Beranda / Romansa / Belenggu Hasrat CEO / 5. Siapa Gio Adelardo

Share

5. Siapa Gio Adelardo

Penulis: Siska Cahaya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-05 09:36:56

"Hafsah!" teriak Aryan gegas menopang tubuh gadis itu dengan kedua tangannya.

Hafsah menangis, dia tersedu di depan Aryan dengan tubuh terguncang. Namun, Hayati tetap tak peduli.

"Pergilah, Hafsah! Kehadiranmu hanya akan mengingatkan aku pada kejadian dua puluh tiga tahun lalu saat kamu tercipta. Kamu tercipta sebab kesalahan hingga suamiku meninggalkan aku yang amat mencintainya. Pergilah sebelum satpam mengusirmu!" bentaknya tanpa mau menatap Hafsah.

"Sebenci itu Mama padaku? Apa salahku, Maa?" isak Hafsah tanpa suara.

"Aku membencimu! Sangat!" jelasnya lalu memutar tubuh, "pergi sebelum para satpam di rumah ini menyeretmu." 

Setelah mengucapkan kata-kata pedih itu Hayati masuk ke dalam rumah mewahnya. Semua pelayan hanya mampu menatap iba tanpa bisa menolong. Mereka yang sudah sejak lama mengenal Hafsah hanya bisa mendoakan gadis itu.

"Kita kembali ke Bandung, Hafsah," ujar Aryan memeluknya erat. 

Hafsah diam tanpa merespon apa pun, tanpa dia tahu bahwa lelaki itu menyeka sudut matanya melihat penghinaan yang diterima sang pujaan. Aryan menuntun Hafsah kembali ke mobil yang masih setia menunggunya. Keduanya masuk lalu meminta sopir kembali ke bandara.

"Menangislah!" titah Aryan menggenggam tangannya tapi gadis itu melepaskannya.

"Kata Umma kita gak boleh bersentuhan. Aku sedang belajar membentengi diriku dari segala dosa. Maaf, Aryan," ujar Hafsah menyeka sudut matanya.

Aryan mengangkat bibir ke samping seraya menatap Hafsah.

"Kita ke rumah Omaku," jelasnya menunjukkan jalan pada sopir.

Hafsah dan Aryan menuju rumah Halimah, omanya Hafsah. Gadis itu selalu ke sana ketika siapapun tidak menerimanya. 

"Aku aman di sini, kamu kalau mau balik gak papa. Ini wilayahku bukan?" Hafsah menatap Aryan yang tak meliriknya.

"Aku ingin rehat sejenak dari segala rutinitas yang menyita waktuku. Aku akan tidur di hotel, kamu jangan khawatir. Tapi sebelum itu aku harus memastikan kamu sampai dengan aman di tempat yang di tuju," balas Aryan menarik napas.

***

"Kami benar-benar tidak bisa menemukannya, Tuan. Setelah keluar dari kantor polisi gadis itu dibawa seseorang. Tapi kami kehilangan jejak saat mengikutinya," jelas anak buah Maher.

"Dia dibebaskan?" tanya Maher menatap dinding dengan lukisan samar seorang perempuan.

"Ada yang menjaminnya," jawab mereka menunduk.

"Sampaikan informasi yang jelas padaku! Siapa yang menjamin gadis itu? Siapa gadis itu di mana tinggalnya semuanya katakan dengan lengkap!" teriak Maher kembali menghajar anak buahnya tanpa ampun.

Mereka hanya meringis menahan rasa sakit yang tidak bisa dilawannya. Maher pun terus menghajarnya hingga puas. setelah itu dia masuk ke kamar lalu menarik napas perlahan. Lelaki itu membuka jendela dan berdiri tegap dengan mata terpejam. Perlahan hidungnya menghidu sesuatu yang dirindukan. Sementara jemarinya menari mengikuti arah angin yang berhembus.

"Kamu tidak berada di kota ini, Nona? Kamu kemana? Akan kupastikan kita akan bertemu lagi. Apa pun caranya," bisiknya menghembus napas yang mulai stabil.

Sementara Hafsah telah berdiri di halaman rumah Halimah, perempuan enam puluh tahun itu sedang santai di teras ditemani pelayannya.

"Omaaa!" teriak Hafsah berlari menuju sang nenek yang langsung menoleh dan berdiri menatap ke asal suara.

"Hafsah!" Halimah membentangkan tangan menyambut kedatangan sang cucu.

Keduanya melepas rindu dengan air mata. Halimah mencium kening dan pipi yang terbungkus cadar itu. Dipeluk erat sang cucu perempuan dengan penuh kasih sayang.

"Oma kok bisa tahu ini aku? Padahal aku pake cadar lo," isak Hafsah sambil tertawa.

"Oma tidak akan bisa melupakan darah keturunan sendiri. Kamu aset Martadinata, kamu berliannya Martadinata," jelas Halimah memeluk erat.

Mereka kemudian masuk disusul Aryan yang tersenyum bahagia melihat Hafsah diperlakukan dengan baik oleh neneknya.

"Oma senang kamu kembali. Dan itu artinya ... kamu gak boleh balik lagi ke sana. Ini tempatmu. Keluargamu!" ungkap Halimah menatap Hafsah.

"Aku belum memikirkan itu, Oma. Oma tahu kan apa yang paling aku inginkan?" tanya Hafsah menggeleng hingga tatapannya berhenti pada Aryan yang masih berdiri, "ini Aryan temanku dari bandung."

"Iya." Halimah mengangguk sedih tapi tetap tersenyum pada Aryan. "Sebab itulah kamu harus di sini. Bantu abangmu mengurus anak perusahaan Martadinata. Dia juga akan membuka mall terbesar di Batu Sangkar nanti. Banyak rencana telah di susunnya bersama Hasan, Hanan mulai serius bekerja setelah bertemu seorang perempuan dari Sawahlunto," jelas Halimah tersenyum.

Mereka terus berbincang bersama Aryan. Halimah sangat baik dan ramah, dia juga menyediakan makanan dan meminta Hafsah dan Aryan untuk makan siang. Setelah itu Aryan menuju hotel untuk beristirahat.

Aryan sebenarnya tidak lelah, hanya saja dia memberikan waktu untuk Hafsah agar bisa lebih leluasa bersama keluarganya. Namun, pikiran dan hatinya terus memikirkan Hafsah.

"Aku harus melakukan sesuatu untuk diriku. Tidak tidak tidak, ini tidak boleh dibiarkan. Aku menunggunya lebih dari lima tahun. Ini saatnya untukmu Aryan. Dia tidak akan memahaminya jika kamu tidak mengutarakan padanya." Aryan menganggukkan kepala seraya menatap keluar jendela.

***

Hanan datang mengunjungi Halimah karena diberi tahu tentang kedatangan adiknya. Lelaki tampan itu memasuki rumah dengan wajah dingin dan tanpa senyum. Lelaki itu menuju kamar Halimah dan langsung masuk. Hafsah yang tengah disisir rambutnya oleh Halimah kaget saat seseorang menerobos masuk.

"Abaaang," rengek Hafsah menghambur ke pelukan lelaki itu.

"Bonekaku sudah tumbuh dewasa dan sangat cantik. Siapa lelaki yang beruntung itu?" tanyanya membelai rambut panjang Hafsah.

"Gak ada. Aku belum kepikiran. Lagi fokus ke teka-teki yang diberikan mama untukku," jawab Hafsah mengurai pelukannya.

"Teka-teki?" Halimah mengernyitkan dahinya.

"Iya Oma. Inisial ayah kandungku. Bukankah dari dahulu kala aku dan Bang Hanan beda ayah. Aku tahu itu ... aku bukan keturunan dan darah daging Martadinata," jelas Hafsah membuat Hanan kembali merengkuhnya.

"Jangan katakan itu. Kamu kesayangan kami. Tunggu Hasan kembali dari luar negeri dia akan mengurus segalanya. Tetaplah disini dan jangan kembali lagi ke Bandung," ujar Hanan tegas sambil mencium kening sang adik.

"Aku akan tetap di sini, bersama kalian dan tetap mencari tahu siapa ayahku," balas Hafsah membuat Halimah menjadi gelisah.

Ketiganya keluar dari kamar dan menuju ruang makan. Hafsah sudah memakai kembali kerudung panjang dan cadarnya. Namun, teriakan Hayati membuat dia menghentikan langkahnya.

"Ibu menampung anak sialan ini?" tanya Hayati membuat Halimah menatap tajam dan Hanan menggenggam tangan sang adik.

"Aku sudah memintamu kembali, Hafsah. Pulang ke Bandung!" katanya menarik Hafsah dari genggaman Hanan.

"Enggak, Ma. Aku akan tetap di sini. Mama keras kepala aku juga bisa. Maaf jika aku meniru semua tingkahmu. Tapi untuk kali ini aku tidak akan menurut pada Mama." Hafsah menatap sang ibu dengan datar.

Hayati mengangkat tangan hingga Hafsah menunduk sebelum tangan itu menempel di pipinya. Tapi Halimah menarik tangannya lalu menyeret Hayati ke teras.

"Ini rumahku, Hayati. Jangan bertindak tidak sopan sebagai tamu. Aku bisa mengusirmu atau meminta satpam menyeretmu keluar dari sini. Pergilah!" titah Halimah dengan emosi.

"Ibu membela anak kurang ajar itu?" tanya Hayati tidak percaya.

"Yang kurang ajar itu kamu, Hayati! Kamu yang membuatnya ada bersama lelaki itu. Lalu kenapa kamu ingin bermain-main dengan putrimu. Kenapa tidak kamu katakan kalau ayahnya ada Gio Adelardo. Ayah biologisnya adalah dia! Lelaki itu!" teriak Halimah emosi.

Hafsah mundur teratur hingga menabrak Hanan yang berdiri di belakangnya. Dia menggeleng dengan air mata yang meluncur tak terbendung.

"Gio Adelardo," isaknya menggeleng.

Bab terkait

  • Belenggu Hasrat CEO    6. kedekatan yang samar

    6. Kedekatan.Hafsah menggeleng dan terisak. Tiba-tiba rasa hampa merayap perlahan menghimpit dada. Jauh dalam lubuk hatinya ada jeritan pilu yang terperangkap. Tangannya mengepal erat tapi tatapan matanya kosong. Hafsah mundur perlahan tanpa kata dan suara tangisan."Dek," ujar Hanan melirik adiknya yang seperti patung bernapas cepat.Hafsah tak bergeming, ucapan Halimah berhasil menembus nadi hingga ke jantungnya. Benarkah Gio yang dia kenal yang dimaksud oleh neneknya? Sementara Halimah dan Hayati masih tak menyadari bahwa Hafsah telah mengetahui apa yang mereka sembunyikan."Terserah dia mau apa! Aku tidak perduli sekalipun lelaki sialan itu membawanya jauh dariku! Ibu tahu apa yang aku alami semenjak kehamilan Hafsah hingga dia lahir?" Hayati menatap tajam pada Halimah. "Itu kepedihan yang tidak bisa aku lupakan!"Halimah menggeleng."Dia penyebab aku dan Amir berpisah. Dia penyebab Amir memilih perempuan lain dan meninggalkan aku dalam hamil besar lalu lahirkan tanpa suami! Itu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-29
  • Belenggu Hasrat CEO    7. Bertemu Hafsah

    Pesawat membawa Maher ke tujuan yaitu kota Padang. Maher pernah beberapa kali ke sini untuk urusan bisnisnya. Namun, untuk urusan cinta dan perasaan dia tidak pernah semenggebu ini. Perasaannya sering tak terkendali saat mengingat sosok gadis yang selalu bermain dalam hayalnya belakangan ini. Sosok yang membuat dia penasaran.Di sisi lain, pagi ini Aryan bersiap mendatangi rumah Hafsah. Dia tidak memakai pakaian formal, tapi lebih ke santai yang maskulin. Dua buah cincin dimasukkan ke saku celana dengan tergesa. Lalu keluar dari hotel dengan mobil yang di sediakan pihak hotel. Aryan menuju rumah Hafsah dengan gejolak yang sulit diredam.Sementara gadis yang di tuju sedang bersiap ikut dengan sang kakak ke kantor. Dia tetap berpenampilan dengan pakaian muslimahnya. Hafsah menuju halaman di mana Hanan telah menunggu. "Kalau orang lain berpakaian seperti ini, maka akan aku katakan dia aneh dan ke arab-araban. Tapi ini malah adikku sendiri perpajakan seperti ini. Aku harus bilang apa?"

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Belenggu Hasrat CEO    8. Kakak Adik

    "Apa ini bagian dari rencanamu untuk mendekati adikku?" tanya Hanan maju dan langsung menarik Maher dengan kasar. "Bang, udah. Kita buru-buru kan?" Hafsah melerai keduanya. Maher menarik napas kasar sambil merapikan bajunya. Namun, tatapannya fokus pada langkah dan kibaran baju Hafsah. Maher menyentuh dada dan memejamkan mata dan tangan terkepal erat. "Dalam diam aku menatap setiap keindahan itu seperti nyata. Wajahmu nan ayu berhasil membiusku, membuatku terdiam tanpa kata." Maher membuka mata dan tersenyum. "Semakin kesini Tuan semakin banyak perubahan. Seperti apa gadis yang digilai, Tuan Maher itu," bisik anak buahnya pada yang lain. "Kita kembali!" titah Maher dengan dingin. Sementara Hafsah mulai memasuki kantor dan diperkenalkan oleh Hanan. Semua pegawai menunduk tajam dan sungkan. Mereka tidak menyangka bahwa klan Martadinata ada yang berhijab. Hanan menunjukkan ruangan pribadi milik Hafsah dan langsung diberikan satu sekretaris khusus untuknya. "Dia akan bekerja

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-02
  • Belenggu Hasrat CEO    9. Benarkah?

    Rio tiba di ruangan Hafsah. Namun, dia melihat Hayati sedang membanting vas bunga ke dinding lalu ditenangkan Hanan. Hanan tak bicara sepatah pun, hanya deru napas yang menghiasi ruangan itu."Bagaimana dia tahu, Hanan? Bagaimana Hafsah bisa tahu tentang lelaki itu?" tanya Hayati dengan napas memburu."Mama lupa Hafsah itu lahir dari perempuan seperti apa?" Hanan menatap ibunya lalu memukul angin dengan kuat, "dia mewarisi keras kepala dan rasa ingin tahu darimu, Ma."Hayati terhenyak. Dia sadar selama ini sikap keras dan acuhnya pada Hafsah. Namun, dia lupa bahwa Hafsah tak hanya anak dari lelaki itu, tapi juga darah dagingnya. Mewarisi segala sifat darinya. Hanya saja, selama ini Hafsah bisa mengendalikan segala emosi dan angkuhnya dengan pemahaman ilmu agama yang diajarkan Malini padanya."Permisi, Pak," ujar Rio memecah kebisuan di antara ibu dan anak itu.Hanan menoleh dan mengangguk. Hayati menarik napas lalu meraih tasnya dan gegas meninggalkan ruangan itu."Ada apa, Man?" t

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Belenggu Hasrat CEO    10. Mendonorkan Darah

    Tubuh Aryan dihantam oleh mobil yang melintas dengan kencang. seketika suasana berubah menjadi kepanikan. Suara benturan dan teriakan memenuhi jalan raya dengan kemacetan total. Aryan menatap lemah pada gadis yang berdiri bak patung tak jauh darinya. pandangannya perlahan mengabur dan genggaman pada cincin di telapak tangan terlepas seiring darah segar menyembur dari mulutnya. Hafsah terpaku menyaksikan Aryan menggelepar setelah menyemburkan darah yang beku bercampur segar. Gadis itu berlari dengan gontai menuju Aryan yang tak lagi bereaksi. Hafsah terdaya menyaksikan begitu banyak darah mengalir dari kepala dan rusuk Aryan. "Aryaaaaan!" teriak Hafsah luruh di hadapannya. Aryan tak bergeming. Teriakan Hafsah tak lagi bisa menembus pendengarannya. Gadis itu terus terisak dan gemetar melihat apa saja yang baru terjadi. "Aryan bangun! bangun Aryan! aku mohon!" isak Hafsah menyentuh pipi Aryan yang terus dialiri darah, "seseorang telepon ambulance!" Salah seorang yang menyaksikan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-04
  • Belenggu Hasrat CEO    11. kaget

    Usai berdebat dan mengamuk di kantor, Hayati menuju rumah sakit untuk cek up rutin. Apalagi semenjak kepulangan Hafsah, emosinya sering tak terkendali meski itu adalah ciri khasnya. Kepalanya sering merasa berat dan pusing jika telah berhadapan dengan Hafsah. Dan kali ini dia kembali menemukan kenyataan yang tak ingin dia ketahui.Saat akan kembali, Hayati melihat Hafsah dan Hanan di depan IGD. Tak mau menemui mereka, Hayati memilih mendengarkan apa yang mereka bicarakan. Saat ini langkah kakinya menuju IGD dan masuk dengan menahan amarah. Di dalam sana, ada tiga pasien yang tak sadarkan diri. Dan semuanya lelaki dengan satu berusia tak berbeda dengan Aryan. Hayati kebingungan menatap dua orang itu, sulit mengenalinya karena saat bertemu, Hayati lebih fokus ke Hafsah."Ibu ingin menemui siapa?" tanya perawat menghampiri Hayati yang berdiri menatap ketiga pasien."Korban kecelakaan," jawabnya."Ketiganya korban kecelakaan, Ibu," jelas perawat ramah.Hayati tersenyum lalu melangkah

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-05
  • Belenggu Hasrat CEO    12. Perubahan Rencana

    "Maher di Padang? Ngapain?" tanya Gio dengan raut wajah penuh tanda tanya.Malini menggeleng, lalu menutup telepon setelah meminta Maher menemui Aryan dan menemaninya sebelum dia datang. Malini mengirim pesan kepada Hafsah mengabarkan akan kedatangan dirinya. Hafsah hanya menatap ponsel tanpa membuka aplikasi. Pikirannya masih kacau dan sulit untuk berpikir."Aku merasa heran, kenapa Maher suka sekali melakukan apa pun tanpa memberitahumu. Ya, aku tahu dia sudah dewasa dan bisa mengurus dirinya sendiri. Tapi soal hubungan kalian? Seperti tidak ada kedekatan yang hangat. Bukan seperti adik dan kakak," ujar Gio menarik napas lalu melirik istrinya dari samping.Malini tak menjawab atau menjelaskan yang sebenarnya, tanpa sepengetahuan Gio, Maher sering menemuinya dan bersikap hangat dan manja. Tapi di saat ada Gio, maka Maher akan bersikap dingin dan tak terkendali. Alasannya? Hanya author yang tahu."Udahlah, Mas. Kita fokus ke Aryan saja. Semoga dia baik-baik saja. Aku cemas," balas Ma

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06
  • Belenggu Hasrat CEO    13. Aku Anakmu, Papa!

    Di depan ruang ICU rumah sakit, suasana terlihat tegang. Hanan terus menggenggam tangan Hafsah. Sedangkan Maher berdiri tak jauh dari mereka. Diam, dan mengawasi situasi dengan pergerakan mata. Sesekali dia melirik Hafsah, matanya teduh dengan ukiran yang sempurna. Tanpa tambahan eyeliner dan make-up lainnya. Tapi di mata Maher, dia bisa memastikan bahwa Hafsah adalah sosok yang cantik.Malini telah berada di pesawat. Tinggal menunggu waktu sekian menit maka dia akan mendarat di bandara internasional Minangkabau. Pun jarak dari bandara ke rumah sakit hanya tiga puluh menit. Di sisi lain, kondisi Aryan menurun. Dokter dan perawat berlari masuk ke ICU. Semua kaca di tutup dengan kain membuat Maher dan Hafsah panik dan cemas."Apa yang terjadi? Ada apa dengan Aryan?" tanya Hafsah menyentuh pintu dengan cemas.Maher tak menjawab. Dia menunduk tajam menatap lantai. Sedang Hanan tak bereaksi apa pun. Di dalam, Aryan mengalami kejang dan beberapa kali muntah dengan cairan merah merona. Dok

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07

Bab terbaru

  • Belenggu Hasrat CEO    32. Terkejut

    "Keputusanku mengakhiri pernikahan sepertinya salah, tapi menunggu Maher tanpa kepastian juga salah. Ya Tuhaaan aku menginginkan Maher!" isak Lavina di balik pintu IGD.Lavina mengikuti Maher dan selalu memantaunya. Kecemasan di wajah Maher ketika Hafsah pingsan membuat Lavina cemburu dan mengurut dada. Benar saja, aksi Maher mengendong Hafsah turun tangga darurat membuat hatinya perih. Lavina meninggalkan rumah sakit dengan air mata yang tak lagi dapat disembunyikan. Langkahnya gontai menuju mobil lalu masuk serta duduk melamun di depan setir. Tangannya terkepal kuat menggenggam setir dengan sorot penuh amarah.Sementara itu, Maher meminta Adnan membelikan makanan dan juga jus buah untuk Hafsah. Meski gadis itu dapat jatah makanna dari rumah sakit tapi dia tidak membiarkannya karena menurut Maher makanan rumah sakit itu tidak enak.Hafsah mengerjapkan matanya pelan, berulang kali mencoba membuka mata karena terasa perih. Tangannya terasa berat dan juga kaku. Matanya memindai ruangan

  • Belenggu Hasrat CEO    31. Menikahlah Denganku

    "Hafsah apa yang terjadi denganmu!" teriak Maher panik.Gadis itu tak jua merespon, Maher yang panik gegas menggendongnya dan mengabaikan semua orang. Dia berjalan tergesa menuju mobil. Bahkan dia mengabaikan lift yang ada dan lebih memilih tangga darurat. Terus berlari dengan menyebut nama Hafsah dengan cemas dan kepanikan jelas terlihat di wajah lelaki tiga puluh tahun itu.Napasnya memburu dan keringat mengucur membasahi wajahnya yang tampan. Dia terus berlari dengan genggaman yang kuat hingga tiba di parkiran. "Adnan buka pintunya!" titahnya penuh emosi tapi juga panik.Adnan yang tertidur di dalam mobil terkejut dan langsung membuka pintu dengan tergesa. Wajah khas bangun tidur tampak jelas pada Adnan."Ada apa, Boss?" tanya Adnan membukakan pintu belakang."Kita ke rumah sakit terdekat!" titah Maher tanpa menjawab.Tanpa menunggu perintah kedua kalinya, Adnan melajukan mobil dan Maher menutup pembatas antara sopir dan bangku penumpang. Hafsah ditidurkan di pahanya, perlahan dia

  • Belenggu Hasrat CEO    30. Kemenangan Yang membuat Pingsan

    Lavina menyandar di dinding dengan mata memanas dan dada yang terasa sesak. Mengakhiri segalanya demi mempertahankan cinta untuk Maher tapi nyatanya lelaki itu tak jua peka. Teman masa kuliah serta rekan bisnis ayahnya itu tak paham bagaimana hati gadis yang selalu menyebut namanya di dalam doa dan setiap waktu.Lavina mengabaikan tatapan orang-orang yang meliriknya penuh tanya. Dia fokus pada perasaannya yang begitu tertekan dengan keadaannya."Maher ...." Akhirnya air mata itu lolos juga membasahi pipinya.Sementara lelaki yang tengah disebut menatap lurus ke depan di dalam mobilnya. Sesekali dia melirik Hafsah yang menatap jalanan. Tangannya memegang perut yang terasa lapar. Ya Allah aku lapar? Masa harus bilang ke Maher? Mana makanan kutertinggal lagi.Hafsah memejamkan mata dengan menggigit bibirnya. Maher menatapnya dengan dahi mengernyitkan. Tampak mata Hafsah memejam dengan kuat."Hafsah kamu kenapa?" tanyanya.Hafsah menggeleng, "gak papa, Pak," jawab Hafsah tersenyum."Semo

  • Belenggu Hasrat CEO    29. Cemburu

    Hanan berdiri lalu merapikan jasnya. Tatapannya lurus tapi tajam. Sejenak dia menarik napas setelah itu melangkah keluar dari ruangannya. Dia menuju pos satpam tempat anak buahnya berkumpul menanti dirinya."Ale!" panggil Hanan tegas."Siap, Boss!" Lelaki bernama Ale itu berdiri dan langsung memberi hormat ala tentara."Selidiki ke bandara tentang Hafsah. Tanyai orang-orang di sana apa mereka benar melihat Hafsah atau tidak. Paksa mereka menjelaskannya!" titah Hanan menatap anak buahnya."Siap, laksanakan, Boss!" jawab mereka lantang.Hanan mengangguk lalu berbalik meninggalkan mereka. Sejenak Ale menatap bingung lalu menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Boss!" Ale mengejar Hanan dengan wajah takut.Hanan berhenti dan langsung menoleh serta menatap tajam."Maaf, Boss! Apa boleh saya minta foto nona untuk ditunjukkan pada orang-orang yang kami tanyai?" tanya Ale dengan wajah takut juga panas dingin."Aku akan mengirimnya ke nomor kamu!" balas Hanan kembali melanjutkan langkahnya.,Se

  • Belenggu Hasrat CEO    28. Berharap

    Hafsah melirik ke sana kemari mencari sesuatu yang tercium oleh Maher. Setelah itu dia menggeleng sambil menatap lelaki itu."Apa?" tanya Maher menatap Hafsah karena hari ini tampak fres sekali, "kamu tidak mencium aroma makanan di sini?"Hafsah melirik kotak bekalnya lalu menariknya pelan dan menyembunyikan di laci. Maher menatap penuh selidik sambil terus melangkah."Itu apa?" tanyanya lagi mencondongkan tubuh pada Hafsah hingga aroma maskulinnya menusuk hidung."Ini kotak bekal saya, Pak," jawab Hafsah."Kamu bawa bekal?" Maher menarik diri lalu bersandar di meja miliknya sambil menyilangkan kedua kakinya.Hafsah mengangguk."Kenapa?""Saya ingin fokus bekerja dan males jajan di luar, Pak!""Dasar perempuan!" decih Maher tertawa.Hafsah menunduk sembari memainkan ujung jilbabnya. Dia belum begitu terlalu mengenal Maher. Belum tahu bagaimana sifat lelaki itu, hanya yang membekas di pikiran Hafsah adalah ketika dia menyelamatkan dirinya malam itu. Jemarinya kembali menekan keyboard

  • Belenggu Hasrat CEO    27. Aroma Apa Ini?

    Maher mengepalkan tangan dengan jemari saling merapat kuat. Matanya tajam dengan dada bergetar hebat. Seluruh tubuh seakan kehilangan keseimbangan di saat pikirannya tertumpu pada sosok gadis di club malam kala itu."Adnan, bagaiman gadis yang kita temui di bar malam itu? Kamu sudah mendapatkan kabar tentang dia?" tanya Maher menelepon asistennya yang ada di kamar ujung apartemennya."Semenjak kita kembali ke Jakarta saya belum mendapatkan kabar apa pun, Tuan. Utamanya semenjak tuan Aryan kecelakaan di Padang. Fokus kita terpecah antara tuan Aryan dan perusahaan," jelas Adnan."Tetap cari tahu dia di mana. Aku ingin sekali bertemu dengannya!" titah Maher menutup panggilan lalu membanting ponsel ke sisinya.Bayangan gadis itu terlintas jelas dibenaknya. Maher mengerang frustasi dengan menggusar rambut sehingga berantakan dan menutup sebagian matanya. Bibirnya menyebut sesuatu yang samar dengan jemari saling merangkai. Angin kencang bertiup melalui kaca balkon hingga meniup tirai.Hafs

  • Belenggu Hasrat CEO    26. Gadis Itu

    "Jangan memikirkan dia. Untuk sekarang kita harus fokus ke Aryan. Pikirkan keselamatannya dan bagaimana caranya agar dia pulih seperti sediakala. Setelah itu baru pikirkan tentang gadis itu," ujar Gio menatap Malini.Jauh dalam lubuk hati Malini, dia sangat mengkhawatirkan Hafsah. Namun, kekecewaan pada Gio jauh lebih menusuk hatinya. Malini tahu dan paham bagaimana Hafsah selama ini. Tapi dua orang itu hanya memikirkan ego dan harga dirinya."Kamu benar, Mas. Kita harus fokus pada kesembuhan Aryan. Tapi aku tidak pernah melupakan kejadian yang baru saja terjadi. Kamu menipuku selama puluhan tahun. Kamu mengabaikan kesetiaan dan kejujuranku. Aku tahu Mas, pernikahan kita sebab perjodohan bisnis orang tua kita. Tapi, sebelum hubungan di buat, maka keputusan itu harus tepat. Kamu memilihku sebagai istrimu, tapi hatimu memilih dia. Ini sakit, Mas. Aku kecewa dan sulit memaafkanmu!" "Malam itu aku khilaf, Malini," jelas Gio menunduk."Iya aku tahu. Itu alasan yang klise sekali. Kamu ahli

  • Belenggu Hasrat CEO    25. Kepedihan Malini

    "Gak usah, Maher. Aku bisa pulang naik kendaraan yang lain," tolak Hafsah lembut hingga matanya menyipit menandakan dia sedang tersenyum.Tunjukkan senyumanmu, Hafsah."Masuklah! Aku akan mengantarmu, ini sudah terlalu sore," ujar Maher memaksa.Hafsah menarik napas lalu melangkah dan duduk di sisi Maher. Setelah itu lelaki tampan itu melajukan mobil dalam kecepatan sedang. Wangi maskulin menusuk hidung Hafsah menembus cadarnya. Dadanya berdegup kencang ketika aroma tubuh Maher mengangguk ingatannya ketika lelaki itu memeluknya erat di saat Hafsah berniat bu-nuh di-ri.Sementara Maher melirik Hafsah yang tampak santai duduk di sisinya. Tatapan gadis itu lurus ke depan. Maher tak kalah gelisah mencium aroma lembut yang menguar dari tubuh Hafsah. Dia memilih diam dan tak banyak bicara demi menenangkan hati dan pikirannya. Maher takut terlalu menunjukkan kepeduliannya."Depan belok kanan, Maher," ujar Hafsah memecah keheningan.Maher mengangguk sambil menaruh satu telunjuk di batang hidu

  • Belenggu Hasrat CEO    24. Mengantar Hafsah

    "Uangku banyak, Hafsah! Membayar gaji karyawan bukanlah suatu hal yang berat bagiku," kata Maher dengan nada sedikit tinggi, "aku orang kaya. Tujuanku menjual ini agar modal awal tak terbuang sia-sia dengan menjadikan mebel ini pajangan tak berguna!""Maaf, Pak. Maksud saya juga begitu. Maafkan jika saya salah ucap," ujar Hafsah menunduk merasa salah telah terlalu mengatur.Maher menatap Hafsah dan langsung salah tingkah. Dia lupa memposisikan sikap saat dengan Hafsah. Lelaki itu menggaruk batang hidung yang tidak gatal lalu berdehem seraya lihat kiri dan kanan."Maaf, Hafsah. Maksud saya juga begitu," jelas Maher lalu meninggalkan Hafsah dan pegawai lelaki yang langsung melirik Hafsah dengan menahan tawa."Big Boss aneh," katanya tersenyum dan Hafsah menarik napas panjang."Dibersihkan ini semua ya, Pak. Kalau ada yang perlu di cat ulang, lakukan. Setelah itu kita akan lakukan promosi," jelas Hafsah."Baik, Bu," jawab pegawai.Lelaki itu mulai melakukan tugasnya. Menyisihkan beberap

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status