Home / Romansa / Benarkah? / Lelaki itu?

Share

Lelaki itu?

Author: TwentyOne__
last update Last Updated: 2021-10-02 18:19:21

Usai dari makan malam bersama. Zahrin, Ervan, dan kedua orang tuanya kembali ke kamar masing-masing. Kamar ayah dan ibunya berada di bawah tangga, sebelah kiri. Sedangkan untuk kamar ART di bagian belakang tak jauh dari dapur. 

Setelah sampai di tujuannya. Zahrin merebahkan tubuhnya yang sudah lelah sedari tadi, mematikan lampu temaram jingga yang berada di atas meja, di samping tempat tidurnya. 

Jarum jam menunjukkan pukul 23.05 WIB. Samar-samar Zahrin memandang ke langit-langit kamarnya yang ditempelkan lampu berbentuk bintang yang tak terlalu terang, sebagai pengganti lampu temaram. 

Tiba-tiba saja Zahrin kembali teringat yang ayahnya katakan sore tadi. Namun, Zahrin buang jauh-jauh pikiran buruknya. Barangkali ayahnya takut terjadi sesuatu sampai mengatakan kalimat secara spontan. 

Sebelum tidur, Zahrin membaca doa terlebih dahulu. Memohon kepada Allah untuk dibangunkan Shalat tahajud nantinya dan semoga tak lagi kebablasan saat Shalat subuh. 

Kadang Zahrin merasa malu kepada sang pencipta, memberinya rezeki yang tak terhitung. Namun, lalai saat memenuhi perintah dan keinginan-Nya. 

Tak lama, setelah berdoa mata Zahrin mulai terpejam dan masuk ke alam mimpinya. 

***

Jam 3.30 WIB, pagi. Mata Zahrin terbuka karena kepanasan. Biasanya Zahrin tak pernah lupa menyalakan kipas angin sebelum tidur. Ah, wajar saja bukan. Manusia memang tempatnya lupa, salah, dan khilaf atau mungkin karena tidur terlalu larut malam. 

Meskipun dari golongan atas. Zahrin tak suka menggunakan AC, karna terlalu dingin. 

Dulu, Zahrin pernah mencoba dikamar abangnya. Waktu itu Ervan tak ada dikamar. Zahrin memutuskan untuk masuk. Alhasil badannya menggigil dan kulitnya jadi kering. Zahrin sendiri juga tidak tahu, alasan kenapa kulitnya sensitif terhadap AC. 

Saat menyalakan kipas angin, Zahrin teringat doanya tadi. Bergegas Zahrin berlari ke kamar mandi mengambil wudhu'.

Zahrin pernah membaca di beranda postingan sosial media miliknya. Jika kita berniat dalam hati dan memang bersungguh-sungguh berdoa untuk dibangunkan tahajud. Pasti Allah akan membangunkan dari lelapnya tidur. 

Terkadang Zahrin malah melewati fase itu dan malah memilih kembali tidur. 

Tak butuh waktu lama, Zahrin sudah siap melaksanakan Shalat tahajud 2 rakaatnya, dilanjutkan dengan membaca zikir, bait demi bait dan menengadahkan tangan kepada Allah memohon ampun atas segala khilaf dan kesalahan. Menceritakan segala kebimbangan hati dan pikirannya. 

Tak lama berselang, azan subuh berkumandang. Menenangkan hati dan jiwa saat lantunan demi lantunan lafaz ALLAH diucapkan oleh muazin. 

Kembali Zahrin mengambil wudhu' dan menunaikan 2 rakaat sunah sebelum subuh yang lebih baik dari dunia dan seisinya dan 2 rakaat subuh yang mampu menutup pintu neraka dan membuka pintu surga. 

Orang tua dan abangnya pun tampaknya sudah bangun. Lampu rumah yang semalam dimatikan, dihidupkan kembali menandakan penghuni rumah sudah terjaga dari syahdu dan indahnya mimpi untuk menghadap kepada sang pencipta mengucapkan rasa syukur karna masih dibangunkan untuk beribadah kepada-Nya.

***

Karna hari ini weekend. Zahrin memilih untuk hangout ke kafe sendirian sembari menenangkan dan refreshing dari bayangan perkataan spontan ayahnya sore kemarin.

Selain itu, juga menenangkan otaknya yang baru saja melakukan pertempuran dengan siswa/siswi di BANDUNG INDEPENDENT SCHOOL—sekolah Zahrin. 

Tadinya, Zahrin berencana mengajak Ervan. Ervan tak bisa ikut karna ada urusan mendadak di kampus. Sedangkan orang tua Zahrin sibuk mengurus dan memantau usaha salonnya yang mulai berkembang. Dulu, sebelumnya salon itu milik mendiang kakek dan nenek Zahrin yang kini diwariskan untuk keluarga Maheswara. 

Zahrin mulai membuka lemari 2 pintu miliknya dan mencari baju dan rok yang berwarna senada, pilihannya jatuh pada warna hitam. Untuk hijab, Zahrin memilih warna mocca susu. Tak lupa dengan tas selempang berwarna pink muda yang nantinya akan dipadukan dengan sepatu sneaker yang juga berwarna pink muda.

Selesai dengan outfitnya, Zahrin melangkah keluar kamar menuju meja makan untuk mengisi sedikit lambungnya pagi ini. 

Saat sampai di meja makan, Orang tua Zahrin dan abangnya berdecak kagum dan membulatkan mulutnya yang berbentuk huruf O. Memang, jarang Zahrin berdandan rapi seperti saat ini. 

Pertanyaan demi pertanyaan pun keluar dari mulut ayah dan ibunya tak terkecuali abangnya yang usil mengganggu Zahrin. 

Zahrin pun mengatakan niatnya untuk hangout sebentar pagi ini. Di rumah seharian membuatnya pusing, apalagi sampai sore hari menunggu anggota keluarga kembali ke rumah. 

Suara tawa yang tadi terdengar begitu riuh karna lelucon Ervan, kini mulai mereda. Ayah dan ibu Zahrin memang tak pernah mengekang Zahrin untuk pergi kemana pun ia mau. Asalkan Zahrin tahu batasan dan jam pulang. 

Zahrin mengangguk, tersenyum membuat lesung di pipi kanannya terlihat begitu jelas. Bravo! Beautiful girl. 

***

Saat menatap Zahrin cukup lama. Kembali, desir aneh datang di hati Ervan. Sebisa mungkin Ervan menepisnya. Yang benar saja, Zahrin sudah menjadi bagian dari keluarganya. 

Selesai dari aktivitas makan bersama, satu persatu anggota keluarga Maheswara mulai melangkah pergi untuk melaksanakan agenda masing-masing.

Yang tersisa hanya bik Arum yang sibuk membersihkan meja makan yang berserakan tadi. 

Untuk pergi ke kafe Zahrin memilih untuk diantar Ervan. Karna arah kampus Ervan dan kafe yang dituju Zahrin searah.

Mobil yang mereka tumpangi mulai menjauh dari pekarangan rumah, membelah jalanan yang masih terlihat sepi dan sunyi. Ya, jam menunjukkan pukul 06.44 menit. Apakah para penghuni bumi sudah sampai pada tujuan mereka atau masih terlelap dalam mimpi indah? Ah, sudahlah. Barangkali, Zahrin terlalu bersemangat untuk hangout. 

Dalam mobil, tak ada percakapan antara Zahrin dan Ervan, hening. Zahrin menatap keluar jendela mobil yang sengaja dibuka, menikmati pemandangan gedung-gedung yang dihias begitu indah, tinggi, dan berjejer. Sembari menghirup udara pagi yang masih sejuk, menerobos masuk ke dalam pori-pori.

Sedangkan Ervan fokus menyetir, sesekali curi pandang melihat Zahrin.

***

Setelah menempuh perjalanan 15 menit. Zahrin sampai pada tempat yang ia tuju. Zahrin melepas sabuk pengaman, keluar dari mobil dan melambai ke arah Ervan yang menatapnya dari dalam mobil. 

Saat punggung Zahrin mulai menghilang, masuk ke dalam kafe. Ervan menutup jendela mobil, menginjak pedal gas. Membelah jalanan menuju kampus tujuannya. 

***

Zahrin memilih kafe yang diukir bernuansa klasik, dengan hiasan seolah-olah para pengunjung berada di masa lalu. 

Sampai di bagian receptionist, Zahrin mencari kursi paling sudut, agak jauh dari pengunjung yang lain. Biasanya, tempat ini digunakan untuk orang yang sedang berkencan, begitulah tadi yang dikatakan pelayan kafe pada Zahrin saat memesan makanan. 

Benar saja, apa yang dikatakan pelayan tadi. Saat Zahrin mulai duduk, ia menatap sekelilingnya, ada beberapa meja  dipenuhi para sejoli yang sedang dimabuk asmara. 

'Hu, seharusnya Arin enggak usah di sini. Kan jadi ingat lagi kisah cinta percintaan Arin yang selalu jadi korban ghosting. Eh iya ya, mantan Arin yang dulu di mana sekarang? Apa dia baik-baik aja?.’ Zahrin membatin sendiri, saat pikiran Zahrin melayang pada masa itu. Pelayan kafe membuyarkan lamunannya. 

“Dek, pesan apa?.” Tanya pelayan kafe yang berusia sekitar 8 tahun lebih tua dari Zahrin dengan ramah, senyumnya tak pudar sedikit pun. 

“Eh iya Mbak, hehehe. Maaf mbak, saya pesan ice lemon tea sama spaghetti extra hot aja.” Sahut Zahrin dengan nada cengengesan.

“Oh, oke dek. Siap, ditunggu ya.” Pelayan kafe tersenyum, geleng-geleng kepala melihat tingkah laku anak muda seusia Zahrin. Ada-ada saja. Ya, mungkin mereka belum mengerti rumitnya kehidupan sebelum lulus dari bangku sekolah. 

Susahnya mencari pekerjaan, apalagi yang ekonominya berada di kelas bawah. Memang, inti dari segalanya adalah bersyukur. Dengan begitu, langkah akan terasa lebih ringan dan terasa lebih mudah. 

***

Lebih dari 1 jam Zahrin berdiam diri di kafe. Lambungnya terasa begitu sesak usai dari menyantap hidangan spaghetti 1 porsi dan segelas ice lemon tea yang tadi ia pesan. 

Dengan menopang dagunya dan pandangan yang berada ke arah luar jendela kafe yang dipenuhi tumbuh-tumbuhan hijau nan asri. 

Zahrin merasa cukup untuk menenangkan diri dan beranjak dari tempat duduknya menuju meja kasir. 

Saat berjalan keluar menuju pintu kafe, Zahrin melongo menatap seseorang yang baru saja melewati dirinya yang tampak begitu cuek dan dingin. Jangankan Zahrin seisi kafe yang dihuni oleh kaum hawa, terutama. Menatap si lelaki dengan mata tak berkedip. 

Lelaki dengan postur tubuh yang cukup tinggi, kira-kira memiliki tinggi 170 cm. Dagunya sedikit terbelah, mata agak sipit, hidung bangir. Sayangnya, ia memakai topi, wajahnya samar-samar terlihat. Namun, tak menghilangkan ketampanannya. Style sederhana tapi begitu elegant. 

Ia tak sendiri, ditemani 2 bodyguard pribadinya. 

***

*Siapa sih? Yang ditemui Zahrin? Lelaki yang akan memikat hatinya kembali atau pria di masa lalu yang kini menjelma menjadi si tampan bermuka dingin?

Related chapters

  • Benarkah?   ABASYA AL-HAFIZD MUHAMMAD

    Abasya Al-hafizd Muhammad. Kafe inilah yang menjadi tempat dan awal mula pertemuan mereka berdua.Pria yang tak banyak bicara, dingin, cuek dan penuh misteri, hidup di bawah aturan abi dan uminya.Abasya melakukan semua yang diperintahkan dan diinginkan oleh kedua orang tuanya sebagai rasa hormat, patuh dan sayangnya. Abasya meyakini bahwa apa pun itu, pasti yang terbaik untuk dirinya dan agamanya.Ya, Abasya masih ber notabene sebagai manusia biasa. Kadang, tak sesuai dengan yang diinginkan oleh dirinya. Ingin rasanya Abasya menolak. Tapi, kembali urung dan memilih diam. Selagi ia masih hidup bergantung dan dibiayai oleh orang tuanya Abasya harus patuh, tunduk dan diam atas segala keinginan orang tuanya.Setiap kali merasa tak suka dengan yang diinginkan orang tuanya, Abasya memilih pergi dari rumah dan berdiam diri(itikaf') di mesjid yang tak jauh dari ruma

    Last Updated : 2021-10-02
  • Benarkah?   Ketua osis?

    KETUA OSISDilain sisi, Abasya menghabiskan waktu luangnya disudut ruang kafe, tepatnya diposisi Zahrin tadi, yang ditemani laptop kesayangannya yang berwarna hitam, suasana riuh dan ramai kafe. Ah ya, jangan lupakan 2 asisten pribadi atau bodyguard suruhan umi dan abinya yang duduk tak jauh dari Abasya.Jika boleh jujur, sebagai makhluk sosial yang sudah beranjak dewasa. Abasya tak suka jika seperti ini. Terlalu overprotektif, menurutnya.Tapi.. Ah.. sudahlah'Kita tak punya hak menilai seseorang dan berasumsi sendiri, Apalagi perihal yang paling terdalam dari diri manusia (Hati).’--Abasya Al-Hafizd Muhammad—Tangan Abasya sibuk mengotak-atik keyboard laptopnya, mencari contoh proposal ajuan untuk kepala sekolahnya nanti mengenai pertandingan futsal. Semua harus selesai menjelang Senin, tepatnya besok pagi. 

    Last Updated : 2021-10-02
  • Benarkah?   FLASHBACK

    FLASHBACKSemilir angin yang sejuk di sore hari benar-benar menenangkan hati yang tengah gundah gulana ditambah pula secangkir kopi latte sebagai teman berhalusinasi atau mungkin teman yang menemani dikala hati tengah bimbang akan segala rasa yang sedang membuncah meminta untuk segera diluapkan—itulah yang dilakukan Ravelyn Maheswara, ayah Zahrin.Sesekali angin menerpa rambut putih Rav—panggilan ayah Zahrin, yang tengah duduk di kursi rotan yang disediakan di teras rumah.Rav kembali teringat kejadian 17 tahun yang lalu. Di saat orang tua Zahrin meminta dirinya untuk merawat Zahrin hingga dewasa, menyayanginya dengan setulus hati, tak hanya perihal materi tapi juga kasih dan sayang.Rav tidak tahu pasti apa alasan dibalik semua yang dilakukan orang tua kandung Zahrin, memang sudah sepantasnya Zahrin tahu bahwa ia anak angkat dari keluarga Maheswara.Saat kejadian itu, Rav dan Yara—ibu angkat Zahrin, memang ber

    Last Updated : 2021-10-02
  • Benarkah?   Ervan?

    ERVAN?“A-ayah kenapa? Tenang aja yah, ntar kalau bang Ervan pulang biar Arin yang kasih pelajaran. Ayah jangan nangis, malu ih sama Arin. Bang Ervan bukan anak kecil lagi yah. Bentar lagi pulang kok.” Zahrin memegang tangan sang ayah dengan senyum manisnya.Bulir bening kembali jatuh di pipi Rav. Dadanya sesak tatkala mendengar penuturan Zahrin. Mengapa Zahrin yang begitu polos, yang disakiti oleh dunia ini. Zahrin yang lugu, polos, baik hati, ceria, periang, murah senyum, ramah bahkan perhatian. Apa yang salah dengan diri Zahrin, hingga dunia begitu kejam mempermainkan hatinya.Rav menghapus air matanya dan menatap bola mata hazel milik Zahrin begitu dalam. Tersirat beribu makna di dalam matanya. Sekarang, Zahrin bahkan mirip dengan istrinya. Mungkin, karna mereka yang mengasuh dan merawatnya sedari bayi.“Arin janji ya sama ayah jangan pernah

    Last Updated : 2021-10-02

Latest chapter

  • Benarkah?   Ketua osis?

    KETUA OSISDilain sisi, Abasya menghabiskan waktu luangnya disudut ruang kafe, tepatnya diposisi Zahrin tadi, yang ditemani laptop kesayangannya yang berwarna hitam, suasana riuh dan ramai kafe. Ah ya, jangan lupakan 2 asisten pribadi atau bodyguard suruhan umi dan abinya yang duduk tak jauh dari Abasya.Jika boleh jujur, sebagai makhluk sosial yang sudah beranjak dewasa. Abasya tak suka jika seperti ini. Terlalu overprotektif, menurutnya.Tapi.. Ah.. sudahlah'Kita tak punya hak menilai seseorang dan berasumsi sendiri, Apalagi perihal yang paling terdalam dari diri manusia (Hati).’--Abasya Al-Hafizd Muhammad—Tangan Abasya sibuk mengotak-atik keyboard laptopnya, mencari contoh proposal ajuan untuk kepala sekolahnya nanti mengenai pertandingan futsal. Semua harus selesai menjelang Senin, tepatnya besok pagi. 

  • Benarkah?   ABASYA AL-HAFIZD MUHAMMAD

    Abasya Al-hafizd Muhammad. Kafe inilah yang menjadi tempat dan awal mula pertemuan mereka berdua.Pria yang tak banyak bicara, dingin, cuek dan penuh misteri, hidup di bawah aturan abi dan uminya.Abasya melakukan semua yang diperintahkan dan diinginkan oleh kedua orang tuanya sebagai rasa hormat, patuh dan sayangnya. Abasya meyakini bahwa apa pun itu, pasti yang terbaik untuk dirinya dan agamanya.Ya, Abasya masih ber notabene sebagai manusia biasa. Kadang, tak sesuai dengan yang diinginkan oleh dirinya. Ingin rasanya Abasya menolak. Tapi, kembali urung dan memilih diam. Selagi ia masih hidup bergantung dan dibiayai oleh orang tuanya Abasya harus patuh, tunduk dan diam atas segala keinginan orang tuanya.Setiap kali merasa tak suka dengan yang diinginkan orang tuanya, Abasya memilih pergi dari rumah dan berdiam diri(itikaf') di mesjid yang tak jauh dari ruma

  • Benarkah?   Lelaki itu?

    Usai dari makan malam bersama. Zahrin, Ervan, dan kedua orang tuanya kembali ke kamar masing-masing. Kamar ayah dan ibunya berada di bawah tangga, sebelah kiri. Sedangkan untuk kamar ART di bagian belakang tak jauh dari dapur.Setelah sampai di tujuannya. Zahrin merebahkan tubuhnya yang sudah lelah sedari tadi, mematikan lampu temaram jingga yang berada di atas meja, di samping tempat tidurnya.Jarum jam menunjukkan pukul 23.05 WIB. Samar-samar Zahrin memandang ke langit-langit kamarnya yang ditempelkan lampu berbentuk bintang yang tak terlalu terang, sebagai pengganti lampu temaram.Tiba-tiba saja Zahrin kembali teringat yang ayahnya katakan sore tadi. Namun, Zahrin buang jauh-jauh pikiran buruknya. Barangkali ayahnya takut terjadi sesuatu sampai mengatakan kalimat secara spontan.Sebelum tidur, Zahrin membaca doa terlebih dahulu. Memohon kepada Allah untuk dibangunkan Shalat tahajud nantinya dan semoga tak lagi kebablasan s

  • Benarkah?   Ervan?

    ERVAN?“A-ayah kenapa? Tenang aja yah, ntar kalau bang Ervan pulang biar Arin yang kasih pelajaran. Ayah jangan nangis, malu ih sama Arin. Bang Ervan bukan anak kecil lagi yah. Bentar lagi pulang kok.” Zahrin memegang tangan sang ayah dengan senyum manisnya.Bulir bening kembali jatuh di pipi Rav. Dadanya sesak tatkala mendengar penuturan Zahrin. Mengapa Zahrin yang begitu polos, yang disakiti oleh dunia ini. Zahrin yang lugu, polos, baik hati, ceria, periang, murah senyum, ramah bahkan perhatian. Apa yang salah dengan diri Zahrin, hingga dunia begitu kejam mempermainkan hatinya.Rav menghapus air matanya dan menatap bola mata hazel milik Zahrin begitu dalam. Tersirat beribu makna di dalam matanya. Sekarang, Zahrin bahkan mirip dengan istrinya. Mungkin, karna mereka yang mengasuh dan merawatnya sedari bayi.“Arin janji ya sama ayah jangan pernah

  • Benarkah?   FLASHBACK

    FLASHBACKSemilir angin yang sejuk di sore hari benar-benar menenangkan hati yang tengah gundah gulana ditambah pula secangkir kopi latte sebagai teman berhalusinasi atau mungkin teman yang menemani dikala hati tengah bimbang akan segala rasa yang sedang membuncah meminta untuk segera diluapkan—itulah yang dilakukan Ravelyn Maheswara, ayah Zahrin.Sesekali angin menerpa rambut putih Rav—panggilan ayah Zahrin, yang tengah duduk di kursi rotan yang disediakan di teras rumah.Rav kembali teringat kejadian 17 tahun yang lalu. Di saat orang tua Zahrin meminta dirinya untuk merawat Zahrin hingga dewasa, menyayanginya dengan setulus hati, tak hanya perihal materi tapi juga kasih dan sayang.Rav tidak tahu pasti apa alasan dibalik semua yang dilakukan orang tua kandung Zahrin, memang sudah sepantasnya Zahrin tahu bahwa ia anak angkat dari keluarga Maheswara.Saat kejadian itu, Rav dan Yara—ibu angkat Zahrin, memang ber

DMCA.com Protection Status