Bukan hanya satu orang yang ada di sana. Seorang IT, Leo, dan orang kepercayaan Daren yang bernama Nelson pun ada di sana. Dia, adalah orang kepercayaan Daren yang siang tadi diminta untuk mencari keberatan wanitanya tanpa melibatkan pihak Kepolisian. “Pak, yang mengirimkan foto Danisa dan Nyonya Riana adalah teman sekaligus tetangga Danisa di apartemennya dulu. Dia juga pria yang selama ini mengenalkan Danisa kepada banyak pria untuk melakukan pekerjaan ONS-nya.” “Damn it! Jangan pernah kau bilang dan bisa s
“Apa yang kau katakan?” Suara tanya dari orang yang sangat berpengaruh di rumah utama itu mengalihkan perbincangan dua pelayan yang sedang membuat teh untuk Riana.Keduanya yang mendengar pertanyaan dari Riana itu pun menunjukkan keterkejutannya. Mereka terlihat gugup, secepatnya mereka mengurai keterkejutan yang tengah terjadi pada diri mereka. “Nyonya. Teh yang diminta baru saya buat. Nanti saya antar ke kamar nyonya,” kaya salah satu pelayan yang sebelumnya diminta oleh Riana untuk membuatkan teh untuknya.Riana tidak menjawab kalimat yang disampaikan oleh pelayannya tersebut itu kepadanya. Dia menatap penuh selidik kepada sang pelayan atas pembicaraan yang tak sengaja dia dengar.Memang sebelumnya Dia meminta pelayan Untuk mengantarkan teh hangat ke kamarnya untuk menemani dirinya menikmati tayangan televisi. Tetapi, saat mengingat Daren dan juga Danisa yang belum kembali ke rumah. Dia kembali ke dapur untuk meminta kepada pelayannya jika anak dan menantunya itu kembali agar meny
Danisa yang sedang dalam pengaruh obat bius sebelumnya itu pun mulai menggeliat. Kedua kelopak matanya yang terasa berat itu pun mulai terbuka dengan perlahan. Dia menatap ke sekeliling ruangan, saat mendapati jika dia sedang berada di ruang asing yang tidak dikenalnya itu pun memaku karena keterkejutan yang dialaminya. “Dimana ini?” Tanyanya yang hanya mampu membatin dalam hatinya sendiri.Tangannya sedang meraba, dia pun semakin tersadar jika saat ini dirinya sedang berada di atas ranjang dan sebuah kamar.Danisa mulai memutar waktu, hingga dai tersadar siang tadi yang merasa ada seseorang yang sedang bersamanya di toilet Mall menyemprotkan sesuatu ke arahnya dan dia langsung tak sadarkan diri. Deg. Setelah tersadar, Danisa mulai berpikir jika saat ini dia sedang diculik oleh orang lain. Lalu siapa yang melakukan hal seperti ini kepada dirinya?Hingga saat dia dapat mendengar suara langkah semakin mendekat ke arah pintu kamar yang masih tertutup. Danisa membelalakkan mata, saat
Danisa dengan cepat memegang perutnya, saat perlakuan kasar ia dapatkan dari Reno. Sungguh lelaki itu sangat tidak berperasaan terhadap dirinya. Dengan begitu gampangnya dia mendorong Danisa terjebak. Untung di atas kasur, andai saja di lantai. Sudah dipastikan akan terjadi benturan pada bagian bawahnya yang akan berakibat buruk pada perutnya. “Brengsek kau, Ren!” Geram Danisa, seketika tatapan matanya itu pun teralihkan pada pintu kamarnya yang terbuka.Danisa membola tak percaya, saat mendapati pria yang tak asing baginya. Hingga Danisa mengumpat dalam hati, saat tahu jika dua orang yang ada di kamar ini sedang bekerja sama. “Seharusnya kau bisa jaga mulutmu itu! Apa kau lupa, jika kau sedang hamil. Kau terlalu menikmati sentuhan yang diberikan oleh bosmu itu. Pantas saja selama ini engkau menolak sentuhan pria-pria yang menjadi partner kerjamu.” Reno menatap dingin ke arah Danisa yang juga menghujamkan tatapan tajamnya tersebut. Nafasnya terengah-engah, dan sangat jelas terliha
Daren sudah tiba di gedung tinggi yang menjulang di pusat kota Singapura. Kehadirannya disambut oleh beberapa orang berbadan tegap dengan berpakaian serba hitam. Salah satu di antaranya menghampiri mobil dari yang berhenti tepat di lobby. Tak ada orang lain di sana. Hanya orang-orang suruhan Nelson yang Daren pastikan sudah mengamankan wilayah di mana istrinya berada. “Lantai lima belas sudah kami bereskan, Tuan Daren,” ujar pria yang memberikan sambutan hormat kepada daran yang baru saja keluar dari dalam mobil mewahnya. Daren tak menjawab, dia hanya memberikan anggukan pelan sebagai tanda kepuasan atas kinerja yang dilakukan oleh pria tersebut.“Apa mereka ada di dalam?” Tanya Daren, memastikan jika pria yang membawa wanitanya sedang berada di apartemen bersama Danisa.“Ada, Tuan. Beberapa saat yang lalu juga datang seorang pria ke apartemen tersebut,” beritahu pria berbadan tinggi dan kekar itu. Daren yang mendapat kabar dari pria itu pun memicing tajam menuntut penjelasan lebi