Shanara terbangun di sebuah ruangan yang asing baginya, tercium aroma disinfectant di udara. Tenggorokannya terasa kering dan seluruh tubuhnya terasa nyeri, Shanara mencoba bangun.
"Jangan..! Anda masih lemah sebaiknya berbaring dulu." Seorang wanita berpakaian serba putih dan topi putih kecil bertengger di kepalanya. "Suster." Apa yang terjadi padaku,,?! Shanara bertanya pada perawat dengan suara parau. "Anda mengalami kecelakaan dan koma selama 4 hari." Ucap suster sembari mengecek selang infus. "Air,,! Suster memberinya segelas air, Shanara lalu meminum beberapa teguk. Dengan bantuan perawat dia bisa duduk bersandar di kepala ranjang rumah sakit itu. Suster,,! Bagaimana saya bisa mengalami kecelakaan,,? " Shanara mencoba mengingat apa yang terjadi. ''Nona tidak mengingat apa yang terjadi?''Shanara mencoba berfikir sejenak, dia benar-benar tidak mengingat apa yang terjadi pada nya, kepalanya terasa sakit. ''Kalau nona tidak bisa mengingat apa-apa, jangan di paksa.'' Saya akan memanggilkan dokter untuk memeriksa keadaan nona. Ucap Suster itu sembari tersenyum lalu meninggalkan Shanara. Sesaat kemudian pintu kembali di buka seorang laki-laki bertubuh tegap dan memakai jas putih masuk di ikuti perawat yang tadi. ''Selamat pagi Nona.'' Apa yang anda rasakan? Dokter itu bertanya sambil mengecek keadaan shanara. ''Um.'' Saya merasakan sakit di bagian kepala dan pinggang dok.'' Ucapnya menjelaskan, memang saat ini bagian pinggang dan kepala terasa nyeri. ''Oh ya! Itu dapat di mengerti karena kecelakaan yang nona alami cukup serius. Tapi Nona tidak perlu kawatir, tidak ada luka dalam. Ucap dokter itu sambil mencatat sesuatu ke dalam note book nya. ''Tapi,, kenapa saya tidak dapat mengingat apapun tentang kecelakaan itu ya dok,,?' ''Apakah nona mengingat siapa nona? Kami tidak dapat menemukan Identitas pada diri nona. ''Iya dok, Nama saya Shanara dan saya mengingat saat itu saya pergi ke sebuah toko di dekat tempat tinggal saya, kemudian ... dia berusaha mengingat-ingat kembali. ''Sudah ! jangan di pakasakan Nona, beri sedikit waktu untuk ingatan nona untuk pulih. bisa mengingat diri nona saja itu lebih dari cukup, Karena itu membuktikan nona tidak ada cidera serius di otak. Ucap Dokter itu sambil tersenyum kemudian melanjutkan.''Saya dokter Edward dan ini Suster Elise, Sekarang nona beristirahat lah dulu, nanti jika butuh apa-apa bisa memanggil Suster Elise. ''Apa nona memiliki keluarga yang bisa kami hubungi? Tanya dokter Edward
''Keluarga..! Shanara termenung,, Dia tidak memiliki siapa-siapa, Ibunya meninggal saat dia masih kecil kemudian ayahnya menikahi janda beranak satu yang hampir seusia dengan nya, saat itu dia berusia 16 tahun, Tante Winnie dan putrinya Maggie sangat baik padanya, Tapi pada saat usianya menginjak 19 tahun Papanya juga menyusul ibunya, dia meniggal karena serangan jantung. Sejak saat itu tante Winnie dan Maggie tidak lagi baik padanya, mereka memperlakukannya mirip kisah Cinderella, sampai Tante Winnie tega menjualnya pada Om-om. Tapi tuhan masih berpihak padanya saat itu dia berhasil kabur dari cekraman Om Freddie yang hendak melecehkannya. Dia akhirnya memutuskan untuk meninggalkan kota tempat kelahirannya itu dan memilih kota Adelite. Dia sudah hidup di kota ini selama 4 tahun, bukanlah perjalanan yang mudah baginya, memulai sendiri dari nol untuk bertahan hidup. Dokter Edward menatap gadis di hadapanya itu dengan penuh tanda tanya, Sebenarnya dia tidak ingin mengganggu tapi sepertinya Shanara tenggelam dalam lamunannya. "Erm,,! Nona Shanara,,? Nona!? Dokter Edward menyentuh bahu Shanara, sentuhan di bahunya itu menyadarkannya dari lamunan. ''Aah..Erm,, Maaf Dokter.'' Saya tidak memiliki keluarga. Ucapnya sambil menunduk, Wajahnya menyiratkan kesedihan. ''Tidak apa-apa, kalau begitu bagaimana dengan nama keluarga dan usia anda,,?'' Tanya Dokter Edward lagi, Walau dia sedikit enggan tapi biar bagaimanapun mereka membutuhkan data gadis ini untuk proses registrasi. Karena untuk sementara waktu gadis ini adalah pasien Zero. ''Oh iya dok, Clerk.. Shanara Clerk.'' Umur 23 tahun Jawabnya ''Baik ! Kalau begitu nona silahkan beristirahat.'' Dokter Edward melangkah menuju pintu keluar namun ketika pintu terbuka seorang wanita paruh baya bersama dengan seorang wanita berusia lanjut baru hendak mengetuk pintu. ''Dokter Edward ! Bagaimana keadaan gadis itu?'' Tanya si Wanita yang lebih tua dengan nada sedikit kawatir. ''Oh nyonya Anderson, Anda datang mengunjungi pasion Zero lagi? Tanya Dokter Edward ketika mengenali si wanita di hadapan nya itu, Nyonya Anderson lah yang telah mengantar nona Shanara ke rumah sakit 4 hari lalu, dan si Nenek selalu datang berkunjung. ''Gadis itu sudah siuman, tapi saya pikir lebih baik membiarkan nya beristirahat dulu. Tegas dokter Edward mengutamakan kesehatan pasiennya. ''Lalu apakah sudah di ketahui identitas gadis itu,,? Tanya nyonya Anderson ''Mari keruangan saya dulu nyonya. Ajak dokter Edward tidak ingin mengganggu pasien dia kemudian menutup pintu ruangan Shanara lalu mempersilahkan kedua wanita itu mengikutinya. Ketika sudah berada di ruang kerja Dokter Edward, Dia mempersilahkan kedua wanita itu duduk di kursi depan meja kerja nya. ''Menurut penjelasan gadis itu dia tidak memiliki keluarga.'' Dia bernama Shanara Clerk dan berusia 23 tahun. Ucap dokter Edward menjelaskan. ''Shanara Clerk, Clerk..! Nyonya Anderson tampak sedang mengingat- ingat sesuatu lalu dia menggeleng karena tidak mengenali nama itu. Sebenarnya dia masih ingin bertanya banyak tentang gadis itu tapi menurut penilaiannya dokter Edward tidak memiliki informasi lebih lanjut untuk nya maka dia urungkan niatnya itu. ''Ma..'' kalau begitu kita pulang saja dulu, besok kita bisa kembali lagi ketika gadis itu sudah lebih baik. Ajak wanita paruh baya di samping nya, Walau usianya sepertinya sudah tidak muda tapi kecantikan nya masih mampu membuat leher para laki-laki terpaksa menoleh. ''Kamu benar Cecille.'' Angguk si nenek lalu berkata pada dokter Edward. ''Dokter Edward.'' Saya serahkan gadis itu dalam perawatan mu, Berapa pun biaya nya tidak perlu di khawatirkan. Ucap nyonya Anderson tegas seraya berdiri. Tentu nyonya..! Jawab Dokter Edward ikut berdiri dan mengantar kedua wanita itu sampai di pintu keluar, setelah mereka menghilang dari hadapannya dia kembali ke meja kerjanya. Dari hari pertama gadis itu di bawa kerumah sakit ini dia tidak merasa khawatir mengenai biaya perawatan gadis itu karena Nyonya Anderson bukan lah orang sembarangan di kota Adelite.Dia merupakan nyonya besar keluarga Anderson, keluarga yang menguasai seluruh dunia bisnis di kota ini. Kekayaaan yang mereka miliki tidak ada yang berani membayangkan dan tidak ada satupun yang berani menyinggung keluarga itu.
Bagi dokter Edward berada di sisi baik keluarga itu akan sangat menguntungkan baginya. Jadi ketika dia melihat Nyonya Anderson mengantar seorang pasien korban kecelakaan dan menyuruhnya menyelamatkan nyawa gadis itu bagaimanapun caranya dia tidak banyak bertanya. Saat Itu Nyonya Anderson yang baru keluar dari rumah sakit menoleh ke gedung putih itu dengan raut masih terlihat kawatir. ''Sudahlah,,,, ma.. ! Aku yakin gadis itu akan baik-baik saja." Bukan kah tadi dokter mengatakan dia sudah siuman dan tidak ada yang benar-benar serius. Ucap Cecille sambil merangkul dan mengelus pundak Nyonya Anderson dengan sikap penuh kasih sayang. ''Aku tau.'' Tapi biar bagaimana pun juga gadis itu telah menyelamatkan nyawa tua ku ini.'' ''Cecille mengerti Ma.." Tapi mama juga harus menjaga kesehatan.'' Bolak-balik ke rumah sakit begini juga tidak baik buat mama.'' Ucap Cecille kawatir ''Maaf telah membuat mu mengkhawatirkan mama.'' Ayo kita pulang ! Ajak nyonya Anderson merangkul lengan Cecille menuju mobil yang lansung di buka oleh seorang pria paruh baya, mereka berdua pun masuk dan mobil mewah berwarna putih itu pun melaju perlahan ke jalan raya.Tanpa terasa sudah 3 hari semenjak Shanara siuman, dia merasa jauh lebih baik walau kepalanya masih nyeri. Dokter Edward masuk ruangannya dengan senyum menawan. Setelah satu minggu di rawat disini Shanara sudah akrab dengan dokter Edward. ''Nona Shanara hari ini saya akan mengganti perban di kepala mu.'' Ucapnya sembari mengecek selang infus kemudian mengecek mata Shanara, setelah di pastikan kondisi pasiennya sudah jauh lebih baik dia mulai melepas perban itu. Ketika perban di buka luka di dahi Shanara sudah hampir sembuh seutuhnya. Dokter Edward sangat takjub, pemulihan yang cukup cepat, baru satu minggu luka itu sudah mengering jauh lebih cepat dari pada perhitungannya. ''Bagaimana dok.'' Kapan saya boleh keluar dari sini. Tanya Shanara, dia sedikit khawatir jika berlama-lama di rawat disini dia takut tidak bisa membayar biaya rumah sakitnya. ''S
"Apa maksud mu?! Jackob terlihat tidak sabar ''Jangan berpura-pura bodoh Jack! Kamu tau betul apa maksudku.'' Shanara enggan menjelaskan. ''Kamu menghilang begitu saja, aku mencarimu di seluruh kota Amber.'' Jadi selama ini kamu di sini?'' Shanara tersenyum sinis lalu berkata, ''Untuk apa mencariku?'' Bukankah sudah ada Maggie?'' Shanara teringat kejadian empat tahun lalu, saat dia melarikan diri dari Om Franky. Tujuan pertamanya adalah apartement Jackob karena hanya dia lah orang satu-satunya harapan nya saat itu, tapi tak di sangka saat tiba di sana dia melihat Maggie masuk apartement laki-laki itu yang lansung di sambut di pintu dengan mesra, mereka bercumbu di depan matanya. Hatinya yang hancur memilih meninggalkan kota Amber. Sekarang laki-laki ini berani menyalahkannya karena pergi tanpa pamit?'' Shanara merasakan luka lama berdarah laki ketika melihat wajah y
Dua Hari setelah dia bertemu kembali dengan Jackob, Shanara merasa tidak nyaman dia meminta keluar dari rumah sakit secepat mungkin, tapi dokter Edward selalu menahannya dengan alasan masih ada beberapa pemeriksaan yang harus ia jalani. Tapi hari ini dengan wajah memelas Shanara berhasil mendapatkan ijin dokter Edward untuk meninggalkan rumah sakit. Shanara berada disana lebih dari satu minggu dan dia juga tidak membawa ponselnya, sahabatnya pasti mengkhawatirkannya. Dengan sedikit terburu-buru Shanara keluar dari rumah sakit dan memanggil taxi, duduk di kursi penumpang dia menyebutkan alamat apartement nya. Satu jam kemudian taxi berhenti di depan sebuah apartement di daerah D kota Adelite, kawasan ini adalah area kelas bawah dan apartemen di daerah D masih sangat terjangkau oleh karyawan swasta sepertinya ini. Dari jarak sekitar 20 meter sebuah mobil BMW
Mendengar ucapan Nyonya Elisabeth Shanara merasa gembira sekaligus kasihan, dia pikir mungkin begitulah nasib kebanyakan orang tua, walau kekayaan berlimpah, anak cucu jika sudah besar maka akan jarang bersama mereka. Shanara dapat mengerti perasaan Oma saat itu, selain dia memang sangat ingin belajar memasak dia juga berfikir menemani Oma akan membantu wanita tua itu sedikit bahagia, entah kenapa dalam hati muncul perasaan perduli pada wanita ini. "Oma, kalau begitu Shanara akan berkunjung pada hari libur." "Hem, itu bagus, Oma akan menyuruh sopir menjemput mu. "Ah, Shanara rasa itu tidak perlu Oma, tidak mau merepotkan." Shanara bisa naik bis saja. Ucapnya menolak "Akan lebih baik jika di jemput sopir, nanti kamu tidak akan kerepotan mencari alamat Oma. Pinta nyonya Elisabeth berharap gadis itu tidak menolak permintaannya.
Pukul tiga keesokan harinya Shanara memasuki The Heaven bar lewat pintu karyawan setelah berada di dalam dia di sambut ramah oleh rekan kerja yang hampir tiga minggu ini tidak dilihatnya. "Shanara.." Akhirnya kamu kembali juga! Bar mulai sepi tanpa kamu. Ucap Vivian yang sudah bekerja disana lebih lama dari Shanara. "Maaf.. Aku.. Ucapannya segera di potong oleh Vivian "Kami semua sudah tau dari Clara." Katanya kamu habis kecelakanan." Bagaimana keadaan mu? Tanya Vivian tampak kawatir. Walau tidak sedekat Clara, Vivian adalah gadis yang baik dan ramah, Shanara tersenyum lalu berkata "Aku sudah tidak apa-apa." Tidak ada yang serius. Ucapnya "Oh syukurlah kalau begitu! Karena kalau kamu libur lebih lama lagi aku takut Daniel akan gulung tikar. Ucapnya sembari terkekeh. "Ahh ya! dia ada di ruangannya." Sana gih temui dia
"Silangkan kalau kalian mau mencoba." Tapi jangan lupa aku sudah mengingatkan kalian." Ucap Brad Masih tetap sibuk di belakang bar Shanara hanya mendengarkan komentar para pelanggan tersenyum sambil geleng-geleng kepala. Cocktail Tomb Rider yang ia ciptakan itu memang memiliki kemampuan membuat orang yang minum lemas secara perlahan. Karena rasa yang enak dan naiknya perlahan membuat orang terus memesan tanpa mendapat effek yang cepat. Tapi setiap alcohol pasti memabukan jika di konsumsi berlebihan. Saat sudah hampir pukul 10 keadaan bar sedikit santai. "Matt, Jordan." Aku tinggal sebentar." Ucapnya segera menuju kekamar mandi. Tiga menit kemudian dia keluar setelah mencuci tangan dan merapikan diri dia berniat kembali ke belakang bar, tinggal satu jam lagi dia sudah bisa pulang, hari pertama cukup melelahkan pikirnya.
Melihat adegan itu spontan semua menatap tajam ke arah Shanara terutama para wanita kesal sekaligus iri bisa berada dalam dekapan pria setampan itu. "Hey..!!! Bu..bukan kah dia..dia itu Gillian..?" Pekik salah satu wanita dari kerumunan orang. "Maksud mu?" Gillian Anderson?" Jerit wanita di samping wanita tadi. "Benar! Aku yakin sekali itu dia." Walau tidak seratus persen karena laki-laki itu sangat jarang muncul di media tapi laki-laki itu pernah muncul dalam sebuah interview ekslusive beberapa tahun lalu saat dia mengambil Alih kendali perusahaan raksasa milik keluarganya. Di kota Adelite siapa yang tidak kenal dengan keluarga Anderson, keluarga yang paling mendominasi dan merupakan keluarga terkaya nomor satu disana. Berita mengenai pengalihan hak kuasa Anderson Corp pada putra tunggal mereka Gillian Anderson itu cukup menggemparkan beberapa tahun lalu
Di balik tembok dekat pintu keluar Hellen menyentuh bagian dadanya, hatinya terasa sakit, saat keluar dari ruangan VIP The Heaven tadi dia tidak secara lansung meninggalkan tempat itu, dengan bersandar di tembok ruang VIP yang tidak kedap suara itu dia dapat mendengar dengan jelas apa yang mereka bicarakan. Hellen baru menyadari selama ini dirinya hanya di manfaatkan oleh mereka, Dia merasa sangat kecewa karena selama ini orang-orang yang dia anggap teman itu tidak pernah tulus padanya. Hellen melangkah keluar The Heaven dengan wajah tertunduk dan hati yang penuh emosi. Di tempat lain di sebuah Villa mewah kawasan A, Gillian duduk di ruang kerjanya menghadapi setumpuk dokumen namun pikiran laki-laki itu tidak berada di sana, sepasang mata nya yang tajam menatap jari-jari tangan nya, dia kembali teringat insiden di bar tadi, dia begitu dekat dengan gadis itu hingga menyentuh pinggang dan lengan nya, Tapi yang membuat Gillian merasa
Shanara dapat merasakan nafas mint laki-laki itu yang membuat jantung nya berdegup tak beraturan. Memang benar yang dia ucap kan, ini yang kedua kalinya mereka bertemu dan selalu saja saat dia akan terjatuh dan berakhir dalam pelukan pria itu. "Eeh maaf.'' Ucap Shanara gugup sembari kembali berdiri. Kamu tidak apa-apakan? Tanya laki-laki itu dengan sikap yang amat lembut sambil memperhatikan Shanara dari atas ke bawah untuk memastikan kulit gadis itu tidak terkena kuah panas tadi. " Tidak aku tidak apa-apa.'' Terimakasih! Ucap Shanara sedikit bergetar karena gugup. Untung saja dia tadi bergerak cepat melempar mangkuk itu kesamping karena kalau tidak, tubuh dan wajahnya pasti terkena kuah panas itu. "Sha..'' Kamu tidak apa-apa?" Tanya Oma menghampiri seraya memandang Shanara dari atas ke bawah memeriksa keadaan gadis itu dengan raut panik masih melekat di wajahnya yang mulai keriput. "Ahh..eeh Oma.. Iya.. Maaf telah membuat mu kawatir, tadi Saya terpel
"Sha.." Apa kamu baik-baik saja?" Tanya Elizabeth ketika dia melihat wajah murung Shanara setelah menatap lekat pada lukisan di ruang tamunya itu. "Aah Oma." Iya Saya tidak apa-apa." Jawab Shanara sedikit gugup. Elizabeth menatap lekat wajah Shanara yang tiba-tiba berubah murung itu. "Apa kamu yakin Sha.?" Tanya Elizabeth untuk memastikan. "Iya oma, maaf sudah membuat oma kawatir, tadi saya hanya teringat masa lalu. Ucapnya menjelaskan. "Oh baiklah kalau begitu kita duduk dan minum dulu.'' Ajak Elizabeth sembari menuntun Shanara menuju Sofa. Sepertinya lukisan itu telah mengingatkan Shanara pada masa lalunya yang sepertinya bukanlah hal yang menyenangkan pikir Elizabeth. Dan dia pun tidak ingin memperpanjang masalah itu. Apa sebenarnya yang di alami gadis ini sehingga dia jadi tampak begitu sedih. Mungkin sebaiknya aku menyelidiki latar belakang Shanara. Pikir Elizabeth, walau status dan latar belakang keluarga tidak begitu penting baginya dan keluarga Ander
Sementara itu di kediaman nyonya Anderson suasana terlihat kembali tenang para pelayan telah selesai mengerjakan tugas-tugas yang di berikan oleh kepala pelayan. "Apa kamu tidak kangen sama Oma?! Sudah hampir dua minggu kamu tidak menjenguk Oma loh! Suara berat Elizabeth terdengar memelas sambil menempelkan handphone ke telinganya. "Pokoknya Oma tidak mau tau, hari ini kamu harus datang menjenguk Oma! Titik!! Elizabeth menggunakan nada sedikit tinggi. Di seberang telepon Gillian tampak kehabisan alasan dia memijit keningnya, dia tau betul jika Oma sudah ngotot maka tidak ada yang bisa dia lakukan kecuali menuruti kehendak beliau, walau saat ini pekerjaan nya menumpuk. Gillian menghela nafas menyerah, dia lalu berkata " Baiklah oma." Nanti Gillian akan mengunjungi Oma. Mendengar cucu semata wayang nya itu telah se
"Tuan Ryan maaf aku permisi dulu." Jika ada kesempatan kita mengobrol lagi lain kali ucap Danniel memohon diri. Walau dalam hati Ray masih ingin bersama gadis cantik itu tapi dia tau Danniel adalah atasan Shanara dan urusan mereka pasti bersangkutan dengan pekerjaan. "Oh ya, silahkan, aku akan sering berkunjung nanti. Ray mengangguk Shanara menarik lengan Clara yang masih bengong memandang wajah Ray. Ketiga orang itu berjalan menuju area dalam restoran. Pandangan Ray terus tertuju pada punggung Shanara, pikiran dan hatinya di penuhi oleh bayangan gadis itu. Dia pikir baru kali ini ada gadis yang tidak terpana oleh ketampan yang dimiliki Seorang Ryan. Di dalam restoran Danniel mengajak Shanara dan Clara masuk dalam restoran di lantai utama, ruangan itu berukuran sangat luas. "Sha." Sekarang Seaview telah resmi di buk
Teressa tampak mencoba mengingat-ingat ucapan Ray tadi malam, memang benar laki-laki itu tidak memaksa nya, tidak menjanjikan apa-apa padanya dan dia juga berterus-terang dari awal padanya. Tapi dia tidak dapat menerima kenyataan itu, dia ingin dapat menaklukan hati Ray tapi melihat sifat laki-laki playboy itu, apakah dia mampu bersabar dan terus menerus menelan sakit hati. Tapi demi perubahan status dia pikir dia harus berusaha menaklukan sang playboy itu. Saat ini di kota Adelite pria-pria luar biasa yang termasuk golongan top 10 tidak banyak lagi yang tersisa, selain Ray ada dua lagi pria lainnya, dia adalah Jimmy Lewis dan Zander Smith. Keluarga Smith termasuk keluarga kaya top sepuluh, sedang kan keluarga Lewis tidak ada yang tau jelas karena Jimmy Lewis tidak lagi memiliki keluarga. Kabar mengatakan kedua orang tua Jimmy meninggal dalam sebuah kecelakaan dan dia di paksa mengambil
Clara sangat mengagumi kegigihan Shanara dalam bekerja, dia sama sekali tidak tertarik mengunakan penampilan nya untuk menggaet pria kaya demi status dan harta. "Ra! Bagaimana menurutmu?" Tanya Shanara pada Clara yang tampak sedang melamun. Clara sedikit gugup, lalu memperhatikan Shanara dari atas kebawah, Shanara yang kini mengenakan dress motif bunga tanpa lengan sebatas lutut itu tampak jauh lebih muda dari usianya. "Kamu benar-benar cantik Sha." Aku jadi makin iri! Puji Clara yang tampak sangat kagum. "Kamu bisa aja! Sahut Shanara malu-malu. Dia memang jarang mengenakan pakaian-pakaian seperti saat ini, dia lebih senang bercelana pendek dan kaos sedikit longgar. "Bener Sha, kamu terlihat sangat anggun dengan dress itu. Ucap Clara tulus. Shanara memandang dirinya di dalam cermin dia terlihat sep
Saat dia memasuki ruang tamu dia terkejut melihat siapa yang kini sedang duduk bersama kedua orang tuanya. "Maggie !!" Apa yang kamu lakukan disini?" Jackob kaget melihat Maggie yang tengah duduk santai mengobrol bersama kedua orang tua Jackob Tuan dan Nyonya Persley. "Jack! Kebetulan kamu kembali, Papa baru saja mau menelpon mu. Ucap Jarrot Persley yang lansung menghampiri dan merangkul pundak Jackob "Jack ! Kenapa tidak bilang papa dan mama kalau kamu di luar sana sudah memiliki kekasih dan sudah memberi kami cucu." Clarrise Persley menimpali seraya menuntun Jackob untuk duduk di tengah-tengah mereka. Mendengar kedua ucapan papa dan mamanya wajah Jackob seketika berubah, sepasang mata tajamnya menatap Maggie penuh tanda tanya dan kemarahan, tatapannya itu membuat bulu kuduk Maggie merinding. "Sebentar ma, pa ! Jackob ingin bicara pribadi deng
lain yang lebih baik dari Jackob maka dia tidak terlalu keberatan melepaskan laki-laki itu walau dia nanti akan memilih kembali pada Shanara. Maggie teringat kejadian di The Heaven Bar minggu lalu, "Gillian" bisiknya, senyum merekah dibibir merahnya. Jika dia bisa mendapatkan pria itu maka dia tidak akan berfikir dua kali untuk mencampakan Jackob." Dan jika dia kembali pada Shanara maka perempuan sial itu akan mendapat bekas nya. Senyum di bibir Maggie semakin melebar. Dia menyusun rencana untuk tinggal beberapa saat di kota Adelite dan akan lebih baik jika dia bisa membuat sedikit masalah dengan Jackob, dia bisa menjadikan itu sebuah alasan untuk meminta waktu sendiri pikirnya. Maggie mengambil ponsel dari dalam tasnya dan segera menelpon sahabatnya Nancy. "Nan." Aku mau berlibur di kota Adelite untuk beberapa minggu." Uca
Shanara memandang sambungan telepon yang telah terputus itu sambil geleng-geleng kepala, Begitulah hubungannya dengan Clara mereka tidak akan memperdulikan waktu jika ada hal yang cukup mendesak. Shanara meletakkan ponsel itu di meja samping ranjangnyanya, kemudian mematikan lampu, Beberapa saat kemudian dia pun terlelap dan bermimpi. Dalam mimpinya itu Shanara melihat seorang bocah laki-laki yang di dorong seseorang dari atas jembatan, bocah itu tercebur ke dalam sungai, Shanara mencoba mengenali kedua pria yang mendorong anak itu tapi pandangannya itu kabur dan kedua orang itu menghilang dengan cepat. Shanara berlari ketepi sungai untuk melihat bocah laki-laki tadi, entah kenapa saat ini tubuhnya tiba-tiba mengecil. Dia kembali ke saat usianya masih lima tahun. Melihat bocah laki-laki itu menggapai-gapai dan hampir tenggelam Shanara menjadi panik, tanpa berfikir panjang dia terjun kesungai u