Beranda / Romansa / Belenggu Hasrat CEO / 2. Cerita Hafsah

Share

2. Cerita Hafsah

Penulis: Siska Cahaya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-05 09:33:29

"Hafsah!" panggil seorang perempuan berlari menghampiri Hafsah yang sedang duduk di hadapan polisi.

"Umma," sahut Hafsah lemah.

"Pak, ada apa dengan dia?" tanyanya pada polisi.

"Gadis ini kami temui di hotel dalam keadaan mabuk. Ditanya dia tidak tahu kenapa sampai ada di sana dan bersama siapa. Dia menangis terus dan menolak menjawab pertanyaan kami." Polisi menatap Hafsah dengan tajam.

Malini menarik napas panjang lalu menatap mantan muridnya. Dia tahu apa yang dialami gadis ini, tapi untuk ke hotel dia ingin segera mengetahuinya.

"Pak, saya akan jadi jaminan gadis ini. Lepaskan dia! Dia hanya dijebak dan tak bisa mengendalikan masalahnya. Atau ... ini." Aryan menyodorkan amplop ke hadapannya.

Polisi menatap Aryan dan Malini lalu Hafsah. Dia menarik napas dan menggeleng. Setelah itu kembali memberikan amplop pada Aryan.

"Tanda tangani berkas ini. Hanya itu! Setelahnya kalian boleh membawa gadis ini." Polisi itu menatap Hafsah. "Jangan ulangi kesalahan yang sama. Pergilah!“

"Terima kasih, Pak!" Aryan dan Malini menjabat tangan polisi lalu berdiri.

Hafsah yang masih merasa pusing dan lemah berdiri tertatih. Aryan tak tega melihatnya, diraupnya tubuh lemah itu lalu melangkah menuju mobil. Hafsah sudah memakai kembali pakaiannya meski bau alkohol masih menguar dari mulut dan bajunya.

"Kita ke rumah!" titah Malini setelah di mobil.

Semuanya diam. Aryan menatap gadis yang ada di sampingnya lalu menggenggam jemari lentik nan putih berseri itu. Dia mengusap lembut sambil menatap tersenyum. Tak lama mobil tiba di rumah mereka. Ketiganya keluar dengan Hafsah dipapah Aryan.

"Istirahat di kamar dulu, Umma akan buatkan teh lemon untukmu," katanya mengusap pipi Hafsah.

"Aku antar," ujar Aryan menggenggam jemarinya lalu menuju kamar di sisi kanan rumah mewah itu.

Aryan membuka pintu lalu mengajak Hafsah masuk. Kamar itu sudah seperti miliknya sendiri. Ada boneka dan barang-barang miliknya yang tidak pernah berpindah tempat. Malini adalah dosennya saat di kampus dulu. Tamat kuliah, Hafsah masih berhubungan baik dengannya. Bercerita apa saja layaknya seorang putri pada ibunya. Malini juga menyayanginya.

"Ada apa, Hafsah? Apa yang terjadi?" tanya Aryan menatapnya setelah membantu Hafsah duduk di ranjang.

Gadis itu tak merespon. Tatapannya kosong tapi lemah. Ingatannya hanya berputar di club dan bertemu seorang lelaki yang dia lupa wajahnya. Dia ingat, lelaki itu memiliki tatapan mata yang tegas. 

"Hafsah?" Aryan menyentuh tangannya membuat Hafsah menatapnya. 

Tak lama Malini masuk dan memberikan teh lemon pada Hafsah. Memintanya minum meski tak bersuara. Namun, tatapan perempuan berjilbab itu penuh kecemasan dan kasih sayang. Hafsah meminumnya perlahan tanpa menjawab. Malini dan Aryan membiarkan dia menghabiskan teh dan menunggu kejelasannya.

"Udah Umma," ujar Hafsah bersuara pelan.

Malini meraih gelas lalu meletakkan di nakas. Hafsah memeluknya erat dan tiba-tiba menangis.

"Kalau belum siap bercerita nanti saja. Umma akan menunggu sampai kamu siap," jelas Malini mengusap pipinya.

"Hafsah ayo cerita! Kamu kenapa? Kenapa bisa ada di hotel? Bukankah kamu ada peluncuran brand terbaru?" Aryan langsung menodongnya dengan banyak pertanyaan.

Hafsah menatap lelaki tampan di hadapannya. Aryan memang sepeduli itu padanya. Hanya saja semalam lelaki itu ada pekerjaan yang harus diselesaikan sehingga tidak bisa menemani Hafsah di acara pentingnya. Sebagai seorang model tampan sekaligus CEO di perusahaan ayahnya membuat dia sibuk dan kesulitan membagi waktu.

Hafsah menangis hingga terisak-isak di pelukan Malini. Perempuan itu membiarkannya dan meminta Aryan untuk diam. Setelah tangisnya reda Hafsah menceritakan segala masalahnya yang sudah di ketahui Malini bahwa ibunya Hafsah membenci dirinya.

Hafsah menceritakan segala yang terjadi pada Malini dan Aryan. Di mana dia kecewa pada ibu dan takdirnya. Meski dia berkecukupan harta tapi dia tidak pernah mendapatkan kasih sayang seorang ibu dari Hayati, ibu kandungnya. Hafsah lelah dan putus asa setiap mengingat kejadian menyedihkan dalam hidupnya. 

"Aku ke club untuk menghilangkan masalahku, Umma. Berharap keluar dari sana Mama akan sayang padaku. Tapi aku tidak tahu kenapa bisa ada di hotel." Hafsah menangis lagi sambil menatap Malini. "Tapi aku ingat ... ada seorang lelaki bersamaku. Tapi kemana dia? Apa dia yang membawaku ke hotel?"

"Lelaki?" tanya Aryan menatap Hafsah.

"Polisi menemukanmu dalam keadaan tidak sadarkan diri. Mereka sedang patroli karena ada laporan tentang transaksi narkoba di kamar yang tidak jauh dari yang kamu tempati," jelas Malini.

Hafsah menatap Malini yang tersenyum lalu memeluk gadis itu. Sementara Aryan mengepalkan tangan takut lelaki itu melakukan sesuatu pada Hafsah.

"Punya masalah bukan lari ke club. Ke Allah. Kamu salat, mengaji, salat sunnah, salat wajib, dan lain hal sebagainya." Malini menangkup kedua pipi gadis itu dan tersenyum. 

"Aku butuh jawaban, Umma. Aku capek, aku lelah terus diperlakukan seperti ini oleh mama," jawab Hafsah menggeleng.

"Lari ke aku, ngapain kamu ke sarang macan yang sedang lapar. Aku cemas Hafsah!" ujar Aryan menggenggam tangannya.

"Allah memberikan semua ini pertanda kamu mampu. Kamu sanggup, Nak. Setiap manusia memiliki ujiannya masing-masing. Hanya beda porsi dan sanggup saja. Umma, tahu bicara itu mudah, tapi percayalah jika kamu melihat ke sisi lain, dimana orang-orang menginginkan posisi seperti kamu maka kamu akan lebih bersyukur meski ujian yang kamu lalui terasa berat," jelas Malini mengusap rambut yang terurai.

Aryan duduk di sisinya dan terus menggenggam jemari Hafsah.

"Ada aku yang selalu siap untukmu, Hafsah. Tapi maaf semalam aku dan Umma gak bisa datang ke acara kamu. Aku ada pekerjaan mepet ya seperti yang aku jelaskan di telepon. Tapi bukan berarti kami meninggalkanmu sepenuhnya. Kamu bisa bicara denganku jika kamu merasa gak sanggup. Ingat di sini kamu gak sendirian," kata Aryan terus menggenggam tangannya tapi dilepaskan Hafsah lalu dia menggenggam tangan Malini.

"Bolehkah aku bersedih dan kecewa dengan hidupku, Umma? Bolehkah aku merasa tak berarti di saat ibuku sendiri mengatakan tiadapun tidak jadi masalah baginya. Itu sakit sekali, Umma," isak Hafsah.

Malini menariknya ke pelukan lalu mengusap kepalanya seraya membisikkan kalimat-kalimat Allah. 

"Istighfar, Nak," bisik Malini terus menyebut nama Allah.

Hafsah mengikuti walau dalam hati, bibirnya masih gemetar menahan tangis. Pelukan yang tidak pernah dia rasakan bersama ibu kandungnya dia dapatkan bersama Malini. Perempuan asing di tanah Jawa yang tidak mengetahui seluk beluk keluarga Hafsah.

"Keluarlah, Aryan! Istirahatlah ini sudah hampir subuh." Malini menatap jam di dinding yang menunjukkan pukul empat pagi. "Tidurlah ... Umma akan menemani."

Aryan keluar setelah mengusap air mata Hafsah lalu mencium kening Malini. Lelaki tinggi besar itu meninggalkan dua perempuan yang amat dia cintai. Dia ingin bertemu keluarga Hafsah dan menanyakan mengapa sangat membenci gadis secantik Hafsah.

"Aku akan selalu melindungimu, Hafsah!" 

Hafsah dan Malini istirahat, tapi Malini tak benar-benar pulas karena menjaga waktu agar tak terlambat salat subuh. Benar saja, rasanya baru memejamkan mata, azan subuh sudah berkumandang. Perempuan itu bangkit untuk berwudhu dan salat di tempat khusus di rumahnya. Hafsah yang menyadarinya mengikuti Malini.

"Umma aku mau salat, boleh?" tanya Hafsah dengan mata yang sebab.

    

Bab terkait

  • Belenggu Hasrat CEO    3. Teka-Teki GA

    "Masyaallah, tentu boleh, Sayaaang," jawab Malini tersenyum."Aku mandi dulu. Umma tunggu aku," kata Hafsah.Malini mengangguk dan Hafsah menuju ke kamarnya. Gadis itu mandi dan mencoba menghanyutkan masalahnya bersama air yang turun dari tubuhnya. Usai mandi Hafsah kembali ke kamar dan membuka lemari pakaian di sana. Mata indah itu tertegun melihat satu set gamis lengkap dengan cadarnya. Tangannya gemetar menyentuh baju dalam yang telah beberapa kali Malini meminta Hafsah memakainya."Sebagai perempuan kita wajib menutup aurat. Semakin tertutup aurat kita semakin mahal dan berakhlak pribadi seorang perempuan. Malu jika sudah berjilbab masih melakukan dosa. Malu sama jilbab jika masih tak beribadah padahal Allah sudah amat baik memberikan kesehatan dan kecantikan pada kita. Berlian harus ditutup agar tak terlihat murahan."Ucapan Malini seketika melintas di benaknya. Sering kali dia meminta Hafsah menutup aurat demi keselamatan dirinya. Keselamatan dari pandangan lelaki dan api neraka

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Belenggu Hasrat CEO    4. Ditolak

    Hafsah menarik napas panjang dengan kepala berdenyut merdu. Ternyata lelaki itu bukan berasal dari Kalimantan. Gadis itu menutup laptop lalu bersiap untuk ke butik miliknya. Siang ini dia ada acara pertemuan dengan model baru yang akan memakai rancangannya di sebuah hotel.Hafsah bersiap masih dengan pakaian yang sama. Gadis itu melaju dengan mobil menuju hotel yang tak jauh dari kediamannya. Sesampainya, dia parkir di tempat khusus yang telah disediakan. Dua pegawainya telah menunggu di sana."Pak Gio?" Sapa Hafsah mengangguk sopan pada suami Malini itu.Lelaki itu menatap tajam seolah menelisik siapa yang memanggilnya. Aryan yang juga ada di sana menatap tersenyum."Hafsah, Pa," jelas Aryan menunjuk gadis didepannya."Masyaallah, Hafsah! Ini kamu?" katanya tak percaya tapi dengan raut wajah bahagia, "saya pangling lihat kamu. Berasa menatap berlian.""Nah lihat kan? Kamu semakin mempesona dengan hijab dan cadar ini," goda Aryan membuat Hafsah langsung menunduk.Dua pegawainya juga t

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Belenggu Hasrat CEO    5. Siapa Gio Adelardo

    "Hafsah!" teriak Aryan gegas menopang tubuh gadis itu dengan kedua tangannya.Hafsah menangis, dia tersedu di depan Aryan dengan tubuh terguncang. Namun, Hayati tetap tak peduli."Pergilah, Hafsah! Kehadiranmu hanya akan mengingatkan aku pada kejadian dua puluh tiga tahun lalu saat kamu tercipta. Kamu tercipta sebab kesalahan hingga suamiku meninggalkan aku yang amat mencintainya. Pergilah sebelum satpam mengusirmu!" bentaknya tanpa mau menatap Hafsah."Sebenci itu Mama padaku? Apa salahku, Maa?" isak Hafsah tanpa suara."Aku membencimu! Sangat!" jelasnya lalu memutar tubuh, "pergi sebelum para satpam di rumah ini menyeretmu." Setelah mengucapkan kata-kata pedih itu Hayati masuk ke dalam rumah mewahnya. Semua pelayan hanya mampu menatap iba tanpa bisa menolong. Mereka yang sudah sejak lama mengenal Hafsah hanya bisa mendoakan gadis itu."Kita kembali ke Bandung, Hafsah," ujar Aryan memeluknya erat. Hafsah diam tanpa merespon apa pun, tanpa dia tahu bahwa lelaki itu menyeka sudut mat

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Belenggu Hasrat CEO    6. kedekatan yang samar

    6. Kedekatan.Hafsah menggeleng dan terisak. Tiba-tiba rasa hampa merayap perlahan menghimpit dada. Jauh dalam lubuk hatinya ada jeritan pilu yang terperangkap. Tangannya mengepal erat tapi tatapan matanya kosong. Hafsah mundur perlahan tanpa kata dan suara tangisan."Dek," ujar Hanan melirik adiknya yang seperti patung bernapas cepat.Hafsah tak bergeming, ucapan Halimah berhasil menembus nadi hingga ke jantungnya. Benarkah Gio yang dia kenal yang dimaksud oleh neneknya? Sementara Halimah dan Hayati masih tak menyadari bahwa Hafsah telah mengetahui apa yang mereka sembunyikan."Terserah dia mau apa! Aku tidak perduli sekalipun lelaki sialan itu membawanya jauh dariku! Ibu tahu apa yang aku alami semenjak kehamilan Hafsah hingga dia lahir?" Hayati menatap tajam pada Halimah. "Itu kepedihan yang tidak bisa aku lupakan!"Halimah menggeleng."Dia penyebab aku dan Amir berpisah. Dia penyebab Amir memilih perempuan lain dan meninggalkan aku dalam hamil besar lalu lahirkan tanpa suami! Itu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-29
  • Belenggu Hasrat CEO    7. Bertemu Hafsah

    Pesawat membawa Maher ke tujuan yaitu kota Padang. Maher pernah beberapa kali ke sini untuk urusan bisnisnya. Namun, untuk urusan cinta dan perasaan dia tidak pernah semenggebu ini. Perasaannya sering tak terkendali saat mengingat sosok gadis yang selalu bermain dalam hayalnya belakangan ini. Sosok yang membuat dia penasaran.Di sisi lain, pagi ini Aryan bersiap mendatangi rumah Hafsah. Dia tidak memakai pakaian formal, tapi lebih ke santai yang maskulin. Dua buah cincin dimasukkan ke saku celana dengan tergesa. Lalu keluar dari hotel dengan mobil yang di sediakan pihak hotel. Aryan menuju rumah Hafsah dengan gejolak yang sulit diredam.Sementara gadis yang di tuju sedang bersiap ikut dengan sang kakak ke kantor. Dia tetap berpenampilan dengan pakaian muslimahnya. Hafsah menuju halaman di mana Hanan telah menunggu. "Kalau orang lain berpakaian seperti ini, maka akan aku katakan dia aneh dan ke arab-araban. Tapi ini malah adikku sendiri perpajakan seperti ini. Aku harus bilang apa?"

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Belenggu Hasrat CEO    8. Kakak Adik

    "Apa ini bagian dari rencanamu untuk mendekati adikku?" tanya Hanan maju dan langsung menarik Maher dengan kasar. "Bang, udah. Kita buru-buru kan?" Hafsah melerai keduanya. Maher menarik napas kasar sambil merapikan bajunya. Namun, tatapannya fokus pada langkah dan kibaran baju Hafsah. Maher menyentuh dada dan memejamkan mata dan tangan terkepal erat. "Dalam diam aku menatap setiap keindahan itu seperti nyata. Wajahmu nan ayu berhasil membiusku, membuatku terdiam tanpa kata." Maher membuka mata dan tersenyum. "Semakin kesini Tuan semakin banyak perubahan. Seperti apa gadis yang digilai, Tuan Maher itu," bisik anak buahnya pada yang lain. "Kita kembali!" titah Maher dengan dingin. Sementara Hafsah mulai memasuki kantor dan diperkenalkan oleh Hanan. Semua pegawai menunduk tajam dan sungkan. Mereka tidak menyangka bahwa klan Martadinata ada yang berhijab. Hanan menunjukkan ruangan pribadi milik Hafsah dan langsung diberikan satu sekretaris khusus untuknya. "Dia akan bekerja

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-02
  • Belenggu Hasrat CEO    9. Benarkah?

    Rio tiba di ruangan Hafsah. Namun, dia melihat Hayati sedang membanting vas bunga ke dinding lalu ditenangkan Hanan. Hanan tak bicara sepatah pun, hanya deru napas yang menghiasi ruangan itu."Bagaimana dia tahu, Hanan? Bagaimana Hafsah bisa tahu tentang lelaki itu?" tanya Hayati dengan napas memburu."Mama lupa Hafsah itu lahir dari perempuan seperti apa?" Hanan menatap ibunya lalu memukul angin dengan kuat, "dia mewarisi keras kepala dan rasa ingin tahu darimu, Ma."Hayati terhenyak. Dia sadar selama ini sikap keras dan acuhnya pada Hafsah. Namun, dia lupa bahwa Hafsah tak hanya anak dari lelaki itu, tapi juga darah dagingnya. Mewarisi segala sifat darinya. Hanya saja, selama ini Hafsah bisa mengendalikan segala emosi dan angkuhnya dengan pemahaman ilmu agama yang diajarkan Malini padanya."Permisi, Pak," ujar Rio memecah kebisuan di antara ibu dan anak itu.Hanan menoleh dan mengangguk. Hayati menarik napas lalu meraih tasnya dan gegas meninggalkan ruangan itu."Ada apa, Man?" t

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Belenggu Hasrat CEO    10. Mendonorkan Darah

    Tubuh Aryan dihantam oleh mobil yang melintas dengan kencang. seketika suasana berubah menjadi kepanikan. Suara benturan dan teriakan memenuhi jalan raya dengan kemacetan total. Aryan menatap lemah pada gadis yang berdiri bak patung tak jauh darinya. pandangannya perlahan mengabur dan genggaman pada cincin di telapak tangan terlepas seiring darah segar menyembur dari mulutnya. Hafsah terpaku menyaksikan Aryan menggelepar setelah menyemburkan darah yang beku bercampur segar. Gadis itu berlari dengan gontai menuju Aryan yang tak lagi bereaksi. Hafsah terdaya menyaksikan begitu banyak darah mengalir dari kepala dan rusuk Aryan. "Aryaaaaan!" teriak Hafsah luruh di hadapannya. Aryan tak bergeming. Teriakan Hafsah tak lagi bisa menembus pendengarannya. Gadis itu terus terisak dan gemetar melihat apa saja yang baru terjadi. "Aryan bangun! bangun Aryan! aku mohon!" isak Hafsah menyentuh pipi Aryan yang terus dialiri darah, "seseorang telepon ambulance!" Salah seorang yang menyaksikan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-04

Bab terbaru

  • Belenggu Hasrat CEO    33. Karyawan Tahu?

    "Ap-ap-ap?" Hafsah terperanjat dengan nada lirih seperti bisikan. Matanya bulat menatap Maher yang menatapnya lembut dan tersenyum."Aku serius. Aku mencintaimu!" kata Maher tegas."Aku-""Kamu tidak perlu menjawabnya, Hafsah. Bahkan kamu tidak perlu membalas cintaku. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku mencintaimu. Dalam beberapa kali pertemuan kita, dalam hatiku ada getar yang aneh. Ada rasa nyaman yang sulit aku jelaskan saat kita bersama. Ada ketakutan saat kamu tidak ada, apalagi membayangkan kamu mengalami segala hal penderitaan sejak lama seorang diri membuat merasa mendidih dan ingin menghabisi semua orang." Maher terus menatap Hafsah hingga dia menunduk dan menatap makanannya."Teruslah bersikap seperti ini dan jangan merasa terbebani oleh ungkapan perasaanku. Aku hanya tak sanggup lagi menahannya. Kamu tidak harus menerimanya tapi aku harap kamu memikirkannya. Jujur ... melihat kamu dengan orang lain aku cemburu." Hafsah menarik napas panjang dan menggigit bibirnya. Dia mer

  • Belenggu Hasrat CEO    32. Terkejut

    "Keputusanku mengakhiri pernikahan sepertinya salah, tapi menunggu Maher tanpa kepastian juga salah. Ya Tuhaaan aku menginginkan Maher!" isak Lavina di balik pintu IGD.Lavina mengikuti Maher dan selalu memantaunya. Kecemasan di wajah Maher ketika Hafsah pingsan membuat Lavina cemburu dan mengurut dada. Benar saja, aksi Maher mengendong Hafsah turun tangga darurat membuat hatinya perih. Lavina meninggalkan rumah sakit dengan air mata yang tak lagi dapat disembunyikan. Langkahnya gontai menuju mobil lalu masuk serta duduk melamun di depan setir. Tangannya terkepal kuat menggenggam setir dengan sorot penuh amarah.Sementara itu, Maher meminta Adnan membelikan makanan dan juga jus buah untuk Hafsah. Meski gadis itu dapat jatah makanna dari rumah sakit tapi dia tidak membiarkannya karena menurut Maher makanan rumah sakit itu tidak enak.Hafsah mengerjapkan matanya pelan, berulang kali mencoba membuka mata karena terasa perih. Tangannya terasa berat dan juga kaku. Matanya memindai ruangan

  • Belenggu Hasrat CEO    31. Menikahlah Denganku

    "Hafsah apa yang terjadi denganmu!" teriak Maher panik.Gadis itu tak jua merespon, Maher yang panik gegas menggendongnya dan mengabaikan semua orang. Dia berjalan tergesa menuju mobil. Bahkan dia mengabaikan lift yang ada dan lebih memilih tangga darurat. Terus berlari dengan menyebut nama Hafsah dengan cemas dan kepanikan jelas terlihat di wajah lelaki tiga puluh tahun itu.Napasnya memburu dan keringat mengucur membasahi wajahnya yang tampan. Dia terus berlari dengan genggaman yang kuat hingga tiba di parkiran. "Adnan buka pintunya!" titahnya penuh emosi tapi juga panik.Adnan yang tertidur di dalam mobil terkejut dan langsung membuka pintu dengan tergesa. Wajah khas bangun tidur tampak jelas pada Adnan."Ada apa, Boss?" tanya Adnan membukakan pintu belakang."Kita ke rumah sakit terdekat!" titah Maher tanpa menjawab.Tanpa menunggu perintah kedua kalinya, Adnan melajukan mobil dan Maher menutup pembatas antara sopir dan bangku penumpang. Hafsah ditidurkan di pahanya, perlahan dia

  • Belenggu Hasrat CEO    30. Kemenangan Yang membuat Pingsan

    Lavina menyandar di dinding dengan mata memanas dan dada yang terasa sesak. Mengakhiri segalanya demi mempertahankan cinta untuk Maher tapi nyatanya lelaki itu tak jua peka. Teman masa kuliah serta rekan bisnis ayahnya itu tak paham bagaimana hati gadis yang selalu menyebut namanya di dalam doa dan setiap waktu.Lavina mengabaikan tatapan orang-orang yang meliriknya penuh tanya. Dia fokus pada perasaannya yang begitu tertekan dengan keadaannya."Maher ...." Akhirnya air mata itu lolos juga membasahi pipinya.Sementara lelaki yang tengah disebut menatap lurus ke depan di dalam mobilnya. Sesekali dia melirik Hafsah yang menatap jalanan. Tangannya memegang perut yang terasa lapar. Ya Allah aku lapar? Masa harus bilang ke Maher? Mana makanan kutertinggal lagi.Hafsah memejamkan mata dengan menggigit bibirnya. Maher menatapnya dengan dahi mengernyitkan. Tampak mata Hafsah memejam dengan kuat."Hafsah kamu kenapa?" tanyanya.Hafsah menggeleng, "gak papa, Pak," jawab Hafsah tersenyum."Semo

  • Belenggu Hasrat CEO    29. Cemburu

    Hanan berdiri lalu merapikan jasnya. Tatapannya lurus tapi tajam. Sejenak dia menarik napas setelah itu melangkah keluar dari ruangannya. Dia menuju pos satpam tempat anak buahnya berkumpul menanti dirinya."Ale!" panggil Hanan tegas."Siap, Boss!" Lelaki bernama Ale itu berdiri dan langsung memberi hormat ala tentara."Selidiki ke bandara tentang Hafsah. Tanyai orang-orang di sana apa mereka benar melihat Hafsah atau tidak. Paksa mereka menjelaskannya!" titah Hanan menatap anak buahnya."Siap, laksanakan, Boss!" jawab mereka lantang.Hanan mengangguk lalu berbalik meninggalkan mereka. Sejenak Ale menatap bingung lalu menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Boss!" Ale mengejar Hanan dengan wajah takut.Hanan berhenti dan langsung menoleh serta menatap tajam."Maaf, Boss! Apa boleh saya minta foto nona untuk ditunjukkan pada orang-orang yang kami tanyai?" tanya Ale dengan wajah takut juga panas dingin."Aku akan mengirimnya ke nomor kamu!" balas Hanan kembali melanjutkan langkahnya.,Se

  • Belenggu Hasrat CEO    28. Berharap

    Hafsah melirik ke sana kemari mencari sesuatu yang tercium oleh Maher. Setelah itu dia menggeleng sambil menatap lelaki itu."Apa?" tanya Maher menatap Hafsah karena hari ini tampak fres sekali, "kamu tidak mencium aroma makanan di sini?"Hafsah melirik kotak bekalnya lalu menariknya pelan dan menyembunyikan di laci. Maher menatap penuh selidik sambil terus melangkah."Itu apa?" tanyanya lagi mencondongkan tubuh pada Hafsah hingga aroma maskulinnya menusuk hidung."Ini kotak bekal saya, Pak," jawab Hafsah."Kamu bawa bekal?" Maher menarik diri lalu bersandar di meja miliknya sambil menyilangkan kedua kakinya.Hafsah mengangguk."Kenapa?""Saya ingin fokus bekerja dan males jajan di luar, Pak!""Dasar perempuan!" decih Maher tertawa.Hafsah menunduk sembari memainkan ujung jilbabnya. Dia belum begitu terlalu mengenal Maher. Belum tahu bagaimana sifat lelaki itu, hanya yang membekas di pikiran Hafsah adalah ketika dia menyelamatkan dirinya malam itu. Jemarinya kembali menekan keyboard

  • Belenggu Hasrat CEO    27. Aroma Apa Ini?

    Maher mengepalkan tangan dengan jemari saling merapat kuat. Matanya tajam dengan dada bergetar hebat. Seluruh tubuh seakan kehilangan keseimbangan di saat pikirannya tertumpu pada sosok gadis di club malam kala itu."Adnan, bagaiman gadis yang kita temui di bar malam itu? Kamu sudah mendapatkan kabar tentang dia?" tanya Maher menelepon asistennya yang ada di kamar ujung apartemennya."Semenjak kita kembali ke Jakarta saya belum mendapatkan kabar apa pun, Tuan. Utamanya semenjak tuan Aryan kecelakaan di Padang. Fokus kita terpecah antara tuan Aryan dan perusahaan," jelas Adnan."Tetap cari tahu dia di mana. Aku ingin sekali bertemu dengannya!" titah Maher menutup panggilan lalu membanting ponsel ke sisinya.Bayangan gadis itu terlintas jelas dibenaknya. Maher mengerang frustasi dengan menggusar rambut sehingga berantakan dan menutup sebagian matanya. Bibirnya menyebut sesuatu yang samar dengan jemari saling merangkai. Angin kencang bertiup melalui kaca balkon hingga meniup tirai.Hafs

  • Belenggu Hasrat CEO    26. Gadis Itu

    "Jangan memikirkan dia. Untuk sekarang kita harus fokus ke Aryan. Pikirkan keselamatannya dan bagaimana caranya agar dia pulih seperti sediakala. Setelah itu baru pikirkan tentang gadis itu," ujar Gio menatap Malini.Jauh dalam lubuk hati Malini, dia sangat mengkhawatirkan Hafsah. Namun, kekecewaan pada Gio jauh lebih menusuk hatinya. Malini tahu dan paham bagaimana Hafsah selama ini. Tapi dua orang itu hanya memikirkan ego dan harga dirinya."Kamu benar, Mas. Kita harus fokus pada kesembuhan Aryan. Tapi aku tidak pernah melupakan kejadian yang baru saja terjadi. Kamu menipuku selama puluhan tahun. Kamu mengabaikan kesetiaan dan kejujuranku. Aku tahu Mas, pernikahan kita sebab perjodohan bisnis orang tua kita. Tapi, sebelum hubungan di buat, maka keputusan itu harus tepat. Kamu memilihku sebagai istrimu, tapi hatimu memilih dia. Ini sakit, Mas. Aku kecewa dan sulit memaafkanmu!" "Malam itu aku khilaf, Malini," jelas Gio menunduk."Iya aku tahu. Itu alasan yang klise sekali. Kamu ahli

  • Belenggu Hasrat CEO    25. Kepedihan Malini

    "Gak usah, Maher. Aku bisa pulang naik kendaraan yang lain," tolak Hafsah lembut hingga matanya menyipit menandakan dia sedang tersenyum.Tunjukkan senyumanmu, Hafsah."Masuklah! Aku akan mengantarmu, ini sudah terlalu sore," ujar Maher memaksa.Hafsah menarik napas lalu melangkah dan duduk di sisi Maher. Setelah itu lelaki tampan itu melajukan mobil dalam kecepatan sedang. Wangi maskulin menusuk hidung Hafsah menembus cadarnya. Dadanya berdegup kencang ketika aroma tubuh Maher mengangguk ingatannya ketika lelaki itu memeluknya erat di saat Hafsah berniat bu-nuh di-ri.Sementara Maher melirik Hafsah yang tampak santai duduk di sisinya. Tatapan gadis itu lurus ke depan. Maher tak kalah gelisah mencium aroma lembut yang menguar dari tubuh Hafsah. Dia memilih diam dan tak banyak bicara demi menenangkan hati dan pikirannya. Maher takut terlalu menunjukkan kepeduliannya."Depan belok kanan, Maher," ujar Hafsah memecah keheningan.Maher mengangguk sambil menaruh satu telunjuk di batang hidu

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status