KETUA OSIS
Dilain sisi, Abasya menghabiskan waktu luangnya disudut ruang kafe, tepatnya diposisi Zahrin tadi, yang ditemani laptop kesayangannya yang berwarna hitam, suasana riuh dan ramai kafe. Ah ya, jangan lupakan 2 asisten pribadi atau bodyguard suruhan umi dan abinya yang duduk tak jauh dari Abasya.Jika boleh jujur, sebagai makhluk sosial yang sudah beranjak dewasa. Abasya tak suka jika seperti ini. Terlalu overprotektif, menurutnya.
Tapi.. Ah.. sudahlah
'Kita tak punya hak menilai seseorang dan berasumsi sendiri, Apalagi perihal yang paling terdalam dari diri manusia (Hati).’
--Abasya Al-Hafizd Muhammad—
Tangan Abasya sibuk mengotak-atik keyboard laptopnya, mencari contoh proposal ajuan untuk kepala sekolahnya nanti mengenai pertandingan futsal. Semua harus selesai menjelang Senin, tepatnya besok pagi.Abasya memilih keluar rumah bukan karna tak nyaman. Sesekali pikiran juga butuh refreshing. Abasya menghentikan aktivitasnya yang tadi sibuk mengetik saat sekelebat bayangan wanita yang pernah dihadir di masa lalu kembali berputar-putar di memori kepalanya. Dengan cepat, Abasya beristighfar dan melanjutkan kembali aktivitasnya yang terhenti.
‘Ada apa ini?’ Abasya membatin, menatap kosong ke arah jendela luar.
***
Abasya—Ketua osis yang tak terjamah oleh lingkungan sekolahnya—BANDUNG INDEPENDENT SCHOOL. Abasya bukan pria yang terkenal, layaknya cogan idaman kaum hawa, dikelilingi banyak wanita atau mendekati dan didekati wanita. Ya, mungkin yang menyukainya urung karna sifat dan sikap Abasya.Tak mudah untuk Abasya meyakinkan orang tuanya, memilih sekolah di luar pondok pesantren.
ABASYA anak semata wayang pemilik pondok pesantren. Mungkin, karna itu orang tuanya memiliki harapan yang besar pada Abasya. Mereka berharap, Abasya bisa menjadi penerus abinya.
Abasya tetap bersikeras memilih sekolah di luar pesantren. Bukan karna ia tak ingin menempuh ilmu pendidikan agama. +/- 9 tahun Abasya di didik oleh abinya. Saat lulus tahun ke 9, hati Abasya tertarik untuk terjun ke dunia pendidikan umum.
Entahlah, apa penyebab dan apa maksud dari semuanya.
Dengan berbagai macam pertimbangan, akhirnya Abasya di izinkan untuk sekolah di luar pondok pesantren dengan syarat tetap menjaga ikhtilat dan khalwat.
‘ikhtilat adalah bertemunya laki-laki dan perempuan (yang bukan mahramnya) di suatu tempat secara campur baur dan terjadi interaksi di antara laki-laki dan wanita itu (misalnya berbicara, bersentuhan, dan berdesak-desakan). Terkecuali, disekolah karna unsur pendidikan (interaksi antara guru dan murid, dan sesama murid, tapi dalam batas wajar), antara dokter dan pasien.
‘khalwat adalah berkumpulnya seorang laki-laki bersama perempuan yang bukan mahramnya dan tidak ada orang ketiga bersama mereka.’
Note: KALAU SEANDAINYA ADA KESALAHAN DALAM MENJELASKAN MOHON DIMAAFKAN YA READERS🙏❤️ KALIAN BISA COMMENT, SAMA-SAMA BELAJAR❤️COMMENT DAN KRITIK YANG BAIK-BAIK❤️ HAPPY READING'S
Mungkin bisa dijadikan alasan untuk Abasya. Ingin menguji dirinya sendiri dengan cara yang lumayan ekstrim, sejauh mana kekuatan imannya untuk tidak bersentuhan dengan yang bukan mahramnya, untuk tak tertarik pada dunia “pacaran”. Sedangkan, disekolahnya, semua tampak biasa saja. Sulit? Tentunya. Tapi, selama +/- 3 tahun bersekolah di sana, Abasya belum pernah tertarik kepada siapa pun itu. Ia selalu berpegang teguh pada hadist yang mengatakan bahwa “siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil”.
Saat jam istirahat pun, Abasya menghabiskan waktunya untuk duduk di perpustakaan, mencari tempat yang agak jauh dari keramaian. Terkadang, Abasya memilih untuk Shalat Dhuha di Musholla yang berada ditengah-tengah sekolahnya.
Untuk makan saja Abasya menunggu hingga semua sudah sibuk dengan makanan dan minumannya masing-masing. Abasya tahu, jika tak ditunggu terlebih dahulu, alhasil? Tentunya berdesak-desakkan. Dorong satu sama lain.
Tak berarti iman Abasya cukup kuat. Kadang, dengan tertatih-tatih dan sekuat tenaga ia melawan hawa nafsunya.
‘Memang, yang paling sulit dalam berjuang adalah memerangi hawa nafsu sendiri.’
--Abasya Al-Hafizd Muhammad—
Tak ada yang berani mendekati, mengganggu Abasya karna sifatnya yang begitu dingin, cuek dan penuh misteri. Tatapan tak sukanya kepada siapa pun, tak membuat wajah tampannya luntur. Abasya hanya akan tersenyum dan berbicara di saat yang memang sangat mendesak dan pada jam pelajaran sedang berlangsung atau saat ditanya guru perihal pelajaran. Selebihnya? Datar -_-
***
Sadisnya, Abasya pernah memberikan pesan untuk seluruh anggota dan pembimbing OSIS agar tak tak semena-mena memberikan informasi mengenai dirinya dan yang paling penting dan utamanya jika tidak ada urusan yang terlalu penting tak perlu mengekspos tentang dirinya seperti apa.Abasya sempat heran, siapa yang berani mendaftarkan namanya sebagai kandidat pada saat pemilihan ketua OSIS. Abasya sudah menolak dengan beribu alasan logis dan masuk akal. Tapi, guru pembimbingnya memaksa. Untuk mengalihkan debat yang tak berguna, Abasya mengiyakan keinginan gurunya dan Abasya mengajukan beberapa persyaratan dan perjanjian.
Abasya sempat heran, siapa yang berani mendaftarkan namanya sebagai kandidat pada saat pemilihan ketua OSIS. Abasya sudah menolak dengan beribu alasan logis dan masuk akal. Tapi, guru pembimbingnya memaksa. Untuk mengalihkan debat yang tak berguna, Abasya mengiyakan keinginan gurunya dan Abasya mengajukan beberapa persyaratan dan perjanjian.
Jika ditanya, kenapa sosok ABASYA AL-HAFIZD MUHAMMAD tak terekspos meskipun ketua osis? Bukankah kita tau bahwa sosok ketua osis punya banyak kegiatan, yang pasti dan tentunya dikenali seluruh siswa atau siswi.
Jika pun tak tau dan tak pernah melihat wajahnya, setidaknya pernah mendengar nama ataupun sebaliknya(lupa wajah tak tau nama)
Ya, perjanjian itulah jawabannya. Abasya hanya akan mengerjakan tugas yang berbau proposal, revisi dan sejenisnya. Untuk berbagai macam kegiatan yang mengharuskan berdiri di depan umat manusia disekolahnya, terkhusus kaum hawa yang mendominasi. Abasya memilih untuk mengalihkan tugas itu kepada sang wakil ketua osis yang tak kalah tampannya dari sosok Abasya. Eits, masih menang Abasya dong🤣
Abasya heran, apa fungsinya sebagai ketua osis, jika terus-menerus seperti ini, hampir setahun lebih. Hebatnya, siswa atau siswi seantero sekolahnya mungkin berpikir bahwa sang wakil lah yang menjadi ketua.
Ketua macam apa dirinya? Kendati demikian? Abasya tetap berpegang teguh pada keinginan. Siapa juga yang mau jadi ketua osis, itulah yang selalu jadi acuannya ketika disalahkan atau dikatakan tak becus jadi KETUA osis.
Itulah penyebab pasti, kenapa Zahrin Raminah Maheswara tak mengenali sosok jiwa yang dingin, cuek dan penuh misteri dari si pemilik hidung bangir –abasya
Meskipun cuek, Abasya tetap punya sisi baik yang tersembunyi. Hanya dia dan Allah yang maha tau.
Abasya tak pernah peduli tentang bagaimana pandangan orang lain mengenai dirinya.
‘setiap orang berhak berkomentar, berpendapat tentang diri kita. Selama tak merugikan diri kita sendiri. Lantas mengapa harus menguras tenaga dan pikiran untuk memikirkan dan meladeni hal-hal yang tak penting? Allah maha adil dan tak pernah tidur. Allah dengar dan tau segalanya. Percayalah, libatkan selalu Allah dalam hidup ini. Maka, dunia akan baik-baik saja.’
--Abasya Al-Hafizd Muhammad—
Sistem pemilihan osis disekolahnya—Bandung independent school, tak menggunakan sistem seperti biasanya. Sangat jauh berbeda, dan tentunya aneh didengar telinga.
Disekolahnya, jika jabatan ketua osis sebelumnya sudah habis. Maka seluruh siswa dan siswi Bandung Independent School dikumpulkan dan diperkenankan untuk memilih ketua osis yang diinginkan. Untuk calon ketua osis dan wakil ketua osis dikhususkan untuk laki-laki dan selebihnya, para seksi-seksi atau anggotanya lainnya menjadi tanggung jawab ketua osis dan wakil ketua osis.
Abasya sempat curiga pada seseorang yang sangat mengenali dirinya. Siapa lagi, disekolahnya yang tau kehidupan pribadinya selain perempuan itu. Tapi, minimnya bukti, Abasya tetap diam dan tak mau asal tuduh.
Yang nantinya malah menyakiti hati si perempuan itu dan menimbulkan fitnah dan prasangka tak baik.
Al-Hujurat ayat 12
(Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik.)***
Gaes? Siapa sih perempuan yang hadir dimaksud Abasya? Dan siapa juga perempuan yang tau tentang kehidupan pribadinya secara mendetail?
Yuk baca lagi❤️🥰
FLASHBACKSemilir angin yang sejuk di sore hari benar-benar menenangkan hati yang tengah gundah gulana ditambah pula secangkir kopi latte sebagai teman berhalusinasi atau mungkin teman yang menemani dikala hati tengah bimbang akan segala rasa yang sedang membuncah meminta untuk segera diluapkan—itulah yang dilakukan Ravelyn Maheswara, ayah Zahrin.Sesekali angin menerpa rambut putih Rav—panggilan ayah Zahrin, yang tengah duduk di kursi rotan yang disediakan di teras rumah.Rav kembali teringat kejadian 17 tahun yang lalu. Di saat orang tua Zahrin meminta dirinya untuk merawat Zahrin hingga dewasa, menyayanginya dengan setulus hati, tak hanya perihal materi tapi juga kasih dan sayang.Rav tidak tahu pasti apa alasan dibalik semua yang dilakukan orang tua kandung Zahrin, memang sudah sepantasnya Zahrin tahu bahwa ia anak angkat dari keluarga Maheswara.Saat kejadian itu, Rav dan Yara—ibu angkat Zahrin, memang ber
ERVAN?“A-ayah kenapa? Tenang aja yah, ntar kalau bang Ervan pulang biar Arin yang kasih pelajaran. Ayah jangan nangis, malu ih sama Arin. Bang Ervan bukan anak kecil lagi yah. Bentar lagi pulang kok.” Zahrin memegang tangan sang ayah dengan senyum manisnya.Bulir bening kembali jatuh di pipi Rav. Dadanya sesak tatkala mendengar penuturan Zahrin. Mengapa Zahrin yang begitu polos, yang disakiti oleh dunia ini. Zahrin yang lugu, polos, baik hati, ceria, periang, murah senyum, ramah bahkan perhatian. Apa yang salah dengan diri Zahrin, hingga dunia begitu kejam mempermainkan hatinya.Rav menghapus air matanya dan menatap bola mata hazel milik Zahrin begitu dalam. Tersirat beribu makna di dalam matanya. Sekarang, Zahrin bahkan mirip dengan istrinya. Mungkin, karna mereka yang mengasuh dan merawatnya sedari bayi.“Arin janji ya sama ayah jangan pernah
Usai dari makan malam bersama. Zahrin, Ervan, dan kedua orang tuanya kembali ke kamar masing-masing. Kamar ayah dan ibunya berada di bawah tangga, sebelah kiri. Sedangkan untuk kamar ART di bagian belakang tak jauh dari dapur.Setelah sampai di tujuannya. Zahrin merebahkan tubuhnya yang sudah lelah sedari tadi, mematikan lampu temaram jingga yang berada di atas meja, di samping tempat tidurnya.Jarum jam menunjukkan pukul 23.05 WIB. Samar-samar Zahrin memandang ke langit-langit kamarnya yang ditempelkan lampu berbentuk bintang yang tak terlalu terang, sebagai pengganti lampu temaram.Tiba-tiba saja Zahrin kembali teringat yang ayahnya katakan sore tadi. Namun, Zahrin buang jauh-jauh pikiran buruknya. Barangkali ayahnya takut terjadi sesuatu sampai mengatakan kalimat secara spontan.Sebelum tidur, Zahrin membaca doa terlebih dahulu. Memohon kepada Allah untuk dibangunkan Shalat tahajud nantinya dan semoga tak lagi kebablasan s
Abasya Al-hafizd Muhammad. Kafe inilah yang menjadi tempat dan awal mula pertemuan mereka berdua.Pria yang tak banyak bicara, dingin, cuek dan penuh misteri, hidup di bawah aturan abi dan uminya.Abasya melakukan semua yang diperintahkan dan diinginkan oleh kedua orang tuanya sebagai rasa hormat, patuh dan sayangnya. Abasya meyakini bahwa apa pun itu, pasti yang terbaik untuk dirinya dan agamanya.Ya, Abasya masih ber notabene sebagai manusia biasa. Kadang, tak sesuai dengan yang diinginkan oleh dirinya. Ingin rasanya Abasya menolak. Tapi, kembali urung dan memilih diam. Selagi ia masih hidup bergantung dan dibiayai oleh orang tuanya Abasya harus patuh, tunduk dan diam atas segala keinginan orang tuanya.Setiap kali merasa tak suka dengan yang diinginkan orang tuanya, Abasya memilih pergi dari rumah dan berdiam diri(itikaf') di mesjid yang tak jauh dari ruma
KETUA OSISDilain sisi, Abasya menghabiskan waktu luangnya disudut ruang kafe, tepatnya diposisi Zahrin tadi, yang ditemani laptop kesayangannya yang berwarna hitam, suasana riuh dan ramai kafe. Ah ya, jangan lupakan 2 asisten pribadi atau bodyguard suruhan umi dan abinya yang duduk tak jauh dari Abasya.Jika boleh jujur, sebagai makhluk sosial yang sudah beranjak dewasa. Abasya tak suka jika seperti ini. Terlalu overprotektif, menurutnya.Tapi.. Ah.. sudahlah'Kita tak punya hak menilai seseorang dan berasumsi sendiri, Apalagi perihal yang paling terdalam dari diri manusia (Hati).’--Abasya Al-Hafizd Muhammad—Tangan Abasya sibuk mengotak-atik keyboard laptopnya, mencari contoh proposal ajuan untuk kepala sekolahnya nanti mengenai pertandingan futsal. Semua harus selesai menjelang Senin, tepatnya besok pagi. 
Abasya Al-hafizd Muhammad. Kafe inilah yang menjadi tempat dan awal mula pertemuan mereka berdua.Pria yang tak banyak bicara, dingin, cuek dan penuh misteri, hidup di bawah aturan abi dan uminya.Abasya melakukan semua yang diperintahkan dan diinginkan oleh kedua orang tuanya sebagai rasa hormat, patuh dan sayangnya. Abasya meyakini bahwa apa pun itu, pasti yang terbaik untuk dirinya dan agamanya.Ya, Abasya masih ber notabene sebagai manusia biasa. Kadang, tak sesuai dengan yang diinginkan oleh dirinya. Ingin rasanya Abasya menolak. Tapi, kembali urung dan memilih diam. Selagi ia masih hidup bergantung dan dibiayai oleh orang tuanya Abasya harus patuh, tunduk dan diam atas segala keinginan orang tuanya.Setiap kali merasa tak suka dengan yang diinginkan orang tuanya, Abasya memilih pergi dari rumah dan berdiam diri(itikaf') di mesjid yang tak jauh dari ruma
Usai dari makan malam bersama. Zahrin, Ervan, dan kedua orang tuanya kembali ke kamar masing-masing. Kamar ayah dan ibunya berada di bawah tangga, sebelah kiri. Sedangkan untuk kamar ART di bagian belakang tak jauh dari dapur.Setelah sampai di tujuannya. Zahrin merebahkan tubuhnya yang sudah lelah sedari tadi, mematikan lampu temaram jingga yang berada di atas meja, di samping tempat tidurnya.Jarum jam menunjukkan pukul 23.05 WIB. Samar-samar Zahrin memandang ke langit-langit kamarnya yang ditempelkan lampu berbentuk bintang yang tak terlalu terang, sebagai pengganti lampu temaram.Tiba-tiba saja Zahrin kembali teringat yang ayahnya katakan sore tadi. Namun, Zahrin buang jauh-jauh pikiran buruknya. Barangkali ayahnya takut terjadi sesuatu sampai mengatakan kalimat secara spontan.Sebelum tidur, Zahrin membaca doa terlebih dahulu. Memohon kepada Allah untuk dibangunkan Shalat tahajud nantinya dan semoga tak lagi kebablasan s
ERVAN?“A-ayah kenapa? Tenang aja yah, ntar kalau bang Ervan pulang biar Arin yang kasih pelajaran. Ayah jangan nangis, malu ih sama Arin. Bang Ervan bukan anak kecil lagi yah. Bentar lagi pulang kok.” Zahrin memegang tangan sang ayah dengan senyum manisnya.Bulir bening kembali jatuh di pipi Rav. Dadanya sesak tatkala mendengar penuturan Zahrin. Mengapa Zahrin yang begitu polos, yang disakiti oleh dunia ini. Zahrin yang lugu, polos, baik hati, ceria, periang, murah senyum, ramah bahkan perhatian. Apa yang salah dengan diri Zahrin, hingga dunia begitu kejam mempermainkan hatinya.Rav menghapus air matanya dan menatap bola mata hazel milik Zahrin begitu dalam. Tersirat beribu makna di dalam matanya. Sekarang, Zahrin bahkan mirip dengan istrinya. Mungkin, karna mereka yang mengasuh dan merawatnya sedari bayi.“Arin janji ya sama ayah jangan pernah
FLASHBACKSemilir angin yang sejuk di sore hari benar-benar menenangkan hati yang tengah gundah gulana ditambah pula secangkir kopi latte sebagai teman berhalusinasi atau mungkin teman yang menemani dikala hati tengah bimbang akan segala rasa yang sedang membuncah meminta untuk segera diluapkan—itulah yang dilakukan Ravelyn Maheswara, ayah Zahrin.Sesekali angin menerpa rambut putih Rav—panggilan ayah Zahrin, yang tengah duduk di kursi rotan yang disediakan di teras rumah.Rav kembali teringat kejadian 17 tahun yang lalu. Di saat orang tua Zahrin meminta dirinya untuk merawat Zahrin hingga dewasa, menyayanginya dengan setulus hati, tak hanya perihal materi tapi juga kasih dan sayang.Rav tidak tahu pasti apa alasan dibalik semua yang dilakukan orang tua kandung Zahrin, memang sudah sepantasnya Zahrin tahu bahwa ia anak angkat dari keluarga Maheswara.Saat kejadian itu, Rav dan Yara—ibu angkat Zahrin, memang ber