Share

Bab 30

Author: Antilia
last update Last Updated: 2024-07-15 23:13:28

Kendaraan roda empat yang membawa Zeni dan Frans melaju keluar dari area parkir rumah sakit. Dibutuhkan waktu selama lima belas menit untuk sampai di restaurant. Driver menepikan mobilnya di depan pintu utama.

Mereka segera turun dan memasuki restaurant tersebut. Frans melambaikan tangan kepada pelayan. Segera pelayan datang mendekat kearah Frans.

“Selamat siang Tuan dan Nona? Ada yang bisa kami bantu?” tanyanya dengan tersenyum sopan.

“Apakah ada meja yang belum direservasi?” tanya Frans dengan melihat sekeliling ruangan lantai satu.

“Untuk lantai satu sudah direservasi semua Tuan, meja kosong yang tersedia di lantai dua kecuali meja nomor 9 dan 22.” Jawab pelayan dengan ramah.

“Baiklah, kami akan ke lantai dua.” ucap Frans. Dia melihat jam yang melingkar dipergelangan tangannya yang menunjukkan jam 11:20 siang.

“Zeni ayo kita cari meja di lantai dua?” ajak Frans dengan melihat Zeni yang tengah berdiri disebelahnya.

“Baiklah Frans. Mari kita ke lantai dua.” ucap Zeni sembari melang
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Belenggu Cinta Sang Mafia dengan Aktivis Kampus   Bab 31

    Zeni masih duduk menunggu kedatangan Frans. Dia mulai membuka ponselnya. Semenjak kematian Bapaknya, benda pipih tersebut tidak tersentuh sama sekali. Jari tangannya menyentuh layar ponsel, dia mulai menggulirkan layar ponselnya, terlihat beberapa pesan masuk. Dia tersenyum "Sepertinya aku mulai hidup kembali, setelah kemarin jiwaku pergi entah kemana?" gumamnya. Dia baca pesan satu persatu dari teman-temannya. Ruhnya seakan menyatu ke tubuhnya tatkala keberadaan dirinya sudah di nantikan oleh beberapa temannya. Dia memang sengaja tidak memberitahu kepada siapapun mengenai kematian Bapaknya. Sehingga teman yang berkirim pesan seolah berceloteh terhadap Zeni mengenai kelakuan bolosnya yang sudah hampir empat hari. Terkecuali Frans, dia teman satu kampus yang mengetahui kematian Bapaknya. Frans berjalan mendekat ke arah Zeni. Melihat Zeni yang tersenyum dengan memandangi ponselnya, hatinya bahagia. "Syukurlah, Zeni mulai melepas rasa duka yang membelenggu hatinya." ucapnya lirih.

    Last Updated : 2024-07-16
  • Belenggu Cinta Sang Mafia dengan Aktivis Kampus   Bab 32

    Ruang Kecubung terasa tenang dengan nuansa putih yang dominan mewarnai warna dinding ruangan ini. Jendela yang menampilkan pesona alam yang terletak di samping sofa menambah kesan luas pada ruangan ini. Zeni yang tengah duduk di sofa merasakan kenyamanan dari semilir angin yang berembus melalui jendela kaca yang sedikit terbuka, membuat tubuhnya meronta untuk segera merebahkan diri. Rasa lelah yang terasa membuat rasa kantuk sudah tak tertahankan lagi. Dia segera memposisikan dirinya senyaman mungkin untuk berbaring di atas sofa tersebut. Dengan perlahan kedua matanya mulai terpejam dengan sempurna. Tubuhnya mulai terhanyut dalam ketenangan setiap hembusan nafasnya. Dia tidur dengan cukup pulas, tanpa disadari kedatangan Tante Denti di ruangan tersebut. "Rupanya Zeni tengah tertidur?" ucap Tante Denti seraya menutup pintu ruangan. "Pasti dia kelelahan. Syukurlah dia bisa tidur dengan posisi berbaring, itu cukup nyaman dibandingkan dengan posisi duduk." Dia berjalan mendekat ke ke

    Last Updated : 2024-07-18
  • Belenggu Cinta Sang Mafia dengan Aktivis Kampus   Bab 33

    Petang menjelang menenggelamkan semburat warna jingga di ufuk barat. Zeni tengah duduk menikmati nuansa malam melalui jendela di ruang kecubung. Dia melihat ibunya yang tertidur cukup pulas selepas kepergian tante Denti dari rumah sakit. “Syukurlah ibu dapat tertidur dengan nyenyak. Aku bingung harus menjawab bagaimana jika ibu menanyakan kondisi bapak.” Dia mengambil ponsel dan menekan nomor Tante Denti. Segera sambungan telepon mulai terhubung.“Assalamu’alaikum?” sapa Tante Denti membuka percakapan di telepon.“Wa’alaikumussalam Tante. Apakah Tante sudah sampai rumah?”“Sudah Zeni. Bagaimana keadaan ibu kamu? Apakah kamu sudah makan malam? Tante masih menyimpan makanan di kotak makan yang tersimpan di dalam paperbag yang terletak di atas meja.”“Ibu saat ini tengah tidur, dia tidur selepas tante Denti pulang ke rumah. Aku belum makan tante, nanti sebentar lagi, terima kasih sudah menyiapkan bekal untukku.” Sesaat Zeni melihat paperbag di atas meja. Tante, apakah sudah bercerita ke

    Last Updated : 2024-07-19
  • Belenggu Cinta Sang Mafia dengan Aktivis Kampus   Bab 34

    Zeni perlahan membuka kedua kelopak matanya yang terasa berat. Dia mulai menggeliatkan tubuhnya dengan memulihkan puing-puing kesadarannya. Dengan pelan dia bangun dan duduk di atas sofa. "Pukul berapa sekarang?" bisiknya lirih. Zeni segera mengambil ponsel dan melihat jam di layar ponselnya. "Pukul 01:00 pagi, sebaiknya aku bergantian jaga dengan Sasa." gumamnya. Zeni berjalan mendekat ke arah bed rumah sakit. Terlihat ibunya masih tertidur disamping bed rumah sakit. Terkejut Zeni melihat Sasa masih terjaga. "Kamu belum tidur Sasa?" tanya Zeni seraya berjalan mendekat. "Mba Zeni sudah bangun?" tanya Sasa. "Aku sudah terbiasa terjaga untuk bertugas mba." "Benarkah!" tanya Zeni. Dia duduk di kursi kosong sebelah bed rumah sakit. "Aku sudah bangun dan badanku sekarang terasa lebih nyaman. Kamu bisa istirahat sekarang biar bergantian saya yang berjaga." "Baiklah mba, saya akan istirahat sebentar." Sasa melihat jam di pergelangan tangannya. "Nanti saat pukul 03:00 pagi, saya a

    Last Updated : 2024-07-21
  • Belenggu Cinta Sang Mafia dengan Aktivis Kampus   Bab 35

    Suara nada alarm yang terdengar membuyarkan keheningan yang tercipta di antara keduanya. "Apakah kamu membunyikan alarm Zeni?" tanya Ibunya. "Aku tidak membunyikan alarm Bu. Mungkin itu punya Sasa." Zeni segera melihat keberadaan Sasa yang saat ini masih tertidur. "Sebentar Bu, aku akan ke sofa barangkali itu bukan suara alarm, mungkin telepon. Sasa seorang perawat, mungkin ada tugas mendadak." Zeni pergi menuju ke Sofa, terlihat Sasa masih tertidur cukup pulas. "Aku tidak bisa memastikan itu suara alarm atau telepon, tapi kemungkinan itu suara alarm, bunyi deringnya cukup lama." gumamnya. Zeni melihat jam dilayar ponselnya yang menunjukkan pukul 03:15 pagi. "Biarkan saja, Sasa terlihat tidur dengan nyenyak, kasihan pasti dia kecapaian." Dia segera pergi menuju brankar ibunya. "Sasa tidurnya sangat nyenyak Bu bahkan suara alarm ponsel tidak terdengar." "Syukurlah dia bisa tertidur nyenyak. Biarkan saja tidak perlu dibangunkan. Zeni, apakah setiap korban dari ledakan proyek Andal

    Last Updated : 2024-07-23
  • Belenggu Cinta Sang Mafia dengan Aktivis Kampus   Bab 36

    Kumandang adzan subuh bergema di sekitar lingkungan rumah sakit. Zeni yang tengah duduk di dalam masjid masih menunggu kedatangan imam untuk menunaikan sholat subuh berjamaah. Tak berapa lama imam sudah berada di tempatnya untuk mengatur shaff jamaahnya serta memulai memimpin sholat subuh berjamaah tersebut. Langkah kakinya pelan menuju ke minimarket yang berada di sekitar musholla. "Sebaiknya aku membeli beberapa kue, makanan ringan dan teh hangat untuk ibu dan Sasa." gumamnya saat berada di didalam minimarket. Setelah membayar di kasir, Zeni segera pergi ke ruang kecubung di rumah sakit ini. Zeni terkejut saat melihat ada Joy yang tengah duduk disamping bed rumah sakit. Dia segera menghampirinya. "Pak Joy, kapan anda berkunjung di sini?" tanyanya. "Ibu belum tidur lagi? Aku sudah membeli kue dan teh hangat." sembari meletakkannya di atas nakas, ternyata ada kotak makan yang berada di sana. Segera dia duduk di kursi yang kosong. "Aku baru saja datang Zeni, mau melihat kondisi

    Last Updated : 2024-07-25
  • Belenggu Cinta Sang Mafia dengan Aktivis Kampus   Bab 37

    "Bu, aku akan membereskan tempat makannya, ibu minum obat terlebih dahulu setelah itu istirahatlah." Zeni melihat wajah ibunya yang terlihat lemas. "Sejak bangun tidur semalam, ibu belum tertidur kembali, lihatlah mata ibu masih terlihat bengkak akibat menangis tadi malam." Dia beranjak dari tempat duduk dan membuang kotak makan di tempat sampah. "Tentu saja Zeni, ibu akan minum obat setelah itu baru tidur." Ibunya Zeni mengambil obat dan meminumnya. Zeni menghampiri ibunya, dan mengambil nampak yang berisi makanan. "Ibu, kenapa makanannya belum dihabiskan semua? Ini tinggal sedikit." "Ibu sudah kenyang, lagian ibu mau tidur sebentar."ucapnya. "Zeni, kamu bisa membantu ibu mengembalikan posisi bed ini supaya nyaman untuk berbaring." "Baiklah, aku akan menggerakkan tuasnya." Zeni segera memutar tuasnya dan menyesuaikan dengan posisi yang membuat ibunya menjadi nyaman untuk tidur. "Apakah posisi ini sudah nyaman ibu? atau aku perlu atur lagi?" ucapnya sambil menggenggam tu

    Last Updated : 2024-07-27
  • Belenggu Cinta Sang Mafia dengan Aktivis Kampus   Bab 38

    Tante Denti sedang memindahkan makanan yang berada di atas nakas menuju ke meja yang berada didekat sofa. Dia mulai menata makanan tersebut dengan rapi. “Seharusnya tadi aku membeli buah untuk ibunya Zeni.” bisiknya lirih. “Rasa segar dan vitamin yang didapat dari buah sangat cocok bagi pasien untuk mempercepat pemulihan.”Dia melihat Zeni yang tertidur dengan nyenyak di atas sofa. “Kenapa aku lupa tidak membawa selimut ya? Berarti tadi malam Zeni kedinginan.” Tante Denti tersenyum melihat Zeni yang sudah tumbuh beranjak dewasa.Tak berapa lama kemudian muncullah sosok perawat dari balik pintu. Segera Tante Denti berkata : “Apakah sekarang waktunya melakukan pemeriksaan terhadap pasien ?” tanya Tante Denti.Sasa yang melihat Tante Denti segera menjawab : “Perkenalkan namaku Sasa, perawat yang ditugaskan oleh Tuan Ayyash untuk menjaga ibu Abdillah. Tentu saja itu salah satu tugasku untuk melakukan pemeriksaan terhadap pasien secara berkala.”“Benarkah kamu Sasa?” tanyanya meyakinkan.

    Last Updated : 2024-07-28

Latest chapter

  • Belenggu Cinta Sang Mafia dengan Aktivis Kampus   Bab 120

    Zeni mengambil ponselnya dan menghubungi Baskoro. Sesaat panggilan mulai terhubung.“Hallo Zeni. Apakah kamu sudah bertemu dengan driver?” tanya Baskoro melalui sambungan telepon.“Aku sudah bertemu dengan driver dan saat ini sedang dalam perjalanan. Baskoro, aku akan pergi ke kantor sebentar untuk melakukan absensi online dan bertemu dengan pak Leon. Apakah kamu tidak keberatan?”“Tentu saja aku tidak keberatan. Driver akan mengantarkanmu ke kantor sebelum pergi ke rumah sakit.”“Baiklah… Bagaimana kondisi bapak Hutama?”“Keadaannya jauh lebih baik dibandingkan tadi malam. Saat ini bapak sedang sarapan pagi ditemani oleh Ibu dan Om Laksana.”“Syukurlah jika kondisi pak Hutama semakin baik. Sebentar lagi aku akan sampai di kantor, aku tutup teleponnya sekarang Baskoro.”“Siapa yang meneleponmu Baskoro?” tanya Galuh tepat berada didepan Baskoro.“Tante!” kata Baskoro dengan terkejut. “Kapan tante Galuh datang ke balkon ini? Kenapa aku tidak menyadari kedatangan tante?”“Aku baru saja d

  • Belenggu Cinta Sang Mafia dengan Aktivis Kampus   Bab 119

    Laksana dan Galuh masuk ke dalam ruang perawatan. Dia melihat Baskoro sedang berbicara dengan seorang perawat yang berdiri tak jauh dari Hutama. Galuh segera duduk disamping Indraswari.“Kak, bersabarlah! Aku yakin kak Hutama segera sembuh. Jika kak Indraswari sudah lelah, istirahatlah! Biarkan aku dan Laksana yang menjaga kak Hutama.”“Aku belum lelah Galuh. Nanti saja sekalian aku menunggu Ardiansyah.” ucapnya dengan sedih.“Kak Hutama memiliki semangat hidup yang tinggi, tentu dia akan lekas sembuh. Kak Indraswari tidak perlu larut dalam kesedihan.”“Benar apa yang kamu katakan Laksana, Hutama memang tipe orang yang bersemangat dan memilki optimis yang tinggi. Aku hanya merasa shock atas kesehatan Hutama yang tiba-tiba jatuh sakit. Selama aku hidup berumah tangga dengannya dia tidak pernah sakit parah. Ini adalah pertama kalinnya.”“Kak Hutama sudah tidak muda lagi, tentu energinya tidak seperti dulu. Yang sama hanyalah semangat hidupnya yang masih berjiwa muda. Kemarin dia sakit s

  • Belenggu Cinta Sang Mafia dengan Aktivis Kampus   Bab 118

    “Tidak tante Galuh. Aku hanya terkejut saja atas pertanyaan yang tiba-tiba menyudutkanku untuk segera menikah. Aku benar-benar belum memilki teman dekat laki-laki yang cocok dan sesuai dengan kriteriaku.”“Apakah kamu memiliki masalah? Tante berpikir jika kamu memiliki pergaulan yang luas, sehingga tidaklah sulit untuk mendapatkan pasangan hidup.”“Itu tidak semudah yang tante lihat. Aku merasa belum waktunya untuk menikah, usiaku juga belum memasuki kepala tiga, jadi aku masih memiliki waktu untuk menikmati masa lajangku.”“Tidak seperti itu Adiratna, kamu adalah anak perempuan satu-satunya dari kak Hutama, jadi kedua orang tuamu tentu lebih memperhatikan masa depanmu. Mungkin tante dan om Laksana bisa membantumu untuk mengenalkan beberapa lelaki yang pantas untukmu.”“Lakukan saja Galuh! Aku juga pernah memikirkan hal tersebut dengan Hutama, namun karena kami jarang bertemu ditambah dengan kesibukan masing-masing, rencana kami belum terlaksana sampai saat ini.”“Apakah kak Indraswar

  • Belenggu Cinta Sang Mafia dengan Aktivis Kampus   Bab 117

    Baskoro dan pak Archery segera berjalan masuk ke dalam rumah sakit. Mereka segera menuju ke lift yang membawanya menuju ke lantai dua.“Apakah kamu sudah mengetahui di ruang mana Hutama menjalani perawatan?” “Sudah pak Archery, prof. Jack telah mengirim pesan mengenai ruangan yang digunakan untuk perawatan bapak.”“Oh… benar! Aku hampir lupa. Kamu adalah calon dokter. Apakah kamu sebentar lagi akan menuntaskan kuliahmu?”“Kemungkinan tahun ini aku akan wisuda. Bulan depan aku akan menjalani sidang skripsi.”“Aku salut kepadamu Baskoro. Hutama dan Indraswari pandai mendidik kamu. Selain kamu kuliah saya dengar kamu juga sudah memiliki bisnis. Di usiamu yang cukup muda kamu sudah mendulang kesuksesan.” “Apa yang pak Archery katakan itu sungguh berlebihan. Aku merasa posisiku masih stagnan dan belum ada perkembangan apapun. Bisnis yang aku geluti pun belum berkembang dengan pesat dan masih berskala nasional.”“Apa kamu pikir aku tidak mengetahui bisnismu Baskoro? Kamu telah bekerjasama

  • Belenggu Cinta Sang Mafia dengan Aktivis Kampus   Bab 116

    Ibu Indraswari mulai menguraikan pelukannya. Perlahan dia mengusap bulir air mata yang mengalir di kedua pipinya.“Ibu tidak tahu mengapa tiba-tiba bapakmu sakit. Tadi saat sedang minum teh di ruang tengah ibu meninggalkan bapakmu sebentar untuk mengambil kudapan di dapur. Saat itu dia masih sehat, kami memang sedang menunggu kerabat dari keluarga bapak yang akan berkunjung ke rumah. Ibu terkejut melihat bapakmu sudah pingsan sekembali dari dapur. Segera ibu memanggil pelayan untuk membawanya menuju ke kamar.”“Setahuku bapak sehat selama ini. Apa ibu menyembunyikan sesuatu dari ku? Apa bapak menderita penyakit tertentu? Tidak mungkin bapak pingan secara tiba-tiba.”“Sudahlah Baskoro! Kamu jangan menyudutkan ibu dengan berbagai pertanyaanmu. Ibu juga tidak tahu sama seperti kita. Sebaiknya kita menunggu dokter memeriksa bapak.” kata Ardiansyah.Om Laksana yang baru saja masuk ke dalam kamar, melihat sedikit keributan yang muncul antara Baskoro dan Ardiansyah. Dia segera berjalan mende

  • Belenggu Cinta Sang Mafia dengan Aktivis Kampus   Bab 115

    Sesampainya di kamar kos, Lisa mengajak Zeni duduk. “Sebentar mba Zeni, tunggulah disini. Aku menaruh barangnya di motor.” Lisa bergegas keluar dari kamar.Tak lama kemudian Lisa kembali dengan membawa satu buah paper bag dan meletakkannya di atas meja.“Ini mba Zeni, terimalah. Aku tadi sempat mampir ke butik dan aku lihat ini cocok untuk mba Zeni. Cobalah!”“Aku tidak mau merepotkanmu Lisa. Kenapa kamu membelikan ini untukku? Apakah ini kado pernikahan darimu?” kata Zeni sembari membuka paper bag tersebut.Lisa segera duduk disamping Zeni. “Itu bukan kado pernikahan untuk mba Zeni, tapi kenang-kenangan dariku. Mba Zeni sebentar lagi akan melakukan tugas pengabdian masyarakat selama satu bulan dan setelah itu pasti mba sibuk untuk mempersiapkan pernikahan dan tentunya akan mengambil libur kuliah beberapa hari kan? Setelah itu kita pasti jarang bertemu, apalagi fakultas kita berbeda. Aku pasti merindukan mba Zeni.”“Apa yang kamu katakan Lisa? Kamu jangan lebay seperti Lintang, seol

  • Belenggu Cinta Sang Mafia dengan Aktivis Kampus   Bab 114

    Siang hari Zeni masih berkutik didepan laptop sampai suara nada dering ponsel membuyarkan konsentrasi Zeni. Dia segera mengambil ponselnya dan menjawab panggilan telepon dari Lintang.“Assalamu’alaikum Lintang? Bagaimana kabarmu?” “Wa’alaikumussalam Zeni. Apakah kamu saat ini berada di kos? Aku sekarang sedang di kampus, rencananya aku mau menemuimu karena kamu tidak berangkat ke kampus?”“Iya Lintang, aku ingin rehat sebentar. Aku tunggu kamu di kos. Datanglah sekarang!”“Oke Zeni. Aku akan segera ke kosmu sekarang.” Tak berapa lama kemudian Lintang sudah berada didepan kos. Dia mengetuk pintu kos Zeni sembari mengucapkan salam. Zeni segera berjalan menuju ke ruang tamu saat mendengar ucapan salam. Dibukanya pintu kos, dia tersenyum melihat Lintang sudah berada didepannya.“Masuklah! Aku senang akhirnya kamu datang ke kos?”Lintang segera masuk ke dalam kos. Zeni menutup pintu kos dan menguncinya. Dia memandu Lintang untuk berjalan menuju ke kamarnya.“Kenapa kosmu sepi sekali? Dim

  • Belenggu Cinta Sang Mafia dengan Aktivis Kampus   Bab 113

    Tepat pukul 20:30 malam Zeni sampai di kos. Dia segera masuk ke dalam kamar dan meletakkan paper bag di atas meja. Diambilnya baju didalam lemari dan segera melangkahkah kakinya berjalan keluar dari dalam kamar menuju ke kamar mandi.Lisa masuk ke dalam kamar. Dia melihat kamarnya kosong tidak menemukan Zeni.Dia bergumam : “Kemana mba Zeni? Sepertinya tadi mba Zeni sudah pulang ke kos?” sesaat pandangan matanya tertuju pada paper bag di atas meja.“Berarti benar jika mba Zeni sudah pulang.” bisiknya lirih.Zeni muncul dari balik pintu. Dia melihat Lisa sudah duduk di depan meja.“Dari mana kamu Lisa? Kenapa aku baru melihatmu?” tanya Zeni sembari masuk ke dalam kamar.“Tadi aku baru menemani Nina untuk memfotokopi beberapa tugas kelompok. Aku tadi melihat ada mobil yang keluar dari halaman kos kita. Berarti benar, tadi mba Zeni diantar oleh Baskoro?”“Benar Lisa. Apakah kamu melihat Baskoro?”Lisa menggelengkan kepalanya.“Tidak mba. Saat itu mobilnya melaju dengan cepat, aku tidak s

  • Belenggu Cinta Sang Mafia dengan Aktivis Kampus   Bab 112

    “Hallo Baskoro! Ibu sekarang sudah berada di depan café. Keluarlah! Ibu mau bertemu dengan kamu dan Zeni. Ibu tunggu sekarang!” kata Ibu Indraswari melalui sambungan telepon.“Baiklah ibu. Aku dan Zeni akan segera menemui ibu.” Baskoro segera menutup panggilan telepon.“Kami akan pulang terlebih dahulu, ibu sudah menunggu kami di depan Café. Bill nya biar aku yang bayar.” ucap BaskoroBaskoro segera melambaikan tangannya kepada pelayan café. Seorang pelayan café datang.Dia berkata : “Ada yang perlu aku bantu Tuan?”“Tolong berikan bill untuk seluruh pesanan pada meja ini?” “Baiklah Tuan. Tunggu sebentar aku akan ke kasir untuk mengambilkan catatan billnya.” pelayan segera berlalu dari hadapan Baskoro. Sesaat kemudian pelayan datang sembari menyerahkan kertas bill kepada Baskoro.Baskoro segera mengelurkan sejumlah uang untuk membayar pesanan makanan tersebut.“Aku akan pulang nanti Baskoro. Ada hal yang masih ingin aku bicarakan dengan Frans. Berhati-hatilah selama dalam perjalanan

DMCA.com Protection Status