Home / Rumah Tangga / Bayi Kembar Sang CEO / BAB 2: Dua Garis Merah

Share

BAB 2: Dua Garis Merah

Author: Cludsydayss
last update Huling Na-update: 2025-03-24 18:52:01

BAB 2: Dua Garis Merah

Dua minggu telah berlalu sejak malam itu, tetapi bayangan kejadian tersebut terus menghantui Selina. Setiap kali ia mencoba mengalihkan pikirannya, memusatkan perhatian pada pekerjaannya sebagai desainer, ingatan tentang Damien selalu kembali.

Namun, ia bersikeras bahwa semuanya sudah berakhir. Itu hanya satu malam yang tidak berarti.

Atau begitulah yang ia pikirkan.

Pagi itu, Selina duduk di kamar mandinya, menatap sebuah benda kecil di tangannya dengan jantung berdebar kencang. Tes kehamilan.

Tangannya sedikit gemetar saat ia menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan. Ia menutup mata sejenak sebelum akhirnya memberanikan diri untuk melihat hasilnya.

Dua garis merah.

Selina terpaku. Matanya membelalak, napasnya tercekat. Dunia seolah berhenti berputar.

Tidak mungkin.

Ia menggosok matanya, berpikir bahwa ia salah lihat. Tetapi tidak—dua garis itu tetap ada, begitu jelas dan nyata.

Tubuhnya melemas. Ia hampir menjatuhkan alat tes itu.

“Apa yang harus aku lakukan…” gumamnya, suaranya terdengar lirih.

Ini tidak mungkin terjadi padanya. Ini tidak seharusnya terjadi.

Selina menggigit bibirnya, mencoba berpikir jernih. Tetapi pikirannya kacau. Seharusnya malam itu tidak berdampak sebesar ini. Seharusnya ia tidak perlu menghadapi kenyataan seperti ini.

Damien.

Nama pria itu langsung muncul di kepalanya. Ia menelan ludah.

Haruskah ia memberitahunya?

Tidak, tidak mungkin. Damien Alaric bukan tipe pria yang ingin terikat dengan sesuatu seperti ini. Ia pasti akan menganggap ini sebagai masalah atau bahkan mencurigainya.

Selina bangkit dari duduknya, berjalan mondar-mandir di dalam kamar dengan tangan masih mencengkeram alat tes.

Jika ia mempertahankan bayi ini, maka itu berarti ia harus menghadapi segalanya sendirian.

Bisakah ia melakukannya?

Jantungnya berdebar semakin kencang. Ia menyentuh perutnya, meskipun perubahannya belum terasa sama sekali.

Tetapi, di dalam sana… ada kehidupan yang sedang tumbuh.

Di sisi lain kota, di sebuah gedung pencakar langit yang menjulang megah, Damien Alaric duduk di balik meja kantornya, menatap layar laptop dengan ekspresi dingin dan tak terbaca.

Sejak malam itu, ia sudah melupakan wanita itu—Selina. Ia tidak punya kebiasaan mengingat wanita yang hanya singgah dalam hidupnya untuk satu malam.

Namun, entah kenapa, ada sedikit rasa aneh yang mengganggunya.

Malam itu terasa berbeda.

Dan ia tidak tahu mengapa perasaan itu masih tersisa hingga sekarang.

Sampai suatu hari nanti, takdir kembali mempertemukan mereka—dengan cara yang tak pernah ia duga sebelumnya.

BAB 2: Dua Garis Merah (Lanjutan)

Selina terduduk di ranjangnya dengan tatapan kosong. Tes kehamilan itu masih berada di tangannya, tetapi pikirannya melayang ke berbagai arah. Ia masih sulit mempercayai kenyataan ini.

“Apa yang harus aku lakukan…?” bisiknya, suaranya hampir tak terdengar.

Ponselnya bergetar di atas meja, membuyarkan lamunannya. Dengan ragu, ia mengambilnya dan melihat nama yang tertera di layar. Mia.

Ia menghela napas, lalu mengangkat panggilan itu.

“Halo?”

“Selina! Kamu kenapa? Aku tadi ke butik, tapi katanya kamu gak masuk hari ini?” tanya Mia dengan nada cemas.

Selina menggigit bibirnya. Ia memang izin tidak masuk hari ini karena merasa tidak enak badan, tapi nyatanya, ada alasan yang lebih besar dari itu.

“Aku… kurang enak badan, Mia.”

“Apa? Kamu sakit? Aku ke sana sekarang!”

“Tunggu, jangan—”

Tetapi Mia sudah menutup telepon lebih dulu. Selina menatap ponselnya dengan pasrah. Sahabatnya itu memang selalu seperti ini—terlalu peduli.

Lima belas menit kemudian, suara bel apartemen berbunyi. Selina berjalan pelan ke pintu dan membukanya. Mia langsung masuk dengan wajah khawatir, membawa kantong plastik berisi bubur dan obat.

“Kenapa gak bilang kalau kamu sakit? Aku jadi khawatir, tahu!” omel Mia sambil menaruh plastik di meja.

Selina mencoba tersenyum tipis. “Aku baik-baik saja, kok.”

Mia memperhatikan wajahnya dengan tatapan tajam, seolah mencoba membaca pikirannya. “Jangan bohong. Kamu pucat banget. Kamu kenapa?”

Selina terdiam sejenak. Ia ragu, tetapi pada akhirnya, ia menghela napas panjang dan mengambil alat tes kehamilan yang tadi ia letakkan di meja.

Mia mengernyit bingung, tetapi ketika melihat benda itu dan dua garis merah yang jelas di sana, matanya langsung membelalak.

“Tunggu… SELINA! KAMU HAMIL?!”

Selina menutup matanya, merasa semakin panik karena reaksi sahabatnya.

“Tolong jangan teriak…” gumamnya.

Mia menutup mulutnya dengan tangan, tetapi matanya masih membesar karena syok. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya duduk di samping Selina.

“Ini… ini beneran? Kamu yakin?” tanyanya lebih pelan, meskipun ekspresinya masih kaget.

Selina mengangguk pelan. “Aku udah tes dua kali. Hasilnya sama.”

Mia menatapnya dengan ekspresi campuran antara terkejut, khawatir, dan bingung. “Terus… siapa ayahnya?”

Selina terdiam beberapa saat. Ia tahu ia tidak bisa menyembunyikan ini dari Mia. Sahabatnya itu pasti akan terus bertanya sampai mendapat jawaban.

Akhirnya, dengan suara nyaris berbisik, ia berkata, “Damien Alaric.”

Mia membeku. “Tunggu… tunggu… APA? CEO Alaric Group itu? Kamu serius?”

Selina menatapnya dengan wajah pasrah. “Aku berharap ini cuma mimpi, Mia. Tapi kenyataannya… aku mengandung anaknya.”

Mia menutup wajahnya dengan kedua tangan. “Astaga, Selina… Ini gila…”

“Aku tahu.”

Mia terdiam beberapa saat, mencoba mencerna semuanya. Lalu, ia menatap Selina lagi.

“Jadi… kamu mau ngasih tahu dia?”

Selina menggeleng cepat. “Tidak! Aku gak bisa.”

“Kenapa? Dia kan ayah dari anak ini.”

“Justru itu masalahnya! Damien bukan pria yang akan mau terikat dengan sesuatu seperti ini. Dia punya segalanya—harta, kekuasaan, status. Aku hanya orang biasa. Hubungan kami hanya terjadi karena kesalahan satu malam. Aku yakin dia bahkan udah melupakanku.”

Mia menggigit bibirnya, berpikir keras. “Tapi, Selina… kalau anak ini lahir, dia tetap punya hak untuk tahu.”

Selina mengusap wajahnya dengan frustasi. “Aku gak tahu, Mia. Aku benar-benar gak tahu harus gimana…”

Mia menatapnya dengan iba, lalu meraih tangannya. “Kamu gak sendirian. Aku di sini buat kamu. Apapun yang kamu putuskan… aku bakal dukung.”

Selina menatap sahabatnya, merasa sedikit lega. Tetapi, jauh di dalam hatinya, ia tahu bahwa ini hanyalah awal dari sesuatu yang besar.

Ia bisa mencoba menyembunyikan kehamilan ini sekarang…

Tapi, sampai kapan?

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Kaugnay na kabanata

  • Bayi Kembar Sang CEO   BAB 3: Pergi dari Kota Ini

    Selina duduk di tepi ranjang dengan tangan memegangi perutnya yang masih datar. Meski belum terlihat, ia tahu di dalam sana ada kehidupan yang sedang berkembang. Setiap kali ia berpikir tentang itu, rasa takut dan cemas menyelimutinya. Ia tidak bisa tinggal di sini. Ia harus pergi. Keputusan itu sudah ia pikirkan selama berhari-hari. Jika tetap berada di kota ini, cepat atau lambat Damien akan mengetahuinya. Dan Selina tidak ingin itu terjadi. Damien Alaric adalah pria yang tidak bisa diprediksi. Jika ia mengetahui tentang kehamilan ini, entah bagaimana reaksinya—apakah ia akan marah? Apakah ia akan menganggapnya sebagai wanita yang ingin menjeratnya? Selina tidak ingin mengambil risiko. Ia menghela napas panjang sebelum meraih ponselnya dan menelepon seseorang. “Halo, Bibi Anne?” Suara hangat seorang wanita di ujung telepon terdengar, “Selina, sayang! Sudah lama sekali. Ada apa?” Selina tersenyum kecil. “Bibi, aku ingin pergi dari kota ini untuk sementara. Apa aku bisa tingga

    Huling Na-update : 2025-03-24
  • Bayi Kembar Sang CEO   BAB 4: Kelahiran yang Mengubah Segalanya

    Angin musim dingin bertiup lembut melalui celah jendela rumah Bibi Anne. Selina duduk di atas tempat tidurnya, satu tangan mengelus perutnya yang semakin besar. Kehamilannya kini sudah memasuki bulan kesembilan, dan setiap hari, ia merasa semakin dekat dengan momen kelahiran yang akan mengubah hidupnya selamanya. Namun, meskipun ia telah mempersiapkan diri, ketakutan tetap menghantuinya. Bagaimana jika ia tidak bisa menjadi ibu yang baik? Bagaimana jika suatu hari Damien mengetahui tentang anak ini? Ia menghela napas panjang. Tidak, ia tidak boleh membiarkan pikirannya mengembara ke arah itu. Ia harus fokus pada bayi di dalam kandungannya—bayinya. Malam itu, ketika Selina sedang duduk di ruang tamu bersama Bibi Anne, tiba-tiba ia merasakan sakit yang tajam di perutnya. Ia meringis, tangannya mencengkeram sisi sofa. “Selina! Ada apa?!” Bibi Anne segera menghampirinya dengan wajah panik. Selina terengah-engah, wajahnya mulai pucat. “Bibi… aku rasa… aku akan melahirkan.” Tanpa memb

    Huling Na-update : 2025-03-24
  • Bayi Kembar Sang CEO   BAB 5: Empat Tahun Kemudian

    Musim semi yang hangat menyelimuti kota kecil di mana Selina tinggal bersama kedua anaknya, Aziel dan Alana. Waktu berlalu begitu cepat. Empat tahun telah berlalu sejak malam di mana ia melahirkan mereka, dan kini, kehidupannya dipenuhi dengan tawa serta celoteh dua malaikat kecil itu. Selina berdiri di depan butik kecilnya, tersenyum melihat papan nama yang baru saja dipasang: “Lumière Boutique.” Butik ini adalah hasil kerja kerasnya selama bertahun-tahun. Ia mendesain pakaian wanita, khususnya gaun, dan perlahan bisnisnya mulai berkembang. “Mommy!” suara ceria terdengar dari belakangnya. Ia menoleh dan melihat Alana berlari ke arahnya dengan gaun kuning yang sedikit terlalu besar untuk tubuh mungilnya. Rambut hitam panjangnya yang bergelombang berkibar saat ia berlari. “Mommy, Aziel nakal! Dia tidak mau memberiku sisa es krimnya!” Tak lama kemudian, Aziel muncul dengan ekspresi tenang, tangannya masih memegang cangkir es krim yang tinggal sedikit. Mata hitamnya yang tajam menat

    Huling Na-update : 2025-03-24
  • Bayi Kembar Sang CEO   BAB 6: Bayangan dari Masa Lalu

    Pagi hari di butik Lumière Boutique dimulai seperti biasa. Selina sibuk mengatur koleksi pakaian terbaru yang akan dipajang, sementara Alana dan Aziel duduk di sudut ruangan dengan buku mewarnai mereka. Sejak butik ini dibuka, anak-anaknya sering ikut bersamanya karena ia belum mempercayakan mereka kepada pengasuh. Lagipula, ia suka melihat mereka bermain di dekatnya. “Mommy, aku mau mewarnai gaun yang seperti di etalase itu.” Alana menunjuk salah satu desain terbaru yang Selina buat. Selina tersenyum dan mengusap kepala putrinya. “Warna apa yang ingin kamu pakai?” “Pink dan emas!” Aziel menghela napas kecil. “Alana selalu memilih warna pink.” “Karena pink itu cantik, Aziel!” Selina terkekeh melihat pertengkaran kecil mereka. Namun, sebelum ia bisa menengahi, bel pintu butik berbunyi, menandakan ada pelanggan yang masuk. Seorang wanita dengan setelan formal mahal melangkah masuk dengan percaya diri. Wajahnya tampak berkelas, dengan rambut panjang bergelombang dan kacamata hita

    Huling Na-update : 2025-03-24
  • Bayi Kembar Sang CEO   BAB 7: Takdir yang Tak Terhindarkan

    Hari itu terasa lebih panjang dari biasanya bagi Selina. Sejak pertemuannya dengan Lucas, pikirannya dipenuhi berbagai kemungkinan. Jika Damien benar-benar sedang mencarinya, maka cepat atau lambat, mereka akan bertemu lagi. Namun, ia masih belum siap. Setelah menjemput Alana dan Aziel dari sekolah, Selina membawa mereka pulang. Saat itu, ia berusaha sebisa mungkin terlihat tenang agar anak-anaknya tidak menyadari kegelisahannya. “Mommy, kita mau makan apa malam ini?” tanya Alana sambil melepas sepatu. “Mommy akan masak pasta. Kalian mau?” Aziel yang biasanya kalem langsung mengangguk. “Aku mau pasta dengan keju banyak.” “Aku juga!” seru Alana antusias. Selina tersenyum melihat reaksi mereka. Meskipun pikirannya masih kacau, melihat anak-anaknya tetap bahagia memberinya sedikit ketenangan. Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Baru saja ia masuk ke dapur untuk mulai memasak, ponselnya bergetar di atas meja. Nama yang muncul di layar membuatnya menegang. Bianca

    Huling Na-update : 2025-03-28
  • Bayi Kembar Sang CEO   BAB 8: Pria dari Masa Lalu

    Selina duduk dengan tenang di kursinya, meskipun hatinya jauh dari kata tenang. Damien menatapnya dengan ekspresi yang sulit ditebak, seolah sedang menilai setiap gerak-geriknya. "Kau menghilang begitu saja selama empat tahun." Kata-kata Damien meluncur dengan tenang, tetapi ada ketegangan yang terselip di dalamnya. Selina mengatur napasnya sebelum menjawab, "Aku tidak menghilang, Damien. Aku hanya memilih hidup yang berbeda." Damien menyandarkan punggungnya ke kursi, menautkan jari-jarinya di atas meja. "Tanpa kabar? Tanpa penjelasan?" Selina tersenyum kecil, meskipun itu bukan senyuman bahagia. "Kau dan aku... kita bukan siapa-siapa satu sama lain saat itu." Damien menyipitkan matanya. "Kau yakin?" Selina terdiam. Ia tahu ke mana arah pembicaraan ini. Damien menatapnya lebih dalam. "Aku mencarimu, Selina." Jantungnya mencelos. "Aku tahu," gumamnya pelan. Damien mengangkat alisnya, menunggu penjelasan. Selina menarik napas panjang. "Itu sebabnya aku harus per

    Huling Na-update : 2025-03-28
  • Bayi Kembar Sang CEO   BAB 9: Bayangan di Balik Masa Lalu

    BAB 9: Bayangan yang Terus Menghantui Selina berjalan keluar dari restoran dengan langkah cepat, seolah ingin secepat mungkin menjauh dari bayangan Damien yang masih membekas di pikirannya. Udara malam menyentuh kulitnya, tetapi dinginnya tidak sebanding dengan rasa cemas yang merayapi hatinya. Ia mengeluarkan ponselnya, mengecek pesan dari pengasuh anak-anaknya. Mereka sudah tidur. Lega, tetapi tetap ada perasaan gelisah yang tidak bisa ia abaikan. Langkahnya terhenti sejenak di depan mobilnya. Pikirannya masih dipenuhi kata-kata Damien. "Aku tidak akan membiarkanmu lari lagi, Selina." Gemetar kecil merambati tangannya. Ia menarik napas dalam, berusaha menenangkan dirinya sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil. Tidak ada gunanya terus memikirkan pria itu. Ia harus fokus pada hidupnya sekarang. Namun, firasatnya mengatakan bahwa ini bukan akhir—ini baru permulaan. Di sisi lain kota, Damien duduk di ruang kantornya, menatap layar laptop dengan ekspresi tajam. Ia tidak langsung pul

    Huling Na-update : 2025-03-29
  • Bayi Kembar Sang CEO   BAB 10: Kebenaran yang Tak Bisa Disembunyikan

    Selina berdiri di depan butik dengan jantung berdebar kencang. Damien masih berdiri di tempatnya, tatapannya tak berubah sedikit pun. Ia terlihat santai, tetapi ada sesuatu di matanya yang membuat Selina tahu bahwa pria itu tidak main-main. “Kau tidak bisa terus menghindar, Selina.” Nada suara Damien tenang, tetapi mengandung ancaman halus yang membuat Selina semakin gelisah. Ia mengepalkan tangannya, mencoba menenangkan dirinya. “Aku tidak menghindar. Aku hanya tidak ingin bertemu denganmu.” Damien menyunggingkan senyum tipis. “Lucu. Kau dulu juga berkata begitu sebelum menghilang.” Selina merasakan dadanya semakin sesak. Ia menegakkan tubuhnya dan berkata dengan nada setenang mungkin, “Aku sibuk. Jika tidak ada urusan penting, aku harap kau pergi.” “Aku punya banyak urusan denganmu,” kata Damien, mengambil satu langkah maju. “Aku tidak akan pergi sampai aku mendapatkan jawabanku.” Selina menahan napas. Ia tahu, selama bertahun-tahun, Damien adalah orang yang tidak pernah mundur

    Huling Na-update : 2025-03-29

Pinakabagong kabanata

  • Bayi Kembar Sang CEO   BAB 10: Kebenaran yang Tak Bisa Disembunyikan

    Selina berdiri di depan butik dengan jantung berdebar kencang. Damien masih berdiri di tempatnya, tatapannya tak berubah sedikit pun. Ia terlihat santai, tetapi ada sesuatu di matanya yang membuat Selina tahu bahwa pria itu tidak main-main. “Kau tidak bisa terus menghindar, Selina.” Nada suara Damien tenang, tetapi mengandung ancaman halus yang membuat Selina semakin gelisah. Ia mengepalkan tangannya, mencoba menenangkan dirinya. “Aku tidak menghindar. Aku hanya tidak ingin bertemu denganmu.” Damien menyunggingkan senyum tipis. “Lucu. Kau dulu juga berkata begitu sebelum menghilang.” Selina merasakan dadanya semakin sesak. Ia menegakkan tubuhnya dan berkata dengan nada setenang mungkin, “Aku sibuk. Jika tidak ada urusan penting, aku harap kau pergi.” “Aku punya banyak urusan denganmu,” kata Damien, mengambil satu langkah maju. “Aku tidak akan pergi sampai aku mendapatkan jawabanku.” Selina menahan napas. Ia tahu, selama bertahun-tahun, Damien adalah orang yang tidak pernah mundur

  • Bayi Kembar Sang CEO   BAB 9: Bayangan di Balik Masa Lalu

    BAB 9: Bayangan yang Terus Menghantui Selina berjalan keluar dari restoran dengan langkah cepat, seolah ingin secepat mungkin menjauh dari bayangan Damien yang masih membekas di pikirannya. Udara malam menyentuh kulitnya, tetapi dinginnya tidak sebanding dengan rasa cemas yang merayapi hatinya. Ia mengeluarkan ponselnya, mengecek pesan dari pengasuh anak-anaknya. Mereka sudah tidur. Lega, tetapi tetap ada perasaan gelisah yang tidak bisa ia abaikan. Langkahnya terhenti sejenak di depan mobilnya. Pikirannya masih dipenuhi kata-kata Damien. "Aku tidak akan membiarkanmu lari lagi, Selina." Gemetar kecil merambati tangannya. Ia menarik napas dalam, berusaha menenangkan dirinya sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil. Tidak ada gunanya terus memikirkan pria itu. Ia harus fokus pada hidupnya sekarang. Namun, firasatnya mengatakan bahwa ini bukan akhir—ini baru permulaan. Di sisi lain kota, Damien duduk di ruang kantornya, menatap layar laptop dengan ekspresi tajam. Ia tidak langsung pul

  • Bayi Kembar Sang CEO   BAB 8: Pria dari Masa Lalu

    Selina duduk dengan tenang di kursinya, meskipun hatinya jauh dari kata tenang. Damien menatapnya dengan ekspresi yang sulit ditebak, seolah sedang menilai setiap gerak-geriknya. "Kau menghilang begitu saja selama empat tahun." Kata-kata Damien meluncur dengan tenang, tetapi ada ketegangan yang terselip di dalamnya. Selina mengatur napasnya sebelum menjawab, "Aku tidak menghilang, Damien. Aku hanya memilih hidup yang berbeda." Damien menyandarkan punggungnya ke kursi, menautkan jari-jarinya di atas meja. "Tanpa kabar? Tanpa penjelasan?" Selina tersenyum kecil, meskipun itu bukan senyuman bahagia. "Kau dan aku... kita bukan siapa-siapa satu sama lain saat itu." Damien menyipitkan matanya. "Kau yakin?" Selina terdiam. Ia tahu ke mana arah pembicaraan ini. Damien menatapnya lebih dalam. "Aku mencarimu, Selina." Jantungnya mencelos. "Aku tahu," gumamnya pelan. Damien mengangkat alisnya, menunggu penjelasan. Selina menarik napas panjang. "Itu sebabnya aku harus per

  • Bayi Kembar Sang CEO   BAB 7: Takdir yang Tak Terhindarkan

    Hari itu terasa lebih panjang dari biasanya bagi Selina. Sejak pertemuannya dengan Lucas, pikirannya dipenuhi berbagai kemungkinan. Jika Damien benar-benar sedang mencarinya, maka cepat atau lambat, mereka akan bertemu lagi. Namun, ia masih belum siap. Setelah menjemput Alana dan Aziel dari sekolah, Selina membawa mereka pulang. Saat itu, ia berusaha sebisa mungkin terlihat tenang agar anak-anaknya tidak menyadari kegelisahannya. “Mommy, kita mau makan apa malam ini?” tanya Alana sambil melepas sepatu. “Mommy akan masak pasta. Kalian mau?” Aziel yang biasanya kalem langsung mengangguk. “Aku mau pasta dengan keju banyak.” “Aku juga!” seru Alana antusias. Selina tersenyum melihat reaksi mereka. Meskipun pikirannya masih kacau, melihat anak-anaknya tetap bahagia memberinya sedikit ketenangan. Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Baru saja ia masuk ke dapur untuk mulai memasak, ponselnya bergetar di atas meja. Nama yang muncul di layar membuatnya menegang. Bianca

  • Bayi Kembar Sang CEO   BAB 6: Bayangan dari Masa Lalu

    Pagi hari di butik Lumière Boutique dimulai seperti biasa. Selina sibuk mengatur koleksi pakaian terbaru yang akan dipajang, sementara Alana dan Aziel duduk di sudut ruangan dengan buku mewarnai mereka. Sejak butik ini dibuka, anak-anaknya sering ikut bersamanya karena ia belum mempercayakan mereka kepada pengasuh. Lagipula, ia suka melihat mereka bermain di dekatnya. “Mommy, aku mau mewarnai gaun yang seperti di etalase itu.” Alana menunjuk salah satu desain terbaru yang Selina buat. Selina tersenyum dan mengusap kepala putrinya. “Warna apa yang ingin kamu pakai?” “Pink dan emas!” Aziel menghela napas kecil. “Alana selalu memilih warna pink.” “Karena pink itu cantik, Aziel!” Selina terkekeh melihat pertengkaran kecil mereka. Namun, sebelum ia bisa menengahi, bel pintu butik berbunyi, menandakan ada pelanggan yang masuk. Seorang wanita dengan setelan formal mahal melangkah masuk dengan percaya diri. Wajahnya tampak berkelas, dengan rambut panjang bergelombang dan kacamata hita

  • Bayi Kembar Sang CEO   BAB 5: Empat Tahun Kemudian

    Musim semi yang hangat menyelimuti kota kecil di mana Selina tinggal bersama kedua anaknya, Aziel dan Alana. Waktu berlalu begitu cepat. Empat tahun telah berlalu sejak malam di mana ia melahirkan mereka, dan kini, kehidupannya dipenuhi dengan tawa serta celoteh dua malaikat kecil itu. Selina berdiri di depan butik kecilnya, tersenyum melihat papan nama yang baru saja dipasang: “Lumière Boutique.” Butik ini adalah hasil kerja kerasnya selama bertahun-tahun. Ia mendesain pakaian wanita, khususnya gaun, dan perlahan bisnisnya mulai berkembang. “Mommy!” suara ceria terdengar dari belakangnya. Ia menoleh dan melihat Alana berlari ke arahnya dengan gaun kuning yang sedikit terlalu besar untuk tubuh mungilnya. Rambut hitam panjangnya yang bergelombang berkibar saat ia berlari. “Mommy, Aziel nakal! Dia tidak mau memberiku sisa es krimnya!” Tak lama kemudian, Aziel muncul dengan ekspresi tenang, tangannya masih memegang cangkir es krim yang tinggal sedikit. Mata hitamnya yang tajam menat

  • Bayi Kembar Sang CEO   BAB 4: Kelahiran yang Mengubah Segalanya

    Angin musim dingin bertiup lembut melalui celah jendela rumah Bibi Anne. Selina duduk di atas tempat tidurnya, satu tangan mengelus perutnya yang semakin besar. Kehamilannya kini sudah memasuki bulan kesembilan, dan setiap hari, ia merasa semakin dekat dengan momen kelahiran yang akan mengubah hidupnya selamanya. Namun, meskipun ia telah mempersiapkan diri, ketakutan tetap menghantuinya. Bagaimana jika ia tidak bisa menjadi ibu yang baik? Bagaimana jika suatu hari Damien mengetahui tentang anak ini? Ia menghela napas panjang. Tidak, ia tidak boleh membiarkan pikirannya mengembara ke arah itu. Ia harus fokus pada bayi di dalam kandungannya—bayinya. Malam itu, ketika Selina sedang duduk di ruang tamu bersama Bibi Anne, tiba-tiba ia merasakan sakit yang tajam di perutnya. Ia meringis, tangannya mencengkeram sisi sofa. “Selina! Ada apa?!” Bibi Anne segera menghampirinya dengan wajah panik. Selina terengah-engah, wajahnya mulai pucat. “Bibi… aku rasa… aku akan melahirkan.” Tanpa memb

  • Bayi Kembar Sang CEO   BAB 3: Pergi dari Kota Ini

    Selina duduk di tepi ranjang dengan tangan memegangi perutnya yang masih datar. Meski belum terlihat, ia tahu di dalam sana ada kehidupan yang sedang berkembang. Setiap kali ia berpikir tentang itu, rasa takut dan cemas menyelimutinya. Ia tidak bisa tinggal di sini. Ia harus pergi. Keputusan itu sudah ia pikirkan selama berhari-hari. Jika tetap berada di kota ini, cepat atau lambat Damien akan mengetahuinya. Dan Selina tidak ingin itu terjadi. Damien Alaric adalah pria yang tidak bisa diprediksi. Jika ia mengetahui tentang kehamilan ini, entah bagaimana reaksinya—apakah ia akan marah? Apakah ia akan menganggapnya sebagai wanita yang ingin menjeratnya? Selina tidak ingin mengambil risiko. Ia menghela napas panjang sebelum meraih ponselnya dan menelepon seseorang. “Halo, Bibi Anne?” Suara hangat seorang wanita di ujung telepon terdengar, “Selina, sayang! Sudah lama sekali. Ada apa?” Selina tersenyum kecil. “Bibi, aku ingin pergi dari kota ini untuk sementara. Apa aku bisa tingga

  • Bayi Kembar Sang CEO   BAB 2: Dua Garis Merah

    BAB 2: Dua Garis Merah Dua minggu telah berlalu sejak malam itu, tetapi bayangan kejadian tersebut terus menghantui Selina. Setiap kali ia mencoba mengalihkan pikirannya, memusatkan perhatian pada pekerjaannya sebagai desainer, ingatan tentang Damien selalu kembali. Namun, ia bersikeras bahwa semuanya sudah berakhir. Itu hanya satu malam yang tidak berarti. Atau begitulah yang ia pikirkan. Pagi itu, Selina duduk di kamar mandinya, menatap sebuah benda kecil di tangannya dengan jantung berdebar kencang. Tes kehamilan. Tangannya sedikit gemetar saat ia menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan. Ia menutup mata sejenak sebelum akhirnya memberanikan diri untuk melihat hasilnya. Dua garis merah. Selina terpaku. Matanya membelalak, napasnya tercekat. Dunia seolah berhenti berputar. Tidak mungkin. Ia menggosok matanya, berpikir bahwa ia salah lihat. Tetapi tidak—dua garis itu tetap ada, begitu jelas dan nyata. Tubuhnya melemas. Ia hampir menjatuhkan alat tes itu. “Apa yang

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status