Share

4. Ditolak

Penulis: Siska Cahaya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-05 09:35:53

Hafsah menarik napas panjang dengan kepala berdenyut merdu. Ternyata lelaki itu bukan berasal dari Kalimantan. Gadis itu menutup laptop lalu bersiap untuk ke butik miliknya. Siang ini dia ada acara pertemuan dengan model baru yang akan memakai rancangannya di sebuah hotel.

Hafsah bersiap masih dengan pakaian yang sama. Gadis itu melaju dengan mobil menuju hotel yang tak jauh dari kediamannya. Sesampainya, dia parkir di tempat khusus yang telah disediakan. Dua pegawainya telah menunggu di sana.

"Pak Gio?" Sapa Hafsah mengangguk sopan pada suami Malini itu.

Lelaki itu menatap tajam seolah menelisik siapa yang memanggilnya. Aryan yang juga ada di sana menatap tersenyum.

"Hafsah, Pa," jelas Aryan menunjuk gadis didepannya.

"Masyaallah, Hafsah! Ini kamu?" katanya tak percaya tapi dengan raut wajah bahagia, "saya pangling lihat kamu. Berasa menatap berlian."

"Nah lihat kan? Kamu semakin mempesona dengan hijab dan cadar ini," goda Aryan membuat Hafsah langsung menunduk.

Dua pegawainya juga terkejut melihat penampilan Hafsah yang tiba-tiba berubah. Tapi mereka sungkan untuk bertanya, akhirnya mereka mengikuti langkah Hafsah yang semakin anggun memasuki aula.

Salah satu model yang akan memakai rancangannya adalah Aryan. Lelaki itu telah berada di ruangannya bersama tim. Pikirannya tak teralihkan dari Hafsah.

"Bisa panggilkan Hafsah. Aku merasa ada yang kurang pas di baju ini," ujarnya pada pegawai Hafsah yang membantu Aryan memakai pakaian.

Perempuan itu mengangguk lalu keluar menemui Hafsah. Perempuan itu tengah menelepon sang kakak kedua.

"Kembalilah beberapa saat, kamu butuh refreshing dan hiburan. Oma, Abang akan merasa senang saat kita bisa berkumpul bersama. Ini sudah sangat lama, Hafsah! Abang cemas membiarkanmu seorang diri di sana," jelas Hanan tak bisa menutupi kegundahannya saat membayangkan seorang gadis berjuang sendirian di rantau orang.

"Andai Mama yang mengatakan itu aku akan langsung memesan tiket hari ini ke Padang. Sayangnya ... yang aku harapkan tak memperdulikan." Hafsah menarik napas menahan diri agar tak menangis.

"Jangan menangis! Keturunan Martadinata pantang berair mata," ujar Hanan seolah tahu apa yang terjadi dengan adiknya.

Pegawainya yang menatap Hafsah tak berani bersuara, dia hanya memberi kode jika sedang butuh sesuatu.

"Ya aku tahu, aku sayang Abang. Aku tutup dulu mau lanjut bekerja," jelas Hafsah tersenyum lalu menutup panggilan.

Hafsah berdiri lalu melangkah menuju pegawainya berdiri.

"Ada apa, Andini?" tanya Hafsah.

"Pak Aryan bilang ada sesuatu yang membuat pakaiannya tidak nyaman. Kami menawarkan untuk memperbaiki tapi beliau menolak. Beliau maunya dengan Anda," tutur Andini menunduk.

"Gak papa, Ayo," ajaknya meminta diantar ke ruangan Aryan.

Di sana Aryan sedang mencari celah dan suatu hal agar alasannya untuk bersama Hafsah terlihat murni karena pakaian. Lelaki itu tampak berpikir keras, tapi Hafsah membatalkan niatnya karena muncul dipintu.

"Ada apa, Aryan?" tanyanya menatap lelaki yang selalu ada untuknya.

"Bisa kalian keluar?" pintanya pada dua karyawan Hafsah.

Dua perempuan itu mengangguk lalu meninggalkan mereka. Aryan menatap Hafsah yang tengah sibuk mencari celah di mana letak ketidaknyamanannya. 

"Semua baik-baik saja, Aryan. Kamu tidak nyaman di bagian yang mana?" tanya Hafsah masih sibuk dengan urusannya.

"Di bagian ini," katanya menyentuh dada. 

Hafsah melirik lalu menyikut rusuk lelaki yang lebih tinggi darinya. Seketika Aryan tertawa dengan memejamkan mata. 

"Aku maunya kamu yang dandanin. Bukan mereka," jelasnya sambil tertawa.

"Kamu modelku, Aryan. Jangan sok kegantengan jangan sok mencari kesalahanku. Aku paham kamu ya!" Hafsah menggeleng lalu duduk di hadapannya.

"Kamu gak papa, Hafsah? Aku cemas. Aku khawatir sama kamu," ungkap Aryan menekuk lutut di hadapannya.

"Gak papa, hanya aku sedang berpikir akan pulang setelah acara ini. Abang dan oma merindukan aku," jelas Hafsah menunduk.

"Acara ini dua hari baru selesai, artinya di hari ketiga kamu bisa pulang. Sebelum itu kamu bisa packing baju dan oleh-oleh dulu. Mau aku temani?" tanya Aryan tersenyum.

"Entahlah, aku dilema." Hafsah menarik napas.

Aryan menatap gadis yang selalu bertahta dihatinya. Terus mencintainya dalam diam tanpa mengatakannya. Hanya sikap dan kepedulian yang selalu Aryan tunjukkan pada Hafsah meski gadis itu tidak peka.

Suara MC terdengar memulai acara. Apalagi suara riuh tepuk tangan penonton membuat Aryan dan Hafsah berdiri dan langsung menuju tempatnya.

"Aku tampak tampan dengan stelan ini. Cocok dan nyaman sekali. Apalagi ada kamu di sini," ujar Aryan tersenyum sambil terus melangkah di sisi Hafsah.

Gio juga ada di sana sebagai donatur terbesar untuk acara ini. Selama dua hari mereka sibuk memamerkan hasil rancangannya melalui model yang sudah diseleksi. Hafsah dan Aryan bahkan sangat sibuk bahkan sampai tidak pulang demi kesuksesan acara ini. Malini yang selalu memberikan dukungan pada mereka datang mengantarkan makanan di hari kedua ini. Hari terakhir dalam acara puncak yang diadakan.

"Umma aku besok mau pulang," ujar Hafsah saat dia menyantap makanan yang dibawa Malini.

Malini menatapnya dengan berat. 

"Kamu yakin?" tanya Malini penuh ragu.

"Iya. Ada bang Hanan dan oma yang selalu ada untukku di sana. Umma gak usah cemas," jawab Hafsah tersenyum.

 Malini memeluk erat Hafsah sambil berdoa di pucuk kepala perempuan itu. Malini yang tidak memiliki anak perempuan begitu menyayangi Hafsah tanpa tahu bahwa Aryan memiliki arti sayang yang berbeda padanya.

Hafsah pulang ke apartemennya setelah semua urusannya selesai. Dia begitu bersemangat untuk pulang esok pagi dan membawa baju secukupnya saja. 

Malam berlalu dengan segenap rasa masing-masing dan kesedihan serta kebahagiaan yang berbeda. Hafsah meringkuk dengan pulas di bawah selimut hangatnya hingga alarm subuh membangunkan gadis itu.

Hafsah salat subuh lalu gegas berkemas dan memakai pakaiannya. Dia harus menuju bandara secepat mungkin agar tak ketinggalan pesawat dengan penerbangan awal. 

Sesampainya di bandara, Hafsah langsung melakukan sederet persyaratan agar bisa menduduki kursi miliknya. Dengan memakai gamis warna grey lengkap dengan hijab dan cadar warna senada membuat dia tampak cantik meski tertutup. Hafsah duduk di kursinya dengan nyaman.

"Kamu terlambat, Nona," ujar Aryan membuat Hafsah menyipitkan mata menatap lelaki yang duduk di sampingnya.

"Aryan?" 

"Aku memutuskan untuk mengantarkanmu. Jangan menolak," balas Aryan membuat Hafsah tak bisa berkata-kata.

Aryan memang keras kepala dan sulit diberi tahu tentang suatu hal yang bertentangan dengan inginnya. Hafsah memilih diam dan menerima kepulangannya bersama Aryan. setidaknya dia punya teman mengobrol.

Pesawat lepas landas dan terbang tinggi menuju kota Padang. Hingga mendarat dengan sempurna di Bandara Internasional Minangkabau. Hafsah turun lebih dulu setelah itu baru Aryan.

Tujuan mereka langsung ke rumah Hafsah. Gadis itu sudah menyiapkan mental untuk bertemu dengan ibunya setelah hampir tujuh tahun tidak bertemu.

Benar saja, kepulangannya membuat Hayati kaget. Perempuan empat puluh enam itu menatap Hafsah dengan penuh kebencian. Gadis itu dibiarkan berdiri di halaman tanpa menyuruhnya masuk.

"Mama?" isak Hafsah tak lagi bisa menahan tangisnya.

"Pulang! Kembali ke Bandung sekarang! Ngapain kamu kesini, kamu gak punya tempat di sini!" ujar Hayati dingin.

"Ma aku rindu Mama," jelas Hafsah maju dan mendekati ibunya.

"Jangan mendekatiku! Aku benci kamu Hafsah!" ungkap Hayati mendorong Hafsah dengan kuat hingga gadis itu terpental ke belakang dan sepatunya patah.

Bab terkait

  • Belenggu Hasrat CEO    5. Siapa Gio Adelardo

    "Hafsah!" teriak Aryan gegas menopang tubuh gadis itu dengan kedua tangannya.Hafsah menangis, dia tersedu di depan Aryan dengan tubuh terguncang. Namun, Hayati tetap tak peduli."Pergilah, Hafsah! Kehadiranmu hanya akan mengingatkan aku pada kejadian dua puluh tiga tahun lalu saat kamu tercipta. Kamu tercipta sebab kesalahan hingga suamiku meninggalkan aku yang amat mencintainya. Pergilah sebelum satpam mengusirmu!" bentaknya tanpa mau menatap Hafsah."Sebenci itu Mama padaku? Apa salahku, Maa?" isak Hafsah tanpa suara."Aku membencimu! Sangat!" jelasnya lalu memutar tubuh, "pergi sebelum para satpam di rumah ini menyeretmu." Setelah mengucapkan kata-kata pedih itu Hayati masuk ke dalam rumah mewahnya. Semua pelayan hanya mampu menatap iba tanpa bisa menolong. Mereka yang sudah sejak lama mengenal Hafsah hanya bisa mendoakan gadis itu."Kita kembali ke Bandung, Hafsah," ujar Aryan memeluknya erat. Hafsah diam tanpa merespon apa pun, tanpa dia tahu bahwa lelaki itu menyeka sudut mat

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Belenggu Hasrat CEO    6. kedekatan yang samar

    6. Kedekatan.Hafsah menggeleng dan terisak. Tiba-tiba rasa hampa merayap perlahan menghimpit dada. Jauh dalam lubuk hatinya ada jeritan pilu yang terperangkap. Tangannya mengepal erat tapi tatapan matanya kosong. Hafsah mundur perlahan tanpa kata dan suara tangisan."Dek," ujar Hanan melirik adiknya yang seperti patung bernapas cepat.Hafsah tak bergeming, ucapan Halimah berhasil menembus nadi hingga ke jantungnya. Benarkah Gio yang dia kenal yang dimaksud oleh neneknya? Sementara Halimah dan Hayati masih tak menyadari bahwa Hafsah telah mengetahui apa yang mereka sembunyikan."Terserah dia mau apa! Aku tidak perduli sekalipun lelaki sialan itu membawanya jauh dariku! Ibu tahu apa yang aku alami semenjak kehamilan Hafsah hingga dia lahir?" Hayati menatap tajam pada Halimah. "Itu kepedihan yang tidak bisa aku lupakan!"Halimah menggeleng."Dia penyebab aku dan Amir berpisah. Dia penyebab Amir memilih perempuan lain dan meninggalkan aku dalam hamil besar lalu lahirkan tanpa suami! Itu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-29
  • Belenggu Hasrat CEO    7. Bertemu Hafsah

    Pesawat membawa Maher ke tujuan yaitu kota Padang. Maher pernah beberapa kali ke sini untuk urusan bisnisnya. Namun, untuk urusan cinta dan perasaan dia tidak pernah semenggebu ini. Perasaannya sering tak terkendali saat mengingat sosok gadis yang selalu bermain dalam hayalnya belakangan ini. Sosok yang membuat dia penasaran.Di sisi lain, pagi ini Aryan bersiap mendatangi rumah Hafsah. Dia tidak memakai pakaian formal, tapi lebih ke santai yang maskulin. Dua buah cincin dimasukkan ke saku celana dengan tergesa. Lalu keluar dari hotel dengan mobil yang di sediakan pihak hotel. Aryan menuju rumah Hafsah dengan gejolak yang sulit diredam.Sementara gadis yang di tuju sedang bersiap ikut dengan sang kakak ke kantor. Dia tetap berpenampilan dengan pakaian muslimahnya. Hafsah menuju halaman di mana Hanan telah menunggu. "Kalau orang lain berpakaian seperti ini, maka akan aku katakan dia aneh dan ke arab-araban. Tapi ini malah adikku sendiri perpajakan seperti ini. Aku harus bilang apa?"

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Belenggu Hasrat CEO    8. Kakak Adik

    "Apa ini bagian dari rencanamu untuk mendekati adikku?" tanya Hanan maju dan langsung menarik Maher dengan kasar. "Bang, udah. Kita buru-buru kan?" Hafsah melerai keduanya. Maher menarik napas kasar sambil merapikan bajunya. Namun, tatapannya fokus pada langkah dan kibaran baju Hafsah. Maher menyentuh dada dan memejamkan mata dan tangan terkepal erat. "Dalam diam aku menatap setiap keindahan itu seperti nyata. Wajahmu nan ayu berhasil membiusku, membuatku terdiam tanpa kata." Maher membuka mata dan tersenyum. "Semakin kesini Tuan semakin banyak perubahan. Seperti apa gadis yang digilai, Tuan Maher itu," bisik anak buahnya pada yang lain. "Kita kembali!" titah Maher dengan dingin. Sementara Hafsah mulai memasuki kantor dan diperkenalkan oleh Hanan. Semua pegawai menunduk tajam dan sungkan. Mereka tidak menyangka bahwa klan Martadinata ada yang berhijab. Hanan menunjukkan ruangan pribadi milik Hafsah dan langsung diberikan satu sekretaris khusus untuknya. "Dia akan bekerja

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-02
  • Belenggu Hasrat CEO    9. Benarkah?

    Rio tiba di ruangan Hafsah. Namun, dia melihat Hayati sedang membanting vas bunga ke dinding lalu ditenangkan Hanan. Hanan tak bicara sepatah pun, hanya deru napas yang menghiasi ruangan itu."Bagaimana dia tahu, Hanan? Bagaimana Hafsah bisa tahu tentang lelaki itu?" tanya Hayati dengan napas memburu."Mama lupa Hafsah itu lahir dari perempuan seperti apa?" Hanan menatap ibunya lalu memukul angin dengan kuat, "dia mewarisi keras kepala dan rasa ingin tahu darimu, Ma."Hayati terhenyak. Dia sadar selama ini sikap keras dan acuhnya pada Hafsah. Namun, dia lupa bahwa Hafsah tak hanya anak dari lelaki itu, tapi juga darah dagingnya. Mewarisi segala sifat darinya. Hanya saja, selama ini Hafsah bisa mengendalikan segala emosi dan angkuhnya dengan pemahaman ilmu agama yang diajarkan Malini padanya."Permisi, Pak," ujar Rio memecah kebisuan di antara ibu dan anak itu.Hanan menoleh dan mengangguk. Hayati menarik napas lalu meraih tasnya dan gegas meninggalkan ruangan itu."Ada apa, Man?" t

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Belenggu Hasrat CEO    10. Mendonorkan Darah

    Tubuh Aryan dihantam oleh mobil yang melintas dengan kencang. seketika suasana berubah menjadi kepanikan. Suara benturan dan teriakan memenuhi jalan raya dengan kemacetan total. Aryan menatap lemah pada gadis yang berdiri bak patung tak jauh darinya. pandangannya perlahan mengabur dan genggaman pada cincin di telapak tangan terlepas seiring darah segar menyembur dari mulutnya. Hafsah terpaku menyaksikan Aryan menggelepar setelah menyemburkan darah yang beku bercampur segar. Gadis itu berlari dengan gontai menuju Aryan yang tak lagi bereaksi. Hafsah terdaya menyaksikan begitu banyak darah mengalir dari kepala dan rusuk Aryan. "Aryaaaaan!" teriak Hafsah luruh di hadapannya. Aryan tak bergeming. Teriakan Hafsah tak lagi bisa menembus pendengarannya. Gadis itu terus terisak dan gemetar melihat apa saja yang baru terjadi. "Aryan bangun! bangun Aryan! aku mohon!" isak Hafsah menyentuh pipi Aryan yang terus dialiri darah, "seseorang telepon ambulance!" Salah seorang yang menyaksikan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-04
  • Belenggu Hasrat CEO    11. kaget

    Usai berdebat dan mengamuk di kantor, Hayati menuju rumah sakit untuk cek up rutin. Apalagi semenjak kepulangan Hafsah, emosinya sering tak terkendali meski itu adalah ciri khasnya. Kepalanya sering merasa berat dan pusing jika telah berhadapan dengan Hafsah. Dan kali ini dia kembali menemukan kenyataan yang tak ingin dia ketahui.Saat akan kembali, Hayati melihat Hafsah dan Hanan di depan IGD. Tak mau menemui mereka, Hayati memilih mendengarkan apa yang mereka bicarakan. Saat ini langkah kakinya menuju IGD dan masuk dengan menahan amarah. Di dalam sana, ada tiga pasien yang tak sadarkan diri. Dan semuanya lelaki dengan satu berusia tak berbeda dengan Aryan. Hayati kebingungan menatap dua orang itu, sulit mengenalinya karena saat bertemu, Hayati lebih fokus ke Hafsah."Ibu ingin menemui siapa?" tanya perawat menghampiri Hayati yang berdiri menatap ketiga pasien."Korban kecelakaan," jawabnya."Ketiganya korban kecelakaan, Ibu," jelas perawat ramah.Hayati tersenyum lalu melangkah

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-05
  • Belenggu Hasrat CEO    12. Perubahan Rencana

    "Maher di Padang? Ngapain?" tanya Gio dengan raut wajah penuh tanda tanya.Malini menggeleng, lalu menutup telepon setelah meminta Maher menemui Aryan dan menemaninya sebelum dia datang. Malini mengirim pesan kepada Hafsah mengabarkan akan kedatangan dirinya. Hafsah hanya menatap ponsel tanpa membuka aplikasi. Pikirannya masih kacau dan sulit untuk berpikir."Aku merasa heran, kenapa Maher suka sekali melakukan apa pun tanpa memberitahumu. Ya, aku tahu dia sudah dewasa dan bisa mengurus dirinya sendiri. Tapi soal hubungan kalian? Seperti tidak ada kedekatan yang hangat. Bukan seperti adik dan kakak," ujar Gio menarik napas lalu melirik istrinya dari samping.Malini tak menjawab atau menjelaskan yang sebenarnya, tanpa sepengetahuan Gio, Maher sering menemuinya dan bersikap hangat dan manja. Tapi di saat ada Gio, maka Maher akan bersikap dingin dan tak terkendali. Alasannya? Hanya author yang tahu."Udahlah, Mas. Kita fokus ke Aryan saja. Semoga dia baik-baik saja. Aku cemas," balas Ma

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06

Bab terbaru

  • Belenggu Hasrat CEO    33. Karyawan Tahu?

    "Ap-ap-ap?" Hafsah terperanjat dengan nada lirih seperti bisikan. Matanya bulat menatap Maher yang menatapnya lembut dan tersenyum."Aku serius. Aku mencintaimu!" kata Maher tegas."Aku-""Kamu tidak perlu menjawabnya, Hafsah. Bahkan kamu tidak perlu membalas cintaku. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku mencintaimu. Dalam beberapa kali pertemuan kita, dalam hatiku ada getar yang aneh. Ada rasa nyaman yang sulit aku jelaskan saat kita bersama. Ada ketakutan saat kamu tidak ada, apalagi membayangkan kamu mengalami segala hal penderitaan sejak lama seorang diri membuat merasa mendidih dan ingin menghabisi semua orang." Maher terus menatap Hafsah hingga dia menunduk dan menatap makanannya."Teruslah bersikap seperti ini dan jangan merasa terbebani oleh ungkapan perasaanku. Aku hanya tak sanggup lagi menahannya. Kamu tidak harus menerimanya tapi aku harap kamu memikirkannya. Jujur ... melihat kamu dengan orang lain aku cemburu." Hafsah menarik napas panjang dan menggigit bibirnya. Dia mer

  • Belenggu Hasrat CEO    32. Terkejut

    "Keputusanku mengakhiri pernikahan sepertinya salah, tapi menunggu Maher tanpa kepastian juga salah. Ya Tuhaaan aku menginginkan Maher!" isak Lavina di balik pintu IGD.Lavina mengikuti Maher dan selalu memantaunya. Kecemasan di wajah Maher ketika Hafsah pingsan membuat Lavina cemburu dan mengurut dada. Benar saja, aksi Maher mengendong Hafsah turun tangga darurat membuat hatinya perih. Lavina meninggalkan rumah sakit dengan air mata yang tak lagi dapat disembunyikan. Langkahnya gontai menuju mobil lalu masuk serta duduk melamun di depan setir. Tangannya terkepal kuat menggenggam setir dengan sorot penuh amarah.Sementara itu, Maher meminta Adnan membelikan makanan dan juga jus buah untuk Hafsah. Meski gadis itu dapat jatah makanna dari rumah sakit tapi dia tidak membiarkannya karena menurut Maher makanan rumah sakit itu tidak enak.Hafsah mengerjapkan matanya pelan, berulang kali mencoba membuka mata karena terasa perih. Tangannya terasa berat dan juga kaku. Matanya memindai ruangan

  • Belenggu Hasrat CEO    31. Menikahlah Denganku

    "Hafsah apa yang terjadi denganmu!" teriak Maher panik.Gadis itu tak jua merespon, Maher yang panik gegas menggendongnya dan mengabaikan semua orang. Dia berjalan tergesa menuju mobil. Bahkan dia mengabaikan lift yang ada dan lebih memilih tangga darurat. Terus berlari dengan menyebut nama Hafsah dengan cemas dan kepanikan jelas terlihat di wajah lelaki tiga puluh tahun itu.Napasnya memburu dan keringat mengucur membasahi wajahnya yang tampan. Dia terus berlari dengan genggaman yang kuat hingga tiba di parkiran. "Adnan buka pintunya!" titahnya penuh emosi tapi juga panik.Adnan yang tertidur di dalam mobil terkejut dan langsung membuka pintu dengan tergesa. Wajah khas bangun tidur tampak jelas pada Adnan."Ada apa, Boss?" tanya Adnan membukakan pintu belakang."Kita ke rumah sakit terdekat!" titah Maher tanpa menjawab.Tanpa menunggu perintah kedua kalinya, Adnan melajukan mobil dan Maher menutup pembatas antara sopir dan bangku penumpang. Hafsah ditidurkan di pahanya, perlahan dia

  • Belenggu Hasrat CEO    30. Kemenangan Yang membuat Pingsan

    Lavina menyandar di dinding dengan mata memanas dan dada yang terasa sesak. Mengakhiri segalanya demi mempertahankan cinta untuk Maher tapi nyatanya lelaki itu tak jua peka. Teman masa kuliah serta rekan bisnis ayahnya itu tak paham bagaimana hati gadis yang selalu menyebut namanya di dalam doa dan setiap waktu.Lavina mengabaikan tatapan orang-orang yang meliriknya penuh tanya. Dia fokus pada perasaannya yang begitu tertekan dengan keadaannya."Maher ...." Akhirnya air mata itu lolos juga membasahi pipinya.Sementara lelaki yang tengah disebut menatap lurus ke depan di dalam mobilnya. Sesekali dia melirik Hafsah yang menatap jalanan. Tangannya memegang perut yang terasa lapar. Ya Allah aku lapar? Masa harus bilang ke Maher? Mana makanan kutertinggal lagi.Hafsah memejamkan mata dengan menggigit bibirnya. Maher menatapnya dengan dahi mengernyitkan. Tampak mata Hafsah memejam dengan kuat."Hafsah kamu kenapa?" tanyanya.Hafsah menggeleng, "gak papa, Pak," jawab Hafsah tersenyum."Semo

  • Belenggu Hasrat CEO    29. Cemburu

    Hanan berdiri lalu merapikan jasnya. Tatapannya lurus tapi tajam. Sejenak dia menarik napas setelah itu melangkah keluar dari ruangannya. Dia menuju pos satpam tempat anak buahnya berkumpul menanti dirinya."Ale!" panggil Hanan tegas."Siap, Boss!" Lelaki bernama Ale itu berdiri dan langsung memberi hormat ala tentara."Selidiki ke bandara tentang Hafsah. Tanyai orang-orang di sana apa mereka benar melihat Hafsah atau tidak. Paksa mereka menjelaskannya!" titah Hanan menatap anak buahnya."Siap, laksanakan, Boss!" jawab mereka lantang.Hanan mengangguk lalu berbalik meninggalkan mereka. Sejenak Ale menatap bingung lalu menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Boss!" Ale mengejar Hanan dengan wajah takut.Hanan berhenti dan langsung menoleh serta menatap tajam."Maaf, Boss! Apa boleh saya minta foto nona untuk ditunjukkan pada orang-orang yang kami tanyai?" tanya Ale dengan wajah takut juga panas dingin."Aku akan mengirimnya ke nomor kamu!" balas Hanan kembali melanjutkan langkahnya.,Se

  • Belenggu Hasrat CEO    28. Berharap

    Hafsah melirik ke sana kemari mencari sesuatu yang tercium oleh Maher. Setelah itu dia menggeleng sambil menatap lelaki itu."Apa?" tanya Maher menatap Hafsah karena hari ini tampak fres sekali, "kamu tidak mencium aroma makanan di sini?"Hafsah melirik kotak bekalnya lalu menariknya pelan dan menyembunyikan di laci. Maher menatap penuh selidik sambil terus melangkah."Itu apa?" tanyanya lagi mencondongkan tubuh pada Hafsah hingga aroma maskulinnya menusuk hidung."Ini kotak bekal saya, Pak," jawab Hafsah."Kamu bawa bekal?" Maher menarik diri lalu bersandar di meja miliknya sambil menyilangkan kedua kakinya.Hafsah mengangguk."Kenapa?""Saya ingin fokus bekerja dan males jajan di luar, Pak!""Dasar perempuan!" decih Maher tertawa.Hafsah menunduk sembari memainkan ujung jilbabnya. Dia belum begitu terlalu mengenal Maher. Belum tahu bagaimana sifat lelaki itu, hanya yang membekas di pikiran Hafsah adalah ketika dia menyelamatkan dirinya malam itu. Jemarinya kembali menekan keyboard

  • Belenggu Hasrat CEO    27. Aroma Apa Ini?

    Maher mengepalkan tangan dengan jemari saling merapat kuat. Matanya tajam dengan dada bergetar hebat. Seluruh tubuh seakan kehilangan keseimbangan di saat pikirannya tertumpu pada sosok gadis di club malam kala itu."Adnan, bagaiman gadis yang kita temui di bar malam itu? Kamu sudah mendapatkan kabar tentang dia?" tanya Maher menelepon asistennya yang ada di kamar ujung apartemennya."Semenjak kita kembali ke Jakarta saya belum mendapatkan kabar apa pun, Tuan. Utamanya semenjak tuan Aryan kecelakaan di Padang. Fokus kita terpecah antara tuan Aryan dan perusahaan," jelas Adnan."Tetap cari tahu dia di mana. Aku ingin sekali bertemu dengannya!" titah Maher menutup panggilan lalu membanting ponsel ke sisinya.Bayangan gadis itu terlintas jelas dibenaknya. Maher mengerang frustasi dengan menggusar rambut sehingga berantakan dan menutup sebagian matanya. Bibirnya menyebut sesuatu yang samar dengan jemari saling merangkai. Angin kencang bertiup melalui kaca balkon hingga meniup tirai.Hafs

  • Belenggu Hasrat CEO    26. Gadis Itu

    "Jangan memikirkan dia. Untuk sekarang kita harus fokus ke Aryan. Pikirkan keselamatannya dan bagaimana caranya agar dia pulih seperti sediakala. Setelah itu baru pikirkan tentang gadis itu," ujar Gio menatap Malini.Jauh dalam lubuk hati Malini, dia sangat mengkhawatirkan Hafsah. Namun, kekecewaan pada Gio jauh lebih menusuk hatinya. Malini tahu dan paham bagaimana Hafsah selama ini. Tapi dua orang itu hanya memikirkan ego dan harga dirinya."Kamu benar, Mas. Kita harus fokus pada kesembuhan Aryan. Tapi aku tidak pernah melupakan kejadian yang baru saja terjadi. Kamu menipuku selama puluhan tahun. Kamu mengabaikan kesetiaan dan kejujuranku. Aku tahu Mas, pernikahan kita sebab perjodohan bisnis orang tua kita. Tapi, sebelum hubungan di buat, maka keputusan itu harus tepat. Kamu memilihku sebagai istrimu, tapi hatimu memilih dia. Ini sakit, Mas. Aku kecewa dan sulit memaafkanmu!" "Malam itu aku khilaf, Malini," jelas Gio menunduk."Iya aku tahu. Itu alasan yang klise sekali. Kamu ahli

  • Belenggu Hasrat CEO    25. Kepedihan Malini

    "Gak usah, Maher. Aku bisa pulang naik kendaraan yang lain," tolak Hafsah lembut hingga matanya menyipit menandakan dia sedang tersenyum.Tunjukkan senyumanmu, Hafsah."Masuklah! Aku akan mengantarmu, ini sudah terlalu sore," ujar Maher memaksa.Hafsah menarik napas lalu melangkah dan duduk di sisi Maher. Setelah itu lelaki tampan itu melajukan mobil dalam kecepatan sedang. Wangi maskulin menusuk hidung Hafsah menembus cadarnya. Dadanya berdegup kencang ketika aroma tubuh Maher mengangguk ingatannya ketika lelaki itu memeluknya erat di saat Hafsah berniat bu-nuh di-ri.Sementara Maher melirik Hafsah yang tampak santai duduk di sisinya. Tatapan gadis itu lurus ke depan. Maher tak kalah gelisah mencium aroma lembut yang menguar dari tubuh Hafsah. Dia memilih diam dan tak banyak bicara demi menenangkan hati dan pikirannya. Maher takut terlalu menunjukkan kepeduliannya."Depan belok kanan, Maher," ujar Hafsah memecah keheningan.Maher mengangguk sambil menaruh satu telunjuk di batang hidu

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status