Home / Romansa / Belenggu Hasrat CEO / 6. kedekatan yang samar

Share

6. kedekatan yang samar

Author: Siska Cahaya
last update Last Updated: 2024-12-29 08:09:33

6. Kedekatan.

Hafsah menggeleng dan terisak. Tiba-tiba rasa hampa merayap perlahan menghimpit dada. Jauh dalam lubuk hatinya ada jeritan pilu yang terperangkap. Tangannya mengepal erat tapi tatapan matanya kosong. Hafsah mundur perlahan tanpa kata dan suara tangisan.

"Dek," ujar Hanan melirik adiknya yang seperti patung bernapas cepat.

Hafsah tak bergeming, ucapan Halimah berhasil menembus nadi hingga ke jantungnya. Benarkah Gio yang dia kenal yang dimaksud oleh neneknya? Sementara Halimah dan Hayati masih tak menyadari bahwa Hafsah telah mengetahui apa yang mereka sembunyikan.

"Terserah dia mau apa! Aku tidak perduli sekalipun lelaki sialan itu membawanya jauh dariku! Ibu tahu apa yang aku alami semenjak kehamilan Hafsah hingga dia lahir?" Hayati menatap tajam pada Halimah. "Itu kepedihan yang tidak bisa aku lupakan!"

Halimah menggeleng.

"Dia penyebab aku dan Amir berpisah. Dia penyebab Amir memilih perempuan lain dan meninggalkan aku dalam hamil besar lalu lahirkan tanpa suami! Itu suatu hal yang sangat pedih untukku, Bu," ungkapnya mengepalkan tangan.

"Aku tidak aka memberi jawaban apa pun untuk pembelaanmu. Cukup introspeksi diri saja," balas Halimah lalu memberi kode pada dua satpam yang sedang berdiri tak jauh darinya, "bawa dia keluar!"

"Ibuu!" teriak Hayati berusaha memberontak saat satpam menariknya keluar.

Halimah menutup pintu lalu melangkah tegas menuju ruang tengah, tapi di sisi kanan ada Hafsah yang sedang menangis tanpa suara di pelukan Hanan.

"Hafsah?" panggil Halimah gegas mendekati sang cucu.

"Hafsah kenapa, Sayang? Ada apa? Katakan padaku ada apa?" tanya Hanan lembut seraya membelai kepala Hafsah.

Hafsah tak bergeming, perlahan pandangannya berputar dan terasa buram. Genggamannya melemah lalu terkulai tak bertenaga di pangkuan Hanan.

"Hafsah!" pekik Halimah menepuk pelan pipinya, "Bi, panggil dokter!"

Hanan memopong Hafsah ke kamar diikuti Halimah yang cemas. Hanan menidurkan Hafsah dengan pelan lalu mengusap punggung tangannya seraya memanggil namanya. Namun, dia tetap tak bergeming.

Di sisi lain, Aryan bersiap untuk menemui Hafsah. Celana cargo dan baju kaos putih serta hoodie menjadi pilihannya malam ini. Dia begitu bersemangat menuju kediaman sang pujaan. Dengan memesan taksi online lelaki itu tersenyum menatap jalanan menuju rumah Hafsah.

"Pak, saya mau ketemu Hafsah," ujar Aryan pada satpam yang berjaga.

"Maaf kami tidak menerima tamu asing di malam hari. Silakan kembali lagi esok atau lusa," jelas satpam menatap Aryan.

"Tapi saya temannya, temannya dari Bandung," kata Aryan meyakinkan.

"Saya tahu. Tapi ini sudah peraturan di sini." Satpam masuk lalu mengunci pagar dan meninggalkan Aryan yang kecewa tak bisa menemui sang pujaannya.

"Peraturan yang aneh. Masa gak boleh bertamu di malam hari, padahal ini baru jam sembilan," gumamya melangkah menyusuri jalan dengan kekecewaan.

Aryan melangkah menuju cafe di tepi jalan dan langsung jadi kerumunan karena dia model yang banyak digemari kaum milenial. Tetapi dia membatasi untuk berfoto tidak boleh menyentuhnya atau memegang tangannya. Aryan tak mengizinkan karena hanya Hafsah yang berhak atas dirinya. Bibirnya mengembang membayangkan Hafsah akan bermanja di pangkuannya kelak.

Hafsah aku sudah tidak sabar menunggu hari esok. Akan kujadikan dirimu ratu dan penguasa diriku. Hafsah ... aku mencintaimu.

Sementara itu, Hafsah mengerjapkan mata perlahan usai diperiksa dokter. Dokter pun menyarankan agar dia istirahat dan jangan banyak pikiran. Namun, nama Gio Adelardo menggema dalam pikirannya.

Jl oo

"Apa yang kamu rasakan?" tanya Halimah tersenyum menatap cucu perempuannya.

Hafsah menatap neneknya lalu Hanan. Dia menarik napas lalu meraih ponsel di sisi ranjang. Dia mengetik nama seseorang di layar ponsel lalu menyerahkannya pada Halimah.

"Apa ini, Hafsah?" tanya Halimah mengernyit dahinya.

Hafsah berusaha duduk dengan kepala terasa berdenyut. Lalu menarik diri ke ranjang dengan tatapan menatap Halimah dan Hanan bergantian.

"Oma tahu siapa itu?" tanya Hafsah membuat Hanan melihat ke genggaman sang nenek.

"Ada apa, Hafsah? Kamu Tiba-tiba pingsan lalu sekarang memperlihatkan foto lelaki ini pada, Oma." Halimah menggeleng keheranan.

"Itu nama lelaki yang Oma sebut tadi ketika bersama mama ... benar dia ayahku? Gio Adelardo?" ujar Hafsah menatap dan terisak.

Hanan menunduk menyamakan tinggi dengan Hafsah. Tangannya lembut menggenggam jemarinya. Tatapannya penuh cinta.

"Hafsah, abaikan apa pun itu yang akan menyakitimu. Fokus pada tujuan dan cita-citamu. Siapa pun ayah biologismu, kamu tetaplah adikku yang paling kusayangi dan tak akan tergantikan oleh apa pun. Garis keturunan bukanlah hal penting untuk sebuah hubungan persaudaraan. Kamu spesial, kamu istimewa, dan kamu kesayangan," jelas Hanan.

Hafsah menggeleng.

"Aku tetap ingin tahu kejelasannya, Bang. Bagaimanapun juga, darah Hayati juga mengalir dalam tubuhku. Dan Abang tahu apa artinya kan?" balas Hafsah menangis.

Hanan memeluk adiknya erat sambil tersenyum seolah-olah tak ingin melepaskannya. Namun, Hafsah tetap menatap Halimah meminta kejelasan.

"Oma tidak tahu seperti apa lelaki yang bersama Hayati malam itu. Tapi kalau namanya memang Gio Adelardo, pengusaha asal Kalimantan yang menikah dengan perempuan asal Bandung. Hanya itu. Hubungan mamamu dan lelaki itu hanya hubungan satu malam. Oma hanya tahu itu," ungkap Halimah mendekati Hafsah.

***

Di Bandung, malam kian larut ditemani bintang dengan cahaya perkotaan yang indah. Maher berdiri di balkon sambil menatap langit sembari membayangkan sosok gadis dengan duduk dipangkuannya dengan sorot mata yang menyimpan banyak cerita. Namun, pikirannya menginginkan hal yang lain. Sebuah kisah dan cerita yang berbeda.

Maher meraih ponsel dari saku celananya lalu menekan nomor salah satu anak buahnya.

"Siapkan mobil! Kita ke Jakarta sekarang. Pesankan juga tiket pesawat ke Padang segera mungkin," titahnya sambil masuk ke kamar lalu mengambil jaket dari lemari khusus.

Maher menuruni anak tangga dengan langkah berwibawa dan wajah yang dingin. Sesaat dia tertegun dan menyadari sikapnya yang sangat penasaran dengan seorang gadis. Selama ini dia tidak pernah menanggapi perempuan yang menggodanya. Tapi kali ini, dia merasa berbeda dan sangat menginginkan dia, meski gadis yang diinginkan tak tahu rimbanya.

"Mobil sudah siap, Tuan!" ujar anak buahnya membuyarkan lamunannya.

Maher meneruskan langkah menuju mobil dan siap melaju ke Jakarta. Sepanjang perjalanan dia menatap lampu dan tetap fokus pada tujuannya. Tujuan yang entah di mana dia mendapatkannya.

Hampir dini hari dia sampai di Bandara dan memutuskan tidur di mobil saja. Keberangkatannya pagi hari dengan jadwal penerbangan awal. Matanya terpejam meski tak lelap. 

Anak buahnya tak ada yang tidur satupun juga. Mereka memilih berjaga dan memesan hotel di sana dengan ruangan private dan luxury.

Pagi tiba dengan cahaya yang lebih cerah dan indah. Maher menuju bandara dan mengikuti proses keberangkatan. Setelah itu duduk nyaman dengan posisi kaki menyilang. Menikmati perjalanan dengan getar yang berbeda.

"Tunggu aku, Nona. Tunggu aku dengan segenap rasa yang ada, tunggu aku!"

Bersambung 

    

Related chapters

  • Belenggu Hasrat CEO    7. Bertemu Hafsah

    Pesawat membawa Maher ke tujuan yaitu kota Padang. Maher pernah beberapa kali ke sini untuk urusan bisnisnya. Namun, untuk urusan cinta dan perasaan dia tidak pernah semenggebu ini. Perasaannya sering tak terkendali saat mengingat sosok gadis yang selalu bermain dalam hayalnya belakangan ini. Sosok yang membuat dia penasaran.Di sisi lain, pagi ini Aryan bersiap mendatangi rumah Hafsah. Dia tidak memakai pakaian formal, tapi lebih ke santai yang maskulin. Dua buah cincin dimasukkan ke saku celana dengan tergesa. Lalu keluar dari hotel dengan mobil yang di sediakan pihak hotel. Aryan menuju rumah Hafsah dengan gejolak yang sulit diredam.Sementara gadis yang di tuju sedang bersiap ikut dengan sang kakak ke kantor. Dia tetap berpenampilan dengan pakaian muslimahnya. Hafsah menuju halaman di mana Hanan telah menunggu. "Kalau orang lain berpakaian seperti ini, maka akan aku katakan dia aneh dan ke arab-araban. Tapi ini malah adikku sendiri perpajakan seperti ini. Aku harus bilang apa?"

    Last Updated : 2025-01-01
  • Belenggu Hasrat CEO    8. Kakak Adik

    "Apa ini bagian dari rencanamu untuk mendekati adikku?" tanya Hanan maju dan langsung menarik Maher dengan kasar. "Bang, udah. Kita buru-buru kan?" Hafsah melerai keduanya. Maher menarik napas kasar sambil merapikan bajunya. Namun, tatapannya fokus pada langkah dan kibaran baju Hafsah. Maher menyentuh dada dan memejamkan mata dan tangan terkepal erat. "Dalam diam aku menatap setiap keindahan itu seperti nyata. Wajahmu nan ayu berhasil membiusku, membuatku terdiam tanpa kata." Maher membuka mata dan tersenyum. "Semakin kesini Tuan semakin banyak perubahan. Seperti apa gadis yang digilai, Tuan Maher itu," bisik anak buahnya pada yang lain. "Kita kembali!" titah Maher dengan dingin. Sementara Hafsah mulai memasuki kantor dan diperkenalkan oleh Hanan. Semua pegawai menunduk tajam dan sungkan. Mereka tidak menyangka bahwa klan Martadinata ada yang berhijab. Hanan menunjukkan ruangan pribadi milik Hafsah dan langsung diberikan satu sekretaris khusus untuknya. "Dia akan bekerja

    Last Updated : 2025-01-02
  • Belenggu Hasrat CEO    9. Benarkah?

    Rio tiba di ruangan Hafsah. Namun, dia melihat Hayati sedang membanting vas bunga ke dinding lalu ditenangkan Hanan. Hanan tak bicara sepatah pun, hanya deru napas yang menghiasi ruangan itu."Bagaimana dia tahu, Hanan? Bagaimana Hafsah bisa tahu tentang lelaki itu?" tanya Hayati dengan napas memburu."Mama lupa Hafsah itu lahir dari perempuan seperti apa?" Hanan menatap ibunya lalu memukul angin dengan kuat, "dia mewarisi keras kepala dan rasa ingin tahu darimu, Ma."Hayati terhenyak. Dia sadar selama ini sikap keras dan acuhnya pada Hafsah. Namun, dia lupa bahwa Hafsah tak hanya anak dari lelaki itu, tapi juga darah dagingnya. Mewarisi segala sifat darinya. Hanya saja, selama ini Hafsah bisa mengendalikan segala emosi dan angkuhnya dengan pemahaman ilmu agama yang diajarkan Malini padanya."Permisi, Pak," ujar Rio memecah kebisuan di antara ibu dan anak itu.Hanan menoleh dan mengangguk. Hayati menarik napas lalu meraih tasnya dan gegas meninggalkan ruangan itu."Ada apa, Man?" t

    Last Updated : 2025-01-03
  • Belenggu Hasrat CEO    10. Mendonorkan Darah

    Tubuh Aryan dihantam oleh mobil yang melintas dengan kencang. seketika suasana berubah menjadi kepanikan. Suara benturan dan teriakan memenuhi jalan raya dengan kemacetan total. Aryan menatap lemah pada gadis yang berdiri bak patung tak jauh darinya. pandangannya perlahan mengabur dan genggaman pada cincin di telapak tangan terlepas seiring darah segar menyembur dari mulutnya. Hafsah terpaku menyaksikan Aryan menggelepar setelah menyemburkan darah yang beku bercampur segar. Gadis itu berlari dengan gontai menuju Aryan yang tak lagi bereaksi. Hafsah terdaya menyaksikan begitu banyak darah mengalir dari kepala dan rusuk Aryan. "Aryaaaaan!" teriak Hafsah luruh di hadapannya. Aryan tak bergeming. Teriakan Hafsah tak lagi bisa menembus pendengarannya. Gadis itu terus terisak dan gemetar melihat apa saja yang baru terjadi. "Aryan bangun! bangun Aryan! aku mohon!" isak Hafsah menyentuh pipi Aryan yang terus dialiri darah, "seseorang telepon ambulance!" Salah seorang yang menyaksikan

    Last Updated : 2025-01-04
  • Belenggu Hasrat CEO    11. kaget

    Usai berdebat dan mengamuk di kantor, Hayati menuju rumah sakit untuk cek up rutin. Apalagi semenjak kepulangan Hafsah, emosinya sering tak terkendali meski itu adalah ciri khasnya. Kepalanya sering merasa berat dan pusing jika telah berhadapan dengan Hafsah. Dan kali ini dia kembali menemukan kenyataan yang tak ingin dia ketahui.Saat akan kembali, Hayati melihat Hafsah dan Hanan di depan IGD. Tak mau menemui mereka, Hayati memilih mendengarkan apa yang mereka bicarakan. Saat ini langkah kakinya menuju IGD dan masuk dengan menahan amarah. Di dalam sana, ada tiga pasien yang tak sadarkan diri. Dan semuanya lelaki dengan satu berusia tak berbeda dengan Aryan. Hayati kebingungan menatap dua orang itu, sulit mengenalinya karena saat bertemu, Hayati lebih fokus ke Hafsah."Ibu ingin menemui siapa?" tanya perawat menghampiri Hayati yang berdiri menatap ketiga pasien."Korban kecelakaan," jawabnya."Ketiganya korban kecelakaan, Ibu," jelas perawat ramah.Hayati tersenyum lalu melangkah

    Last Updated : 2025-01-05
  • Belenggu Hasrat CEO    12. Perubahan Rencana

    "Maher di Padang? Ngapain?" tanya Gio dengan raut wajah penuh tanda tanya.Malini menggeleng, lalu menutup telepon setelah meminta Maher menemui Aryan dan menemaninya sebelum dia datang. Malini mengirim pesan kepada Hafsah mengabarkan akan kedatangan dirinya. Hafsah hanya menatap ponsel tanpa membuka aplikasi. Pikirannya masih kacau dan sulit untuk berpikir."Aku merasa heran, kenapa Maher suka sekali melakukan apa pun tanpa memberitahumu. Ya, aku tahu dia sudah dewasa dan bisa mengurus dirinya sendiri. Tapi soal hubungan kalian? Seperti tidak ada kedekatan yang hangat. Bukan seperti adik dan kakak," ujar Gio menarik napas lalu melirik istrinya dari samping.Malini tak menjawab atau menjelaskan yang sebenarnya, tanpa sepengetahuan Gio, Maher sering menemuinya dan bersikap hangat dan manja. Tapi di saat ada Gio, maka Maher akan bersikap dingin dan tak terkendali. Alasannya? Hanya author yang tahu."Udahlah, Mas. Kita fokus ke Aryan saja. Semoga dia baik-baik saja. Aku cemas," balas Ma

    Last Updated : 2025-01-06
  • Belenggu Hasrat CEO    13. Aku Anakmu, Papa!

    Di depan ruang ICU rumah sakit, suasana terlihat tegang. Hanan terus menggenggam tangan Hafsah. Sedangkan Maher berdiri tak jauh dari mereka. Diam, dan mengawasi situasi dengan pergerakan mata. Sesekali dia melirik Hafsah, matanya teduh dengan ukiran yang sempurna. Tanpa tambahan eyeliner dan make-up lainnya. Tapi di mata Maher, dia bisa memastikan bahwa Hafsah adalah sosok yang cantik.Malini telah berada di pesawat. Tinggal menunggu waktu sekian menit maka dia akan mendarat di bandara internasional Minangkabau. Pun jarak dari bandara ke rumah sakit hanya tiga puluh menit. Di sisi lain, kondisi Aryan menurun. Dokter dan perawat berlari masuk ke ICU. Semua kaca di tutup dengan kain membuat Maher dan Hafsah panik dan cemas."Apa yang terjadi? Ada apa dengan Aryan?" tanya Hafsah menyentuh pintu dengan cemas.Maher tak menjawab. Dia menunduk tajam menatap lantai. Sedang Hanan tak bereaksi apa pun. Di dalam, Aryan mengalami kejang dan beberapa kali muntah dengan cairan merah merona. Dok

    Last Updated : 2025-01-07
  • Belenggu Hasrat CEO    14. Terus Terluka

    Tatapan Gio melemah seiring jatuhnya dia ke lantai. Sementara Hafsah terus terisak menangisi takdirnya. Hampir enam tahun bertemu dan lima tahun dalam kedekatan dia tak menyadari bahwa Gio adalah ayahnya. Gio pun tak kalah terkejut, selama itu dan hampir setiap hari melihat Hafsah. Jauh dari lubuk hatinya, Gio merasakan sesuatu hal yang istimewa untuk Hafsah. Entah karena dia memang menginginkan anak perempuan atau karena kasihan saja.Hari ini, rasa itu terjawab sudah dengan kenyataan yang dibawa Hafsah. Kenyataan yang disembunyikan Hayati selama dua puluh tiga tahun. Gio mendengar banyak hal kisah Hafsah dari istrinya, tapi dia tidak tahu bahwa kisah menyedihkan itu berawal dari dirinya."Selama dua puluh tiga tahun aku sendirian, Papa. Aku meringkuk memeluk luka tanpa kasih sayang mama. Aku menderita setiap hembusan napasku. Karena Papa, mama berpisah dengan suaminya dan aku yang menanggung akibat itu." Tangisan Hafsah menggelegar meluapkan emosinya. Hanan memeluk dengan erat semen

    Last Updated : 2025-01-08

Latest chapter

  • Belenggu Hasrat CEO    32. Terkejut

    "Keputusanku mengakhiri pernikahan sepertinya salah, tapi menunggu Maher tanpa kepastian juga salah. Ya Tuhaaan aku menginginkan Maher!" isak Lavina di balik pintu IGD.Lavina mengikuti Maher dan selalu memantaunya. Kecemasan di wajah Maher ketika Hafsah pingsan membuat Lavina cemburu dan mengurut dada. Benar saja, aksi Maher mengendong Hafsah turun tangga darurat membuat hatinya perih. Lavina meninggalkan rumah sakit dengan air mata yang tak lagi dapat disembunyikan. Langkahnya gontai menuju mobil lalu masuk serta duduk melamun di depan setir. Tangannya terkepal kuat menggenggam setir dengan sorot penuh amarah.Sementara itu, Maher meminta Adnan membelikan makanan dan juga jus buah untuk Hafsah. Meski gadis itu dapat jatah makanna dari rumah sakit tapi dia tidak membiarkannya karena menurut Maher makanan rumah sakit itu tidak enak.Hafsah mengerjapkan matanya pelan, berulang kali mencoba membuka mata karena terasa perih. Tangannya terasa berat dan juga kaku. Matanya memindai ruangan

  • Belenggu Hasrat CEO    31. Menikahlah Denganku

    "Hafsah apa yang terjadi denganmu!" teriak Maher panik.Gadis itu tak jua merespon, Maher yang panik gegas menggendongnya dan mengabaikan semua orang. Dia berjalan tergesa menuju mobil. Bahkan dia mengabaikan lift yang ada dan lebih memilih tangga darurat. Terus berlari dengan menyebut nama Hafsah dengan cemas dan kepanikan jelas terlihat di wajah lelaki tiga puluh tahun itu.Napasnya memburu dan keringat mengucur membasahi wajahnya yang tampan. Dia terus berlari dengan genggaman yang kuat hingga tiba di parkiran. "Adnan buka pintunya!" titahnya penuh emosi tapi juga panik.Adnan yang tertidur di dalam mobil terkejut dan langsung membuka pintu dengan tergesa. Wajah khas bangun tidur tampak jelas pada Adnan."Ada apa, Boss?" tanya Adnan membukakan pintu belakang."Kita ke rumah sakit terdekat!" titah Maher tanpa menjawab.Tanpa menunggu perintah kedua kalinya, Adnan melajukan mobil dan Maher menutup pembatas antara sopir dan bangku penumpang. Hafsah ditidurkan di pahanya, perlahan dia

  • Belenggu Hasrat CEO    30. Kemenangan Yang membuat Pingsan

    Lavina menyandar di dinding dengan mata memanas dan dada yang terasa sesak. Mengakhiri segalanya demi mempertahankan cinta untuk Maher tapi nyatanya lelaki itu tak jua peka. Teman masa kuliah serta rekan bisnis ayahnya itu tak paham bagaimana hati gadis yang selalu menyebut namanya di dalam doa dan setiap waktu.Lavina mengabaikan tatapan orang-orang yang meliriknya penuh tanya. Dia fokus pada perasaannya yang begitu tertekan dengan keadaannya."Maher ...." Akhirnya air mata itu lolos juga membasahi pipinya.Sementara lelaki yang tengah disebut menatap lurus ke depan di dalam mobilnya. Sesekali dia melirik Hafsah yang menatap jalanan. Tangannya memegang perut yang terasa lapar. Ya Allah aku lapar? Masa harus bilang ke Maher? Mana makanan kutertinggal lagi.Hafsah memejamkan mata dengan menggigit bibirnya. Maher menatapnya dengan dahi mengernyitkan. Tampak mata Hafsah memejam dengan kuat."Hafsah kamu kenapa?" tanyanya.Hafsah menggeleng, "gak papa, Pak," jawab Hafsah tersenyum."Semo

  • Belenggu Hasrat CEO    29. Cemburu

    Hanan berdiri lalu merapikan jasnya. Tatapannya lurus tapi tajam. Sejenak dia menarik napas setelah itu melangkah keluar dari ruangannya. Dia menuju pos satpam tempat anak buahnya berkumpul menanti dirinya."Ale!" panggil Hanan tegas."Siap, Boss!" Lelaki bernama Ale itu berdiri dan langsung memberi hormat ala tentara."Selidiki ke bandara tentang Hafsah. Tanyai orang-orang di sana apa mereka benar melihat Hafsah atau tidak. Paksa mereka menjelaskannya!" titah Hanan menatap anak buahnya."Siap, laksanakan, Boss!" jawab mereka lantang.Hanan mengangguk lalu berbalik meninggalkan mereka. Sejenak Ale menatap bingung lalu menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Boss!" Ale mengejar Hanan dengan wajah takut.Hanan berhenti dan langsung menoleh serta menatap tajam."Maaf, Boss! Apa boleh saya minta foto nona untuk ditunjukkan pada orang-orang yang kami tanyai?" tanya Ale dengan wajah takut juga panas dingin."Aku akan mengirimnya ke nomor kamu!" balas Hanan kembali melanjutkan langkahnya.,Se

  • Belenggu Hasrat CEO    28. Berharap

    Hafsah melirik ke sana kemari mencari sesuatu yang tercium oleh Maher. Setelah itu dia menggeleng sambil menatap lelaki itu."Apa?" tanya Maher menatap Hafsah karena hari ini tampak fres sekali, "kamu tidak mencium aroma makanan di sini?"Hafsah melirik kotak bekalnya lalu menariknya pelan dan menyembunyikan di laci. Maher menatap penuh selidik sambil terus melangkah."Itu apa?" tanyanya lagi mencondongkan tubuh pada Hafsah hingga aroma maskulinnya menusuk hidung."Ini kotak bekal saya, Pak," jawab Hafsah."Kamu bawa bekal?" Maher menarik diri lalu bersandar di meja miliknya sambil menyilangkan kedua kakinya.Hafsah mengangguk."Kenapa?""Saya ingin fokus bekerja dan males jajan di luar, Pak!""Dasar perempuan!" decih Maher tertawa.Hafsah menunduk sembari memainkan ujung jilbabnya. Dia belum begitu terlalu mengenal Maher. Belum tahu bagaimana sifat lelaki itu, hanya yang membekas di pikiran Hafsah adalah ketika dia menyelamatkan dirinya malam itu. Jemarinya kembali menekan keyboard

  • Belenggu Hasrat CEO    27. Aroma Apa Ini?

    Maher mengepalkan tangan dengan jemari saling merapat kuat. Matanya tajam dengan dada bergetar hebat. Seluruh tubuh seakan kehilangan keseimbangan di saat pikirannya tertumpu pada sosok gadis di club malam kala itu."Adnan, bagaiman gadis yang kita temui di bar malam itu? Kamu sudah mendapatkan kabar tentang dia?" tanya Maher menelepon asistennya yang ada di kamar ujung apartemennya."Semenjak kita kembali ke Jakarta saya belum mendapatkan kabar apa pun, Tuan. Utamanya semenjak tuan Aryan kecelakaan di Padang. Fokus kita terpecah antara tuan Aryan dan perusahaan," jelas Adnan."Tetap cari tahu dia di mana. Aku ingin sekali bertemu dengannya!" titah Maher menutup panggilan lalu membanting ponsel ke sisinya.Bayangan gadis itu terlintas jelas dibenaknya. Maher mengerang frustasi dengan menggusar rambut sehingga berantakan dan menutup sebagian matanya. Bibirnya menyebut sesuatu yang samar dengan jemari saling merangkai. Angin kencang bertiup melalui kaca balkon hingga meniup tirai.Hafs

  • Belenggu Hasrat CEO    26. Gadis Itu

    "Jangan memikirkan dia. Untuk sekarang kita harus fokus ke Aryan. Pikirkan keselamatannya dan bagaimana caranya agar dia pulih seperti sediakala. Setelah itu baru pikirkan tentang gadis itu," ujar Gio menatap Malini.Jauh dalam lubuk hati Malini, dia sangat mengkhawatirkan Hafsah. Namun, kekecewaan pada Gio jauh lebih menusuk hatinya. Malini tahu dan paham bagaimana Hafsah selama ini. Tapi dua orang itu hanya memikirkan ego dan harga dirinya."Kamu benar, Mas. Kita harus fokus pada kesembuhan Aryan. Tapi aku tidak pernah melupakan kejadian yang baru saja terjadi. Kamu menipuku selama puluhan tahun. Kamu mengabaikan kesetiaan dan kejujuranku. Aku tahu Mas, pernikahan kita sebab perjodohan bisnis orang tua kita. Tapi, sebelum hubungan di buat, maka keputusan itu harus tepat. Kamu memilihku sebagai istrimu, tapi hatimu memilih dia. Ini sakit, Mas. Aku kecewa dan sulit memaafkanmu!" "Malam itu aku khilaf, Malini," jelas Gio menunduk."Iya aku tahu. Itu alasan yang klise sekali. Kamu ahli

  • Belenggu Hasrat CEO    25. Kepedihan Malini

    "Gak usah, Maher. Aku bisa pulang naik kendaraan yang lain," tolak Hafsah lembut hingga matanya menyipit menandakan dia sedang tersenyum.Tunjukkan senyumanmu, Hafsah."Masuklah! Aku akan mengantarmu, ini sudah terlalu sore," ujar Maher memaksa.Hafsah menarik napas lalu melangkah dan duduk di sisi Maher. Setelah itu lelaki tampan itu melajukan mobil dalam kecepatan sedang. Wangi maskulin menusuk hidung Hafsah menembus cadarnya. Dadanya berdegup kencang ketika aroma tubuh Maher mengangguk ingatannya ketika lelaki itu memeluknya erat di saat Hafsah berniat bu-nuh di-ri.Sementara Maher melirik Hafsah yang tampak santai duduk di sisinya. Tatapan gadis itu lurus ke depan. Maher tak kalah gelisah mencium aroma lembut yang menguar dari tubuh Hafsah. Dia memilih diam dan tak banyak bicara demi menenangkan hati dan pikirannya. Maher takut terlalu menunjukkan kepeduliannya."Depan belok kanan, Maher," ujar Hafsah memecah keheningan.Maher mengangguk sambil menaruh satu telunjuk di batang hidu

  • Belenggu Hasrat CEO    24. Mengantar Hafsah

    "Uangku banyak, Hafsah! Membayar gaji karyawan bukanlah suatu hal yang berat bagiku," kata Maher dengan nada sedikit tinggi, "aku orang kaya. Tujuanku menjual ini agar modal awal tak terbuang sia-sia dengan menjadikan mebel ini pajangan tak berguna!""Maaf, Pak. Maksud saya juga begitu. Maafkan jika saya salah ucap," ujar Hafsah menunduk merasa salah telah terlalu mengatur.Maher menatap Hafsah dan langsung salah tingkah. Dia lupa memposisikan sikap saat dengan Hafsah. Lelaki itu menggaruk batang hidung yang tidak gatal lalu berdehem seraya lihat kiri dan kanan."Maaf, Hafsah. Maksud saya juga begitu," jelas Maher lalu meninggalkan Hafsah dan pegawai lelaki yang langsung melirik Hafsah dengan menahan tawa."Big Boss aneh," katanya tersenyum dan Hafsah menarik napas panjang."Dibersihkan ini semua ya, Pak. Kalau ada yang perlu di cat ulang, lakukan. Setelah itu kita akan lakukan promosi," jelas Hafsah."Baik, Bu," jawab pegawai.Lelaki itu mulai melakukan tugasnya. Menyisihkan beberap

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status