Bab 42Leo berdecak kecil. Di dalam hati lelaki itu menyumpah serapah atas tingkah manajernya yang selalu bersikap semaunya. Namun Leo tidak bisa melawan karena Jerry membelalakkan mata padanya sembari memberi isyarat bahwa Leo harus ikut dengan Michelle."Mau ke mana, Chel?" tanya Leo akhirnya mencoba mengikuti. Seperti yang pernah Jerry katakan padanya, untuk membangun chemistry maka Leo harus sering-sering berinteraksi dengan Michelle."Ngopi yuk. Ada kafe baru launching. Temen-temenku bilang makanan sama minumannya enak-enak di sana. Desainnya juga estetik. Aku pengin nyobain deh.""Pake mobil sendiri-sendiri tapi ya?" ujar Leo."Kalau pake mobil sendiri-sendiri namanya nggak pergi bareng dong," jawab Michelle. Gadis itu tertawa pelan.Mengembuskan napasnya, Leo terpaksa menerima kunci mobil dari tangan Michelle.Tidak lebih dari dua menit kemudian Leo dan Michelle sudah berada di dalam mobil Michelle dengan posisi Leo yang menyetir.Leo menekan pedal gas lebih dalam, membuat mobi
Bab 43Lovita menggegas langkahnya keluar kamar untuk membuka pintu. Setelah daun pintu terkuak ia dihadapkan langsung pada Leo. Lelaki itu benar-benar ada di hadapannya. "Kok ke sini?" Itu hal pertama yang meluncur keluar dari mulut Lovita."Emang aku nggak boleh ke sini?" balas Leo."Bukan nggak boleh sih, tapi kan ..." Tanpa perlu Lovita lanjutkan kalimatnya yang gantung Leo pasti tahu apa kelanjutannya."Kangen sama kamu, makanya aku ke sini.""Idih, baru juga ketemu tadi siang masa udah kangen aja." Lovita mengerling sembari menahan senyum di bibirnya."Ya mau gimana. Udah risiko punya istri cantik jadinya kangen terus."Lovita tidak menyangka kalau Leo yang dulu selalu bermuka datar dan bersikap dingin padanya kini bisa menggombal semanis ini yang membuat hati Lovita berbunga-bunga."Jadi sampai kapan aku bakal dibiarin berdiri di sini? Aku nggak boleh masukkah?"Perkataan Leo memberi Lovita kesadaran bahwa sudah sejak tadi lelaki itu berdiri di pintu."Hehe ... sorry." Lovita
Bab 44Berhari-hari Lovita menyimpan sendiri kabar baik itu tanpa memiliki secuil pun keberanian untuk memberitahunya pada Leo. Selain Leo sedang sibuk dan Lovita tidak ingin mengganggu konsentrasinya, Lovita belum siap menghadapi reaksi Leo. Ia takut mendengar penolakan Leo dan menyaksikan raut denial lelaki itu. Lovita menyesali kecerobohannya. Semestinya mereka menggunakan pengaman setiap kali berhubungan. Seharusnya sejak awal dirinya menggunakan kontrasepsi. Namun karena semua sudah terjadi Lovita tidak dapat berkata apa-apa. Ia hanya bisa pasrah menerima. Bagi Lovita kehamilannya adalah anugerah luar biasa yang harus disyukuri."Aku mau ke rumah sekarang, jangan ke mana-mana," kata Leo menelepon Lovita.Jantung perempuan itu sontak memompa darah lebih kencang dari yang seharusnya. Sudah hampir satu minggu ini mereka tidak berjumpa lantaran aktivitas Leo yang padat. Kerinduan Lovita pada lelaki itu begitu membuncah. Tapi kali ini detak jantung Lovita terasa lebih cepat bukan ha
Bab 45Butuh beberapa detik bagi Leo untuk terbangun dari ketermanguan yang panjang dan mengatakan, "Hamil?" dengan suara yang begitu lirih.Nada suara lelaki itu membuat Lovita merasa jangan-jangan ini sebuah kesalahan. Jangan-jangan Leo tidak senang."Aku juga baru tahu seminggu yang lalu dan baru berani ngasih tahu kamu sekarang," ujar Lovita sembari menatap Leo takut-takut."Gimana bisa, Lov?""Apanya yang gimana bisa?""Gimana bisa kamu sudah tahu sejak seminggu yang lalu tapi baru bilang sama aku sekarang? Dan gimana bisa kamu hamil?"Pertanyaan kedua Leo membuat Lovita sedikit tersinggung dan hampir memancing emosinya."Ya bisalah! Kamu lupa setiap kali kita berhubungan kita nggak pernah pake pengaman. Aku ataupun kamu."Leo mengusap kasar mukanya lalu menyugar rambutnya dengan gerakan yang sama keras.Bagaimana bisa Lovita hamil di saat hubungan mereka backstreet seperti saat ini? Jangankan memberitahu bahwa dirinya memiliki anak, hubungan pernikahannya dengan Lovita yang ma
Bab 46Terlalu sulit bagi Lovita untuk menjabarkan perasaannya saat ini. Iya, Lovita memang sudah menduga bahwa Leo akan merasa berat menerima kehamilannya dengan dalih karir laki-laki itu. Tapi sedikit pun Lovita tidak mengira kalau Leo benar-benar akan menyuruhnya aborsi. Kenapa Leo setega itu? Lovita tetap tidak akan mau apa pun alasannya."Le, terlepas anak ini adalah anak kita berdua, lo mikir nggak kalau aborsi dosanya besar. Aborsi sama dengan membunuh, Le. Dan mirisnya yang bakal lo bunuh adalah anak kita berdua." Lovita mengatakannya dengan perasaan sedih. Kekecewaannya tidak lagi terdefinisikan dengan kata-kata."Aku nggak bermaksud gitu, Lov. Aku harap kamu ngerti kalau situasi ini sulit untuk kita," erang Leo frustasi."Aku nggak bakal koar-koar ke orang-orang tentang anak ini. Mereka nggak akan tahu kalau kamu punya anak. Aku juga nggak akan senekat itu. Apa tujuannya coba?""Tapi lama-lama perut kamu bakalan gede. Kamu mau jawab apa kalau orang-orang pada nanya?"Lovita
Bab 47"Kondisi janin Ibu sehat. Dia berkembang sesuai dengan usianya. Saat ini panjangnya sekitar 7,5 sentimeter, dan beratnya sekitar 100 gram. Dia berkembang sangat baik, Bu."Seulas senyum terkembang di bibir Lovita mendengar penuturan dokter yang menerangkan perkembangan janin yang saat ini sedang tumbuh dalam rahimnya.Sudah beberapa kali Lovita mengunjungi dokter kandungan. Dan sejauh ini Leo tidak pernah satu kali pun menemaninya. Tentu saja hal itu tidak akan terjadi. Terlalu berisiko.Memang tidak semua orang mengenal Leo. Tapi di industri modelling pria muda itu begitu populer. Seringkali Lovita menerima pertanyaan dari dokter yang menanganinya. Kenapa suami Lovita tidak mendampingi. Dan Lovita selalu menjawab bahwa suaminya sedang bekerja di luar kota dan belum bisa pulang sehingga Lovita senantiasa sendiri.Setiap kali menanti antrian di ruang tunggu poli kandungan Lovita juga sering menahan cemburu melihat para wanita hamil lainnya datang bersama suami mereka. Lovita se
Bab 48Tahu dirinya tidak lagi menjadi pusat perhatian Leo, Michelle lantas mengalihkan pandangannya searah tatapan Leo. Perempuan itu juga terkejut ketika wajah Lovita muncul dalam penglihatannya. Ia merasa kesal tapi terlalu pandai berpura-pura menyembunyikan perasaan itu. Dilambaikannya tangan memanggil Lovita dan memberi isyarat agar mendekat padanya sembari mengembangkan senyum lebar.Lovita terpaku di tempatnya berdiri. Cara Michelle bersikap seolah hubungan mereka baik-baik saja. Seakan tidak pernah terjadi sesuatu yang buruk di antara mereka."Lov, itu Michelle kan? Ngapain dia manggil lo?" tegur Gina sambil menyikut lengan Lovita."Nggak tahu juga.""Terus lo bilang Leo lagi di Bali, kenapa bisa ada di sini? Dia bohongin lo?" tanya Gina lagi tanpa bermaksud memprovokasi."Entahlah," jawab Lovita setengah kesal. Kata-kata Gina mulai meracuninya. Jangan-jangan yang dikatakan sahabatnya itu benar. Leo membohonginya agar bisa leluasa dengan Michelle.Tanpa keduanya duga Michelle
Bab 49Leo ingin menghindar dengan cara memundurkan tubuhnya, tapi sudah terlambat. Michelle terlanjur mengelap sudut bibirnya."Oh." Hanya yang itu yang bisa Leo katakan. Lalu dipandanginya Lovita yang berada persis di hadapannya.Perempuan itu balas menatapnya. Ada luka di matanya. Tapi dalam keadaan genting seperti saat ini apa memangnya yang bisa Leo lakukan selain terus melanjutkan skenario?Gina yang duduk di sebelah Lovita merasa ikut tegang. Disikutnya lengan Lovita. Sahabatnya itu tidak bereaksi. Dia hanya menunduk sambil buru-buru menghabiskan makanannya.Lovita tidak sanggup lagi. Sambil terus menyuap sebelah tangannya mengelus perut, seakan sedang meminta anaknya untuk sabar sepertinya."Kita duluan ya," ujar Lovita setelah piringnya kosong."Buru-buru amat. Mau ke mana, Lov?" tanya Michelle."Masih ada urusan."Setelah mengucapkannya Lovita berdiri dengan cepat. Satu-satunya hal yang ingin dilakukannya adalah lenyap dari hadapan Leo dan Michelle."Lov, lo nggak apa-apa?"
Bab 84Hal pertama yang dirasakan Lovita adalah rasa berat di matanya bagai diberi perekat. Lalu dengan perlahan-lahan kelopak matanya terbuka sedikit demi sedikit hingga ia benar-benar bisa membuka matanya. Hal berikut yang Lovita rasakan adalah rasa dingin dan kosong.Ia tidak tahu di mana tempatnya berada saat ini. Semua terasa asing.Yang bisa Lovita lakukan adalah menatap ke sekelilingnya sembari berpikir ini di mana tempatnya berada sekarang dan kenapa ia berada di sana."Lov ... Lovita ..." Saat ia tengah bergumul dengan kebingungannya Lovita mendengar suara seseorang memanggilnya, merasuki gendang telinganya.Lovita menggerakkan kepalanya perlahan. Di saat itulah perempuan tersebut menyadari bahwa ia tidak sendiri. Ada orang lain di sebelahnya. Sedang menggenggam tangannya dengan wajah penuh kekhawatiran."Kamu sudah sadar, Sayang?"Lovita tak segera berikan jawaban. Ditatapnya raut gagah berselimut kecemasan itu dengan pandangan kurang yakin."Lov, ini aku Leo, suami kamu. Ka
Bab 83Jerry melunak setelah Leo ceritakan mengenai kondisi Lovita yang kritis dan hingga saat ini tidak sadarkan diri. Setelah penjelasan panjang kali lebar itu Jerry bersedia diajak ke rumah sakit untuk membesuk Lovita. Meski perjalananan tersebut tidaklah semulus itu. Selama di mobil Jerry terus meracau menyesali kebodohan Leo dengan kata-kata kasar."Udah dong, Jer. Pusing kepala gue dengerin lo ngomel melulu," ujar Leo agar Jerry berhenti mengoceh seperti ibu-ibu kalah arisan."Kepala lo cuma sakit kan, Nyet? Ini kepala gue berasa mau pecah mikirin masalah lo yang nggak ada habis-habisnya. Brand udah mutusin kerjasama dengan kita. Lo bakal kena sanksi dan gue ..." Jerry yang sedang menyetir sengaja menggantung perkataannya untuk memberi efek dramatis.Leo menolehkan kepalanya menatap laki-laki itu, menanti apa yang akan disampaikannnya."Gua nggak bakal dapet apa-apa. Gue nggak bakal dapet cuan. Yang ada cuma omelan dan tekanan dari Mas Jackie. Lo sih enak duit lo banyak. Nah gue
Bab 82Taksi yang membawa Leo berhenti di depan gedung apartemennya. Pria itu bergegas keluar dari sana. Tepat di saat itu ponselnya berdering. Leo berdecak ketika menyaksikan nama Jerry di sana. Pria itu tidak berhenti menerornya."Halo.""Di mana lo, Nyet? Gue udah jamuran nunggu lo dari tadi!" Jerry langsung menyembur.Ingin rasanya Leo membalas emosi Jerry dengan kemarahan yang sama. Namun ia tahu dirinyalah yang salah, jadi sekuat apa pun ia melawan hasilnya adalah percuma."Gue udah nyampe," jawab Leo pelan sembari melangkah ke parkiran basement.Tampak olehnya Jerry sedang berdiri dengan tangan berkacak pinggang beberapa meter di depan sana.Leo terus melangkah mendekati lelaki itu. Ketika jarak mereka tidak kurang dari satu meter lelaki itu langsung melayangkan tinjunya memberi Leo bogem mentah bertubi-tubi."Sialan lo, Njing! Lo pikir diri lo siapa? Udah ngerasa hebat? Tanpa gue lo nggak bakal jadi apa-apa. Orang-orang nggak bakal kenal sama lo. Lo nggak lebih dari sekadar sa
Bab 81Mengurus bayi baru lahir seperti Cantik betul-betul menguras energi Leo dan Gina. Apalagi keduanya sama-sama tidak berpengalaman. Hari itu Cantik tidak mandi sama sekali. Gina hanya menyeka anak itu dengan tisu basah. Meskipun Leo sudah mempelajari tutorialnya dari internet tapi ia masih belum berani memandikan putri mungilnya. Begitu pun dengan Gina.Cantik baru saja selesai menyusu. Gina mendapat bagian membuat susunya sedangkan Leo bertugas memegang botol susu."Le, besok lo bisa sendiri kan?" tanya Gina setelah Cantik tertidur. Anak itu sudah kenyang menyusu. Besok Gina ada job pagi. Ia tidak bisa menemani Leo mengurus Cantik."Bisa nggak bisa gue usahain bisalah, Gin.""Terus mandiin Cantik gimana? Gue masih nggak berani. Gue masih nervous parah. Gue takut tiba-tiba aja dia jatuh dari tangan gue.""Gue juga gitu," timpal Leo."Tapi Cantik nggak mungkin nggak mandi dan cuma dilap-lap pake tisu mulu kan?"Keduanya terpingkal menertawai kekonyolan mereka."Gini deh, besok pag
Bab 80Leo tergesa-gesa ke kamar begitu mendengar teriakan Gina. Gadis itu semakin panik karena Cantik yang terus menangis."Gin, ini susunya." Leo memberikan botol susu pada Gina."Udah nggak panas lagi kan?""Nggak, tadi udah gue coba sedikit, udah pas kok."Gina meletakkan Cantik di atas tempat tidur dan mendekatkan ujung dot ke mulut anak itu. Cantik langsung diam begitu mendapat sumber asupannya yang membuat Leo dan Gina merasa lega.Keduanya memandangi bayi mungil itu bersamaan. Ketika susunya habis Cantik kembali menangis."Dia mau apa lagi ya, Le?" Gina bertanya bingung."Mungkin dia masih belum kenyang," duga Leo."Ya udah, lo bikinin lagi."Dengan sigap Leo beranjak ke belakang, membuatkan susu seperti tadi. Tapi ketika kembali memberikannya, Cantik masih menangis dan menolak."Dia kok nggak mau ya? Dia mau apa lagi sih?" Gina kebingungan, begitu pun dengan Leo."Gin, mungkin dia pup."Gina spontan memeriksa dan tertawa ketika mendapati dugaan Leo menjadi kenyataan."Bersi
Bab 79Leo dan Gina sudah berada di rumah. Keduanya sibuk mengurus bayi mungil yang mereka panggil Cantik.Saat ini Cantik sedang tidur dengan anteng di box-nya. Leo dan Gina memerhatikan anak itu sejak tadi. Kulit anak itu putih bersih. Hidungnya bangir. Bibirnya merah."Manis banget. Gedenya pasti bakal jadi idola cowok-cowok." Sejak tadi tidak ada habisnya Gina memuji Cantik."Dan gue nggak bakal ngebiarin cowok-cowok brengsek itu ngeganggu princess gue." Leo menimpali tanpa sadar yang membuat Gina terkekeh."Ini anak masih merah lo udah posesif banget. Gimana gedenya?""Gedenya gue bakal sewa sekuriti buat jaga dia dan nganterin ke mana-mana."Tawa Gina pecah berderai. Ketika Leo melebarkan mata memberi isyarat bahwa Cantik bisa bangun karena kebisingannya barulah Gina menurunkan volume suaranya."Eh, Le, gue baru ingat, kalo ntar Cantik bangun pasti dia minta susu. Sana gih lo beliin susu formula dulu. Jangan lupa beli botolnya juga sama cairan pembersih botol.""Susunya merek a
Bab 78Setelah perdebatan dengan Juna barusan Leo meminta agar pria itu mengantarnya ke ruang bayi.Lantaran kasihan akhirnya Juna mempertemukan Leo dengan anaknya. Walau bagaimanapun Leo adalah bapaknya. Leo berhak atas anak itu.Juna membawa Leo ke ruangan bayi. Mereka masuk ke sana dan berhenti tepat di dekat box seorang bayi perempuan. Bayi itu masih belum memiliki nama. Hanya ada nama Lovita sebagai ibunya serta hari dan tanggal lahir anak itu beserta panjang dan beratnya saat dilahirkan.Leo terpaku di tempatnya berdiri dengan mata menatap sendu pada bayi itu. Bayi berumur dua hari tersebut baru saja terlelap setelah seharian ini terus menangis. Kulit wajahnya putih kemerahan, serupa dengan warna bibirnya. Matanya tertutup rapat sehingga Leo tidak tahu apa warna iris matanya.“Dia baru saja tidur. Sejak lahir dia nggak berhenti nangis. Paling hanya saat tidur kayak gini. Mungkin dia tahu apa yang saat ini sedang dialami ibunya,” kata Juna memberitahu. Juna berdiri di sebelah Leo,
Bab 77Ponsel Leo tidak berhenti berdering selagi lelaki itu di dalam taksi. Jerry tidak berhenti meneror dan tampaknya belum akan puas kalau Leo belum menjawabnya.Melihat supir taksi yang sepertinya terganggu oleh suara handphonenya, Leo terpaksa menjawab panggilan dari Jerry. Lagipula Leo yakin pria itu belum akan berhenti jika Leo belum meladeninya."Halo," sapa Leo pelan yang disambut amukan emosi Jerry."Eh, Le, lo jangan main-main dong! Lo mau ke mana? Kerjaan lo belum kelar.""Kayak yang udah gue bilang tadi gue balik ke Jakarta, Jer.""Ngapain lo balik sekarang?""Ada hal penting yang harus gue selesaiin di sana," jawab Leo tanpa menjelaskan dengan detail apa hal penting tersebut."Hal penting apa yang lo maksud? Dengerin gue, Le. Nggak ada yang lebih penting selain ngelanjutin pekerjaan lo. Pemotretan belum selesai. Lo jangan main kabur sembarangan, bangsat!" Di balik ponselnya Jerry mengumpat sejadinya melampiaskan emosi pada Leo."Sorry, Jer, gue minta maaf banget. Bukann
Bab 76"Kenapa, Le? Nggak enak?" tanya Michelle memandangi Leo yang duduk di hadapannya. Leo menusuk-nusuk pizza dengan garpu seperti tanpa minat untuk memakannya. Saat ini keduanya sedang makan malam setelah pemotretan panjang sejak tadi pagi."Enak," jawab Leo sekenanya."Kalau enak kenapa nggak dimakan?"Leo menjejalkan sepotong pizza ke dalam mulut dan mencoba untuk menikmatinya. Tapi sungguh ia tidak bisa. Dari tadi perasaannya tidak enak. Pikirannya terus tertuju pada Lovita. Entah kenapa.Tadi ketika Leo mendapat kesempatan untuk istirahat, ia menggunakannya untuk menghubungi istrinya itu. Tapi nomor yang dituju tidak memberi respon. "Tadi kamu juga kayak nggak fokus lho, Le, kayak lagi ada yang dipikirin. Lagi mikir apa sih?" tanya Michelle lembut.Tadi saat pemotretan berlangsung Leo memang tidak bisa fokus. Akibatnya ia sering mendapat teguran lantaran harus take berkali-kali."Nggak ada. Cuma lagi nggak fokus aja."Leo nggak mungkin mengatakan yang sejujurnya kan?"Seriusa