Beranda / Romansa / Belenggu Hasrat CEO / 2. Cerita Hafsah

Share

2. Cerita Hafsah

Penulis: Siska Cahaya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-05 09:33:29

"Hafsah!" panggil seorang perempuan berlari menghampiri Hafsah yang sedang duduk di hadapan polisi.

"Umma," sahut Hafsah lemah.

"Pak, ada apa dengan dia?" tanyanya pada polisi.

"Gadis ini kami temui di hotel dalam keadaan mabuk. Ditanya dia tidak tahu kenapa sampai ada di sana dan bersama siapa. Dia menangis terus dan menolak menjawab pertanyaan kami." Polisi menatap Hafsah dengan tajam.

Malini menarik napas panjang lalu menatap mantan muridnya. Dia tahu apa yang dialami gadis ini, tapi untuk ke hotel dia ingin segera mengetahuinya.

"Pak, saya akan jadi jaminan gadis ini. Lepaskan dia! Dia hanya dijebak dan tak bisa mengendalikan masalahnya. Atau ... ini." Aryan menyodorkan amplop ke hadapannya.

Polisi menatap Aryan dan Malini lalu Hafsah. Dia menarik napas dan menggeleng. Setelah itu kembali memberikan amplop pada Aryan.

"Tanda tangani berkas ini. Hanya itu! Setelahnya kalian boleh membawa gadis ini." Polisi itu menatap Hafsah. "Jangan ulangi kesalahan yang sama. Pergilah!“

"Terima kasih, Pak!" Aryan dan Malini menjabat tangan polisi lalu berdiri.

Hafsah yang masih merasa pusing dan lemah berdiri tertatih. Aryan tak tega melihatnya, diraupnya tubuh lemah itu lalu melangkah menuju mobil. Hafsah sudah memakai kembali pakaiannya meski bau alkohol masih menguar dari mulut dan bajunya.

"Kita ke rumah!" titah Malini setelah di mobil.

Semuanya diam. Aryan menatap gadis yang ada di sampingnya lalu menggenggam jemari lentik nan putih berseri itu. Dia mengusap lembut sambil menatap tersenyum. Tak lama mobil tiba di rumah mereka. Ketiganya keluar dengan Hafsah dipapah Aryan.

"Istirahat di kamar dulu, Umma akan buatkan teh lemon untukmu," katanya mengusap pipi Hafsah.

"Aku antar," ujar Aryan menggenggam jemarinya lalu menuju kamar di sisi kanan rumah mewah itu.

Aryan membuka pintu lalu mengajak Hafsah masuk. Kamar itu sudah seperti miliknya sendiri. Ada boneka dan barang-barang miliknya yang tidak pernah berpindah tempat. Malini adalah dosennya saat di kampus dulu. Tamat kuliah, Hafsah masih berhubungan baik dengannya. Bercerita apa saja layaknya seorang putri pada ibunya. Malini juga menyayanginya.

"Ada apa, Hafsah? Apa yang terjadi?" tanya Aryan menatapnya setelah membantu Hafsah duduk di ranjang.

Gadis itu tak merespon. Tatapannya kosong tapi lemah. Ingatannya hanya berputar di club dan bertemu seorang lelaki yang dia lupa wajahnya. Dia ingat, lelaki itu memiliki tatapan mata yang tegas. 

"Hafsah?" Aryan menyentuh tangannya membuat Hafsah menatapnya. 

Tak lama Malini masuk dan memberikan teh lemon pada Hafsah. Memintanya minum meski tak bersuara. Namun, tatapan perempuan berjilbab itu penuh kecemasan dan kasih sayang. Hafsah meminumnya perlahan tanpa menjawab. Malini dan Aryan membiarkan dia menghabiskan teh dan menunggu kejelasannya.

"Udah Umma," ujar Hafsah bersuara pelan.

Malini meraih gelas lalu meletakkan di nakas. Hafsah memeluknya erat dan tiba-tiba menangis.

"Kalau belum siap bercerita nanti saja. Umma akan menunggu sampai kamu siap," jelas Malini mengusap pipinya.

"Hafsah ayo cerita! Kamu kenapa? Kenapa bisa ada di hotel? Bukankah kamu ada peluncuran brand terbaru?" Aryan langsung menodongnya dengan banyak pertanyaan.

Hafsah menatap lelaki tampan di hadapannya. Aryan memang sepeduli itu padanya. Hanya saja semalam lelaki itu ada pekerjaan yang harus diselesaikan sehingga tidak bisa menemani Hafsah di acara pentingnya. Sebagai seorang model tampan sekaligus CEO di perusahaan ayahnya membuat dia sibuk dan kesulitan membagi waktu.

Hafsah menangis hingga terisak-isak di pelukan Malini. Perempuan itu membiarkannya dan meminta Aryan untuk diam. Setelah tangisnya reda Hafsah menceritakan segala masalahnya yang sudah di ketahui Malini bahwa ibunya Hafsah membenci dirinya.

Hafsah menceritakan segala yang terjadi pada Malini dan Aryan. Di mana dia kecewa pada ibu dan takdirnya. Meski dia berkecukupan harta tapi dia tidak pernah mendapatkan kasih sayang seorang ibu dari Hayati, ibu kandungnya. Hafsah lelah dan putus asa setiap mengingat kejadian menyedihkan dalam hidupnya. 

"Aku ke club untuk menghilangkan masalahku, Umma. Berharap keluar dari sana Mama akan sayang padaku. Tapi aku tidak tahu kenapa bisa ada di hotel." Hafsah menangis lagi sambil menatap Malini. "Tapi aku ingat ... ada seorang lelaki bersamaku. Tapi kemana dia? Apa dia yang membawaku ke hotel?"

"Lelaki?" tanya Aryan menatap Hafsah.

"Polisi menemukanmu dalam keadaan tidak sadarkan diri. Mereka sedang patroli karena ada laporan tentang transaksi narkoba di kamar yang tidak jauh dari yang kamu tempati," jelas Malini.

Hafsah menatap Malini yang tersenyum lalu memeluk gadis itu. Sementara Aryan mengepalkan tangan takut lelaki itu melakukan sesuatu pada Hafsah.

"Punya masalah bukan lari ke club. Ke Allah. Kamu salat, mengaji, salat sunnah, salat wajib, dan lain hal sebagainya." Malini menangkup kedua pipi gadis itu dan tersenyum. 

"Aku butuh jawaban, Umma. Aku capek, aku lelah terus diperlakukan seperti ini oleh mama," jawab Hafsah menggeleng.

"Lari ke aku, ngapain kamu ke sarang macan yang sedang lapar. Aku cemas Hafsah!" ujar Aryan menggenggam tangannya.

"Allah memberikan semua ini pertanda kamu mampu. Kamu sanggup, Nak. Setiap manusia memiliki ujiannya masing-masing. Hanya beda porsi dan sanggup saja. Umma, tahu bicara itu mudah, tapi percayalah jika kamu melihat ke sisi lain, dimana orang-orang menginginkan posisi seperti kamu maka kamu akan lebih bersyukur meski ujian yang kamu lalui terasa berat," jelas Malini mengusap rambut yang terurai.

Aryan duduk di sisinya dan terus menggenggam jemari Hafsah.

"Ada aku yang selalu siap untukmu, Hafsah. Tapi maaf semalam aku dan Umma gak bisa datang ke acara kamu. Aku ada pekerjaan mepet ya seperti yang aku jelaskan di telepon. Tapi bukan berarti kami meninggalkanmu sepenuhnya. Kamu bisa bicara denganku jika kamu merasa gak sanggup. Ingat di sini kamu gak sendirian," kata Aryan terus menggenggam tangannya tapi dilepaskan Hafsah lalu dia menggenggam tangan Malini.

"Bolehkah aku bersedih dan kecewa dengan hidupku, Umma? Bolehkah aku merasa tak berarti di saat ibuku sendiri mengatakan tiadapun tidak jadi masalah baginya. Itu sakit sekali, Umma," isak Hafsah.

Malini menariknya ke pelukan lalu mengusap kepalanya seraya membisikkan kalimat-kalimat Allah. 

"Istighfar, Nak," bisik Malini terus menyebut nama Allah.

Hafsah mengikuti walau dalam hati, bibirnya masih gemetar menahan tangis. Pelukan yang tidak pernah dia rasakan bersama ibu kandungnya dia dapatkan bersama Malini. Perempuan asing di tanah Jawa yang tidak mengetahui seluk beluk keluarga Hafsah.

"Keluarlah, Aryan! Istirahatlah ini sudah hampir subuh." Malini menatap jam di dinding yang menunjukkan pukul empat pagi. "Tidurlah ... Umma akan menemani."

Aryan keluar setelah mengusap air mata Hafsah lalu mencium kening Malini. Lelaki tinggi besar itu meninggalkan dua perempuan yang amat dia cintai. Dia ingin bertemu keluarga Hafsah dan menanyakan mengapa sangat membenci gadis secantik Hafsah.

"Aku akan selalu melindungimu, Hafsah!" 

Hafsah dan Malini istirahat, tapi Malini tak benar-benar pulas karena menjaga waktu agar tak terlambat salat subuh. Benar saja, rasanya baru memejamkan mata, azan subuh sudah berkumandang. Perempuan itu bangkit untuk berwudhu dan salat di tempat khusus di rumahnya. Hafsah yang menyadarinya mengikuti Malini.

"Umma aku mau salat, boleh?" tanya Hafsah dengan mata yang sebab.

    

Bab terkait

  • Belenggu Hasrat CEO    3. Teka-Teki GA

    "Masyaallah, tentu boleh, Sayaaang," jawab Malini tersenyum."Aku mandi dulu. Umma tunggu aku," kata Hafsah.Malini mengangguk dan Hafsah menuju ke kamarnya. Gadis itu mandi dan mencoba menghanyutkan masalahnya bersama air yang turun dari tubuhnya. Usai mandi Hafsah kembali ke kamar dan membuka lemari pakaian di sana. Mata indah itu tertegun melihat satu set gamis lengkap dengan cadarnya. Tangannya gemetar menyentuh baju dalam yang telah beberapa kali Malini meminta Hafsah memakainya."Sebagai perempuan kita wajib menutup aurat. Semakin tertutup aurat kita semakin mahal dan berakhlak pribadi seorang perempuan. Malu jika sudah berjilbab masih melakukan dosa. Malu sama jilbab jika masih tak beribadah padahal Allah sudah amat baik memberikan kesehatan dan kecantikan pada kita. Berlian harus ditutup agar tak terlihat murahan."Ucapan Malini seketika melintas di benaknya. Sering kali dia meminta Hafsah menutup aurat demi keselamatan dirinya. Keselamatan dari pandangan lelaki dan api neraka

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Belenggu Hasrat CEO    4. Ditolak

    Hafsah menarik napas panjang dengan kepala berdenyut merdu. Ternyata lelaki itu bukan berasal dari Kalimantan. Gadis itu menutup laptop lalu bersiap untuk ke butik miliknya. Siang ini dia ada acara pertemuan dengan model baru yang akan memakai rancangannya di sebuah hotel.Hafsah bersiap masih dengan pakaian yang sama. Gadis itu melaju dengan mobil menuju hotel yang tak jauh dari kediamannya. Sesampainya, dia parkir di tempat khusus yang telah disediakan. Dua pegawainya telah menunggu di sana."Pak Gio?" Sapa Hafsah mengangguk sopan pada suami Malini itu.Lelaki itu menatap tajam seolah menelisik siapa yang memanggilnya. Aryan yang juga ada di sana menatap tersenyum."Hafsah, Pa," jelas Aryan menunjuk gadis didepannya."Masyaallah, Hafsah! Ini kamu?" katanya tak percaya tapi dengan raut wajah bahagia, "saya pangling lihat kamu. Berasa menatap berlian.""Nah lihat kan? Kamu semakin mempesona dengan hijab dan cadar ini," goda Aryan membuat Hafsah langsung menunduk.Dua pegawainya juga t

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Belenggu Hasrat CEO    5. Siapa Gio Adelardo

    "Hafsah!" teriak Aryan gegas menopang tubuh gadis itu dengan kedua tangannya.Hafsah menangis, dia tersedu di depan Aryan dengan tubuh terguncang. Namun, Hayati tetap tak peduli."Pergilah, Hafsah! Kehadiranmu hanya akan mengingatkan aku pada kejadian dua puluh tiga tahun lalu saat kamu tercipta. Kamu tercipta sebab kesalahan hingga suamiku meninggalkan aku yang amat mencintainya. Pergilah sebelum satpam mengusirmu!" bentaknya tanpa mau menatap Hafsah."Sebenci itu Mama padaku? Apa salahku, Maa?" isak Hafsah tanpa suara."Aku membencimu! Sangat!" jelasnya lalu memutar tubuh, "pergi sebelum para satpam di rumah ini menyeretmu." Setelah mengucapkan kata-kata pedih itu Hayati masuk ke dalam rumah mewahnya. Semua pelayan hanya mampu menatap iba tanpa bisa menolong. Mereka yang sudah sejak lama mengenal Hafsah hanya bisa mendoakan gadis itu."Kita kembali ke Bandung, Hafsah," ujar Aryan memeluknya erat. Hafsah diam tanpa merespon apa pun, tanpa dia tahu bahwa lelaki itu menyeka sudut mat

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Belenggu Hasrat CEO    1. Club Malam

    "Terserah apa yang akan kamu lakukan! Aku tidak peduli!" teriak Hayati meremas jemarinya saat bicara melalui sambungan telepon."Aku hanya butuh support dan ridho Mama. Butuh dukungan Mama ... hanya itu," jelas Hafsah mulai terisak.Hayati menatap foto ketiga anaknya, lalu tatapan kebencian terpancar saat menatap foto Hafsah. Perempuan itu tak pernah menunjukkan kasih sayang padanya."Doakan aku, Ma." Hafsah memohon dengan menahan tangis di rantau orang. "Aku tidak akan mendoakanmu! Tidak akan menyebut namamu di dalam doaku. Meskipun kamu anakku tapi kamu penyebab segala kehancuran ini, Hafsah! Sampai kapanpun itu tidak akan berubah! Jadi ... jangan mengemis untuk hal yang mustahil aku lakukan!"Sambungan telepon terputus. Hafsah menangis di ruang rias sendirian. Malam ini adalah malam peluncuran brand terbaru miliknya. Semua model memakai baju rancangan gadis dua puluh tiga tahun itu. Semua tampak bahagia menyaksikan pencapaiannya. Namun, yang mencapainya tak merasa bahagia. Perih i

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05

Bab terbaru

  • Belenggu Hasrat CEO    5. Siapa Gio Adelardo

    "Hafsah!" teriak Aryan gegas menopang tubuh gadis itu dengan kedua tangannya.Hafsah menangis, dia tersedu di depan Aryan dengan tubuh terguncang. Namun, Hayati tetap tak peduli."Pergilah, Hafsah! Kehadiranmu hanya akan mengingatkan aku pada kejadian dua puluh tiga tahun lalu saat kamu tercipta. Kamu tercipta sebab kesalahan hingga suamiku meninggalkan aku yang amat mencintainya. Pergilah sebelum satpam mengusirmu!" bentaknya tanpa mau menatap Hafsah."Sebenci itu Mama padaku? Apa salahku, Maa?" isak Hafsah tanpa suara."Aku membencimu! Sangat!" jelasnya lalu memutar tubuh, "pergi sebelum para satpam di rumah ini menyeretmu." Setelah mengucapkan kata-kata pedih itu Hayati masuk ke dalam rumah mewahnya. Semua pelayan hanya mampu menatap iba tanpa bisa menolong. Mereka yang sudah sejak lama mengenal Hafsah hanya bisa mendoakan gadis itu."Kita kembali ke Bandung, Hafsah," ujar Aryan memeluknya erat. Hafsah diam tanpa merespon apa pun, tanpa dia tahu bahwa lelaki itu menyeka sudut mat

  • Belenggu Hasrat CEO    4. Ditolak

    Hafsah menarik napas panjang dengan kepala berdenyut merdu. Ternyata lelaki itu bukan berasal dari Kalimantan. Gadis itu menutup laptop lalu bersiap untuk ke butik miliknya. Siang ini dia ada acara pertemuan dengan model baru yang akan memakai rancangannya di sebuah hotel.Hafsah bersiap masih dengan pakaian yang sama. Gadis itu melaju dengan mobil menuju hotel yang tak jauh dari kediamannya. Sesampainya, dia parkir di tempat khusus yang telah disediakan. Dua pegawainya telah menunggu di sana."Pak Gio?" Sapa Hafsah mengangguk sopan pada suami Malini itu.Lelaki itu menatap tajam seolah menelisik siapa yang memanggilnya. Aryan yang juga ada di sana menatap tersenyum."Hafsah, Pa," jelas Aryan menunjuk gadis didepannya."Masyaallah, Hafsah! Ini kamu?" katanya tak percaya tapi dengan raut wajah bahagia, "saya pangling lihat kamu. Berasa menatap berlian.""Nah lihat kan? Kamu semakin mempesona dengan hijab dan cadar ini," goda Aryan membuat Hafsah langsung menunduk.Dua pegawainya juga t

  • Belenggu Hasrat CEO    3. Teka-Teki GA

    "Masyaallah, tentu boleh, Sayaaang," jawab Malini tersenyum."Aku mandi dulu. Umma tunggu aku," kata Hafsah.Malini mengangguk dan Hafsah menuju ke kamarnya. Gadis itu mandi dan mencoba menghanyutkan masalahnya bersama air yang turun dari tubuhnya. Usai mandi Hafsah kembali ke kamar dan membuka lemari pakaian di sana. Mata indah itu tertegun melihat satu set gamis lengkap dengan cadarnya. Tangannya gemetar menyentuh baju dalam yang telah beberapa kali Malini meminta Hafsah memakainya."Sebagai perempuan kita wajib menutup aurat. Semakin tertutup aurat kita semakin mahal dan berakhlak pribadi seorang perempuan. Malu jika sudah berjilbab masih melakukan dosa. Malu sama jilbab jika masih tak beribadah padahal Allah sudah amat baik memberikan kesehatan dan kecantikan pada kita. Berlian harus ditutup agar tak terlihat murahan."Ucapan Malini seketika melintas di benaknya. Sering kali dia meminta Hafsah menutup aurat demi keselamatan dirinya. Keselamatan dari pandangan lelaki dan api neraka

  • Belenggu Hasrat CEO    2. Cerita Hafsah

    "Hafsah!" panggil seorang perempuan berlari menghampiri Hafsah yang sedang duduk di hadapan polisi."Umma," sahut Hafsah lemah."Pak, ada apa dengan dia?" tanyanya pada polisi."Gadis ini kami temui di hotel dalam keadaan mabuk. Ditanya dia tidak tahu kenapa sampai ada di sana dan bersama siapa. Dia menangis terus dan menolak menjawab pertanyaan kami." Polisi menatap Hafsah dengan tajam.Malini menarik napas panjang lalu menatap mantan muridnya. Dia tahu apa yang dialami gadis ini, tapi untuk ke hotel dia ingin segera mengetahuinya."Pak, saya akan jadi jaminan gadis ini. Lepaskan dia! Dia hanya dijebak dan tak bisa mengendalikan masalahnya. Atau ... ini." Aryan menyodorkan amplop ke hadapannya.Polisi menatap Aryan dan Malini lalu Hafsah. Dia menarik napas dan menggeleng. Setelah itu kembali memberikan amplop pada Aryan."Tanda tangani berkas ini. Hanya itu! Setelahnya kalian boleh membawa gadis ini." Polisi itu menatap Hafsah. "Jangan ulangi kesalahan yang sama. Pergilah!“"Terima k

  • Belenggu Hasrat CEO    1. Club Malam

    "Terserah apa yang akan kamu lakukan! Aku tidak peduli!" teriak Hayati meremas jemarinya saat bicara melalui sambungan telepon."Aku hanya butuh support dan ridho Mama. Butuh dukungan Mama ... hanya itu," jelas Hafsah mulai terisak.Hayati menatap foto ketiga anaknya, lalu tatapan kebencian terpancar saat menatap foto Hafsah. Perempuan itu tak pernah menunjukkan kasih sayang padanya."Doakan aku, Ma." Hafsah memohon dengan menahan tangis di rantau orang. "Aku tidak akan mendoakanmu! Tidak akan menyebut namamu di dalam doaku. Meskipun kamu anakku tapi kamu penyebab segala kehancuran ini, Hafsah! Sampai kapanpun itu tidak akan berubah! Jadi ... jangan mengemis untuk hal yang mustahil aku lakukan!"Sambungan telepon terputus. Hafsah menangis di ruang rias sendirian. Malam ini adalah malam peluncuran brand terbaru miliknya. Semua model memakai baju rancangan gadis dua puluh tiga tahun itu. Semua tampak bahagia menyaksikan pencapaiannya. Namun, yang mencapainya tak merasa bahagia. Perih i

DMCA.com Protection Status