Setelah berpamitan dengan Aruna dan Lyra, Afkar dan putrinya pun meninggalkan taman hiburan lebih dulu. Setelah kembali ke rumah, Afkar beres-beres sejenak. Dia mengenakan setelan kasual yang sebelumnya dibelikan oleh Felicia, lalu mendandani Shafa seperti seorang putri kecil.Tak lama kemudian, Fadly datang bersama beberapa bawahannya. Mereka bantu memindahkan kotak-kotak berisi uang tunai, emas, perhiasan, serta barang antik ke dalam mobil. Setelah semua siap, mereka pun berangkat menuju kompleks perumahan tempat tinggal mertuanya.Kompleks perumahan itu bernama Kompleks Goldera. Itu adalah salah satu kawasan perumahan elite di Kota Nubes, tempat Harun dan Gauri menetap.Malam ini, mereka sudah tahu bahwa putri dan menantu mereka akan datang berkunjung. Oleh karena itu, mereka telah bersiap sejak awal dan terus memperhatikan keadaan di luar rumah.Saat itu, Gauri sedang menyiapkan bahan masakan di dapur. Dia bertanya kepada Harun, "Sayang, aku dengar ada suara di lorong luar. Apakah
Namun pada saat itu, Gauri berujar dengan antusias, "Tapi mereka akan pulang untuk makan malam malam ini. Taksa, gimana kalau kalian juga makan di sini?"Begitu mendengar itu, Vincent kembali bersemangat. Bahkan sebelum orang tuanya sempat berbicara, dia sudah buru-buru mengangguk dan menjawab dengan penuh antusias, "Tentu saja, Bibi Gauri! Kita sudah bertetangga selama bertahun-tahun, jadi nggak perlu sungkan lagi!"Melihat reaksi putranya, Taksa dan Rabita saling bertukar pandang lalu mengangguk setuju. Sebagai orang tua, mereka tentu saja mengerti apa yang ada di dalam hati putra mereka.Di sisi lain, Harun melirik Vincent dengan penuh arti. Dia bertanya sambil tersenyum, "Vincent, kamu sudah tumbuh begitu ganteng. Masa nggak bawa pulang istri bule dari luar negeri?"Mendengar itu, Vincent buru-buru melambaikan tangan. Dia menjawab, "Nggak ada, Paman Harun. Dulu aku masih terlalu muda dan nggak berani mengatakannya, tapi sekarang kami sudah dewasa, jadi aku juga nggak malu lagi untu
Mendengar perkataan Vincent, alis Harun dan Gauri langsung berkerut. Apa maksudnya dengan tidak akan keberatan kalau putri mereka pernah menikah?Siapa yang bilang putri mereka akan bercerai? Ucapan Vincent terdengar seolah-olah Feli memang akan menceraikan suaminya demi menikah dengannya.Gauri pun langsung menanggapi dengan nada dingin, "Vincent, hubungan Feli dan suaminya sangat baik. Kamu nggak perlu repot-repot memikirkannya!" Nada bicaranya sudah jauh lebih dingin daripada sebelumnya.Meskipun begitu, Keluarga Taksa masih ingin mengatakan sesuatu lagi. Hanya saja, sebelum mereka sempat bicara tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu.Dari luar, terdengar suara yang begitu akrab bagi mereka. "Ayah, Ibu, kami pulang! Tolong bukakan pintunya!"Itu adalah suara Felicia. Gauri langsung berseru dengan gembira, "Feli sudah pulang!" Dia pun segera berjalan ke pintu untuk membukanya.Di sisi lain, Harun juga berdiri dan ikut berjalan ke arah pintu. Pada saat yang sama, Vincent yang menden
Di sisi lain, Taksa dan istrinya menatap Felicia dengan penuh kekaguman. Seorang wanita secantik ini ... kalau bisa menjadi menantu mereka, itu akan sangat menguntungkan putra mereka. Tidak hanya itu, membawanya ke mana pun pasti akan membuat mereka bangga.Namun sayangnya, wanita sebaik ini malah menikah dengan seorang pria dari keluarga biasa? Mereka benar-benar tidak bisa menerimanya.Dalam pandangan mereka, putra mereka jauh lebih baik dibandingkan Afkar dalam segala hal. Jadi, melihat pria itu sebagai suami Felicia benar-benar membuat mereka kesal, seolah-olah Afkar telah mencuri menantu mereka.Afkar tiba-tiba tersenyum dingin, lalu dia menatap mereka dan berkata dengan santai, "Siapa yang bilang aku datang dengan tangan kosong?"Tentu saja, Afkar bisa dengan jelas melihat niat mereka. Dia menoleh ke arah Harun dan Gauri, lalu berkata, "Ayah, Ibu, hari pernikahan kami sudah makin dekat. Aku baru ingat bahwa aku belum kasih kalian mahar. Jadi, hari ini aku sekalian membawanya ke s
Tawa Felicia membuat Vincent seketika merasa terpana. Pada saat itu juga, dia makin terobsesi. Seolah-olah dalam hatinya, dia sudah tidak sabar ingin melihat Felicia bercerai dengan Afkar agar bisa segera memilikinya.Dengan penuh rasa sombong dan nada mengejek, Vincent berkata, "Orang yang bahkan butuh waktu lama cuma untuk mengumpulkan mahar ... masih berani tertawa? Kamu bilang ada bawa mahar? Di mana? Aku kok nggak melihatnya?"Namun, Afkar langsung menghentikan tawanya dan menjawab dengan tenang, "Aku sudah menyuruh orang untuk mengantarnya. Seharusnya sebentar lagi bakal sampai."Vincent justru tertawa sinis. Dia membalas, "Apa? Sampai harus diantarkan? Sebanyak apa sih? Jangan-jangan maharnya baru bisa diantar setelah kami pergi? Oh ya, kebetulan kami juga akan makan malam di rumah Paman Taksa malam ini!"Rabita juga ikut mengejek Afkar, "Benar! Kami ingin tahu, berapa banyak mahar yang bisa kamu berikan untuk keluarga Feli? Lahir dari keluarga biasa nggak masalah, tapi yang pen
Uang! Ternyata benar-benar penuh dengan uang!Selanjutnya, Vincent menyeka keringat dingin, lalu membuka tiga peti lainnya dengan enggan. Setiap kali membuka satu, ekspresi terkejut di wajahnya semakin dalam. Pada akhirnya, tangannya bahkan gemetaran.Glek! Vincent menelan ludah, melihat perhiasan, emas, batu giok, dan barang antik di depannya. Kakinya sampai terasa lemas.Ekspresi Taksa dan Rabita juga dipenuhi keterkejutan. Ini ... ini adalah mas kawin yang dikirimkan suami Felicia? Ini sudah seperti merampok bank!"Afkar, ini ... semua ini ...." Harun pun menjadi terbata-bata. Tatapannya yang tertuju pada Afkar juga penuh keterkejutan."Ayah, ini mahar dariku untuk kalian! Tolong jangan merasa kurang ya!" ujar Afkar dengan santai sambil tersenyum.Mendengar ini, semua orang langsung kaget. Kurang? Pria ini jelas-jelas pamer!"Semua ini?" tanya Harun dengan tercengang."Ya. Kalau nggak, untuk apa aku bawa semuanya?" balas Afkar dengan santai."Ini terlalu berharga! Nggak bisa, kami n
"Papa, Shafa sakit sekali! Rasanya sudah mau mati .... Shafa sudah nggak bisa sembuh lagi ya? Shafa nggak mau sesakit ini lagi, nggak mau Papa habisin uang demi Shafa lagi.""Papa bawa Shafa pulang saja ya? Shafa ingin pulang .... Shafa rindu rumah ...."Di dalam ruangan ICU, terbaring seorang anak kecil. Wajah yang awalnya imut itu kini tampak pucat pasi. Hidung dan mulutnya terus meneteskan darah, dengan bercak-bercak yang memenuhi seluruh tubuhnya!Dengan sisa kekuatannya, tangan kecil anak itu meraih tangan Afkar Rajendra. Sepasang matanya yang bundar sarat akan kerinduan yang mendalam terhadap ayahnya.Afkar menatap anak itu dengan mata yang memerah. Hatinya terasa begitu sakit bagaikan ditusuk ribuan jarum. Rasa sakit itu bahkan puluhan ribu kali lipat melebih rasa sakit pada bekas luka di bagian ginjal kirinya."Shafa anak baik, Papa pasti akan cari cara untuk nyembuhin kamu. Setelah kamu sembuh nanti, Papa akan bawa Shafa pulang dan masakkin ayam goreng untuk Shafa ya?" ucap Af
"Apa? Orangnya sudah siuman? Dia baik-baik saja?" Di rumah sakit kota, sopir Felicia Safira berseru dengan takjub."Pasien nggak terluka parah. Dilihat dari kondisinya sekarang, mungkin cuma luka luar," jawab dokter berjubah putih."Mana mungkin? Setelah tertabrak, jelas-jelas lukanya kelihatan parah sekali. Darahnya juga banyak sekali," balas sopir itu dengan ekspresi tidak percaya."Kamu sendiri juga sudah bilang cuma kelihatannya, 'kan?" balas dokter.Tebersit kecurigaan di mata Felicia yang indah. Setelah memastikan bahwa dokter itu tidak sedang bercanda, dia baru berkata dengan tenang, "Kalau begitu coba kulihat kondisinya."Saat membuka pintu ruang pasien, Felicia melihat seorang pria yang duduk termenung di atas ranjang. Bahkan Afkar sendiri juga tidak percaya bahwa dia tidak meninggal. Selain itu, sepertinya kondisi tubuhnya terasa agak aneh!Dalam benaknya, tiba-tiba muncul serangkaian informasi yang berantakan. Mantra Roh Naga? Kitab Kaisar Naga? Jurus Mata Naga? Apa sebenarn
Uang! Ternyata benar-benar penuh dengan uang!Selanjutnya, Vincent menyeka keringat dingin, lalu membuka tiga peti lainnya dengan enggan. Setiap kali membuka satu, ekspresi terkejut di wajahnya semakin dalam. Pada akhirnya, tangannya bahkan gemetaran.Glek! Vincent menelan ludah, melihat perhiasan, emas, batu giok, dan barang antik di depannya. Kakinya sampai terasa lemas.Ekspresi Taksa dan Rabita juga dipenuhi keterkejutan. Ini ... ini adalah mas kawin yang dikirimkan suami Felicia? Ini sudah seperti merampok bank!"Afkar, ini ... semua ini ...." Harun pun menjadi terbata-bata. Tatapannya yang tertuju pada Afkar juga penuh keterkejutan."Ayah, ini mahar dariku untuk kalian! Tolong jangan merasa kurang ya!" ujar Afkar dengan santai sambil tersenyum.Mendengar ini, semua orang langsung kaget. Kurang? Pria ini jelas-jelas pamer!"Semua ini?" tanya Harun dengan tercengang."Ya. Kalau nggak, untuk apa aku bawa semuanya?" balas Afkar dengan santai."Ini terlalu berharga! Nggak bisa, kami n
Tawa Felicia membuat Vincent seketika merasa terpana. Pada saat itu juga, dia makin terobsesi. Seolah-olah dalam hatinya, dia sudah tidak sabar ingin melihat Felicia bercerai dengan Afkar agar bisa segera memilikinya.Dengan penuh rasa sombong dan nada mengejek, Vincent berkata, "Orang yang bahkan butuh waktu lama cuma untuk mengumpulkan mahar ... masih berani tertawa? Kamu bilang ada bawa mahar? Di mana? Aku kok nggak melihatnya?"Namun, Afkar langsung menghentikan tawanya dan menjawab dengan tenang, "Aku sudah menyuruh orang untuk mengantarnya. Seharusnya sebentar lagi bakal sampai."Vincent justru tertawa sinis. Dia membalas, "Apa? Sampai harus diantarkan? Sebanyak apa sih? Jangan-jangan maharnya baru bisa diantar setelah kami pergi? Oh ya, kebetulan kami juga akan makan malam di rumah Paman Taksa malam ini!"Rabita juga ikut mengejek Afkar, "Benar! Kami ingin tahu, berapa banyak mahar yang bisa kamu berikan untuk keluarga Feli? Lahir dari keluarga biasa nggak masalah, tapi yang pen
Di sisi lain, Taksa dan istrinya menatap Felicia dengan penuh kekaguman. Seorang wanita secantik ini ... kalau bisa menjadi menantu mereka, itu akan sangat menguntungkan putra mereka. Tidak hanya itu, membawanya ke mana pun pasti akan membuat mereka bangga.Namun sayangnya, wanita sebaik ini malah menikah dengan seorang pria dari keluarga biasa? Mereka benar-benar tidak bisa menerimanya.Dalam pandangan mereka, putra mereka jauh lebih baik dibandingkan Afkar dalam segala hal. Jadi, melihat pria itu sebagai suami Felicia benar-benar membuat mereka kesal, seolah-olah Afkar telah mencuri menantu mereka.Afkar tiba-tiba tersenyum dingin, lalu dia menatap mereka dan berkata dengan santai, "Siapa yang bilang aku datang dengan tangan kosong?"Tentu saja, Afkar bisa dengan jelas melihat niat mereka. Dia menoleh ke arah Harun dan Gauri, lalu berkata, "Ayah, Ibu, hari pernikahan kami sudah makin dekat. Aku baru ingat bahwa aku belum kasih kalian mahar. Jadi, hari ini aku sekalian membawanya ke s
Mendengar perkataan Vincent, alis Harun dan Gauri langsung berkerut. Apa maksudnya dengan tidak akan keberatan kalau putri mereka pernah menikah?Siapa yang bilang putri mereka akan bercerai? Ucapan Vincent terdengar seolah-olah Feli memang akan menceraikan suaminya demi menikah dengannya.Gauri pun langsung menanggapi dengan nada dingin, "Vincent, hubungan Feli dan suaminya sangat baik. Kamu nggak perlu repot-repot memikirkannya!" Nada bicaranya sudah jauh lebih dingin daripada sebelumnya.Meskipun begitu, Keluarga Taksa masih ingin mengatakan sesuatu lagi. Hanya saja, sebelum mereka sempat bicara tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu.Dari luar, terdengar suara yang begitu akrab bagi mereka. "Ayah, Ibu, kami pulang! Tolong bukakan pintunya!"Itu adalah suara Felicia. Gauri langsung berseru dengan gembira, "Feli sudah pulang!" Dia pun segera berjalan ke pintu untuk membukanya.Di sisi lain, Harun juga berdiri dan ikut berjalan ke arah pintu. Pada saat yang sama, Vincent yang menden
Namun pada saat itu, Gauri berujar dengan antusias, "Tapi mereka akan pulang untuk makan malam malam ini. Taksa, gimana kalau kalian juga makan di sini?"Begitu mendengar itu, Vincent kembali bersemangat. Bahkan sebelum orang tuanya sempat berbicara, dia sudah buru-buru mengangguk dan menjawab dengan penuh antusias, "Tentu saja, Bibi Gauri! Kita sudah bertetangga selama bertahun-tahun, jadi nggak perlu sungkan lagi!"Melihat reaksi putranya, Taksa dan Rabita saling bertukar pandang lalu mengangguk setuju. Sebagai orang tua, mereka tentu saja mengerti apa yang ada di dalam hati putra mereka.Di sisi lain, Harun melirik Vincent dengan penuh arti. Dia bertanya sambil tersenyum, "Vincent, kamu sudah tumbuh begitu ganteng. Masa nggak bawa pulang istri bule dari luar negeri?"Mendengar itu, Vincent buru-buru melambaikan tangan. Dia menjawab, "Nggak ada, Paman Harun. Dulu aku masih terlalu muda dan nggak berani mengatakannya, tapi sekarang kami sudah dewasa, jadi aku juga nggak malu lagi untu
Setelah berpamitan dengan Aruna dan Lyra, Afkar dan putrinya pun meninggalkan taman hiburan lebih dulu. Setelah kembali ke rumah, Afkar beres-beres sejenak. Dia mengenakan setelan kasual yang sebelumnya dibelikan oleh Felicia, lalu mendandani Shafa seperti seorang putri kecil.Tak lama kemudian, Fadly datang bersama beberapa bawahannya. Mereka bantu memindahkan kotak-kotak berisi uang tunai, emas, perhiasan, serta barang antik ke dalam mobil. Setelah semua siap, mereka pun berangkat menuju kompleks perumahan tempat tinggal mertuanya.Kompleks perumahan itu bernama Kompleks Goldera. Itu adalah salah satu kawasan perumahan elite di Kota Nubes, tempat Harun dan Gauri menetap.Malam ini, mereka sudah tahu bahwa putri dan menantu mereka akan datang berkunjung. Oleh karena itu, mereka telah bersiap sejak awal dan terus memperhatikan keadaan di luar rumah.Saat itu, Gauri sedang menyiapkan bahan masakan di dapur. Dia bertanya kepada Harun, "Sayang, aku dengar ada suara di lorong luar. Apakah
Saat berikutnya, Afkar menampar masing-masing dari mereka sekali lalu menyeringai dingin dengan tatapan penuh hina."Kali ini, aku akan mengampuni nyawa kalian. Tapi lain kali, kalian nggak akan seberuntung ini lagi! Sana pergi!" seru Afkar.Membunuh mereka di depan banyak orang seperti ini memang kurang bijak. Selain itu, entah kenapa Afkar sendiri merasa tidak benar-benar ingin menghabisi dua orang bodoh ini.Mendengar kata-kata itu, Raijin dan Oloan tertegun. Mereka menatap Afkar dengan ekspresi tak percaya, seakan-akan tak menyangka bahwa dia benar-benar membiarkan mereka hidup.Namun saat berikutnya, Raijin yang masih tergeletak di jalan tiba-tiba meraih ujung celana Afkar dan bertanya dengan suara gemetar, "Kenapa? Kenapa kamu baik-baik saja? Aku jelas-jelas sudah meracunimu! Racun itu ... aku dan Oloan baru sedikit saja mencicipinya. Kami bahkan hampir mati! Tapi ka ... kamu baik-baik saja?"Afkar mengerucutkan bibir, lalu menendang Raijin hingga berguling ke samping. Dia memaki
"Aaaarrggh!""Ada orang sekarat!""Cepat! Ada orang yang sekarat di sini!"Teriakan panik terdengar dari luar restoran diikuti dengan kegaduhan. Suara orang-orang yang heboh berdiskusi dan berteriak bersahutan.Mendengar keributan itu, tatapan Afkar langsung berubah tajam. Dia seketika menyadari sesuatu dan segera menarik tangan Shafa untuk cepat keluar dari restoran. Aruna dan Lyra juga mengikuti dari belakang. Wajah mereka penuh kebingungan dan rasa penasaran.Begitu sampai di lokasi kejadian, Afkar melihat Oloan dan Raijin yang tergeletak di jalan. Tubuh mereka kejang hebat. Darah juga mengalir dari mata, hidung, mulut, dan telinga mereka.Afkar tertegun sejenak, lalu tak bisa menahan diri dan tertawa terbahak-bahak. Sekali lihat saja, dia sudah tahu bahwa dua orang ini terkena racun. Jadi ... mereka meracuni diri mereka sendiri?Barusan mereka mencoba membunuhnya. Sekarang, mereka malah mencicipi racun itu sendiri karena heran kenapa Afkar baik-baik saja? Sungguh dua orang bodoh."
Raijin mengeluarkan sebuah botol kaca kecil dari sakunya. Dia menatap bubuk putih di dalamnya dengan ekspresi frustrasi dan kesal."Pak, jangan-jangan kamu kena tipu? Bisa jadi ini barang palsu!" ucap Oloan yang menatap botol itu dengan ragu.Ekspresi Raijin makin tak menentu. Setelah melihat Afkar dan Aruna yang masih baik-baik saja, dia pun menuangkan sedikit bubuk putih itu ke tangannya. Beberapa saat kemudian, Raijin ragu-ragu tetapi akhirnya menjulurkan lidah dan menjilat bubuk itu sedikit."Pak, hati-hati! Nanti, kamu malah keracunan!" seru Oloan dengan khawatir."Sial! Racun apanya!" Raijin mengernyit dan berdecak, lalu ekspresinya langsung berubah marah.Kemudian, Raijin memaki, "Kenapa ini rasanya manis? Berengsek! Aku ditipu! Aku beli ini di web gelap dan ternyata palsu. Sialan! Jangan-jangan ini cuma susu bubuk? Mana mungkin ini bisa membunuh orang?"Berhubung tidak percaya, Raijin menjilat bubuk itu lagi beberapa kali lalu menuangkan sedikit ke tangan Oloan. Dia berucap, "