Waktu menunjukan pukul sepuluh malam, tapi Rendra belum juga pulang.
Maya terlihat khawatir. Sejak sore tadi, ponsel suaminya tidak bisa dihubungi. Tapi tak lama sebuah pesan masuk, bergegas Maya meraih ponselnya dan senyum mengembang di bibir ranumnya. {Aku tidak pulang malam ini, ada meeting dadakan di Bandung, kamu tidurlah dulu.} Chat dari Rendra membuat Maya bernapas lega, meski hal itu sedikit mengusiknya sebab tak biasanya suaminya pergi mendadak. Namun, Maya segera merebahkan tubuhnya di kasur, tanpa suami di sampingnya. Hingga pagi menyapa, Maya perlahan bangkit dan membuka korden kamarnya. Hawa sejuk dihirupnya, tapi tiba-tiba rasa mual menyergap. Dengan setengah berlari, ia pun menuju kamar mandi, memuntahkan cairan kekuningan yang terasa pahit. Maya membasuh mukanya, entah kenapa pagi ini terasa berbeda dengan tubuhnya, rasa pening tiba-tiba datang menyerang kepalanya, hingga Maya memutuskan berbaring lagi di tempat tidur. Maya menoleh ke arah pintu ketika terdengar suara ketukan, lalu terlihat pintu terbuka, Bi Siti masuk ke dalam kamar. “Non Maya, kenapa tidak turun ke bawah? Nyonya Ambar ingin bicara dengan Non Maya,” ucap wanita tua itu. “Oh… aku lagi tak enak badan. Tapi baiklah, aku akan segera turun menemui ibu,” jawab Maya. Asisten rumah tangga itu pun berlalu, tapi langkahnya terhenti ketika melihat obat di atas nampan masih ada. “Non Maya, semalam tidak minum vitamin?” Maya menatap nampan di atas meja, ia lupa membuang pil kontrasepsi dari mertuanya. “Aku lupa,” jawab Maya. “Jika begitu, segeralah minum sebelum Nyonya Ambar tahu dan marah,” kata Siti dengan wajah tampak cemas. “Iya, nanti aku minum. Lagipula, sehari tidak minum vitamin ‘kan tidak mengapa,” sahut Maya sambil berjalan ke arah meja kecil. “Keluarlah, apa aku harus minum pil ini di hadapan Bi Siti?” tanya Maya lagi, kali ini dengan nada yang sedikit menuding. “Baiklah, saya keluar.” Siti tampak ragu, tapi tatapan tajam Maya membuat Siti merasa tak enak, lalu wanita itu pergi. Setelah kepergian Siti, Maya membuang pil itu di wastafel kamar mandi, lalu membersihkan tubuhnya dan segera menemui ibu mertuanya. Kini, Maya duduk di kursi di depan meja kerja, sedangkan Ambar juga duduk di kursi seberangnya, menatap sejenak menantu yang tidak diharapkannya itu. “Aku dengar, Rendra tidak pulang semalam?” “Iya Bu, Mas Rendra ada pekerjaan di luar kota.” Helaan napas terdengar di bibir Ambar. “Sebenarnya aku ingin berbicara dengan kalian berdua, tapi karena Rendra tidak di rumah, lebih baik kita berbicara dulu.” Ambar berbicara dengan tatapan serius pada Maya. “Kamu tahu ‘kan, kurang menghitung hari lagi kesepakatan kita berakhir. Jika sudah satu tahun genap pernikahan kalian dan kamu belum juga hamil, maka kamu dan Rendra akan bercerai.” Maya tertunduk mendengar ucapan Ambar. “Dalam perceraian, tidak ada pembagian harta gono gini. Kamu harus paham posisimu waktu menjadi menantu keluarga Darmawan, kamu hanya gadis yatim piatu. Kamu tidak akan mendapat tunjangan apapun. Aku sudah meminta pengacara untuk mempersiapkan berkas, kamu tinggal tanda tangan saja,” kata Ambar dengan angkuhnya. “Tapi, jika Mas Rendra tidak berniat menceraikanku, apakah ibu akan memaksa juga?” Ambar tersenyum simpul. “Rendra akan memenuhi perintahku!” katanya. Tatapan Ambar begitu sinis. “Dan satu lagi, kamu harus mengembalikan kepemilikan Yayasan Mery Gold padaku, karena kamu tidak bisa melahirkan keturunan Darmawan. Bukankah seperti itu persyaratan surat wasiat dari mendiang suamiku?” Maya terdiam. Kini ia mengerti, kenapa Ambar tidak menginginkan dirinya hamil. Itu karena Ambar menginginkan kepemilikan Yayasan Mery Gold kembali ke tangannya. “Aku masih punya beberapa hari lagi, mungkin saja Tuhan berkehendak lain dan ingin menyelamatkan pernikahanku dengan Mas Rendra,” kata Maya dengan suara bergetar. “Jangan mimpi kamu. Kamu tak akan bisa hamil karena—” Ambar tiba-tiba menghentikan ucapannya. Tapi Maya mengerti, dan paham sekali kenapa sang mertua yakin dirinya tidak akan bisa hamil. “Karena vitamin yang setiap malam ibu berikan,” timpal Maya. Ambar tampak terkejut, matanya bahkan melotot menatap Maya. Sementara wanita muda itu masih menunduk dengan rasa kecewa yang mendalam. “Justru vitamin itu agar bisa membuatmu hamil!” bantah Ambar. “Tapi kenapa aku belum hamil, Bu? Obat apa yang ibu berikan padaku?” Maya pura-pura tidak tahu dan mencari kejujuran ibu mertuanya. Ambar bangkit berdiri, lalu tiba-tiba menarik rambut Maya. “Kamu berani menanyaiku begitu?! Rupanya kamu harus diingatkan posisimu. Kamu hanya anak panti asuhan yang dinikahi Rendra. Jadi kamu harus sopan dan tunduk padaku, dasar parasit!” berang Ambar, lalu dengan kasar melepas tangannya dari rambut Maya. Air mata Maya menetes membasahi pipi. Ia mengusapnya perlahan dan berusaha menenangkan diri. Maya lantas bangkit dan melangkah pergi meninggalkan rumah mewah mertuanya itu. Seperti biasa, Maya mengendarai motor maticnya menuju yayasan. Sesampainya di sana, ia duduk memeriksa administrasi yayasan. Pikirannya melayang di saat ayah mertuanya menyerahkan pengelolaan yayasan padanya tiga tahun lalu, dan di saat itulah Ambar mulai membencinya. “Ah... jadi selama ini Bu Ambar membenciku karena masalah yayasan. Apa belum cukup 30 persen dari para donatur dan Rajas Shopping Center bagi dirinya, hingga mengincar kedudukan di yayasan Mery Gold?” gumam Maya sambil menghela napas panjang. Maya lalu membuka laci mejanya dan mengambil surat wasiat dari ayah mertuanya. Kembali Maya membaca salinan surat wasiat itu, dibacanya dengan cermat. Dulu ia mengabaikan surat itu karena baginya menikah dengan Rendra adalah impiannya. “Aku tidak begitu paham dengan surat wasiat ini, apa aku harus menemui pengacara ya,” gumam Maya sambil menggigit bibir bawahnya dan menatap serius lembaran kertas di tangannya. Tiba-tiba ketukan pintu terdengar, Maya mempersilahkan sang pengetuk pintu untuk masuk. “Masuk!” Seorang pria muncul dan berkata dengan sopan, “Maaf Bu Maya, saya mengganggu waktu Anda,” ucapnya. Maya cukup terkejut melihat pria itu, tapi sebuah ide kemudian muncul di kepalanya. “Pak Fardian, masuklah. Kebetulan sekali Anda datang, aku ingin berkonsultasi,” katanya dengan ramah. Pria yang mengenakan kemeja warna biru tua itu menutup pintu kembali, lalu melangkah duduk di depan Maya. “Konsultasi masalah apa?” “Bisakah Anda menjelaskan isi dari surat wasiat ini?” Maya langsung menyerahkan lembaran kertas pada Fardian. Pria yang duduk di hadapan Maya meraih kertas itu, membacanya dengan serius. “Anda menjadi pemilik yayasan Mery Gold untuk saat ini, tapi jika dalam pernikahan tidak memiliki anak dan terjadi perceraian, maka yayasan ini akan dilimpahkan pada Bu Ambar,” jelas Fardian. Maya terlihat sedih. “Sebenarnya bukan masalah yayasan ini yang aku risaukan, tapi masalah perceraianku,” ucap Maya dengan nada parau. “Kebetulan saya ke sini ingin membahas perceraian Anda dengan Pak Rendra, ini atas perintah Bu Ambar,” ungkap Fardian. Maya menatap pria bermata teduh itu dengan terkejut. “Jadi, ibu mertuaku sudah mempersiapkan perceraianku dengan Mas Rendra?” “Seperti itulah. Bu Maya harus mempersiapkan semuanya, karena dalam perceraian tidak akan ada pembagian harta dan juga tunjangan,” jelas Fardian bernada ringan. “Aku harus bicara dengan Mas Rendra, tapi ia sekarang di keluar kota,” sahut Maya menjadi panik. Maya meraih ponselnya, mencoba menghubungi sang suami. Tapi ponsel Rendra tidak aktif. Lalu Maya menghubungi staf kantor, dan dari keterangan staf, Rendra sedang berada di kantor RSC. Desahan gusar terdengar dari bibir Maya. Ia lalu meraih tas kecilnya. “Aku akan pergi ke kantor suamiku,” pamit Maya. “Baiklah Bu Maya. Aku harap Anda bisa menyelesaikan masalah pernikahan dengan Pak Rendra,” kata Fardian, lalu bangkit dan pamit pergi. Maya juga bergegas pergi dengan motornya. Beberapa menit kemudian, sampailah ia di gedung berlantai 10 RSC milik keluarga Darmawan. Dengan langkah lebar, Maya berjalan menuju kantor manajemen di lantai teratas gedung itu. Ia tidak sabar untuk menemui Rendra. Semalam suaminya tidak pulang dan saat ini ponselnya juga dimatikan. Maya tiba di sebuah ruangan yang terletak di paling ujung. Ia membuka pintu besar itu, tapi lantas tertegun melihat Ambarlah yang duduk di kursi kerja milik suaminya. Ibu mertuanya menatap tajam ke arah Maya yang bergeming di ambang pintu. “Yang sopan Maya! Apa kamu tidak bisa mengetuk pintu?!” cetus Ambar dengan ekspresi mengeras. “Aku ingin bertemu Mas Rendra, Bu. Kata staf, Mas Rendra ada di kantor.” Ambar tersenyum miring, lalu menatap Maya dengan wajah penuh kemenangan. “Kamu terlambat. Lima menit yang lalu Rendra sudah pergi ke bandara. Setengah jam lagi ia akan terbang ke Singapura.”Maya mencoba menghubungi Rendra, tapi ponselnya tidak aktif, wanita itu terlihat sangat kesal. Lalu tatapannya mengarah tajam pada Ambar.“Apa rencana ibu sebenarnya, jika ibu menginginkan yayasan itu, Maya akan berikan, tapi tolong jangan pisahkan Maya dengan Mas Rendra, hanya dia yang Maya punya saat ini,”pinta Maya dengan nada permohonan.“Apa istimewanya dirimu Maya, hingga mendiang suamiku memilih dirimu untuk menjadi menantu dan menyerahkan yayasan Mery gold padamu!”sarkas Ambar.“Ibu menginginkan Mery Gold, ambilah, akan aku berikan, tolong jangan campuri lagi pernikahanku dengan Mas Rendra,”pinta Maya sekali lagi kali ini ia memohon sambil berlutut di depan ibu mertuanya.“Mery gold akan menjadi miliku tanpa kamu akan menyerahkannya, sebentar lagi Kamu dan Rendra akan bercerai, dan semuanya otomatis akan pindah ke tanganku, “jawab Ambar dengan menyilangkan kedua tanganya di dadaMaya bangkit dari jongkoknya, dan menatap sinis wanita dengan potongan rambut bob itu.“Ibu memberi
Kaki Maya terasa lemas, jantungnya bergemuruh dan hatinya terasa ditusuk benda tajam, matanya yang semula berkaca-kaca kini luruh membasahi pipinya.“Nah, sudah jelas ‘kan, sekarang, cepatlah tanda tangani, apalagi yang kamu tunggu!”perintah AmbarMaya tak kuasa menahan sedih dan kecewa, penghianatan sang suami sungguh membuat hatinya pilu dan hancur, satu-satunya orang yang diharapkan bisa menemani seumur hidupnya, kini malah menyakitinya.Maya meraih pena, dan dengan kemarahan dan kekecewaan yang teramat sangat ia membubuhkan tanda tangannya di lembaran kertas itu.Senyum kemenangan tersunging di bibir Ambar, rencananya berhasil dengan lancar.“Bagus, Maya, sekarang kamu bukan lagi menantu keluarga ini, kemasi barang –barangmu dan pergilah dari rumah ini!”suruh Ambar, tanpa belas kasihan sedikitpun, pada Maya, meskipun wanita itu tahu, bahwa manantunya sedang mengandung cucunya.Maya mengusap air mata yang terus saja mengalir, sampai membasahi pipinya, berlahan ia mengemasi semua p
Rendra memegang ponsel baru, setelah itu ia menghubungi nomor Maya, tapi ponsel Maya tidak aktif.“Sial, kenapa ponsel Maya tidak aktif, apa dia tidak menunggu aku menghubunginya,”gerutu Rendra, dan ia beralih menghubungi ibunya.“Bu..apa Maya di rumah?”“Dia tidak di rumah, “jawab Ambar“Kemana? kemarin adalah annyversery pernikahan kami, aku bahkan belum mengucapkan selamat padanya.”“Apa perkejaanmu di Singapura sudah selesai, kenapa kamu tidak fokus pada pekerjaan saja, dari pada memilikirkan wanita tak berguna itu,”timpal Ambar bernada kesal.“Klienku, membatalkan pertemuanku Bu, tanpa memberikan alasan apapun.”“Ya sudah, anggap saja kamu berlibur, nikmatilah liburanmu, apalagi disana ada Arnia ‘kan.”“Baiklah , aku satu malam lagi, besok, aku kembali ke Jakarta.”Pembicaran Rendra dan Ambar selesai, dengan senyum puas di wajah Ambar, rencana yang disusunnya bersama Arnia berhasil, dan malam ini Arnia, akan membuat Rendra jatuh ke tanganya.Kembali ke Jakarta, Maya dibawa Fard
Tiga bulan berlalu, akta cerai Rendra dan Maya telah keluar, Rendra kini memutuskan untuk menikahi Arnia, sebagai bentuk tanggung jawabnya, Pernikahanya dilaksanakan sangat meriah, disebuah ballroom hotel berbintang, Ambar menunjukkan binar bahagia, menantu idamanya kini bersanding di pelaminan.Kedua mempelai selalu tersenyum memperlihatkan kebahagian mereka.“Ibu sangat senang, akhirnya kamu menikah dengan Arnia, wanita yang sederajat dengan kita, ibu juga senang, yayasan Mery Gold kembali ke tangan Ibu,”bisik Ambar di telinga Rendra.“Apa, Maya mengetahui jika aku menikah, Bu?”“Peduli amat dengan wanita itu, ibu tidak ingin membicarakan wanita itu di tengah kebahagian kita,”jawab Ambar.Sementara ditempat lain, Maya mengusap lembut perut yang semakin membuncit.“Mas Fardian, bisakah kita jalan –jalan malam ini, sudah hampir tiga bulan aku hanya duduk dan berdiam di apartemen ini,”pinta Maya“Angin malam tidak baik Maya, untuk kesehatan kamu dan bayimu, bagaimana jika pagi hari
Disuatu sore, Raja dan Salma, sudah berada di RSC, Raja tampak senang, banyak teman satu sekolah yang datang untuk menyaksikan tokoh animasi favoritnya, dengan antusias bocah itu berjalan di ditengah-tengah gedung, dimana acara diselenggarakan, sebuah es krim sudah berada ditanganya, Raja berjalan sambil menjilati es krim favoritnya, hingga tak sengaja, ia menabrak seorang wanita dan membuat dres wanita itu menjadi kotor.“Hati-hati dong kalau berjalan!”bentak seorang wanita dengan melotot kearah Raja.“Maaf ...”ucap Salma, sambil menundukan wajah dan sedikit membungkuk.“Raja minta maaflah,”suruh Salma , melihat ke arah Raja, yang masih bengong menatap sebagian eskrim, tumpah di dres warna merah.“Maaf Tante, Raja, tidak sengaja,”ucap bocah berusia lima tahun itu dengan sedikit gugup.“Lain kali berhati-hatilah, lihat jalan yang benar, mengerti!”bentak wanita berpenampilan elegan dengan geram.“Ada apa Ar?”suara pria membuat semuanya menoleh kearah pria berwajah tegas dengan sorot
Maya selalu menyiapkan masakan untuk keluarga kecilnya, hal itu membuat Fardian semakin mencintai Maya, dipelukanya wanita yang telah dinikahianya selama lima tahun ini. Sungguh, bagi Fardian, yang membuat dirinya bahagia adalah Maya dan Raja, meskipun Raja bukanlah anak kadungnya tapi rasa cintanya sangat besar pada anak lelaki yang berusia 5 tahun itu.“Kita liburan yuk, May, weeked ini aku tidak sibuk,”ajak Fardian, seraya memeluk pingang istrinya.“Maaf, sayang... aku ada acara pemberian donatur di yayasan panti asuhan Mery Gold,”jawab Maya“Mery Gold... apa tidak bisa kau serahkan pada Salma, bukankah biasanya Salma yang mengurusinya?”“Kali ini aku ingin sekali memberikanya langsung pada yayasan, karena ada lelang lukisan di sana, dan mengharapkan kehadiranku. Pemilik yayasan ingin berkenalan denganku, dan teman sosialitanya juga akan membayar lebih untuk lelang donasi ini.”Maya menjelaskan pada Fardian“Baiklah, kita tunda dulu liburannya, “jawab Fardian, lelaki itu menyemb
Sementara itu, Maya sedang berada diruang bawah tanah, tempat ia menyimpan beberapa lukisan, dan peralatan melukis, matanya terus menatap lukisan yang di depanya, seorang pria dengan wajah yang tidak jelas, dihadapanya,yang selalu membuatnya penasaran, lalu ia mencoba mengingat tapi justru semakin ia mengingatnya semakin kepalanya berdenyut nyeri.‘Pria yang ada dalam bayanganku, bukanlah Fardian, apa Fardian menyembunyikan sesuatu dariku?’batin Maya seraya menatap lekat lukisan.Suara seseorang memanggil nama Maya, membuat Maya menutup kembali lukisan pria dengan wajah samar itu, lalu beranjak meninggalkan ruang bawah tanah.“Hai, Salma bagiamana dengan tugas yang aku berikan padamu, apa kamu sudah tahu, panti asuhan tempat aku dibesarkan?”“Bu Maya pasti terkejut, jika mendengar informasi yang aku bawa,”balas Salma, dan itu membuat Maya penasaran“Panti asuhan mana?”“Mery Gold,”jawab Salma“Benarkah, aku dibesarkan di panti Asuhan Mery Gold?”“Benar Bu Maya, Anda masuk di panti
Ambar hanya tersenyum,”Maksud ibu, Mas Rendra itu subur, waktu pernikahannya dengan Maya mereka tidak memiliki anak, itu karena aku memberikan Maya pil kontrasepsi,”jelas Ambar“Jadi ibu, memberikan Maya pil kontrasepsi itu sebabnya mereka tidak memiliki anak?”“Iya, Arnia, kamu tahu sendiri, ibu tidak setuju Rendra menikah dengan Maya, makanya aku membuat kesepakatan dengan Maya, dan selain itu aku sengaja membuat Maya tidak bisa hamil, jadi kamu jangan meragukan Rendra ,”dalih Ambar.“Apa Rendra tahu jika ibu melakukan semua itu pada Maya?”“Rendra tidak tahu, lagi pula, ia juga tidak mencintai Maya, ia hanya melakukan apa yang diperintahkan mendiang ayahnya,”jelas Ambar“Tapi Bu.. enam tahun yang lalu kita bersengkokol untuk memisahkan Maya dan Rendra, dan saat itu aku menyadari, jika Rendra itu mencintai Maya,”jelas Arnia.“Mungkin saja itu terjadi, mereka bersama, hampir satu tahun, benih-benih cinta mulai tumbuh diantar mereka, oleh karena itu aku bertindak cepat.”Arnia tampak
Arnia berdecak kesal, ia kini bisa berbuat apapun, penghianatanya telah diketahui Rendra dan Ambar, dan kini ia tak akan mendapatkan apapun, jika menolak menandatangani berkas perceraian, maka Rendra akan menuntutnya, dan itu akan memperburuk keadaanya yang saat ini sedang hamil“Baiklah, aku setuju dengan perceraian ini,”ucap Arnia pasrah, lalu membubuhkan tanda tangannya di berkas perceraian.Setelah mendapatkan tanda tangan Arnia, pengacarapun pergi meningalkan rumah Arnia. Kini wanita betubuh sintal, itu hanya bisa meratapi nasibnya, tapi ada satu hal yang tak akan dimaafkan yaitu tentang kematian sang ayah, yang merupakan konspirasi Ambar, wajah Arnia terlihat menahan amarah ketika mengingat itu, batinnya tak terima, dan ingin rasanya membalas dendam, pada Ambar.Bunyi bell pintu rumahnya membuat Arnia tersentak dari pikirannya, dengan pelan ia melangkahkan kaki membuka pintu.Ceklek! “Maya , untuk apa kamu datang kesini?”tanya ArniaMaya masuk ke dalam rumah, lalu tanpa diminta
Dalam hati Maya tersenyum puas, satu langkah lagi, ia akan bisa merebut RSC dan Mery Gold dari tangan Bu Ambar dan Rendra.Surat kuasa telah di dapat Maya, dengan cepat ia menemui Rendra. Di sebuah rumah sakit, kini Maya melangkahkan kakinya menuju ruang perawatan Rendra.Ceklek! dibukanya pelan pintu kamar, dan disana terlihat Rendra sedang berbaring di brankar, wajahnya terlihat senang, ketika Maya masuk dan berjalan ke arahnya.“Kamu sudah bertemu pengacaraku?”tanya Rendra“Sudah, kenapa Mas Rendra memberiku surat kuasa untuk memimpin RSC?”tanya Maya.“Siapa lagi jika bukan dirimu, kamu satu-satunya yang aku percaya. Arnia bahkan membohongiku dan berselingkuh dengan Irfan.”Rendra terlihat kecewa.“Bagaimana keadaan Mas Rendra?”“Kakiku tidak bisa digerakan dan kata Dokter butuh terapi, aku akan berobat ke Singapura,”jawab Rendra“Lalu , bagaimana dengan kasus Bu Ambar, aku dengar ia mengalami depresi berat dan dirawat di rumah sakit?”“Ibu saat ini satu rumah sakit denganku, aku
“Apa, polisi akan menangkapku dalam waktu dekat ini?”“Jika korban membuat laporan mungkin anda akan ditahan sampai persidangan berlangsung,”jawab pengacara membuat geram Ambar“Aku akan berbicara dengan Maya, dia harus ada dipihakku,”sahut Ambar“Itu lebih baik ,”saran pengacara yang tampak serius mencermati rekaman yang ada dihadapannya.Maya dan Fardian sudah berada di kantor polisi, dan melaporkan tentang upaya pelenyapan dirinya, semua bukti diserahkan pada polisi“Jadi Anda menyamar sebagai pelaku kebakaran untuk mengetahui otak dari kebakaran vila?”tanya polisi“Benar , dan jasad yang ditemukan adalah jasad preman yang diperintahkan Bu Ambar,”jawab Fardian“Baiklah, kami akan menangakap Bu Ambar dan mengadakan penyelidikan.”“Kami juga akan menyerahkan catatan buku besar yayasan Mery Gold, di sana terlihat jika Bu Ambar selama ini memanipulasi angka sebenarnya dan sebagian uang donatur masuk ke rekening pribadinya.”Fardian menyerahkan catatat buku besar pada polisi.Staf penga
Parto sudah berada di kamar perawatan Rendra, sang majikan sudah menunggunya di sana, duduk di sofa kamar.“Nyonya, ingin berbicara denganku?”“Iya, Parto, kenapa preman itu belum melakukan tugasnya?”“Itu karena belum ada kesempatan Nyonya, pasti dia akan melakukan, jika ada kesempatan,”jawab Parto“Aku hari ini membatalkan konfrensi pers, Rendra belum sadar dari komanya,”ucap kecewa Ambar“Sayang sekali Nyonya, lebih baik tidak usah dibatalkan , bagaimana jika saya yang akan menjaga, Tuan Rendra,”saran Parto“Kamu benar , justru hal ini bisa aku jadikan untuk menarik simpati publik untuk mendukungku ‘kan?”Ambar punya banyak rencana untuk karir politiknya.Polisi datang menemui Ambar, untuk menjelaskan kronologi kecelakaan“Mobil, Pak Rendra, menurut penyelidikan sengaja ditabrak dari belakang, kami kehilangan jejak dari mobil yang menabraknya,”ucap polisi membuat Ambar kaget.“Jadi ada yang ingin membuat Rendra celaka?”“Aku rasa begitu,”sahut polisi“Pak di mana ponsel, anak saya
“Salma kamu turun saja di apertemenmu, dan sampaikan salamku pada Raja, malam ini aku tidak bisa menemuinya, apa dia betah untuk sementara tinggal di apartemenmu?”“Aku rasa, Raja, kurang betah, Bu Maya, aku sering melihatnya termenung, dan menatap foto Pak Fardian, mungkin Raja merindukan Papahnya,”jawab Salma.Helaan napas pelan dan berat keluar dari bibir Maya,”Aku harap yang aku pikirkan benar, jika Fardian masih hidup,”gumam Maya“Jadi, Bu Maya, mencurigai ,jika pencuri itu Pak Fardian?”“Iya, oleh karena itu aku akan menemui Tata, aku yakin jika dugaanku benar pasti Tata mengetahui tentang hal ini,”jawab MayaMobil berhenti di depan apartemen sederhana milik Salma, lalu wanita muda berkaca mata tebal itu, keluar dari mobil. Dan setelahnya Maya pun pergi dengan mobilnya melaju menuju kediaman Tata.Tata sangat terkejut melihat kedatangan Maya , tengah malam.“Maya, apa ada hal penting, hingga tengah malam begini kamu datang ke tempatku?”“Ada hal penting, kamu pasti mengetahui s
Sebuah mobil ambulance membawa Rendra ke rumah sakit terdekat, dan sesampainya di rumah sakit, Ambar dan pengacarnya juga sampai. Tidak sengaja Ambar melihat Rendra yang terluka dibawa oleh dua perawat menuju ruang pemeriksaan.“Rendra..!”teriak Ambar, terkejut dengan apa yang dilihatnya.”Apa yang terjadi, suster?”tanya Ambar dengan cemas“korban kecelakaan Bu..apa ibu adalah kerabatnya?”“Saya, ibunya.”“Oh syukurlah lebih baik ibu mendampingi korban,”pinta perawatAmbar pun mengikuti ke mana Rendra dibawa, hingga sebuah tindakan operasi dilakukan untuk Rendra.Ambar menunggu dengan sangat cemas, sementara Siti sudah melakukan pemeriksaan dan dinyatakan dokter dalam kondisi baik.“Nyonya, apa benar Tuan Rendra kecelakaan?”tanya Siti“Benar Bi Siti, mudah-mudahan lukanya tidak serius,”balas Ambar.“Apa, non Arnia tahu jika Tuan mengalami kecelakaan?”“Aku belum sempat mengabarinya, aku akan meneleponnya.”Ambar meraih ponsel, dan mencoba menghubungi Arnia, tapi tidak bisa.“Bi.. seg
Arnia seketika memucat, jemari tanganya saling meremas, dan otaknya mulai berpikir bagaimana menyakinkan Rendra, jika ia mengandung darah dagingnya.“Mas Rendra lakukan pemeriksaan lagi, di rumah sakit berbeda, dan kita lihat hasilnya seperti apa?”pinta Arnia“Baiklah, aku akan melakukan pemeriksaan di rumah sakit berbeda, dan jika memang kesuburanku bermasalah, kita akan melakukan tes DNA pada janin dalam perutmu itu!” Rendra meraih lagi formulir, dan menyimpannya lalu dengan wajah dingin, ia meningalkan Arnia‘Aku hanya punya waktu sedikit untuk menguasai harta Rendra’batin Arnia mulai panik.Arnia bergegas, kembali ke rumah Ambar, ia masuk keruang kerja dan seperti mencari sesuatu, sebuah kunci lemari brankas, wanita dengan perut membuncit itu sangat panik, hingga menjatuhkan beberapa benda di atas meja.“Arnia, apa yang kamu lakukan di ruang kerja,tiba-tiba suara Ambar terdengar.“Mas Rendra menyuruhku mengambil berkas kerja sama dengan klien yang tertinggal Bu, tapi tampaknya ti
“Aku akan memikirkannya,”jawab Maya masih ragu“Seandainya ada Pak Fardian, mungkin dia bisa membantu kita,”timpal SalmaMaya hanya terdiam, ingatanya kembali pada sosok lelaki yang menemani dan mencintainya selama enam tahun ini, setelah ingatannya kembali, baru ia merasakan cinta yang sesungguhnya pada Fardian.Desahan pelan dan penyesalan terdengar di bibir Maya, hingga ia menoleh ke arah pintu yang dibuka, dan di balik pintu terlihat Tata.“Apa yang sedang kalian bicarakan, tampaknya serius?”tanya Tata dan berjalan ke arah Maya dan Salma yang fokus di depan laptop.“Tidak ada apa-apa, kami hanya membicarakan masalah lukisanku yang terjual, jawab Maya lalu beringsut menjauhi laptop“Maya, bagaimana jika kita makan siang, di dekat sini,”ajak Tata“Oke.”Maya menerima ajakan TataTata dan Maya pun menuju kafe dekat MY kosmetik, lalu keduanya memilih tempat duduk di luar ruangan.“Bagaimana keadaan Raja, setelah kepergian Fardian?”tanya Tata, sembari memelih menu .“Aku rasa ia masih s
Sementara itu seorang pria yang masih misterius, berjalan dengan pelan, menuju sebuah taman yang gelap, tengah malam yang dingin dan disertai gerimis, pria yang memakai topi dan masker serta jaket melangkah. Ia berhenti ketika melihat seseorang tengah membawa tas, duduk di kursi taman, tidak terlihat jelas wajahnya karena ia juga memakai masker dan topi, tapi di bagian pipinya terlihat bekas luka bakar.Kini keduanya berhadapan“Apa kau terluka, waktu membakar vila?”“Iya aku terluka, di bagian wajahku. Apa kamu sudah siapkan uangnya?”“Ini uang kami janjikan, pastikan tugasmu kali ini berhasil,”suruh pria itu dengan tegas“Kenapa tidak bosmu sendiri yang datang menemuiku?”“Kamu sudah gila, wanita dengan reputasi yang baik tidak mungkin terlibat langsung dengan tindak kriminal,”jawabnya dengan tegas dan emosi“Padahal, aku memiliki informasi tentang Maya, yang akan membuat majikanmu tertarik.”“Informasi apa?”“Aku ingin berbicara langsung dengan majikanmu, jika ingin mengetahui sesu