Sepulang dari klinik, Maya melihat sang ibu mertua sedang duduk sambil menikmati sore di taman rumahnya yang sangat luas itu.
Ingin rasanya Maya bertanya, mengapa sang mertua memberinya pil kontrasepsi alih-alih vitamin sungguhan. Tapi niat itu diurungkan, percuma berdebat dengan ibu mertuanya yang memiliki kuasa atas semuanya di rumah ini. Maya lantas menghampiri Ambar. “Apa perlu Maya buatkan camilan untuk menemani sore Ibu?” tanyanya, berusaha meredakan amarah dalam dadanya. “Oh… kamu sudah pulang,” sahut Ambar acuh tak acuh. “Tidak usah, lebih baik kamu bantu Bi Siti memasak, nanti malam ada tamu spesial yang akan datang,” titah wanita itu. “Baik, Bu.” Maya bergegas menuju dapur untuk memenuhi perintah sang ibu mertua. Sesampainya di dapur, Maya menatap lekat Bi Siti. Ia berpikir wanita yang berusia 40 tahunan itu juga ikut andil dalam rencana busuk Ambar. “Bi... aku ingin tahu, vitamin apa yang diberikan Ibu padaku setiap malam?” Siti tampak terkejut mendengar pertanyaan tiba-tiba itu. Sesaat ia gugup akan pertanyaan Maya. “Sa-saya tidak tahu Non Maya. Saya hanya disuruh menyiapkan vitamin itu setiap malam,” kata Siti. Maya hanya menghela napas berat. Ia tidak bisa menyalahkan asisten rumah tangga di depannya, wanita itu hanya bekerja pada Ambar, jadi pastilah ia menuruti perintah sang majikan. Malam dengan semilir angin yang dingin sudah menyapa. Tepat pukul delapan malam, Rendra memarkirkan mobilnya di garasi. Seperti biasa, Maya menungguinya di teras rumah. Dengan sigap Maya membawakan tas kerja Rendra. “Mas, aku akan siapkan air hangat dan teh hangat, tunggulah sebentar,” ucap Maya seraya tersenyum. “Kamu memang istri idaman May, tak salah aku memilihmu menjadi istriku,” ucap Rendra mencubit mesra hidung mancung Maya, dan wanita muda itu hanya mengulum senyum. “Rendra, cepatlah mandi, dan segera turun. Malam ini akan ada tamu spesial,” titah Ambar pada putranya. “Tamu, siapa Bu?” tanya Rendra menoleh ke arah Ambar yang sudah berpenampilan rapi. “Nanti juga kamu akan tahu, sana cepat bersihkan dirimu,” suruh Ambar lagi. Maya bergegas menuju kamar, menyiapkan air hangat untuk mandi suaminya dan sekaligus menyiapkan baju untuk suaminya. “Kamu tahu, May, tamu yang dimaksud ibu?” tanya Rendra, seraya berjalan kamar mandi. “Tidak tahu Mas, tadi aku diminta ibu masak spesial untuk menyambut tamu, mungkin teman ibu yang datang,” sahut Maya. Setelah itu, Maya turun ke bawah untuk menyiapkan menu makan malam bersama Siti. Bertepatan dengan menu yang sudah tertata rapi di atas meja, terdengar suara mobil yang berhenti di halaman depan. “Maya, panggil suamimu, tamunya sudah datang!” perintah Ambar dengan binar wajah bahagia, lalu ia melangkah ke ruang depan untuk menyambut sang tamu yang sepertinya sangat spesial. Maya pun bergegas memanggil sang suami untuk turun menyambut tamu spesial itu. Seorang wanita bertubuh molek, dengan kulit putih susu yang halus, berjalan memasuki ruang makan. Ambar menyambutnya dengan ramah dan terlihat bahagia akan kedatangan wanita itu. Sementara itu, Maya hanya diam menyaksikan pertemuan Rendra dengan tamu spesial ibu mertuanya dari ujung tangga di lantai dua. “Halo, Arnia, jadi tamu spesial itu adalah dirimu,” sapa Rendra, lalu memberi pelukan singkat pada wanita muda bernama Arnia itu. “Apa kabar Mas Rendra? Lama tak jumpa, aku dengar dirimu diam-diam sudah menikah?” “Halah, jangan bicarakan pernikahan Rendra dengan wanita yang tak sederajat dengan kita. Lagipula, jika Rendra tak kunjung punya anak dari istrinya, mereka akan bercerai,” timpal Ambar dengan nada santai. “Bu, rasanya kurang pantas membicarakan hal ini di hadapan Arnia,” sela Rendra tak suka. “Kenapa? Arnia sudah kuanggap seperti putriku sendiri. Kalian begitu dekat dari SD hingga SMA, dan kami para orang tua sangat ingin menjodohkan kalian. Tapi takdir berkata lain, kamu dan Ayahmu membawa Maya dan memperkenalkannya sebagai istrimu,” kata Ambar terlihat kesal sekaligus kecewa. Maya mendengar percakapan itu karena suara Ambar begitu lantang, seolah sengaja agar ucapannya tak luput dari sang menantu. Wanita itu tampak sedih dan kecewa, masih berdiri di ujung tangga menatap ketiga orang yang mulai menikmati makan malam. “Lalu di mana istrimu, Mas? Kenapa tidak ikut makan malam bersama kita?” tanya wanita cantik dengan rambut lurus sebahu itu. “Aku akan panggil Maya,” jawab Rendra. Baru saja Rendra akan bangkit dari duduknya, tangan Ambar menghentikanya. “Tidak usah dipanggil. Dia mungkin capek, habis bantu Bi Siti di dapur, apa lagi Maya pasti tidak akan nyambung dengan pembicaraan kita,” kata Ambar. Rendra yang enggan berdebat dengan ibunya di hadapan Arnia pun memilih untuk menuruti kemauan sang ibu. Ia kembali duduk dan tersenyum ke arah wanita yang berpenampilan elegan di sampingnya. “Bagaimana kabarmu, Ar? Apa kuliah bisnis di Singapura telah selesai?” tanya Rendra mengubah arah pembicaraan. “Satu bulan lagi akan wisuda, dan setelah itu aku diminta Papa untuk mengelola usaha kosmetik.” “Wow, jabatan yang sangat mengesankan, Arnia. Tante bangga padamu. Brand kosmetikmu sudah terkenal di seluruh negeri ini. Dan juga masih tetap menarik konsumen di salah satu gerai Rajas Shopping Center, aku rasa kerjasama ini akan berlanjut,” kata Ambar yang terlihat begitu antusias. “RSC juga makin berkembang di tangan Rendra,” puji Arnia sambil tersenyum manis. “Jika aku pikir-pikir, kalian adalah pasangan yang sangat serasi.” Ambar menatap bergantian Rendra dan Arnia. Arnia hanya tersenyum mendengar perkataan Ambar. Suara langkah kaki menuruni tangga membuat wanita yang berusia 25 tahun itu menatap wanita yang saat ini berjalan ke arah meja makan. “Kenalkan saya Maya, istri Mas Rendra.” Maya mengulurkan tangan pada Arnia seraya tersenyum. “Halo, saya Arnia, teman Rendra,” balas wanita yang mengenakan gaun sepanjang lutut itu seraya menyambut uluran tangan Maya. Lalu Maya duduk di samping sang suami, dan itu membuat Ambar tidak senang. “Aku pikir kamu istirahat karena kelelahan,” ucap Rendra pada Maya. “Aku tidak mungkin tidak menyambut tamu spesial ibu. Iya ‘kan, Bu?” sahut Maya, menoleh pada Ambar. “Sudahlah, kita selesaikan saja makan malam ini, setelah itu kita bisa berbincang ringan mengenai bisnis,” kata Ambar, tidak berusaha menutupi rasa tidak senangnya. Malam semakin larut, Ambar dan Arnia tampak begitu akrab. Maya hanya menatap pilu dengan rasa kecewa yang dalam, menyaksikan ibu mertuanya yang selalu merendahkannya dan membandingkannya dengan Arnia. Sudah jelas mereka adalah dua sosok yang berbeda seperti bumi dan langit. Tapi yang membuat Maya lebih sedih, Rendra terlihat menikmati pertemuannya dengan teman lamanya itu. Akhirnya, perbincangan selesai, dan Arnia pun berpamitan pulang. Rendra mengantarkannya sampai di depan mobil, sedangkan Ambar berdiri di teras persis di samping Maya. “Kamu lihat kan? Arnia adalah calon menantu yang aku idamkan untuk mendampingi Rendra,” kata Ambar sambil menatap Maya dengan senyum miring. “Jika kamu tidak hamil dalam waktu satu bulan ini, aku harap kamu tahu diri. Bercerailah dengan Rendra!” titah Ambar dengan nada sinis. “Aku akan hamil,” sahut Maya dengan suara gemetar. “Aku akan melahirkan cucu untuk keluarga Dermawan,” katanya dengan sangat yakin. Ambar melirik ke arah Maya. Senyum sinis di bibirnya semakin terlihat jelas. “Menurutmu begitu?” kata Ambar, menatap Maya tajam. “Bagiku, kamu hanyalah parasit di rumah ini.”Mendengar ucapan ibu mertuanya yang lagi-lagi merendahkannya, Maya hanya bisa menghela napas pelan. Setelah terlihat mobil Arnia menghilang di balik pagar tinggi rumahnya, Ambar pun masuk ke dalam rumah.“Bi Siti, antar vitamin itu pada Maya, suruh ia meminumnya!” perintah Ambar pada sang asisten rumah tangga.“Baik, Nyonya,” jawab Siti dengan sangat patuh.Siti beranjak ke dapur, membuka salah satu laci kabinet, kemudian meraih tablet dan mengeluarkan dari bungkusnya. Setelah itu ditaruhnya di nampan beserta segelas air mineral.Diam-diam, Maya memperhatikan apa yang dilakukan Siti, hingga wanita berdaster longgar itu berjalan ke arah tangga, tapi Maya mencegat langkahnya.“Bi Siti, itu untukku ‘kan? Sini biar aku bawa ke kamar, nanti aku minum,” pinta Maya, seraya meraih nampan kecil dari tangan Bi Siti.“Non Maya masih di bawah to, saya kira sudah di kamar,” kata Siti.Maya hanya mengulum senyum, dan melangkahkan kakinya menuju lantai atas. Sesampainya di kamar, pil yang diberikan
Hari ini, Maya kembali menjumpai dokter kandungan untuk melakukan konsultasi. “Dokter, beberapa hari ini saya sudah tidak mengkonsumsi obat kontrasepsi. Apakah kesuburanku tidak terganggu karena terlalu lama mengkonsumsinya?”“Jangan khawatir, begitu Bu Maya tidak mengkonsumsinya, maka siklus akan kembali normal. Perbanyak mengkonsumsi sayur dan buah ya. Jika dalam tiga bulan Anda belum hamil, kita akan melakukan program hamil bersama suami Bu Maya,” kata dokter memberikan saran.Maya hanya terdiam, ia berharap akan segera hamil dalam waktu satu bulan ini. “Baik, Dokter, terima kasih,” kata Maya tampak pasrah.Maya berjalan keluar klinik dan langsung pulang. Sesampainya di rumah mewah milik mertuanya, terlihat ada sebuah mobil asing yang terparkir di halaman.Di sofa ruang tamu, ada seorang pria berpenampilan rapi sedang berbincang dengan Ambar.Pria itu menoleh ke arah pintu depan, ketika terdengar langkah kaki Maya yang memasuki rumah.Sesaat Maya dan pria itu saling tatap, kemud
Waktu menunjukan pukul sepuluh malam, tapi Rendra belum juga pulang. Maya terlihat khawatir. Sejak sore tadi, ponsel suaminya tidak bisa dihubungi. Tapi tak lama sebuah pesan masuk, bergegas Maya meraih ponselnya dan senyum mengembang di bibir ranumnya.{Aku tidak pulang malam ini, ada meeting dadakan di Bandung, kamu tidurlah dulu.}Chat dari Rendra membuat Maya bernapas lega, meski hal itu sedikit mengusiknya sebab tak biasanya suaminya pergi mendadak. Namun, Maya segera merebahkan tubuhnya di kasur, tanpa suami di sampingnya.Hingga pagi menyapa, Maya perlahan bangkit dan membuka korden kamarnya. Hawa sejuk dihirupnya, tapi tiba-tiba rasa mual menyergap. Dengan setengah berlari, ia pun menuju kamar mandi, memuntahkan cairan kekuningan yang terasa pahit.Maya membasuh mukanya, entah kenapa pagi ini terasa berbeda dengan tubuhnya, rasa pening tiba-tiba datang menyerang kepalanya, hingga Maya memutuskan berbaring lagi di tempat tidur.Maya menoleh ke arah pintu ketika terdengar suara
Maya mencoba menghubungi Rendra, tapi ponselnya tidak aktif, wanita itu terlihat sangat kesal. Lalu tatapannya mengarah tajam pada Ambar.“Apa rencana ibu sebenarnya, jika ibu menginginkan yayasan itu, Maya akan berikan, tapi tolong jangan pisahkan Maya dengan Mas Rendra, hanya dia yang Maya punya saat ini,”pinta Maya dengan nada permohonan.“Apa istimewanya dirimu Maya, hingga mendiang suamiku memilih dirimu untuk menjadi menantu dan menyerahkan yayasan Mery gold padamu!”sarkas Ambar.“Ibu menginginkan Mery Gold, ambilah, akan aku berikan, tolong jangan campuri lagi pernikahanku dengan Mas Rendra,”pinta Maya sekali lagi kali ini ia memohon sambil berlutut di depan ibu mertuanya.“Mery gold akan menjadi miliku tanpa kamu akan menyerahkannya, sebentar lagi Kamu dan Rendra akan bercerai, dan semuanya otomatis akan pindah ke tanganku, “jawab Ambar dengan menyilangkan kedua tanganya di dadaMaya bangkit dari jongkoknya, dan menatap sinis wanita dengan potongan rambut bob itu.“Ibu memberi
“Cepatlah beri cucu! Karena hanya seorang cucu yang bisa membuat aku menerimamu sebagai menantu. Jika kamu tidak bisa memberikan cucu padaku, Rendra akan menceraikanmu!” Dada Maya bergemuruh mendengar ucapan ibu mertuanya. Baru beberapa menit yang lalu suaminya berangkat ke kantor, dan mertuanya itu langsung mencecarnya. “Iya, Bu. Kami sudah berikhtiar setiap malam, demi memenuhi keinginan ibu,” kata Maya menahan perih di hatinya.“Kamu beruntung karena dicintai dan dikagumi oleh putraku. Gadis yatim piatu sepertimu pasti bangga menjadi anggota keluarga Dermawan.”Maya terdiam, kata-kata seperti itu selalu didengar oleh telinganya, seakan dirinya wanita yang tidak pantas bersanding dengan Rendra.“Iya, Bu, aku sangat beruntung,” sahut Maya, berusaha tidak memasukkan ucapan ibu mertuanya ke dalam hati. Ambar mendengus dan menatap Maya sinis. “Jangan hanya menjadi parasit di keluargaku, setidaknya kamu harus melahirkan keturunan keluarga Dermawan!” tegasnya. Maya hanya bisa menunduk