Tanpa terasa sudah 3 hari semenjak Shanara siuman, dia merasa jauh lebih baik walau kepalanya masih nyeri. Dokter Edward masuk ruangannya dengan senyum menawan. Setelah satu minggu di rawat disini Shanara sudah akrab dengan dokter Edward.
''Nona Shanara hari ini saya akan mengganti perban di kepala mu.'' Ucapnya sembari mengecek selang infus kemudian mengecek mata Shanara, setelah di pastikan kondisi pasiennya sudah jauh lebih baik dia mulai melepas perban itu. Ketika perban di buka luka di dahi Shanara sudah hampir sembuh seutuhnya. Dokter Edward sangat takjub, pemulihan yang cukup cepat, baru satu minggu luka itu sudah mengering jauh lebih cepat dari pada perhitungannya. ''Bagaimana dok.'' Kapan saya boleh keluar dari sini. Tanya Shanara, dia sedikit khawatir jika berlama-lama di rawat disini dia takut tidak bisa membayar biaya rumah sakitnya. ''Saya rasa dalam 2 atau tiga hari kedepan nona sudah bisa pulang. Ucap dokter Edward sambil membersihkan luka Shanara. ''2 atau 3 hari lagi dok,,?'' Raut wajahnya tampak sedikit panik. ''Walau keadaan nona sekarang sudah jauh lebih baik, tapi untuk memastikan saya sarankan nona tetap disini dulu. Tapi dok...! Shanara ingin menolak tapi ucapannya di hentikan oleh Dokter Edward. Kalau nona mengkhawatirkan mengenai biaya rumah sakit, Nona tidak perlu khawatir.' Semua biaya sudah ada yang menanggungnya. Ucapan dokter Edward mengagetkan Shanara, Dia tidak memiliki keluarga dan satu-satunya teman yang dia miliki disini adalah Carla Bretton tapi itu tidak mungkin dia karena Shanara tau keuangan sahabatnya itu tidak berbeda jauh dengannya. ''Maaf dok, Siapa yang menangung biaya rumah sakit saya..?! Shanara tidak dapat menyembunyikan rasa penasarannya. ''Hari ini nona akan bertemu dengan beliau.'' Dokter Edward tidak ingin menjelaskannya karena dia takut akan salah bicara, dia pikir akan lebih baik membiarkan nyonya Anderson sendiri yang memperkenalkan diri nya nanti. Dan saat Shanara baru ingin mengorek informasi dari dokter Edward, Pintu ruangan di dorong dari luar. Kemudian 2 wanita berpakaian rapi dan mewah memasuki ruang rawat Sahanara, Satu wanita paruh baya dengan wajah yang masih sangat cantik bersama seorang wanita berusia lanjut menggunakan tongkat melangkah masuk dari pintu dengan raut wajah ramah. Shanara memandang kedua wanita tersebut dengan penuh tanda tanya. Nyonya Anderson.'' Anda Sudah datang..? Dokter Edward menyapa sambil sedikit membungkuk. Shanara memperhatikan kedua wanita yang menghampirinya itu dengan seksama, dari sikap dokter Edward yang begitu sopan pada mereka sepertinya kedua wanita itu bukanlah orang sembarangan pikirnya. ''Hallo Nona Shanara.'' Nama saya Cecille Anderson dan ini Mama saya Elisabeth Anderson. Ucap wanita yang lebih mudah ''Maaf..! Shanara merasa bingung dia tidak mengenali kedua wanita itu. ''Kamu boleh memanggilku Oma saja.'' Ucap wanita yang lebih tua lalu menambahkan. ''Apakah nona ingat apa yang terjadi sebelum nona mengalami kecelakaan?'' Tanya Nyonya Elisabeth sambil duduk di kursi yang di siapkan Cecille dan dia sendiri pun berdiri di samping wanita tua itu. ''Ya! Saya sudah mengingat kejadiannya, Saat itu saya mau pergi ke toko di seberang jalan dekat apartemen tempat tinggal saya, dan waktu itu saya melihat ada seorang wanita yang hampir tertabrak lalu saya mendorong nya dari jalan untuk menepi tapi tanpa saya sadari saya sendiri yang tertabrak. Ucap Shanara kembali mengingat kejadian saat itu. ''Hem.. lalu apa nona mengenali wanita itu atau melihat wajahnya?" Nyonya Anderson bertanya lagi. Shanara menggeleng seraya berkata, ''Kejadiannya sangat cepat, saya tidak banyak berfikir, saat itu hanya mengikuti insting saja. Mendengar penjelasan Shanara hati Nyonya Anderson tersentuh, Gadis ini tidak mengenalnya tapi dia mau mempertaruhkan nyawa nya sendiri untuk menyelamatkan orang tidak di kenal, sungguh mulia pikirnya."Nona Shanara, kami datang kali ini untuk berterima kasih kepada nona." Karena nona telah menyelamatkan mama saya. Ucap Cecille penuh syukur
"Menyelamatkan?" Shanara memandang wajah Cecille lalu kepada Elisabeth. "Benar Shanara, Saya adalah wanita tua yang kamu selamatkan itu." Elisabeth menyentuh tangan Shanara sambil tersenyum dan menambahkan "Terima Kasih" sambil menepuk-nepuk tangan gadis itu dengan lembut. Shanara tampak sedikit terkejut, kemudian dia tersenyum sambil berkata. "Tidak perlu berterimakasih Nyonya, Sudah seharusnya saya melakukan itu." Manusia di ciptakan untuk saling menolong, apapun keadaannya. "Tapi kamu menolong tanpa memikirkan keselamatan mu sendiri." Apakah itu pantas?" Nyonya Anderson tampak penasaran dengan karakter gadis di hadapannya itu. "Semua itu tergantung takdir." Yang penting bagi saya adalah melakukan apa yang menurut saya benar untuk di lakukan." Dan saya lakukan dengan ikhlas. Ucap Shanara sembari tersenyum tulus. Gadis ini benar-benar berhati mulia, dia harus membuat gadis ini tetap bersamanya. Pikir Nyonya Elisabeth, Cecille yang mendengarkan ikut tersenyum, dalam hati dia kagum akan sifat Shanara. "Oh ya." Menurut Dokter Edward mengenai biaya rumah sakit saya yang sudah di bayar, Apakah itu nyonya yang melakukan?" Tanya Shanara yang merasa yakin mereka pastilah orang itu."Jangan kamu pikirkan masalah itu." Semua tidak seberapa di bandingkan dengan apa yang sudah kamu lakukan. Ucap Cecille
"Tapi nyonya, biaya rumah sakit ini pasti tidak murah, saya akan mengembalikannya kepada nyonya, tapi jika uang yang saya miliki kurang saya mohon izinkan saya mencicilnya. Ucap Shanara yang merasa tidak nyaman. "Shanara Oma mohon ya." Jangan kamu pikirkan masalah biaya itu." Anggap saja itu sebagai ungkapan terimakasih Oma padamu. Ucap Elisabeth tampak memelas. Melihat raut wajah wanita tua dihadapannya itu Shanara merasa tidak tega, biar bagaimanapun menolak kebaikan seseorang itu tidak baik, maka dia pun mengangguk pelan. "Baiklah Nyonya, Terimakasih. Ucapnya"Nah, begitu lebih baik, Oma juga merasa lega. Senyum merekah di wajah nya yang sedikit keriput. Shanara merasa kagum dalam hati wanita di hadapannya itu di perkirakan berusia 70 an tahun namun wajahnya masih terlihat segar dan kencang. "Edward ! Kapan Nona Shanara di perbolehkan untuk keluar dari sini?" Tanya Elisabeth Sebenarnya pemulihan nona Shanara sangat baik." Dia bisa pulang kapan saja, tapi saya saran kan dua atau tiga hari lagi untuk memastikan tidak ada masalah lain. Ucap dokter Edward "Hemm." Kalau begitu ikuti saran dokter saja! Istirahat yang cukup dalam pengawasan dokter itu lebih baik. Nyonya Elisabeth setuju dengan saran dokter Edward. Shanara tetap merasa kurang nyaman tetap tinggal di rumah sakit dan membiarkan mereka membayar seluruh biayanya tapi dia tidak bisa menolak permintaan wanita tua itu. "Kalau begitu kami akan pulang dulu, nanti jika butuh apa-apa beritahu saja kepada dokter Edward. Tambah nyonya Elisabeth seeraya berdiri, dia menambahkan " Shanara,, kamu beristirahat lah disini dengan baik, jangan pikirkan yang lainnya. Sambil menepuk lembut tangam gadis itu dia beranjak menuju pintu keluar. Shanara ingin mengatakan sesuatu tapi sepertinya wanita itu tidak memberinya kesempatan, kedua wanita itu mwnghilang di balik pintu bersama dokter Edward. Setelah kunjungan kedua wanita itu Shanara tertidur, sekitar satu jam kemudian dia terbangun. Merasa bosan berada di ranjang rumah sakit dia ingin keluar menghirup udara segar, ruangan rumah sakit di penuhi aroma obat-obatan membuatnya merasa pusing. Dia membuka pintu ruang rawat, badannya terasa ringan dan berenergi, sebenarnya dia merasa tidak perlu lagi berada disini tapi dokter dan nyonya itu bersikeras. Shanara berjalan di taman rumah sakit, hari masih cukup pagi udara segar membuatnya merasa nyaman. Saat memandang sekeling taman yang asri dan bersih itu Shanara baru menyadari rumah sakit yang ia tempati itu adalah rumah sakit nomor satu di Kota Adelite, tidak dapat di bayangkan berapa biaya rawat inap disitu, walau seluruh tabungannya tidak akan cukup untuk biaya satu malam disini. Shanara tiba-tiba merinding, dia teringat kata-katanya yang ingin mengembalikan biaya itu kepada wanita tua tadi. "Shanara!?'' Kamu, kenapa disini?! Tiba-tiba sebuah suara laki-laki mengagetkannya dari belakang. Shanara menoleh ke asal suara itu, wajahnya tampak kaget melihat laki-laki di hadapannya itu. ''Jackob?!Tanpa menjawab pertanyaan Jackob Shanara lansung berbalik badan dan melangkah meninggalkan laki-laki itu. ''Tunggu! Jackob mencekal pergelangan tangan Sahanara ''Lepas kan Jack! Shanara mencoba melepaskan cengkraman tangan Jackob namun laki-laki itu menambah tenaganya membuat Shanara merasa kesakitan. ''Shanara, Empat tahun kamu menghilang tanpa memberitahuku.'' Sekarang tidak mau menjelaskan?'' ''Menjelaskan?'' Untuk apa?,, Bukankah kamu sendiri sudah tau, untuk apa menjelaskan ! Ucap Shanara meninggikan nada suaranya, Laki-laki ini adalah orang tarkhir di dunia ini yang ingin dia temui."Apa maksud mu?! Jackob terlihat tidak sabar ''Jangan berpura-pura bodoh Jack! Kamu tau betul apa maksudku.'' Shanara enggan menjelaskan. ''Kamu menghilang begitu saja, aku mencarimu di seluruh kota Amber.'' Jadi selama ini kamu di sini?'' Shanara tersenyum sinis lalu berkata, ''Untuk apa mencariku?'' Bukankah sudah ada Maggie?'' Shanara teringat kejadian empat tahun lalu, saat dia melarikan diri dari Om Franky. Tujuan pertamanya adalah apartement Jackob karena hanya dia lah orang satu-satunya harapan nya saat itu, tapi tak di sangka saat tiba di sana dia melihat Maggie masuk apartement laki-laki itu yang lansung di sambut di pintu dengan mesra, mereka bercumbu di depan matanya. Hatinya yang hancur memilih meninggalkan kota Amber. Sekarang laki-laki ini berani menyalahkannya karena pergi tanpa pamit?'' Shanara merasakan luka lama berdarah laki ketika melihat wajah y
Dua Hari setelah dia bertemu kembali dengan Jackob, Shanara merasa tidak nyaman dia meminta keluar dari rumah sakit secepat mungkin, tapi dokter Edward selalu menahannya dengan alasan masih ada beberapa pemeriksaan yang harus ia jalani. Tapi hari ini dengan wajah memelas Shanara berhasil mendapatkan ijin dokter Edward untuk meninggalkan rumah sakit. Shanara berada disana lebih dari satu minggu dan dia juga tidak membawa ponselnya, sahabatnya pasti mengkhawatirkannya. Dengan sedikit terburu-buru Shanara keluar dari rumah sakit dan memanggil taxi, duduk di kursi penumpang dia menyebutkan alamat apartement nya. Satu jam kemudian taxi berhenti di depan sebuah apartement di daerah D kota Adelite, kawasan ini adalah area kelas bawah dan apartemen di daerah D masih sangat terjangkau oleh karyawan swasta sepertinya ini. Dari jarak sekitar 20 meter sebuah mobil BMW
Mendengar ucapan Nyonya Elisabeth Shanara merasa gembira sekaligus kasihan, dia pikir mungkin begitulah nasib kebanyakan orang tua, walau kekayaan berlimpah, anak cucu jika sudah besar maka akan jarang bersama mereka. Shanara dapat mengerti perasaan Oma saat itu, selain dia memang sangat ingin belajar memasak dia juga berfikir menemani Oma akan membantu wanita tua itu sedikit bahagia, entah kenapa dalam hati muncul perasaan perduli pada wanita ini. "Oma, kalau begitu Shanara akan berkunjung pada hari libur." "Hem, itu bagus, Oma akan menyuruh sopir menjemput mu. "Ah, Shanara rasa itu tidak perlu Oma, tidak mau merepotkan." Shanara bisa naik bis saja. Ucapnya menolak "Akan lebih baik jika di jemput sopir, nanti kamu tidak akan kerepotan mencari alamat Oma. Pinta nyonya Elisabeth berharap gadis itu tidak menolak permintaannya.
Pukul tiga keesokan harinya Shanara memasuki The Heaven bar lewat pintu karyawan setelah berada di dalam dia di sambut ramah oleh rekan kerja yang hampir tiga minggu ini tidak dilihatnya. "Shanara.." Akhirnya kamu kembali juga! Bar mulai sepi tanpa kamu. Ucap Vivian yang sudah bekerja disana lebih lama dari Shanara. "Maaf.. Aku.. Ucapannya segera di potong oleh Vivian "Kami semua sudah tau dari Clara." Katanya kamu habis kecelakanan." Bagaimana keadaan mu? Tanya Vivian tampak kawatir. Walau tidak sedekat Clara, Vivian adalah gadis yang baik dan ramah, Shanara tersenyum lalu berkata "Aku sudah tidak apa-apa." Tidak ada yang serius. Ucapnya "Oh syukurlah kalau begitu! Karena kalau kamu libur lebih lama lagi aku takut Daniel akan gulung tikar. Ucapnya sembari terkekeh. "Ahh ya! dia ada di ruangannya." Sana gih temui dia
"Silangkan kalau kalian mau mencoba." Tapi jangan lupa aku sudah mengingatkan kalian." Ucap Brad Masih tetap sibuk di belakang bar Shanara hanya mendengarkan komentar para pelanggan tersenyum sambil geleng-geleng kepala. Cocktail Tomb Rider yang ia ciptakan itu memang memiliki kemampuan membuat orang yang minum lemas secara perlahan. Karena rasa yang enak dan naiknya perlahan membuat orang terus memesan tanpa mendapat effek yang cepat. Tapi setiap alcohol pasti memabukan jika di konsumsi berlebihan. Saat sudah hampir pukul 10 keadaan bar sedikit santai. "Matt, Jordan." Aku tinggal sebentar." Ucapnya segera menuju kekamar mandi. Tiga menit kemudian dia keluar setelah mencuci tangan dan merapikan diri dia berniat kembali ke belakang bar, tinggal satu jam lagi dia sudah bisa pulang, hari pertama cukup melelahkan pikirnya.
Melihat adegan itu spontan semua menatap tajam ke arah Shanara terutama para wanita kesal sekaligus iri bisa berada dalam dekapan pria setampan itu. "Hey..!!! Bu..bukan kah dia..dia itu Gillian..?" Pekik salah satu wanita dari kerumunan orang. "Maksud mu?" Gillian Anderson?" Jerit wanita di samping wanita tadi. "Benar! Aku yakin sekali itu dia." Walau tidak seratus persen karena laki-laki itu sangat jarang muncul di media tapi laki-laki itu pernah muncul dalam sebuah interview ekslusive beberapa tahun lalu saat dia mengambil Alih kendali perusahaan raksasa milik keluarganya. Di kota Adelite siapa yang tidak kenal dengan keluarga Anderson, keluarga yang paling mendominasi dan merupakan keluarga terkaya nomor satu disana. Berita mengenai pengalihan hak kuasa Anderson Corp pada putra tunggal mereka Gillian Anderson itu cukup menggemparkan beberapa tahun lalu
Di balik tembok dekat pintu keluar Hellen menyentuh bagian dadanya, hatinya terasa sakit, saat keluar dari ruangan VIP The Heaven tadi dia tidak secara lansung meninggalkan tempat itu, dengan bersandar di tembok ruang VIP yang tidak kedap suara itu dia dapat mendengar dengan jelas apa yang mereka bicarakan. Hellen baru menyadari selama ini dirinya hanya di manfaatkan oleh mereka, Dia merasa sangat kecewa karena selama ini orang-orang yang dia anggap teman itu tidak pernah tulus padanya. Hellen melangkah keluar The Heaven dengan wajah tertunduk dan hati yang penuh emosi. Di tempat lain di sebuah Villa mewah kawasan A, Gillian duduk di ruang kerjanya menghadapi setumpuk dokumen namun pikiran laki-laki itu tidak berada di sana, sepasang mata nya yang tajam menatap jari-jari tangan nya, dia kembali teringat insiden di bar tadi, dia begitu dekat dengan gadis itu hingga menyentuh pinggang dan lengan nya, Tapi yang membuat Gillian merasa
Shanara memandang sambungan telepon yang telah terputus itu sambil geleng-geleng kepala, Begitulah hubungannya dengan Clara mereka tidak akan memperdulikan waktu jika ada hal yang cukup mendesak. Shanara meletakkan ponsel itu di meja samping ranjangnyanya, kemudian mematikan lampu, Beberapa saat kemudian dia pun terlelap dan bermimpi. Dalam mimpinya itu Shanara melihat seorang bocah laki-laki yang di dorong seseorang dari atas jembatan, bocah itu tercebur ke dalam sungai, Shanara mencoba mengenali kedua pria yang mendorong anak itu tapi pandangannya itu kabur dan kedua orang itu menghilang dengan cepat. Shanara berlari ketepi sungai untuk melihat bocah laki-laki tadi, entah kenapa saat ini tubuhnya tiba-tiba mengecil. Dia kembali ke saat usianya masih lima tahun. Melihat bocah laki-laki itu menggapai-gapai dan hampir tenggelam Shanara menjadi panik, tanpa berfikir panjang dia terjun kesungai u
Shanara dapat merasakan nafas mint laki-laki itu yang membuat jantung nya berdegup tak beraturan. Memang benar yang dia ucap kan, ini yang kedua kalinya mereka bertemu dan selalu saja saat dia akan terjatuh dan berakhir dalam pelukan pria itu. "Eeh maaf.'' Ucap Shanara gugup sembari kembali berdiri. Kamu tidak apa-apakan? Tanya laki-laki itu dengan sikap yang amat lembut sambil memperhatikan Shanara dari atas ke bawah untuk memastikan kulit gadis itu tidak terkena kuah panas tadi. " Tidak aku tidak apa-apa.'' Terimakasih! Ucap Shanara sedikit bergetar karena gugup. Untung saja dia tadi bergerak cepat melempar mangkuk itu kesamping karena kalau tidak, tubuh dan wajahnya pasti terkena kuah panas itu. "Sha..'' Kamu tidak apa-apa?" Tanya Oma menghampiri seraya memandang Shanara dari atas ke bawah memeriksa keadaan gadis itu dengan raut panik masih melekat di wajahnya yang mulai keriput. "Ahh..eeh Oma.. Iya.. Maaf telah membuat mu kawatir, tadi Saya terpel
"Sha.." Apa kamu baik-baik saja?" Tanya Elizabeth ketika dia melihat wajah murung Shanara setelah menatap lekat pada lukisan di ruang tamunya itu. "Aah Oma." Iya Saya tidak apa-apa." Jawab Shanara sedikit gugup. Elizabeth menatap lekat wajah Shanara yang tiba-tiba berubah murung itu. "Apa kamu yakin Sha.?" Tanya Elizabeth untuk memastikan. "Iya oma, maaf sudah membuat oma kawatir, tadi saya hanya teringat masa lalu. Ucapnya menjelaskan. "Oh baiklah kalau begitu kita duduk dan minum dulu.'' Ajak Elizabeth sembari menuntun Shanara menuju Sofa. Sepertinya lukisan itu telah mengingatkan Shanara pada masa lalunya yang sepertinya bukanlah hal yang menyenangkan pikir Elizabeth. Dan dia pun tidak ingin memperpanjang masalah itu. Apa sebenarnya yang di alami gadis ini sehingga dia jadi tampak begitu sedih. Mungkin sebaiknya aku menyelidiki latar belakang Shanara. Pikir Elizabeth, walau status dan latar belakang keluarga tidak begitu penting baginya dan keluarga Ander
Sementara itu di kediaman nyonya Anderson suasana terlihat kembali tenang para pelayan telah selesai mengerjakan tugas-tugas yang di berikan oleh kepala pelayan. "Apa kamu tidak kangen sama Oma?! Sudah hampir dua minggu kamu tidak menjenguk Oma loh! Suara berat Elizabeth terdengar memelas sambil menempelkan handphone ke telinganya. "Pokoknya Oma tidak mau tau, hari ini kamu harus datang menjenguk Oma! Titik!! Elizabeth menggunakan nada sedikit tinggi. Di seberang telepon Gillian tampak kehabisan alasan dia memijit keningnya, dia tau betul jika Oma sudah ngotot maka tidak ada yang bisa dia lakukan kecuali menuruti kehendak beliau, walau saat ini pekerjaan nya menumpuk. Gillian menghela nafas menyerah, dia lalu berkata " Baiklah oma." Nanti Gillian akan mengunjungi Oma. Mendengar cucu semata wayang nya itu telah se
"Tuan Ryan maaf aku permisi dulu." Jika ada kesempatan kita mengobrol lagi lain kali ucap Danniel memohon diri. Walau dalam hati Ray masih ingin bersama gadis cantik itu tapi dia tau Danniel adalah atasan Shanara dan urusan mereka pasti bersangkutan dengan pekerjaan. "Oh ya, silahkan, aku akan sering berkunjung nanti. Ray mengangguk Shanara menarik lengan Clara yang masih bengong memandang wajah Ray. Ketiga orang itu berjalan menuju area dalam restoran. Pandangan Ray terus tertuju pada punggung Shanara, pikiran dan hatinya di penuhi oleh bayangan gadis itu. Dia pikir baru kali ini ada gadis yang tidak terpana oleh ketampan yang dimiliki Seorang Ryan. Di dalam restoran Danniel mengajak Shanara dan Clara masuk dalam restoran di lantai utama, ruangan itu berukuran sangat luas. "Sha." Sekarang Seaview telah resmi di buk
Teressa tampak mencoba mengingat-ingat ucapan Ray tadi malam, memang benar laki-laki itu tidak memaksa nya, tidak menjanjikan apa-apa padanya dan dia juga berterus-terang dari awal padanya. Tapi dia tidak dapat menerima kenyataan itu, dia ingin dapat menaklukan hati Ray tapi melihat sifat laki-laki playboy itu, apakah dia mampu bersabar dan terus menerus menelan sakit hati. Tapi demi perubahan status dia pikir dia harus berusaha menaklukan sang playboy itu. Saat ini di kota Adelite pria-pria luar biasa yang termasuk golongan top 10 tidak banyak lagi yang tersisa, selain Ray ada dua lagi pria lainnya, dia adalah Jimmy Lewis dan Zander Smith. Keluarga Smith termasuk keluarga kaya top sepuluh, sedang kan keluarga Lewis tidak ada yang tau jelas karena Jimmy Lewis tidak lagi memiliki keluarga. Kabar mengatakan kedua orang tua Jimmy meninggal dalam sebuah kecelakaan dan dia di paksa mengambil
Clara sangat mengagumi kegigihan Shanara dalam bekerja, dia sama sekali tidak tertarik mengunakan penampilan nya untuk menggaet pria kaya demi status dan harta. "Ra! Bagaimana menurutmu?" Tanya Shanara pada Clara yang tampak sedang melamun. Clara sedikit gugup, lalu memperhatikan Shanara dari atas kebawah, Shanara yang kini mengenakan dress motif bunga tanpa lengan sebatas lutut itu tampak jauh lebih muda dari usianya. "Kamu benar-benar cantik Sha." Aku jadi makin iri! Puji Clara yang tampak sangat kagum. "Kamu bisa aja! Sahut Shanara malu-malu. Dia memang jarang mengenakan pakaian-pakaian seperti saat ini, dia lebih senang bercelana pendek dan kaos sedikit longgar. "Bener Sha, kamu terlihat sangat anggun dengan dress itu. Ucap Clara tulus. Shanara memandang dirinya di dalam cermin dia terlihat sep
Saat dia memasuki ruang tamu dia terkejut melihat siapa yang kini sedang duduk bersama kedua orang tuanya. "Maggie !!" Apa yang kamu lakukan disini?" Jackob kaget melihat Maggie yang tengah duduk santai mengobrol bersama kedua orang tua Jackob Tuan dan Nyonya Persley. "Jack! Kebetulan kamu kembali, Papa baru saja mau menelpon mu. Ucap Jarrot Persley yang lansung menghampiri dan merangkul pundak Jackob "Jack ! Kenapa tidak bilang papa dan mama kalau kamu di luar sana sudah memiliki kekasih dan sudah memberi kami cucu." Clarrise Persley menimpali seraya menuntun Jackob untuk duduk di tengah-tengah mereka. Mendengar kedua ucapan papa dan mamanya wajah Jackob seketika berubah, sepasang mata tajamnya menatap Maggie penuh tanda tanya dan kemarahan, tatapannya itu membuat bulu kuduk Maggie merinding. "Sebentar ma, pa ! Jackob ingin bicara pribadi deng
lain yang lebih baik dari Jackob maka dia tidak terlalu keberatan melepaskan laki-laki itu walau dia nanti akan memilih kembali pada Shanara. Maggie teringat kejadian di The Heaven Bar minggu lalu, "Gillian" bisiknya, senyum merekah dibibir merahnya. Jika dia bisa mendapatkan pria itu maka dia tidak akan berfikir dua kali untuk mencampakan Jackob." Dan jika dia kembali pada Shanara maka perempuan sial itu akan mendapat bekas nya. Senyum di bibir Maggie semakin melebar. Dia menyusun rencana untuk tinggal beberapa saat di kota Adelite dan akan lebih baik jika dia bisa membuat sedikit masalah dengan Jackob, dia bisa menjadikan itu sebuah alasan untuk meminta waktu sendiri pikirnya. Maggie mengambil ponsel dari dalam tasnya dan segera menelpon sahabatnya Nancy. "Nan." Aku mau berlibur di kota Adelite untuk beberapa minggu." Uca
Shanara memandang sambungan telepon yang telah terputus itu sambil geleng-geleng kepala, Begitulah hubungannya dengan Clara mereka tidak akan memperdulikan waktu jika ada hal yang cukup mendesak. Shanara meletakkan ponsel itu di meja samping ranjangnyanya, kemudian mematikan lampu, Beberapa saat kemudian dia pun terlelap dan bermimpi. Dalam mimpinya itu Shanara melihat seorang bocah laki-laki yang di dorong seseorang dari atas jembatan, bocah itu tercebur ke dalam sungai, Shanara mencoba mengenali kedua pria yang mendorong anak itu tapi pandangannya itu kabur dan kedua orang itu menghilang dengan cepat. Shanara berlari ketepi sungai untuk melihat bocah laki-laki tadi, entah kenapa saat ini tubuhnya tiba-tiba mengecil. Dia kembali ke saat usianya masih lima tahun. Melihat bocah laki-laki itu menggapai-gapai dan hampir tenggelam Shanara menjadi panik, tanpa berfikir panjang dia terjun kesungai u