Waktu menunjukan pukul sepuluh malam, tapi Rendra belum juga pulang.
Maya terlihat khawatir. Sejak sore tadi, ponsel suaminya tidak bisa dihubungi. Tapi tak lama sebuah pesan masuk, bergegas Maya meraih ponselnya dan senyum mengembang di bibir ranumnya. {Aku tidak pulang malam ini, ada meeting dadakan di Bandung, kamu tidurlah dulu.} Chat dari Rendra membuat Maya bernapas lega, meski hal itu sedikit mengusiknya sebab tak biasanya suaminya pergi mendadak. Namun, Maya segera merebahkan tubuhnya di kasur, tanpa suami di sampingnya. Hingga pagi menyapa, Maya perlahan bangkit dan membuka korden kamarnya. Hawa sejuk dihirupnya, tapi tiba-tiba rasa mual menyergap. Dengan setengah berlari, ia pun menuju kamar mandi, memuntahkan cairan kekuningan yang terasa pahit. Maya membasuh mukanya, entah kenapa pagi ini terasa berbeda dengan tubuhnya, rasa pening tiba-tiba datang menyerang kepalanya, hingga Maya memutuskan berbaring lagi di tempat tidur. Maya menoleh ke arah pintu ketika terdengar suara ketukan, lalu terlihat pintu terbuka, Bi Siti masuk ke dalam kamar. “Non Maya, kenapa tidak turun ke bawah? Nyonya Ambar ingin bicara dengan Non Maya,” ucap wanita tua itu. “Oh… aku lagi tak enak badan. Tapi baiklah, aku akan segera turun menemui ibu,” jawab Maya. Asisten rumah tangga itu pun berlalu, tapi langkahnya terhenti ketika melihat obat di atas nampan masih ada. “Non Maya, semalam tidak minum vitamin?” Maya menatap nampan di atas meja, ia lupa membuang pil kontrasepsi dari mertuanya. “Aku lupa,” jawab Maya. “Jika begitu, segeralah minum sebelum Nyonya Ambar tahu dan marah,” kata Siti dengan wajah tampak cemas. “Iya, nanti aku minum. Lagipula, sehari tidak minum vitamin ‘kan tidak mengapa,” sahut Maya sambil berjalan ke arah meja kecil. “Keluarlah, apa aku harus minum pil ini di hadapan Bi Siti?” tanya Maya lagi, kali ini dengan nada yang sedikit menuding. “Baiklah, saya keluar.” Siti tampak ragu, tapi tatapan tajam Maya membuat Siti merasa tak enak, lalu wanita itu pergi. Setelah kepergian Siti, Maya membuang pil itu di wastafel kamar mandi, lalu membersihkan tubuhnya dan segera menemui ibu mertuanya. Kini, Maya duduk di kursi di depan meja kerja, sedangkan Ambar juga duduk di kursi seberangnya, menatap sejenak menantu yang tidak diharapkannya itu. “Aku dengar, Rendra tidak pulang semalam?” “Iya Bu, Mas Rendra ada pekerjaan di luar kota.” Helaan napas terdengar di bibir Ambar. “Sebenarnya aku ingin berbicara dengan kalian berdua, tapi karena Rendra tidak di rumah, lebih baik kita berbicara dulu.” Ambar berbicara dengan tatapan serius pada Maya. “Kamu tahu ‘kan, kurang menghitung hari lagi kesepakatan kita berakhir. Jika sudah satu tahun genap pernikahan kalian dan kamu belum juga hamil, maka kamu dan Rendra akan bercerai.” Maya tertunduk mendengar ucapan Ambar. “Dalam perceraian, tidak ada pembagian harta gono gini. Kamu harus paham posisimu waktu menjadi menantu keluarga Darmawan, kamu hanya gadis yatim piatu. Kamu tidak akan mendapat tunjangan apapun. Aku sudah meminta pengacara untuk mempersiapkan berkas, kamu tinggal tanda tangan saja,” kata Ambar dengan angkuhnya. “Tapi, jika Mas Rendra tidak berniat menceraikanku, apakah ibu akan memaksa juga?” Ambar tersenyum simpul. “Rendra akan memenuhi perintahku!” katanya. Tatapan Ambar begitu sinis. “Dan satu lagi, kamu harus mengembalikan kepemilikan Yayasan Mery Gold padaku, karena kamu tidak bisa melahirkan keturunan Darmawan. Bukankah seperti itu persyaratan surat wasiat dari mendiang suamiku?” Maya terdiam. Kini ia mengerti, kenapa Ambar tidak menginginkan dirinya hamil. Itu karena Ambar menginginkan kepemilikan Yayasan Mery Gold kembali ke tangannya. “Aku masih punya beberapa hari lagi, mungkin saja Tuhan berkehendak lain dan ingin menyelamatkan pernikahanku dengan Mas Rendra,” kata Maya dengan suara bergetar. “Jangan mimpi kamu. Kamu tak akan bisa hamil karena—” Ambar tiba-tiba menghentikan ucapannya. Tapi Maya mengerti, dan paham sekali kenapa sang mertua yakin dirinya tidak akan bisa hamil. “Karena vitamin yang setiap malam ibu berikan,” timpal Maya. Ambar tampak terkejut, matanya bahkan melotot menatap Maya. Sementara wanita muda itu masih menunduk dengan rasa kecewa yang mendalam. “Justru vitamin itu agar bisa membuatmu hamil!” bantah Ambar. “Tapi kenapa aku belum hamil, Bu? Obat apa yang ibu berikan padaku?” Maya pura-pura tidak tahu dan mencari kejujuran ibu mertuanya. Ambar bangkit berdiri, lalu tiba-tiba menarik rambut Maya. “Kamu berani menanyaiku begitu?! Rupanya kamu harus diingatkan posisimu. Kamu hanya anak panti asuhan yang dinikahi Rendra. Jadi kamu harus sopan dan tunduk padaku, dasar parasit!” berang Ambar, lalu dengan kasar melepas tangannya dari rambut Maya. Air mata Maya menetes membasahi pipi. Ia mengusapnya perlahan dan berusaha menenangkan diri. Maya lantas bangkit dan melangkah pergi meninggalkan rumah mewah mertuanya itu. Seperti biasa, Maya mengendarai motor maticnya menuju yayasan. Sesampainya di sana, ia duduk memeriksa administrasi yayasan. Pikirannya melayang di saat ayah mertuanya menyerahkan pengelolaan yayasan padanya tiga tahun lalu, dan di saat itulah Ambar mulai membencinya. “Ah... jadi selama ini Bu Ambar membenciku karena masalah yayasan. Apa belum cukup 30 persen dari para donatur dan Rajas Shopping Center bagi dirinya, hingga mengincar kedudukan di yayasan Mery Gold?” gumam Maya sambil menghela napas panjang. Maya lalu membuka laci mejanya dan mengambil surat wasiat dari ayah mertuanya. Kembali Maya membaca salinan surat wasiat itu, dibacanya dengan cermat. Dulu ia mengabaikan surat itu karena baginya menikah dengan Rendra adalah impiannya. “Aku tidak begitu paham dengan surat wasiat ini, apa aku harus menemui pengacara ya,” gumam Maya sambil menggigit bibir bawahnya dan menatap serius lembaran kertas di tangannya. Tiba-tiba ketukan pintu terdengar, Maya mempersilahkan sang pengetuk pintu untuk masuk. “Masuk!” Seorang pria muncul dan berkata dengan sopan, “Maaf Bu Maya, saya mengganggu waktu Anda,” ucapnya. Maya cukup terkejut melihat pria itu, tapi sebuah ide kemudian muncul di kepalanya. “Pak Fardian, masuklah. Kebetulan sekali Anda datang, aku ingin berkonsultasi,” katanya dengan ramah. Pria yang mengenakan kemeja warna biru tua itu menutup pintu kembali, lalu melangkah duduk di depan Maya. “Konsultasi masalah apa?” “Bisakah Anda menjelaskan isi dari surat wasiat ini?” Maya langsung menyerahkan lembaran kertas pada Fardian. Pria yang duduk di hadapan Maya meraih kertas itu, membacanya dengan serius. “Anda menjadi pemilik yayasan Mery Gold untuk saat ini, tapi jika dalam pernikahan tidak memiliki anak dan terjadi perceraian, maka yayasan ini akan dilimpahkan pada Bu Ambar,” jelas Fardian. Maya terlihat sedih. “Sebenarnya bukan masalah yayasan ini yang aku risaukan, tapi masalah perceraianku,” ucap Maya dengan nada parau. “Kebetulan saya ke sini ingin membahas perceraian Anda dengan Pak Rendra, ini atas perintah Bu Ambar,” ungkap Fardian. Maya menatap pria bermata teduh itu dengan terkejut. “Jadi, ibu mertuaku sudah mempersiapkan perceraianku dengan Mas Rendra?” “Seperti itulah. Bu Maya harus mempersiapkan semuanya, karena dalam perceraian tidak akan ada pembagian harta dan juga tunjangan,” jelas Fardian bernada ringan. “Aku harus bicara dengan Mas Rendra, tapi ia sekarang di keluar kota,” sahut Maya menjadi panik. Maya meraih ponselnya, mencoba menghubungi sang suami. Tapi ponsel Rendra tidak aktif. Lalu Maya menghubungi staf kantor, dan dari keterangan staf, Rendra sedang berada di kantor RSC. Desahan gusar terdengar dari bibir Maya. Ia lalu meraih tas kecilnya. “Aku akan pergi ke kantor suamiku,” pamit Maya. “Baiklah Bu Maya. Aku harap Anda bisa menyelesaikan masalah pernikahan dengan Pak Rendra,” kata Fardian, lalu bangkit dan pamit pergi. Maya juga bergegas pergi dengan motornya. Beberapa menit kemudian, sampailah ia di gedung berlantai 10 RSC milik keluarga Darmawan. Dengan langkah lebar, Maya berjalan menuju kantor manajemen di lantai teratas gedung itu. Ia tidak sabar untuk menemui Rendra. Semalam suaminya tidak pulang dan saat ini ponselnya juga dimatikan. Maya tiba di sebuah ruangan yang terletak di paling ujung. Ia membuka pintu besar itu, tapi lantas tertegun melihat Ambarlah yang duduk di kursi kerja milik suaminya. Ibu mertuanya menatap tajam ke arah Maya yang bergeming di ambang pintu. “Yang sopan Maya! Apa kamu tidak bisa mengetuk pintu?!” cetus Ambar dengan ekspresi mengeras. “Aku ingin bertemu Mas Rendra, Bu. Kata staf, Mas Rendra ada di kantor.” Ambar tersenyum miring, lalu menatap Maya dengan wajah penuh kemenangan. “Kamu terlambat. Lima menit yang lalu Rendra sudah pergi ke bandara. Setengah jam lagi ia akan terbang ke Singapura.”Maya mencoba menghubungi Rendra, tapi ponselnya tidak aktif, wanita itu terlihat sangat kesal. Lalu tatapannya mengarah tajam pada Ambar.“Apa rencana ibu sebenarnya, jika ibu menginginkan yayasan itu, Maya akan berikan, tapi tolong jangan pisahkan Maya dengan Mas Rendra, hanya dia yang Maya punya saat ini,”pinta Maya dengan nada permohonan.“Apa istimewanya dirimu Maya, hingga mendiang suamiku memilih dirimu untuk menjadi menantu dan menyerahkan yayasan Mery gold padamu!”sarkas Ambar.“Ibu menginginkan Mery Gold, ambilah, akan aku berikan, tolong jangan campuri lagi pernikahanku dengan Mas Rendra,”pinta Maya sekali lagi kali ini ia memohon sambil berlutut di depan ibu mertuanya.“Mery gold akan menjadi miliku tanpa kamu akan menyerahkannya, sebentar lagi Kamu dan Rendra akan bercerai, dan semuanya otomatis akan pindah ke tanganku, “jawab Ambar dengan menyilangkan kedua tanganya di dadaMaya bangkit dari jongkoknya, dan menatap sinis wanita dengan potongan rambut bob itu.“Ibu memberi
Kaki Maya terasa lemas, jantungnya bergemuruh dan hatinya terasa ditusuk benda tajam, matanya yang semula berkaca-kaca kini luruh membasahi pipinya.“Nah, sudah jelas ‘kan, sekarang, cepatlah tanda tangani, apalagi yang kamu tunggu!”perintah AmbarMaya tak kuasa menahan sedih dan kecewa, penghianatan sang suami sungguh membuat hatinya pilu dan hancur, satu-satunya orang yang diharapkan bisa menemani seumur hidupnya, kini malah menyakitinya.Maya meraih pena, dan dengan kemarahan dan kekecewaan yang teramat sangat ia membubuhkan tanda tangannya di lembaran kertas itu.Senyum kemenangan tersunging di bibir Ambar, rencananya berhasil dengan lancar.“Bagus, Maya, sekarang kamu bukan lagi menantu keluarga ini, kemasi barang –barangmu dan pergilah dari rumah ini!”suruh Ambar, tanpa belas kasihan sedikitpun, pada Maya, meskipun wanita itu tahu, bahwa manantunya sedang mengandung cucunya.Maya mengusap air mata yang terus saja mengalir, sampai membasahi pipinya, berlahan ia mengemasi semua p
Rendra memegang ponsel baru, setelah itu ia menghubungi nomor Maya, tapi ponsel Maya tidak aktif.“Sial, kenapa ponsel Maya tidak aktif, apa dia tidak menunggu aku menghubunginya,”gerutu Rendra, dan ia beralih menghubungi ibunya.“Bu..apa Maya di rumah?”“Dia tidak di rumah, “jawab Ambar“Kemana? kemarin adalah annyversery pernikahan kami, aku bahkan belum mengucapkan selamat padanya.”“Apa perkejaanmu di Singapura sudah selesai, kenapa kamu tidak fokus pada pekerjaan saja, dari pada memilikirkan wanita tak berguna itu,”timpal Ambar bernada kesal.“Klienku, membatalkan pertemuanku Bu, tanpa memberikan alasan apapun.”“Ya sudah, anggap saja kamu berlibur, nikmatilah liburanmu, apalagi disana ada Arnia ‘kan.”“Baiklah , aku satu malam lagi, besok, aku kembali ke Jakarta.”Pembicaran Rendra dan Ambar selesai, dengan senyum puas di wajah Ambar, rencana yang disusunnya bersama Arnia berhasil, dan malam ini Arnia, akan membuat Rendra jatuh ke tanganya.Kembali ke Jakarta, Maya dibawa Fard
Tiga bulan berlalu, akta cerai Rendra dan Maya telah keluar, Rendra kini memutuskan untuk menikahi Arnia, sebagai bentuk tanggung jawabnya, Pernikahanya dilaksanakan sangat meriah, disebuah ballroom hotel berbintang, Ambar menunjukkan binar bahagia, menantu idamanya kini bersanding di pelaminan.Kedua mempelai selalu tersenyum memperlihatkan kebahagian mereka.“Ibu sangat senang, akhirnya kamu menikah dengan Arnia, wanita yang sederajat dengan kita, ibu juga senang, yayasan Mery Gold kembali ke tangan Ibu,”bisik Ambar di telinga Rendra.“Apa, Maya mengetahui jika aku menikah, Bu?”“Peduli amat dengan wanita itu, ibu tidak ingin membicarakan wanita itu di tengah kebahagian kita,”jawab Ambar.Sementara ditempat lain, Maya mengusap lembut perut yang semakin membuncit.“Mas Fardian, bisakah kita jalan –jalan malam ini, sudah hampir tiga bulan aku hanya duduk dan berdiam di apartemen ini,”pinta Maya“Angin malam tidak baik Maya, untuk kesehatan kamu dan bayimu, bagaimana jika pagi hari
Disuatu sore, Raja dan Salma, sudah berada di RSC, Raja tampak senang, banyak teman satu sekolah yang datang untuk menyaksikan tokoh animasi favoritnya, dengan antusias bocah itu berjalan di ditengah-tengah gedung, dimana acara diselenggarakan, sebuah es krim sudah berada ditanganya, Raja berjalan sambil menjilati es krim favoritnya, hingga tak sengaja, ia menabrak seorang wanita dan membuat dres wanita itu menjadi kotor.“Hati-hati dong kalau berjalan!”bentak seorang wanita dengan melotot kearah Raja.“Maaf ...”ucap Salma, sambil menundukan wajah dan sedikit membungkuk.“Raja minta maaflah,”suruh Salma , melihat ke arah Raja, yang masih bengong menatap sebagian eskrim, tumpah di dres warna merah.“Maaf Tante, Raja, tidak sengaja,”ucap bocah berusia lima tahun itu dengan sedikit gugup.“Lain kali berhati-hatilah, lihat jalan yang benar, mengerti!”bentak wanita berpenampilan elegan dengan geram.“Ada apa Ar?”suara pria membuat semuanya menoleh kearah pria berwajah tegas dengan sorot
Maya selalu menyiapkan masakan untuk keluarga kecilnya, hal itu membuat Fardian semakin mencintai Maya, dipelukanya wanita yang telah dinikahianya selama lima tahun ini. Sungguh, bagi Fardian, yang membuat dirinya bahagia adalah Maya dan Raja, meskipun Raja bukanlah anak kadungnya tapi rasa cintanya sangat besar pada anak lelaki yang berusia 5 tahun itu.“Kita liburan yuk, May, weeked ini aku tidak sibuk,”ajak Fardian, seraya memeluk pingang istrinya.“Maaf, sayang... aku ada acara pemberian donatur di yayasan panti asuhan Mery Gold,”jawab Maya“Mery Gold... apa tidak bisa kau serahkan pada Salma, bukankah biasanya Salma yang mengurusinya?”“Kali ini aku ingin sekali memberikanya langsung pada yayasan, karena ada lelang lukisan di sana, dan mengharapkan kehadiranku. Pemilik yayasan ingin berkenalan denganku, dan teman sosialitanya juga akan membayar lebih untuk lelang donasi ini.”Maya menjelaskan pada Fardian“Baiklah, kita tunda dulu liburannya, “jawab Fardian, lelaki itu menyemb
Sementara itu, Maya sedang berada diruang bawah tanah, tempat ia menyimpan beberapa lukisan, dan peralatan melukis, matanya terus menatap lukisan yang di depanya, seorang pria dengan wajah yang tidak jelas, dihadapanya,yang selalu membuatnya penasaran, lalu ia mencoba mengingat tapi justru semakin ia mengingatnya semakin kepalanya berdenyut nyeri.‘Pria yang ada dalam bayanganku, bukanlah Fardian, apa Fardian menyembunyikan sesuatu dariku?’batin Maya seraya menatap lekat lukisan.Suara seseorang memanggil nama Maya, membuat Maya menutup kembali lukisan pria dengan wajah samar itu, lalu beranjak meninggalkan ruang bawah tanah.“Hai, Salma bagiamana dengan tugas yang aku berikan padamu, apa kamu sudah tahu, panti asuhan tempat aku dibesarkan?”“Bu Maya pasti terkejut, jika mendengar informasi yang aku bawa,”balas Salma, dan itu membuat Maya penasaran“Panti asuhan mana?”“Mery Gold,”jawab Salma“Benarkah, aku dibesarkan di panti Asuhan Mery Gold?”“Benar Bu Maya, Anda masuk di panti
Ambar hanya tersenyum,”Maksud ibu, Mas Rendra itu subur, waktu pernikahannya dengan Maya mereka tidak memiliki anak, itu karena aku memberikan Maya pil kontrasepsi,”jelas Ambar“Jadi ibu, memberikan Maya pil kontrasepsi itu sebabnya mereka tidak memiliki anak?”“Iya, Arnia, kamu tahu sendiri, ibu tidak setuju Rendra menikah dengan Maya, makanya aku membuat kesepakatan dengan Maya, dan selain itu aku sengaja membuat Maya tidak bisa hamil, jadi kamu jangan meragukan Rendra ,”dalih Ambar.“Apa Rendra tahu jika ibu melakukan semua itu pada Maya?”“Rendra tidak tahu, lagi pula, ia juga tidak mencintai Maya, ia hanya melakukan apa yang diperintahkan mendiang ayahnya,”jelas Ambar“Tapi Bu.. enam tahun yang lalu kita bersengkokol untuk memisahkan Maya dan Rendra, dan saat itu aku menyadari, jika Rendra itu mencintai Maya,”jelas Arnia.“Mungkin saja itu terjadi, mereka bersama, hampir satu tahun, benih-benih cinta mulai tumbuh diantar mereka, oleh karena itu aku bertindak cepat.”Arnia tampak
Arnia duduk di kursi kamar, menatap Rendra yang berbaring di tempat tidur hingga dengkuran halus ia dengar, menandakan jika Rendra telah terlelap. Perlahan Arnia bengkit dari duduknya menuju almari, lalu membukanya, sebuah berkas diambilnya lalu diamati lagi, beberapa hari yang lalu, setelah mendengar pembicaraan Ambar dengan staf Mery Gold, Arnia sangat penasaran, lalu ia mencari tahu data keuangan Mery Gold dan ia tak menyangka, yayasan itu setiap bulannya mendapatkan pemasukan rutin ratusan juta, rasa penasarannya tidak sampai disitu saja, ia mengetahui alasan Ambar bersikeras untuk menyingkirkan Maya, itu karena Yayasan Mery Gold yang dihibahkan pada Maya, dengan syarat Maya melahirkan keturunan Aji Darmawan, dan tidak ada perceraian antara Maya dan Rendra.Maya menyimpan kembali salinan data keuangan Mery Gold, ia tampak gelisah, setelah memastikan jika Raja adalah putra dari Rendra.Hari berganti pagi, saat ini Arnia telah rapi dengan pakaiannya yang elegan, ia menyapa Amba
“Pemilik sebelumnya telah lama meninggal dunia,”jawab AmbarMaya hanya tersenyum, ia menanggapi perkataan Ambar yang terkesan, tidak suka membicarakan pemilik sebelumnya.“Bolehkah, saya berkeliling sebentar, usai makan malam ini,”izin Maya“Tentu saja boleh, nanti aku akan mengantarkanmu, Maya, berkeliling di rumah ini,”jawab Rendra“Terima kasih.”Setelah usai makan malam , Arnia dan Fardian berbincang di salah satu bangku taman.“Seharusnya kamu waspada, Rendra bisa saja mencuri istimu,”Arnia menatap Rendra dan Maya yang sedang berjalan sejajar mengeliling rumah.“Kamu seharusnya lebih menjaga suamimu, Arnia, supaya tidak mendekati Maya,”jawab Fardian dengan nada serius.Arnia hanya tersenyum sinis, dalam hatinya ia tak peduli dengan cinta Rendra. Pembicaraan mereka terhenti, ketika Raja berlari kecil menghampiri Fardian.“Papah, Raja, takut di sana ada orang seram,”ucap bocah itu dengan raut muka ketakutan“Oh..pasti kamu melihat Pak Parto, tukang kebun rumah ini, memang mengalam
Sesampainya di dalam kamar, Arnia melihat Rendra menatap sesuatu, dengan pelan dihampirinya suaminya yang saat itu berdiri di balkon kamar, dan Arnia menjadi tidak senang, ketika melihat bahwa Rendra sedang menatap foto Maya di ponselnya.“Maya...dia semakin cantik sekarang, pantas kamu mengaguminya walau dihadapanmu sekarang ada diriku,”ucapan Arnia membuat Rendra terkejut dan menoleh ka arah Arnia.“Perceraianku dengan Maya adalah konpirasimu dengan ibu, jadi jangan salahkan aku, jika saat ini aku masih menicintai Maya,”sahut Rendra dengan tenang“Terserahlah, Mas..tapi ingat, saat ini aku sedang hamil, dan sebentar lagi melahirkan keturunanmu, jadi jangan coba-coba menyakiti diriku,”ancam Arnia“Jangan bahas lagi mengenai Maya, sekarang katakan, kapan Papah Dherma, akan menganti uangku, jatuh temponya dua bulan lagi, jika Papah Dherma tidak membayar perusahaan Neo Kosmetik akan menjadi miliki.”“Aku akan menjual Neo kosmetik Mas, dari hasil penjualan aku akan membayar hutang Papah
Maya berjalan pelan menyusul Fardian dan Raja, yang masih menyusuri hutan pinus, keduanya semakin tampak riang sekali tawa terdengar diantara keduanya.Sementara batin Maya berkecamuk, semakin ia mencari masa lalunya, kenapa sosok Fardian justru ada di dalamnya.“Apa yang kamu sembunyikan lagi dariku Mas...apa maksudmu dari semua yang aku temukan,”gumam Maya pelan, langkah kakinya semakin mendekati Fardian.“May, cepatlah, disana ada danau, dan ada juga perahu, jika kamu mau, kita akan naik perahu mengelilingi danau,”ajak Fardian pada Maya“Aku tunggu di sini saja, Mas...kalian saja, yang naik,”jawab Maya“Okay, ayo Raja, ikut Papah,”ajak Fardian mendekati danau kemudian terlihat menaiki prahu bersama Raja.Maya hanya menatap dari kejauhan, tampak Raja, sangat senang,sampai ditengah danau ada hal yang tak terduga, perahu mengalami kecocoran, hingga air mamasuki perahu.“Papah, airnya masuk ke perahu,”ucap RajaFardian menoleh kearah Raja, seketika ia terkejut karena melihat perahu se
Mobil yang ditumpangi Maya, telah sampai di sebuah kilnik di pingiran kota, lalu Maya turun dari mobil, dan langsung menuju ruangan Tata, dokter pribadinya dan juga sahabat dari Fardian.“Masuklah, Maya, apa kabar?”tanya Tata sambil tersenyum“Kabarku tidak baik Dok, apa Fardian tidak cerita tentang masalah kami?”Tata tersenyum. “Aku memang sahabatnya, tapi tidak semua hal yang bersifat pribadi, Fardian bercerita, dia sering bertanya bagaimana keadaanmu, perkembangan amnesiamu, itu saja, “jawab Tata dengan tenangDesahan kecil terdengar dari bibir Maya.”Dokter adalah sahabatnya, waktu pertama kali aku dibawa kesini, Anda tahu ‘kan, aku bukan istri Fardian?”“Jadi kamu sudah tahu kebenarannya, ingatanmu sudah pulih?”“Belum, aku masih amnesia, aku mengetahuinya karena rasa penasaranku, tentang masa laluku, aku mencari tahu sendiri dan akhirnya aku menemukan kebenaran, yang aku kecewa, Anda adalah seorang Dokter, kenapa tidak profesional, dan terlibat dalam kebohongan Mas Fardian.”“Ja
Maya dan Fardian saling membelakangi waktu tidur di atas ranjang, entah apa yang dipikirkan pasangan suami istri itu, tapi keduanya tampak terdiam, dengan mata yang masih terjaga, hingga suara Fardian memecahkan keheningan malam itu.“Maya, apa setelah ini hubungan kita akan berubah?”“Beri kau waktu Mas... aku shock, mengetahui kebenaran ini, dan aku masih bingung apa yang aku akan lakukan, Raja suatu saat berhak tahu siapa ayah kandungnya ‘kan? Apa kita akan merahasiakan ini untuk selamanya?”Fardian berbalik, menatap pungung Maya.”Maya cobalah lihat kedalam mataku, apa kamu tidak melihat ketulusanku pada Raja, apa kamu ingin memisahkan aku dengan Raja?”suara Fardian terdengar sedih.Maya tidak menoleh ke arah Fardian, ia masih memunggungi pria yang berstatus suami itu, air matanya perlahan menetes, mengingat bahwa Fardian selama ini menjadi suami dan ayah yang sempurna bagi dirinya dan Raja.“Aku tidur Mas...” Maya lalu menutup kedua bola matanya.Malam itu bukan hanya cuaca yang t
Maya menghela napas berat, lalu kembali merapikan berkas –berkas milik Fardian, tapi seketika tangan Maya berhenti, ketika matanya menatap sesuatu. Potongan koran terselip diantar tumpukan berkas, dan itu membuat Maya penasaran. Lalu dengan cepat diraihnya potongan artikel.“Kasus pembunuhan tanpa mayat, dengan korban Agam Dirgantara dan tersangakanya adalah pengacaranya sendiri yaitu Rama Widata,”gumam Maya membaca artikel yang ia temukan‘Kasus apa ini, kasus ini sudah dua delapan belas tahun yang lalu,’ batin Maya penasaran.Lalu Maya meletakan kembali lembaran artikel itu di tempatnya lalu menutup kembali lemari.Dengan langkah cepat ia keluar ruangan, dan menunggu kedatangan Fardian dengan wajah yang sudah menegang, siap meluapkan amarahnya dan kecewanya itu.Menit berlalu dan Maya masih duduk menunggu kedatangan Fardian. Tak lama kemudian yang ditunggu pun datang.Ceklek! Suara pintu terbuka, dan terlihat Fardian di balik pintu, melihat ekpresi wajah Maya yang tegang, Fa
Maya telah berpenampilan rapi lalu keluar kamar, di depan rumah, Fardian telah menunggunya.“Raja, pasti senang kita menjenguknya, aku sudah kangen, dengan Raja, hampir satu pekan ini tak berjumpa dengannya,”ucap FardianMaya hanya tersenyum, melihat jauh ke dalam bola mata Fardian, tampak tulus dan tidak dibuat-buat, rasanya tak mungkin, jika Raja bukanlah darah dagingnya, itulah yang pikirkan Maya.Lalu keduannya menaiki mobil silver dan mobilpun melaju pelan, keluar rumah dan berjalan menuju luar pemukiman.Mobil Fardian melaju menuju Bogor, di mana tempat acara camping diadakan, hari ini para wali murid, diperbolehkan melakukan kunjungan, disana sudah beberapa para orang tua yang mengunjungi anak –anak mereka.Maya bergegas berjalan, menuju suatu tempat dimana disediakan oleh panitia untuk berbincang dan melepas rindu ada anak-anak.Terlihat bocah berusia lima tahun itu berlalu mendekati mama dan papahnya berjalanan“Mah..Pah..Raja kangen,”ucap RajaMaya berjongkok mensejajar
“Saat ia sadar dari koma, Maya mengira aku suaminya, karena satu-satunya memori yang dia ingat adalah adalah dia telah menikah, tapi tak ingat siapa suaminya, aku berada disampingnya ketika ia sadar,”jelas Fardian“Kamu memanfaatkan situasi itu ‘kan!Kenapa kamu tidak menceritakan padaku!”bentak Rendra“Ya, aku memang memanfaatkan amnesia Maya, kerena aku mencintai Maya,”jawab Fardian tegas.Rendra mengacak kasar rambutnya, “Aku akan bicara pada Maya.”“Untuk apa?Kamu telah menikahi Arnia ‘kan, jadi jangan usik pernikahanku dengan Maya, kami telah hidup bahagia selama enam tahun ini, lagi pula Maya sudah tidak mencintaimu lagi, kamu hanya orang asing dipikirannya,”sarkas FardianRendra tidak peduli dengan perkataan Fardian, ia menatap tajam Fardian, dan melangkah pergi. Arnia yang dari tadi menyaksikan pertengkaran Fardian dan Rendra serta menguping pembicaraan mereka, kini tahu semuanya.Dengan bergegas, Arnia menyusul langkah Rendra yang berjalan cepat akan mendekati Maya, yang masi